Penanggulangan Korupsi Mata kuliah Penanggulangan Korupsi Irfan Setiawan, S.IP, M.Si
Satuan Acara Perkuliahan Kontrak Belajar Penanggulangan Korupsi Teminologi Korupsi, Penyebab Korupsi Bentuk-Bentuk Kerugian Negara Dampak Korupsi terhadap Eksistensi Bangsa dan Negara Hambatan memberantas Korupsi UTS Prinsip-prinsip anti Korupsi Kebijakan Anti Krupsi KontrolKebijakan Pemberantasan Korupsi di Indonesia dalam Lintasan Sejarah Lembaga-lembaga Anti-korupsi Non-pemerintah Film dan Diskusi tentang Korupsi UAS
PERTEMUAN I TERMINOLOGI KORUPSI
Korupsi secara Etimologi Istilah korupsi berasal dari bahasa latin “corrumpere”, “corruptio” , “corruptus” Kemudian diadopsi oleh beberapa bangsa di dunia Beberapa bangsa di dunia memiliki istilah tersendiri mengenai korupsi
Etimologi…(cont’d) Bahasa Inggris Bahasa Perancis Bahasa Belanda Corruption, Corrupt Corruption Corruptie, Korruptie Jahat, rusak, curang Rusak Istilah “korupsi” yang dipakai di Indonesia merupakan turunan dari bahasa Belanda
Beberapa terminologi korupsi Korup = busuk, palsu, suap (kamus besar bahasa Indonesia, 1991) Korup = suka menerima uang sogok, menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara, menerima uang dengan menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi (kamus hukum, 2002) Korup = kebejatan, ketidakjujuran, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (the lexicon webster dictionary, 1978)
Terminologi … (cont’d) David M. Chalmers: Tindakan-tindakan manipulasi dan keputusan mengenai keuangan yang membahayakan ekonomi (financial manipulations and decision injurious to the economy are often libeled corrupt). J.J. Senturia: Penyalahgunaan kekuasaan pemerintahan untuk keuntungan pribadi (the misuse of public power for private profit).
Terminologi … (cont’d) Syed Husein Alatas: Tindakan yang meliputi penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Transparency International: Penyalahgunaan kekuasaan (a misuse of power), kekuasaan yang dipercayakan (a power that is entrusted), dan keuntungan pribadi (a private benefit) baik sebagai pribadi, anggota keluarga, maupun kerabat dekat lainnya. Extortion Bribery
UNSUR DAN PERBUATAN KORUPSI PERTEMUAN II UNSUR DAN PERBUATAN KORUPSI
Memperkaya diri sendiri/orang lain Unsur-unsur yang dapat menentukan sesuatu dapat dianggap sebagai korupsi Secara melawan hukum Memperkaya diri sendiri/orang lain Merugikan keuangan/ perekonomian negara 10
PERBUATAN YANG DIANGGAP TINDAK PIDANA KORUPSI Pemberian suap /(Bribery) Menyuap PNS atau penyelenggara negara Memberi hadiah Menerima suap Menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya Penggelapan dalam jabatan (Embezzlement) Penggelapan uang atau membiarkan penggelapan Memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi Merusak barang bukti Membiarkan orang lain merusak barang bukti dengan jabatannya
Pemerasan (Extortion) Pemalsuan (Fraud) Suatu tindakan/perilaku untuk mengelabui orang lain atau organisasi untuk keuntungan dan kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain. Pemerasan (Extortion) Memaksa seseorang memberikan sejumlah uang, barang/bentuk lain, sebagai ganti dari seorang pejabat publik untuk berbuat /tidak berbuat sesuatu yg dapat disertai ancaman fisik ataupun kekerasan.
Penyalahgunaan Kewewenangan (Abuse of Power) Pilih Kasih (Favoritism) Mempergunakan kewenangan yang dimiliki, untuk melakukan tindakan yang memihak atau pilih kasih kepada kelompok atau perorangan, sementara bersikap diskriminatif terhadap lainnya. Pilih Kasih (Favoritism) Memberikan pelayanan yang berbeda berdasarkan alasan hubungan keluarga, dan golongan yang bukan berdasarkan alasan obyektif
Menerima Komisi (Commission) Pejabat Publik yang menerima sesuatu yang bernilai, dalam bantuan uang, barang, dll. sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan atau hubungan bisnis dengan pemerintah. Pertentangan Kepentingan (Internal Trading) Melakukan transaksi publik dengan menggunakan perusahaan milik pribadi atau keluarga, dengan cara mempergunakan kesempatan dan jabatan yang dimilikinya untuk memenangkan kontrak pemerintah.
