TEORI KONFLIK DIALEKTIKA Sistem Sosial dan Budaya Indonesia PL JURUSAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS BINA DARMA PALEMBANG
TEORI KONFLIK DIALEKTIKA Memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya KONFLIK yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula – DAHRENDORF –
ASUMSI DASAR TEORI KONFLIK DIALEKTIKA Perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di setiap masyarakat Konflik adalah gejala yang melekat pada setiap masyarakat Setiap unsur didalam suatu masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial Setiap masyarakat terintegrasi diatas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang atas sejumlah orang-orang yang lain
e.g.: Reformasi Indonesia Konflik perubahan sosial unsur-unsur yang bertentangan dalam masyarakat atau kontradiksi intern akibat pembagian kewenangan/otoritas yang tidak merata dapat menyebabkan terjadinya “PERUBAHAN SOSIAL” e.g.: Reformasi Indonesia
sistem dalam masyarakat tetap bisa berjalan Konflik bersifat melekat kepada masyarakat sistem dalam masyarakat tetap bisa berjalan MENGAPA?? Karena kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sudah TERWAKILI melalui mekanisme yang “TERLEMBAGA” sehingga menghasilkan kompromi-kompromi baru yang diterima
Menurut Dahrendorf: sistem tidak selamanya terintegrasi, harmonis, dan saling memenuhi, tetapi ada wajah lain yang memperlihatkan konflik dan perubahan. pelembagaan melibatkan dunia kelompok-kelompok terkoordinasi (imperatively coordinated association).
ICA Terbentuk atas hubungan-hubungan kekuasaan antara beberapa kelompok pemeran kekuasaan yang ada dalam masyarakat kekuasaan menunjukkan adanya faktor “PAKSAAN” oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain. Dalam ICA hubungan kekuasaan menjadi “tersahkan” atau terlegitimasi
Dalam ICA terdapat: ruling dan ruled (pemeran yang berkuasa dan pemeran yang dikuasai) yang berkuasa berusaha mempertahankan STATUS QUO, yang dikuasai berusaha mendapatkan STATUS QUO Terdapat dikotomi antara dominator dan sub dominator (dominated group dengan subjugated group)
Dalam pandangan teori konflik dialektika: kekuasaan (power) dan otoritas (authority) merupakan sumber yang langka dan selalu diperebutkan dalam sebuah imperatively coordinated associations
DOMINATED MENGUASAI DIKUASAI LEGITIMASI SUBJUGATED SUBJUGATED
Menurut penganut teori KONFLIK: Konflik tidak bisa dilenyapkan, tetapi hanya bisa di kendalikan Agar konflik latent tidak menjadi manifest dalam bentuk violence/kekerasan
BENTUK PENGENDALIAN KONFLIK KONSILIASI (CONCILIATION) MEDIASI (MEDIATION) PERWASITAN (ARBITRATION)
KONSILIASI (CONCILIATION) Terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan diantara pihak-pihak yang berkonflik Dilakukan dengan cara-cara damai
Lembaga-lembaga berfungsi efektif jika: Bersifat otonom dengan wewenang untuk mengambil keputusan tanpa campur tangan pihak lain Kedudukan lembaga tersebut dalam masyarakt bersifat monopolistis (hanya lembaga tersebut yang berfungsi demikian) Peran lembaga harus mampu mengikat kelompok kepentingan yang berlawanan. Termasuk keputusan-keputusan yang di hasilkan Harus bersifat demokratis
Prasyarat kelompok kepentingan untuk konsiliasi, yaitu: Masing-masing kelompok sadar sedang berkonflik Kelompok-kelompok yang berkonflik terorganisir secara jelas Setiap kelompok yang berkonflik harus patuh pada rule of the games
MENGURANGI IRASIONALITAS KELOMPOK YANG BERKONFLIK MEDIASI (MEDIATION) Fihak yang berkonflik sepakat menunjuk pihak KETIGA untuk memberi “nasehat-nasehat” penyelesaian konflik MENGURANGI IRASIONALITAS KELOMPOK YANG BERKONFLIK
PERWASITAN (ARBITRATION) Dilakukan/terjadi jika pihak yang bersengketa bersepakat untuk menerima atau “terpaksa” menerima “keputusan-keputusan” tertentu untuk mengurangi konflik pihak ketiga yang akan memberikan
Jika pengendalian konflik efektif maka: “Konflik akan menjadi kekuatan pendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial yang terus berlanjut”