Bandung, 4-6 September 2013
Mengharapkan Badan Litbangkes memfasilitasi APKESI untuk mempersiapkan pendidikan profesi peneliti kesehatan Melakukan pembicaraan dengan stakeholders dan merumuskan standar minimal kurikulum, materi dan metode pembelajaran, rekruitmen peneliti Memberikan kewenangan kepada APKESI untuk menjajagi pendidikan profesi peneliti kesehatan melalui BNSP, LIPI, Kemendikbud, Kemen Ristek dan Dewan Riset Nasional
Mengajukan proposal penelitian merupakan kewajiban sekaligus hak dari peneliti kesehatan Mengusulkan kepada Badan Litbangkes untuk menambah alokasi anggaran mengikuti simposium, diklat, pendidikan lanjut, pertemuan nasional & internasional Meminta Badan Litbang untuk mempercepat proses pelatihan jabatan fungsional peneliti dan mewajibkan peneliti untuk mengajukan jabfung nya Merupakan kewajiban bagi setiap peneliti untuk mempublikasikan hasil penelitian di jurnal nasional atau internasional Setiap peneliti mempunyai kewajiban sebagai individu, anggota organisasi Badan Litbangkes, anggota komunitas Iptek dan masyarakat.
Tanggungjawab memimpin pelaksanaan penelitian harus mengacu pada Pedoman Manajemen Litbang yang telah di SK kan Kepala Badan Litbangkes Bagi Calon Peneliti dan CPNS tidak dibolehkan menjadi Ketua Pelaksana Penelitian (PI) DIPA, tetapi diperbolehkan menjadi PI Risbinkes & Risbin Iptekdok Calon peneliti dan CPNS dibolehkan menjadi anggota Tim Peneliti Peneliti yang telah diberhentikan sementara atau tetap dari jabatannya tidak boleh menjadi PI, tetapi diperbolehkan menjadi anggota tim peneliti Untuk penelitian skala Nasional, PI ditetapkan oleh Ka Badan yang dipilih dari Peneliti Senior.
Ada 2 alternatif untuk lebih mengakomodasi kebutuhan program: 1.Membentuk Balai baru yaitu Balai Gizi dan Balai Farmasi (naskah akademik sudah ada). 2.Gizi dan Farmasi menggantikan tupoksi dua Balai P2B2 yang ada saat ini Badan Litbangkes, KI dan APKESI mempersiapkan naskah akademik dan mengadakan pertemuan dengan Menkes.
Meninjau kembali Struktur Badan Litbangkes sesuai SK Menkes No.1144 thn 2010 agar penelitian lebih efektif dan fokus Ruang lingkup dan tupoksi Balai/Loka harusnya mencakup nasional dan spesifik, untuk menghindari kesamaan dan tumpang tindih Peran KaBid Satker yang dijabat rangkap oleh peneliti masih kurang efektif, karena tupoksi yang belum sesuai dengan kebutuhan serta terdapat kesenjangan antara KaBid dan KaSubid dengan peneliti.
Menyempurnakan struktur organisasi di dalam Satker Pusat menjadi TU dan KPP Memfungsikan kembali KPP (Kelompok Program Penelitian) dan langsung dibawah Kepala Satker (eselon II) Penataan lab terpadu dan tupoksi di tingkat pusat (Central Public Health Laboratory) sebagai unit fungsional di bawah Ka Badan, dengan mengalokasikan sumber daya sesuai kebutuhan (man, money, method).
Laboratorium BSL 3 perlu revitalisasi tenaga, fungsi dan fasilitas sebagai labnas agar berfungsi secara optimal dan bisa dimanfaatkan secara nasional & internasional Perlu identifikasi tupoksi spesifik masing- masing Balai/Loka dengan ruang lingkup nasional, serta ditentukan pengampu (eselon II) yang tepat.
Pemantapan proses mekanisme pengajuan proposal penelitian perlu lebih efektif dan sesuai dengan kaidah penelitian (kompetitif dan top-down) Ditetapkannya Tim PME Badan Litbangkes (perencanaan, monitoring dan evaluasi) agar penelitian berkualitas dan tepat waktu Perlu ada workshop khusus untuk pembuatan proposal 9 proposal writing) dana diluar DIPA Optimalisasi kerjasama penelitian dengan USA (PEER Health).
Perlu dukungan Sekretariat Badan untuk optimalisasi fungsi KPS (Kelompok Peneliti Seminat) Peningkatan kapasitas peneliti di semua Satker untuk melakukan kajian kebijakan melalui training, workshop, dll Perlu kebijakan khusus terkait ketidaksesuaian antara jenjang jabatan peneliti dengan tunjangan kinerja.
Peningkatan kemampuan peneliti untuk Scientific Journal (dapat dilakukan melalui KPP) Peningkatan anggaran untuk Capacity building peneliti (misalnya pertemuan nasional & internasional, short courses nasional & internasional.
Peneliti harus memiliki Kode etik peneliti kesehatan (Apkesi sudah ada, tetapi perlu diaktifkan) Ketersediaan SDM dan finansial untuk pengembangan diri peneliti sesuai kode etiknya Nilai (harus ada) pada kode etik peneliti untuk bidang penelitian adalah kebenaran ilmiah, keselamatan semua dengan mematuhi prinsip-prinsip kaidah penelitian dan tanggungjawab keilmuan.
Nilai dalam berperilaku meliputi keteladanan moral, kesantunan, dan keterbukaan informasi Nilai dalam kepengarangan meliputi ketelitian laporan, kejujuran penulisan, dan keadilan pengakuan hak Kode etik peneliti kesehatan harus ditegakkan dan memberlakukan sistem reward and punishment.
Untuk menegakkan kode etik peneliti maka Majelis Kehormatan Etik Peneliti Apkesi perlu diaktifkan. Agar kode etik peneliti kesehatan efektif dilaksanakan, maka mewajibkan peneliti Badan Litbangkes untuk menjadi anggota Apkesi Agar Apkesi tumbuh menjadi besar maka perlu legalisasi/ penguatan hukum Apkesi Dengan menyusun Kode Etik Peneliti Kesehatan di Badan Litbangkes maka peneliti akan bekerja secara benar, berkualitas, dapat dipertanggungjawabkan.
KPS Jaminan Kesehatan Nasional dan Pembiayaan Kesehatan KPS Gizi KPS Penyakit Menular KPS Penyakit Tidak Menular KPS Kesehatan Reproduksi KPS Ekologi Kesehatan KPS Vektor dan Reservoir Penyakit
KPS Biomedis (Molekuler) KPS Health Technology Assesment KPS Social Determinants of Health KPS Cedera dan Kecelakaan KPS Tanaman Obat, Obat Tradisional, Saintifikasi Jamu, dan Pengobatan Komplementer Alternatif KPS Obat, Alat Kesehatan & Perbekalan Farmasi KPS Sumber Daya Kesehatan KPS Kebijakan kesehatan.
Menetapkan ‘reward and punishment’ bagi peneliti yang berprestasi dan melanggar kode etik peneliti kesehatan.