Oleh : Drs. Offeny A Ibrahim, MSi BUSANA DAYAK Oleh : Drs. Offeny A Ibrahim, MSi
A. BUSANA DAYAK dan PEMANFAATANNYA Pengertian Busana Dayak ialah baju atau pakaian yang keseharian dipakai. Pada jaman dahulu pakaian dibuat dari bahan kulit kayu siren atau dari kulit kayu nyamo. Bahkan ada pula yang dibuat dari kulit hewan (spt.: dari kulit macan dahan lengkap dengan ekornya). Bila dilihat dari jauh, seolah-olah ekor tersebut (ekor pada kulit macan tadi) adalah bagan tubuh dari orang Dayak. Hal ini yang menyebabkan pada masa lalu muncul anggapan bahwa orang Dayak memiliki ekor (Tjilik Riwut, 1979:170). Beberapa ragam busana (pakaian) yang dipakai dan dimiliki oleh masyarakat Dayak. Dari berbagai ragam busana tradisional yang dimiliki masyarakat Dayak, ada banyak macam nama dan pemanfaatan/penggunannya:
a)Pakaian untuk Dukun/Belian, biasanya menggunakan bawahan berupa kain bahalai/sarung, sedang atasannya tidak menggunakan baju tetapi dilengkapi berbagai asesoris seperti untaian/kalung/saling taring-menaring (aneka ragam taring) dan manik-manik, serta dilengkapi dengan gelang gapura (bahasa Indonesia Gelang Pontoh), pinggang diikat dengan selendang. Kalung atau untaian yang dikenakan itu disebut “samben” (biasanya dikenakan oleh para lelaki). Sedangkan kaum wanita (dukun wanita) cukup mengenakan pakaian sederhana (sebagai atasan) dan tapih/bahalai (sebagai bawahannya) juga pakai selendang.
b) Pakaian Demang Kepala Adat, berupa baju atasan model teluk balanga/palembangan (tanpa kerah) dengan model leher bulat atau segitiga. c) Atau ada pula pakaian yang dipakai oleh para sesepuh, ketika upacara adat/khusus pada upacara tiwah, yaitu: 1) Baju Kalambi Barun Rakawan, atau 2) Salingkat Sangkurat Benang Ranggam Malahoi.
d) Pakaian Perang (juga untuk mangayau), Topi, Lawung, spt d) Pakaian Perang (juga untuk mangayau), Topi, Lawung, spt. : ewah (cawat); ewah bumbun (semacam cawat yang digunakan dalam upacara adat dan berwarna kuning); ewah nyamo (ewah yang terbuat dari bahan kulit kayu nyamo); sakarut/sangkarut (semacam rompi dan di bagian sebelah dalam banyak jimat); Sampah ukong (jenis pakaian yang terbuat dari bahan kajang ukong); karungkong sulau (baju yang terbuat dari tali atau kulit kayu, dan dipakai untukmengayau atau berperangg); sampah angang (sejenis topi pisur waktu melakukan upacara manawur); lawung sansulai dare nucung dandang tingang (sejenis ikat kepala yang digunakan pada saat upacara adat, khususnya pada saat pelaksanaan upacara tiwah).
e) Pakaian semua golongan Pakaian (busana) yang dapat dipakai oleh semua golongan dalam keseharian (baik acara resmi atau tidak), yaitu benang bintik (batik) bisa dilengkapi ikat kepala/lawung atau yang sudah berbentuk topi. Atau busana apa saja.
f) Pakaian Penari Berbagai pakaian digunakan dalam tarian tradisional yang menjadi kekayaan suku Dayak diantaranya ada yang terbuat dari kulit kayu nyamo atau jenis kain biasa, dan hampir seluruhnya dilengkapi dengan hiasan berupa manik-manik, juga bulu-bulu burung khas Kalimantan (spt. : bulu burung haruei (Indonesia disebut merak kerdil), tingang, baliang (bahasa Dayak Ngaju, dan bahasa Indonesianya Rangkong/rangkok; bahasa Inggris Rino Hornbill).
Berbagai macam model pakaian (busana) suku Dayak sebagaimana diuraikan di atas menunjukkan betapa kaya khasanah budaya kita dari jaman dahulu hingga kini mari kita bersama-sama ikut serta mengembangkan dan sekaligus melestarikannya melalui pembelajaran muatan lokal ini.
g) Pakaian Pengantin Berbagai macam model pakaian (busana) Pengantin pada suku Dayak; Pengantin pria Kalimantan Tengah memakai celana panjang sampai lutut, selempit perak atau tali pinggang dan tutup kepala. Perhiasan yang dipakai adalah inuk atau kalung panjang, cekoang atau kalung pendek dan kalung yang terbuat dari gigi binatang. Pengantin wanita memakai kain berupa rok pendek, rompi, ikat kepala dengan hiasan bulu ekor tingang, kalung dan sowang (subang). Busana pengantin pada suku Dayak banyak di pengaruhi oleh unsur budaya Melayu (spt. : desain/motif gaya palembangan teluk balanga, dsb).
