Obesitas dan Pembangunan Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat kita masih banyak yang beranggapan, anak yang gendut adalah cermin sukses orangtuanya.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
UU No.12 Tahun 2010 tentang GERAKAN PRAMUKA
Advertisements

Aktivitas Serikat Buruh di Tempat Kerja
Strategi pemerataan prinsip keadilan sosial di Indonesia
PEDOMAN LATIHAN ATLET MUDA
Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH
Peran Pekerja Pengembangan Masyarakat
PERINGATAN HKN KE 48 TAHUN 2012 Jakarta, 13 September 2012.
Outlook Manajemen RS.
SETYANINGSIH SLAWI, 12 JULI Pendidikan Kedwibahasaa dalam Pembangunan Katakter Generasi Muda Keadaan kebahasaan di Indonesia  Bahasa daerah (746)
Partisipasi dalam Pembangunan. 1.Apa pembangunan itu ? Moeljarto, 1996, hal 1. Pembangunan pada dasarnya adalah usaha sadar dan melembaga untuk mewujudkan.
PENGERTIAN Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan.
MASA ANAK SEKOLAH Materi Pertemuan 2. Masa anak sekolah (6 – 12 tahun) Keterampilan yang diperlukan pada masa anak sekolah (Hurlock dalam Munandar, 1999):
Kenali dan Kendalikan Obesitas Obesitas (kegemukan) merupakan salah satu masalah yang ditakuti remaja, khususnya remaja putri. Mereka merasa kehilangan.
Penyebab Obesitas Anak dan Cara Mengatasinya
Rahmat PamujiRoma IrawanSlametUzizatun Maslika. Spesialis PR pemerintah biasanya disebut pejabat public affairs atau pejabat humas. Pejabat humas adalah.
SENI MENYELESAIKAN PEKERJAAN
Materi kuliah GIZI DAN KESEHATAN prasyarat MKK 236
Struktur Penyelenggara Pemerintahan Daerah : Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Etika dalam Bisnis Internasional
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN
Budaya & Penciptaan Lingkungan Ramah Anak
Biro Administrasi Kesra dan Kemasyarakatan Setda DIY
PENGEMBANGAN KETERAMPILAN
Strategi Pembangunan Asia
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN (SIM)
Anak Harus Tahu Bahaya Rokok
Dosen Pengampu : Ali Hanafiah, SE. MM.
PENGANTAR PUBLIC RELATIONS PERTEMUAN - 6
OPTIMALISASI POTENSI EKONOMI DAERAH OLEH : DEDY ARFIYANTO , SE.MM
PENGANTAR PUBLIC RELATIONS PERTEMUAN - 4
Sukses Menjalankan Bisnis dalam Bidang IT
Menekan Karyawan Obesitas di Perusahaan
Wisnu Haryo Pramudya, S.E., M.Si., Ak., CA
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
STRESSOR PADA LANSIA Oleh; Syaifurrahaman Hidayat, S.Kep.,Ns.
PENJAMINAN MUTU DALAM PENANGANAN KASUS NARKOBA DI PERGURUAN TINGGI
Seminat MNC ICEM Oktober, Serang, Indonesia
Obesitas Ganggu Kecerdasan
MASA ANAK SEKOLAH Materi Pertemuan 2.
Ada berapa pilar?.
SISTEM EKONOMI Pertemuan 4.
CABANG DINAS PENDIDIKAN SEMARANG BARAT
Perkembangan Fisik dan Kognitif Masa Dewasa Madya
RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH (RPS) Oleh Drs. Haryanto, M.Si.
13 Psikologi Industri Teknologi Komunikasi Dan Proses Interpersonal 2
Diabetes, Tak Hanya Soal Kadar Gula
Inventarisasi BRILLIAN ROSY S.PD., M.PD.
Tania Clara Dewanti BK/B
Prevalensi Obesitas Mahasiswa Baru FMIPA UGM
Pengantar Kewirausahaan
IMPLEMENTASI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DI SEKOLAH PUSAT PROMOSI KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Oleh Tim Promosi Kesehatan.