PERTEMUAN III PENYEBAB KORUPSI IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.Si
MENGAPA KORUPSI TERJADI Administrasi/hukum Manusia Sosial/Budaya Tiga Aspek : KORUPSI 16
C P A = CPA FORMULA Corruption Power Accountability Konflik Kepentingan Pertanggungjawaban Amanah Kewenangan Desentralisasi Transparan Suap Diskresi Kebijakan Gratifikasi Akuntabel Penggunaan Sumber Daya Lanjut, kita lihat slide berikut, bahwa secara konsepsual, sebagaimana yang diterapkan di negara-negara yang sudah mapan akuntabilitasnya, menunjukkan bahwa di dalam penyelenggaraan negara, bahwa kekuasaan tersebut dibagi menjadi 3, dengan maksud ada check and balances antara pelaksanaan ketiga kekuasaan tadi, yaitu eksekutif (pemerintah), parlemen (DPR), dan kekuasaan yudikatif (Mahkamah Agung). Pelaksanaan ketiga kekuasaan ini jelas harus ada akuntabilitasnya kepada publik atau rakyat sebagai pemberi amanah. Di parlemen, ada akuntabilitas parlemen, di yudikatif ada akuntabilitas lembaga peradilan/yudikatif, dan di eksekutif ada akuntabilitas eksekutif atau akuntabilitas pemerintah yang didukung oleh akuntabilitas manajemen (managerial accountability) dari para menteri/pimpinan lembaga (termasuk sekjen lembaga negara/komisi negara). Akuntabilitas keuangan negara yang harus dibuat oleh para menteri/pimpinan lembaga meliputi aspek finansial dan non finansial, dan akuntabilitas manajemen ini bisa hanya merupakan akuntabilitas tunggal departemen, atau akuntabilitas gabungan (shared accountability) kalau program-program tadi melibatkan beberapa departemen/lebih dari satu departemen. Akuntabilitas manajemen inilah, yang terdiri dari Laporan keuangan dan kinerja kementerian/lembaga yang kemudian digabungkan menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan laporan kinerja pemerintah pusat (LKjPP) , yang merupakan akuntabilitas eksekutif (pemerintah), yang kemudian dipertanggungjawabkan oleh Presiden kepada DPR yang merepresentasikan rakyat sebagai pemberi amanah kepada rakyat. Sedangkan akuntabilitas yudikatif dan juga parlemen harus dibuat kepada publik, sedangkan untuk penggunaan uang atau anggaran negara tetap harus disampaikan kepada Presiden sebagai pemegang akuntabilitas keuangan negara sesuai UUD. Dengan pemahaman seperti ini, maka setiap lembaga, apakah yudikatif maupun parlemen yang menggunakan uang negara di dalam melaksanakan kekuasaannya harus menyampaikan akuntabilitasnya kepada Presiden, dan tidak bisa menolak untuk diaudit oleh aparat pengawasan Presiden. Pemahaman inilah yang belum bulat, sehingga seharusnya polemik antara BPK dan MA mengenai biaya perkara, seharusnya bisa diselesaikan dengan akuntabiloitas yang transparan, tanpa harus berpolemik di publik. Partisipatif Taat Hukum Power (Kekuasaan) yang tidak disertai dengan Sistem Akuntabilitas yang andal, cenderung Korupsi Formula ini disarikan dari EXECUTIVE ROADMAP TO FRAUD PREVENTION AND INTERNAL CONTROL, by Martin T. Biegelman and Joel T. Bartow (John Willey 2006) 17
penyalahgunaan wewenang/kekuasaan; Penyebab Korupsi Penegakan hukum tidak konsisten, Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah dari pada keuntungan korupsi; penyalahgunaan wewenang/kekuasaan; Rendahnya integritas dan profesionalisme; Kurangnya keteladanan dan kepemimpinan elit bangsa; rendahnya pendapatan penyelenggara negara; Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah; Gagalnya pendidikan agama dan etika.