Lanjutan… Busana pengantin wanita, misal dalam Acara adat memakai Kebaya Panjang songket . Busana ke gereja (bagi yang Protestan) memakai Gaun Clockrook ( potong payung) dari brokat putih dengan motif bunga. Di kawasan pedesaan masih banyak ditemukan, mereka umumnya memakai kebaya putih pendek kebaya Kartini untuk ke Gereja sekaligus resepsi karena di desa Pesta di siang hari. Busana resepsi Kebaya Pendek Putih Brokat/ Kebaya Panjang Kain Lame + Kain Sidamukti kalau di Kota. Jaman dulu: Semua hand made sendiri….. maklum dulu tidak ada toko yang menjual peralatan dan aksesoris pengantin seperti sekarang, tentu harus dibuat sendiri.
Baju kaum lelaki disebut baju palembangan, model baju pria Melayu tapi berkerah, juga dari beludru atau satin. Pada kerah, ujung lengan baju, dan bagian dada, diberi hiasan. Celananya disebut selawar gobeh, celana panjang "komprang" (tidak ketat) dari kain yang sama dengan bajunya. Sedangkan penutup kepala dibuat dari kain yang dibentuk seperti peci atau kopiah yang disebut lawung siam. Busana kaum perempuan terdiri dari baju kurung ngasuhui berlengan panjang atau pendek, dari kain satin atau beludru, yang pada bagian bawahnya diberi corak hias stilasi bentuk flora atau fauna. Paduannya rok panjang sebatas betis, disebut salui, dari kain yang sama yang juga diberi corak hias berupa penggayaan bentuk flora atau fauna. Rambut yang disanggul bentuk sanggul lipat atau dibiarkan terurai dihias ikat kepala, lawung bawi, dari kain yang sewarna dengan baju dengan sehelai bulu burung haruei yang diselipkan pada ikat kepala bagian belakang. Dan aksesori yang dikenakannya adalah kalung manik-manik, dan anting-anting atau sowang (Indonesia “subang”: perhiasan pd cuping telinga).
Busana tradisional masyarakat Dayak Ngaju yang beredar sekarang ini hampir seluruhnya dibuat dari kain tenun halus serat kapas atau sutra. Busana pengantin, pakaian acara-acara adat, kostum taritarian, dan sebagainya, kebanyakan dibuat dari kain beludru, satin, atau sutra. Akan tetapi corak hias dan modelnya tidak bergeser jauh dari bentuk asalnya. Pakaian tradisional masyarakat Dayak Ngaju yang sekarang dianggap sebagai busana daerah Kalimantan Tengah untuk pelbagai upacara adat adalah pengembangan dari busana tradisonal masa lampau.
B. PERMASALAHAN BUSANA DAYAK (BENANG BINTIK) DI KALIMANTAN TENGAH 1) Benang Bintik Masih di Tangan para Pengembang Di Luar Kalteng Di Kalimantan Tengah boleh dikatakan bahwa pengrajin benang bintik sejatinya masih belum ada. Pada umumnya kita hanya sering menjual desain benang bintik ke Jawa. Sejujurnya saya masih belum bangga dengan kehadiran dengan berbagai motif benang bintik Kalimantan Tengah yang saat ini sangat banyak beredar di setiap toko-toko pakaian, swalayan, toko sovenir, seperti yang ada di kota Palangka Raya.
Motif-motif yang ada baik yang masih tradisional (asli), pengembangan, maupun perpaduan semuanya didesain dan dikembangkan dan terus dijual ke Jawa. Kita akui bahwa nenek moyang kita tidak pernah membatik, ahlinya adalah orang di Jawa atau boleh dikatakan luar Kalimantan (seperti Solo,Yogya, Bali, Sumbawa, dll.) Tetapi soal Desain saya akui sangat hebat, seperti yang dikembangkan oleh Damang Y.Saililah (yang saat ini bisa kita lihat pada berbagai macam benang bintik oleh para pengembang desain).
2) Perlu Perhatian Pemerintah Terhadap Busana Dayak (Terutama Benang Bintik) Perlu adanya perhatian dari pihak Pemerintah agar supaya Busana Dayak atau benang bintik (batik) Kalimantan Tengah ini bisa meningkat dan terus dikenal, apabila para pengembangnya (diproduksi sendiri) berada di Kalimantan Tengah ini. Dengan mendatangkan para ahli di bidang batik sebagai instruktur dari luar terutama dari Jawa untuk dapat memberikan pelatihan secara berkesinambungan bagi generasi muda baik yang putus sekolah atau bagi mereka yang punya potensi, keahlian dan bakat ke arah itu.
SEKIAN TERIMA KASIH