TANTANGAN PENDIDIKAN, & SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Sifat dan ruang lingkup ekonomi
5 Cara Mengatasi Anak yang Tidak Mau Mengerjakan PR
HAKIKAT BELAJAR & PEMBELAJARAN
Hubungan Sekolah dan Masyarakat
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA SEKOLAH DAN REMAJA
FAKTOR DAN PROSES KEWIRAUSAHAAN
PEDOMAN LATIHAN ATLET MUDA
Bagian 4 Hukum dan Undang-Undang Kepariwisataan
UU No.12 Tahun 2010 tentang GERAKAN PRAMUKA
Pengendalian manajemen pada organisasi jasa
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Aktivitas Serikat Buruh di Tempat Kerja
Disusun Oleh: Fredericus Adrian S.P Dodi Firmansyah Muhammad Ilham R Muhammad Ardhan H
MAHASISWA PEDULI KEPENDUDUKAN
Peran Orang Tua dalam Pembangunan Keluarga dan Bina Keluarga
Pembiayaan Kesehatan Daerah dan Perannya pasca UU BPJS
Bab 3 Lingkungan Pemasaran
Transcript presentasi:

Obesitas dan Pembangunan Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat kita masih banyak yang beranggapan, anak yang gendut adalah cermin sukses orangtuanya. Bahkan, jika diembel-embeli kata “lucu dan menggemaskan”, anak yang gemuk justru menjadi kebanggaan orangtuanya. Tampaknya pemikiran ini harus dikaji ulang, terutama jika gemuknya berlebih dan si anak terancam berbagai penyakit. Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang sedang berkongres di Kopenhagen, Denmark, pun menyatakan keprihatinannya terhadap fenomena makin banyaknya anak yang kegemukan atau obesitas. Kondisi ini dipicu makin sedikitnya waktu yang dilalui anak-anak untuk berolahraga. Mereka lebih banyak asyik di depan televisi atau bermain game di komputer. Bahkan, teknologi multimedia yang sangat maju membuat anak-anak dan remaja bisa menghabiskan berjam-jam hanya untuk memencet-mencet tombol telepon pintar (smart phone). Presiden Komite Olimpiade Nasional (NOC) Irlandia Patrick Hickey yang tampil sebagai pembicara dalam sesi diskusi mengingatkan, angka penderita obesitas anak meningkat setiap tahun. Sekarang saja setiap tahun 1 juta anak di seluruh dunia menderita obesitas karena tidak banyak berolahraga. “Di negara saya, anak-anak sekarang bobot badannya rata-rata lebih berat 14 kilogram dibandingkan dengan kakek mereka pada usia mereka sekarang,” ujar Hickey. “Obesitas memicu banyak penyakit seperti diabetes dan kanker. Mereka generasi yang harus diselamatkan,” kata Hickey yang mantan atlet judo. Di Indonesia, fenomena obesitas anak barangkali belum seburuk yang digambarkan Hickey. Meski angkanya mungkin belum terlalu mengkhawatirkan, potensial masalahnya tetap ada, terutama di perkotaan yang semakin disesaki industri makanan cepat saji. Selain perkembangan teknologi komputer dan multimedia, industri makanan cepat saji, makanan dalam kemasan, serta gaya hidup perkotaan yang semakin individualistis dan asosial membuat potensi masalah obesitas semakin besar. “Anak-anak sekarang sangat sulit diajak beraktivitas fisik dan berolahraga. Gerakan olimpiade punya obligasi besar untuk mengajak anak-anak, remaja, dan kaum muda berolahraga dan membuat aktivitas olahraga menarik bagi mereka,” ujar Rita Subowo, Ketua KOI dan KONI yang juga anggota IOC. Bagi Indonesia khususnya, obesitas dan problem semakin kurangnya waktu berolahraga di kalangan anak-anak, remaja, dan kaum muda adalah tantangan besar yang harus dihadapi dalam satu dekade ke depan. Rita mengingatkan, Gerakan Olimpiade (Olympic Movement) harus bisa menjadi agen mengatasi masalah ini. Pembina olahraga harus lebih aktif menciptakan program yang sesuai