Diskusi Apakah jika seseorang melakukan perselingkuhan, dia juga sudah melakukan korupsi, dan pantas disebut koruptor? FREE MEMORI
3 tingkatan KORUPSI Material benefit Abuse of power Betrayal of trust (Mendapatkan keuntungan material yang bukan haknya melalui kekuasaan) Abuse of power (Penyalahgunaan kekuasaan) Betrayal of trust (Pengkhianatan kepercayaan)
Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust) Pengkhianatan merupakan bentuk korupsi paling sederhana Semua orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat yang diterimanya adalah koruptor. Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi (ex: pesan, aspirasi rakyat) Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat/menggunakan aspirasi untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk korupsi
Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah Merupakan segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan, baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya, termasuk lembaga pendidikan, tanpa mendapatkan keuntungan materi.
Penyalahgunaan kekuasan untuk mendapatkan keuntungan material (material benefit) Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Korupsi pada level ini merupakan tingkat paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan dan keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling banyak terjadi di indonesia
BENTUK-BENTUK KERUGIAN NEGARA
Bentuk-bentuk Kerugian Keuangan Negara Pengeluaran sumber/kekayaan negara/daerah yg seharusnya tidak dikeluarkan; Pengeluaran sumber/kekayaan negara/daerah lebih besar dari yg seharusnya menurut kriteria yg berlaku; Hilangnya sumber/kekayaan negara/daerah yg seharusnya diterima; Penerimaan sumber/kekayaan negara/daerah lebih kecil/rendah dari yg seharusnya diterima; 25
Bentuk-bentuk Kerugian Keuangan Negara ............lanjutan Timbulnya kewajiban negara/daerah yg seharusnya tidak ada; Timbulnya kewajiban negara/daerah yg lebih besar dari yg seharusnya; Hilangnya hak negara/daerah yg seharusnya dimiliki/diterima menurut aturan yg berlaku; Hak negara/daerah yg diterima lebih kecil dari yg seharusnya diterima 26
DAMPAK KORUPSI TERHADAP EKSISTENSI BANGSA DAN NEGARA
Sisi Ekonomi : Akan menyebabkan tidak terdistribusinya sumber daya secara merata dan adil, harga kebutuhan pokok tinggi (pungutan liar), kemiskinan Sisi Sosbud : Akan menyebabkan perubahan pola perilaku masyarakat yaitu membangun mental penipu dan penjilat Sisi Politik : Akan menyebabkan proses pengambilan kebijakan berjalan tertutup dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat dan pelayanan mahal Sisi Hukum : Akan menyebabkan diskriminasi dalam penegakan hukum Sangat besar terhadap rusaknya tatanan ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum DAMPAK KORUPSI
Korupsi menghambat pembangunan & kegiatan usaha di Indonesia MERUGIKAN KEUANGAN/ PEREKONOMIAN NEGARA Korupsi menghambat pembangunan & kegiatan usaha di Indonesia Setiap kegiatan perekonomian harus melewati “pintu-pintu” korupsi Perkembangan kegiatan usaha terhambat, pengangguran makin banyak, harga barang & jasa menjadi melambung Pendidikan dan kesehatan sangat mahal 29
HAMBATAN DALAM MEMBERANTAS KORUPSI
Salah satu hal mengapa di indonesia korupsi semakin sulit diberantas Karena korupsi sudah “mendarah daging”, sehingga perilaku korupsi sudah menjadi hal yang biasa dan bukan lagi dianggap sebagai “penyakit”yang harus segera disembuhkan. Dengan demikian, semakin sulitnya membedakan mana perilaku korupsi dan mana yang bukan korupsi Ibarat maling teriak maling
Sebab gagalnya negara memerangi korupsi Mark Philip (2008, 310), pemerintah biasanya tidak menempatkan korupsi sebagai prioritas utama atau bagian dari sebuah strategi dalam pemerintahan. (P Ricoeur,1949) tak ada kehendak politik yang serius memberantas korupsi, sehingga sampai kapanpun upaya yang dilakukan akan berakhir sia-sia.
Karakteristik kejahatan korupsi sehingga tak mudah diberantas sulit dilihat (low visibility); sangat kompleks (complexity); terjadi penyebaran tanggungjawab (diffusion of responsibility); Penyebaran korban yang luas (diffusion of victimization); hambatan dalam pendeteksian sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang antara aparat penegak hukum dan pelaku tindak pidana; peraturan yang tidak jelas (ambiquous laws), yang sering menimbulkan keraguan dalam penegakan hukum; dan sikap mendua terhadap status pelaku tindak pidana. Muladi (2002:162-163)
PRINSIP-PRINSIP ANTI KORUPSI
PRINSIP-PRINSIP ANTI-KORUPSI Transparansi PRINSIP-PRINSIP ANTI-KORUPSI Akuntabilitas Kewajaran Aturan Main Kontrol Aturan Main
Akuntabilitas Akuntabilitas mengacu pada kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga.
