Teladan Paus Fransiskus: Cinta Gereja 1. Kesederhanaan Imam Para imam diosesan tidak mengucapkan kaul kemiskinan, namun menyatakan komitmen mereka untuk hidup sederhana. Di banyak tempat, komitmen itu hanya di mulut saja, karena para imam (termasuk imam religius juga) mengendarai mobil yang tergolong mewah, sering masuk di restoran terbaik, dan tinggal di tempat mewah. Teladan Kardinal Bergoglio yang memilih tinggal di apartemen sederhana daripada di istana uskup, naik kendaraan umum daripada mobil pribadi dengan sopir, memasak makanannya sendiri, mau tidak mau akan membuat para imam berefleksi tentang ketulusan dan kesungguhan hati mereka untuk menghayati kemiskinan dan kesederhanaan.
2. Integritas Imam Ketika sebagai Uskup Agung, Paus Fransiskus berbicara secara vokal dan lantang melawan para imam yang “hidup ganda”. Tahun 2010 ia menegaskan dalam suatu wawancara yang sudah diterbitkan menjadi buku, El Jesuita, tentang “ungkapan yang sudah umum di Argentina”: “Saya percaya kepada Tuhan, tetapi saya tidak percaya kepada para imam”. Dan Ia menjawab: “Banyak di antara kita, para imam, yang memang tidak pantas mendapat kepercayaan itu". Kardinal Bergoglio ingin mengubah keadaan itu dengan mengajak, membantu dan menuntut para imam untuk menghidupi integritas imamat secara tulus dan gembira. Di Buenos Aires, jika ada imam yang berada dalam kesulitan, ia akan membantunya mengatasi kesulitan itu, bahkan jika mencakup kemungkinan untuk meninggalkan imamat sekalipun. Apa yang tidak akan diberikan toleransi ialah: imam-imam yang hidup tidak konsekuen; karena ia tahu bahwa hal tersebut akan berakibat sangat buruk dan menjadi skandal bagi umat Allah.
3. Pertanggungjawaban Imam. Dengan membayar sewa penginapan yang ia tempati sebagai Kardinal ketika di Roma sebelum masuk ke Rumah Santa Marta untuk mengikuti konklaf, segera setelah Ia terpilih menjadi Paus, tidak boleh hanya diartikan sebagai tindakan manis yang ingin melepaskan segala bentuk privilegi, melainkan sebagai tanda nyata dari pertanggungjawaban. Bahkan seorang paus pun tidak boleh dikecualikan dari tuntutan keadilan baku yang berlaku untuk masyarakat umum.
4. Kekuasaan atas dasar pelayanan. Seperti ditegaskan Paus Fransiskus pada homili Misa Inagurasinya, bahwa kekuasaan seorang imam harus diletakkan atas dasar pelayanan, yaitu diarahkan kepada perlindungan penuh kasih kepada sesama, khususnya yang miskin dan menderita, yang lemah dan yang dianggap tidak berguna, dan mereka yang dilupakan. Seperti seorang gembala yang baik, seorang imam harus berusaha untuk menjadi pelayan, bukan menjadi tuan besar. Hal-hal itu sungguh berlawanan dengan semangat klerikal yang di banyak tempat telah menyakitkan dan melukai umat Allah atau Gereja.
5. Penuh Belas Kasih Memanggil Para Imam untuk Menjadi Orang yang Berbelas Kasih yang Agung. Dalam buku El Jesuita itu, ketika ada imam-imam yang meminta nasehatnya, Bergoglio akan menjawab: “Milikilah belas kasih”. Motonya "Miserando Atque Eligendo" (Hina dina tetapi dipilih) mengingatkan pengalaman panggilannya yang lahir dari pengalaman belas kasih Allah. Ketika berusia 17 tahun, ia pergi mengaku dosa pada Pesta Santo Matius, seorang pendosa yang bertobat. Paus Fransiskus mengingatkan pada wejangan Angelusnya yang pertama kepada umat di Lapangan Santo Petrus bahwa “Tuhan tidak pernah lelah mengampuni kita, namun kitalah yang lelah memohon pengampunan kepada Tuhan”.
6. Hidupi Liturgi sejati Ia memanggil semua imam untuk menghidupi semangat liturgi yang sejati. Paus Fransiskus akan melanjutkan pembaruan-pembaruan liturgi, dengan berfokus pada pembaruan internal dan spiritual dari para pelaku liturgi itu sendiri. Ia sepaham dan sepakat dengan Paus Benediktus XVI bahwa Yesus-lah, bukan imam, pusat liturgi dan pelaku sesungguhnya dari Ekaristi. Ia juga sepaham dan sependapat dengan Paus Benediktus XVI tentang kasih yang mendalam dari pemikiran-pemikiran seorang ahli liturgi besar Romano Guardini, yang tentangnya Paus Fransiskus telah menulis disertasi.
7. Gembala bukan Administrator Masih dalam El Jesuita itu, Kardinal Bergoglio pernah menyatakan: “Godaan terbesar dan tetap pada klerus atau imam adalah menjadi administrator daripada menjadi pastor (gembala). Para imam perlu pergi keluar untuk menjumpai umat, khususnya yang hilang dan tersesat. Seorang imam yang hanya tinggal saja di pastoran bukanlah imam yang sejati. Ia memuji para pastor paroki yang mengenal dengan baik umatnya bukan hanya nama mereka, tetapi juga nama julukan mereka. Pada zaman di mana para imam, uskup dan kuria sudah dijebak dalam penjara tugas-tugas administrasi ini, Paus Fransiskus mengajak mereka semua untuk memprioritaskan kembali pada tugas perutusan Gereja. Paus Fransiskus memahami bahwa setiap reformasi yang benar dalam sejarah Gereja dimulai dari reformasi para klerusnya. Dan ia telah bekerja keras untuk itu dalam waktu yang lama sebelum menjadi Paus. (PS)
Bahan Refleksi dan Sharing Dari 7 pembaruan Paus Fransiskus, mana saja yang sudah saya (kita) usahakan? Bagaimana mengusahakannya?