dengan ekspektasi kaum muda. Pembina harus lebih banyak mendengarkan anak-anak untuk mengetahui dengan detail kebutuhan mereka. “Sebab, ekspektasi anak-anak terhadap olahraga sudah sama sekali berbeda dengan generasi sebelumnya. Kami bertanggung jawab untuk menyelaraskan ekspektasi tersebut dengan program yang akan dibuat,” ujar Rita yang juga menjabat Wakil Ketua Federasi Bola Voli Internasional. Dalam makalahnya, Rita menyatakan, problem di Indonesia semakin kompleks karena pembangunan ekonomi dalam dua dekade terakhir tidak berpihak kepada anak-anak dan olahraga. Fasilitas olahraga, terutama di perkotaan, semakin susut. Lapangan- lapangan olahraga, meski dalam kondisi ala kadarnya, disulap menjadi areal bisnis, terutama mal dan pertokoan. Di banyak daerah, pemerintah daerah (pemda) bahkan sama sekali tidak punya kepekaan terhadap pentingnya pembangunan olahraga. Ribuan hektar fasilitas olahraga dibiarkan merana atau dialihfungsikan menjadi wilayah komersial. Banyak pemda menyalurkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk klub sepak bola profesional dan merasa sudah berkontribusi luar biasa pada pembangunan olahraga. Padahal, selain melanggar hukum karena model semacam ini bertendensi korupsi, dana APBD itu seharusnya secara proporsional mengalir ke cabang olahraga lain atau memelihara dan membangun fasilitas olahraga. Problem lain adalah sekolah, terutama yang tidak punya sumber finansial kuat, semakin enggan menyediakan fasilitas olahraga, bahkan sekadar lapangan bola basket atau bola voli yang tidak terlalu menyita banyak ruang. Persaingan yang semakin ketat dalam memperebutkan sekolah bermutu membuat waktu belajar di kelas menjadi makin berat dan padat. Pemerintah tampaknya harus lebih banyak berperan dalam persoalan di atas. Terbitnya Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional selayaknya menjadi pedoman dalam memecahkan masalah di atas. Yang terjadi justru ironi. UU Sistem Keolahragaan Nasional pada akhirnya dipakai sebagai legitimasi pemerintah untuk menangani pembangunan olahraga nasional secara holistik, termasuk pembinaan olahraga prestasi. Kalau kita menengok ke semua negara yang prestasi olahraganya kelas satu di dunia, peran pemerintah justru lebih pada pemassalan olahraga di semua kalangan yang oleh IOC dikumandangkan sebagai “Sports for All”. Pemerintah lebih banyak berperan dalam membuat cetak biru pembangunan olahraga, pembangunan fasilitas, dan penciptaan akses olahraga ke semua kalangan. Soal pembinaan olahraga prestasi, apalagi profesional, diserahkan sepenuhnya kepada NOC dan swasta. Di Indonesia, tuntutan penggunaan model di atas semakin kuat karena dalam banyak hal, lobi politik pemerintah, dalam hal ini Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, sangat penting. Dalam kaitan waktu berolahraga anak-anak sekolah, Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga punya akses 24 jam pada Departemen Pendidikan Nasional. Mereka bahkan punya akses ke Presiden, pemimpin tertinggi negara yang lewat perintahnya, langsung maupun tak langsung, mampu menggerakkan semua elemen negara untuk mengatasi problem pembangunan olahraga. Harus disadari, olahraga tak bisa lagi dikesampingkan dalam visi pembangunan nasional. Anak- anak yang obesitas pada akhirnya akan menjadi beban negara karena biaya pengobatan menjadi tinggi dan mereka akan menjadi generasi tidak produktif. Negara akan sangat banyak diuntungkan jika mempunyai generasi yang sehat dan produktif lewat investasi di bidang olahraga.