Bagaimana mengukur Akuntabilitas ? Akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan semua kegiatan. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.
Transparansi Transparansi : prinsip yang mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust).
Perlunya keterlibatan masyarakat dalam proses transparansi: Proses penganggaran yang bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan pertanggungjawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran. Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan. Hal ini terkait pula dengan proses pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
Proses pembahasan tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan) dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis. Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan yang berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri. Proses evaluasi terhadap penyelenggaraan proyek yang dilakukan secara terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap out put kerja-kerja pembangunan.
Kontrol masyarakat sangat diperlukan Proses Perencanaan Program Pembangunan, Anggaran Pendapatan dan Anggaran Belanja Negara atau Daerah Kontrol Masyarakat Evaluasi dan Penilaian Kinerja Anggaran Out Come Jangka Pendek & Jangka Panjang Implementasi Alokasi Sektor, Pelaksanaan, serta Pengawasan Format Laporan Pertanggungjawaban Out Put (Teknisi Fisik dan Administrasi)
Fairness Prinsip fairness ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya.
lima langkah penegakan prinsip fairness Komprehensif dan disiplin : mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget). Fleksibilitas : adanya kebijakan tertentu untuk efisiensi dan efektifitas. Terprediksi : ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money dan menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness di dalam proses perencanaan pembangunan. Kejujuran : adanya bias perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang disengaja, yang berasal dari pertimbangan teknis maupun politis. Kejujuran - bagian pokok dari prinsip fairness. Informatif : adanya sistem informasi pelaporan yang teratur dan informatif sebagai dasar penilaian kinerja, kejujuran dan proses pengambilan keputusan. Sifat informatif - ciri khas dari kejujuran.
Kebijakan Anti-Korupsi Kebijakan anti korupsi mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi tidak selalu identik dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
Kebijakan Anti-korupsi 4 Aspek Kebijakan Anti-Korupsi Pembuat Isi Kebijakan Anti-korupsi Pelaksana Kultur
Kebijakan Anti-Korupsi
4 Aspek Kebijakan …. Isi kebijakan: Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi. Pembuat kebijakan: Kualitas isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya. Pelaksana kebijakan: Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak kebijakan; yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Kultur kebijakan: Eksistensi sebuah kebijakan terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Kontrol Kebijakan
Kontrol Kebijakan Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi.
3 Model Kontrol Kebijakan Oposisi Partisipasi KEBIJAKAN Revolusi
3 Model Kontrol Kebijakan Partisipasi: Melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya. Oposisi: Mengontrol dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang dianggap lebih layak. Revolusi; Mengontrol dengan mengganti kebijakan yang dianggap tidak sesuai.
Perbedaan kontrol terhadap kebijakan tergantung pada sistem yang terbangun. Dalam sistem demokrasi yang sudah mapan (established), kontrol kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui partisipasi dan oposisi.
prinsip-prinsip dasar untuk memberantas korupsi sistemik adalah 1. Standar etika pelayanan publik harus jelas. 2. Standar etika ini harus tercermin dalam kerangka hukum. 3. Harus tersedia pedoman etika bagi pegawai negeri. 4. Pegawai negri harus tahu hak dan kewajiban ketika dihadapkan pada prilaku tercela. 5. Dukungan kemauan politik pada etika dapat memperkuat prilaku etis pada pegawai negri. 6. Proses pengambilan keputusan harus transparan dan terbuka untuk diuji. 7. Harus ada pedoman yang jelas untuk interaksi sektor publik dengan sektor swasta. 8. Pimpinan harus memberikan teladan dan mendorong prilaku beretika. 9. Kebijakan pengelolaan, prilaku prosedur dan praktik prilaku beretika harus mendorong prilaku beretika itu sendiri. 10. Persyaratan kerja pelayanan publik dan pengelolaan sumber daya manusia harus dapat mendorong prilaku beretika. 11. Harus ada mekanisme pertanggungan gugat yang memadai dalam pelayanan publik. 12. Harus ada prosedur dan sanksi yang tepat untuk menghadapi perilaku tercela.