Gagal Jantung Akibat Obesitas Masalah kegemukan atau obesitas nyatanya tak hanya mencederai estetika bentuk tubuh, tapi juga sejumlah fungsi organ tubuh. Salah satu organ tubuh yang berpotensi mengalami kerusakan akibat obesitas adalah jantung. Masih ingat kasus kematian salah satu aktor komedi Ngelenong Nyok yang kondang dengan sebutan “Big Dicky”, 30. Aktor bertubuh tambun itu meninggal setelah sebelumnya sempat beberapa hari mendapatkan perawatan di RS MMC, Kuningan, Jakarta Pusat. “Big Dicky” yang menderita obesitas itu dikabarkan meninggal akibat gagal jantung. Sudah sejak lama pria bernama asli Agung Firmansyah itu diketahui mengalami penyempitan pembuluh darah di sekitar jantung dan parunya. Sebetulnya bukan cuma “Big Dicky” yang mengalami gagal jantung akibat kegemukan. Sudah banyak penderita obesitas lainnya yang mengalami nasib serupa. Apa sebenarnya pengaruh obesitas terhadap munculnya penyakit jantung, sehingga obesitas sering pula disebut sebagai penyebab utama penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler). Salah satu dokter spesialis jantung di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dr. Adnil Basha menjelaskan penderita obesitas sangat berpotensi mengidap penyakit jantung karena tingginya beban kerja pada jantung mereka. Menurut dokter yang kerap menangani penderita jantung dengan faktor risiko obesitas itu, dengan besarnya tubuh seseorang yang masuk kelompok obesitas, jantung harus bekerja lebih keras memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh. “Bila kemampuan kerja jantung sudah terlampaui, bisa terjadi yang disebut gagal jantung,” kata dr. Adnil kepada Media Indonesia seusai jumpa pers memperingati hari ulang tahun ke-50 Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Sabtu (17/11) di Jakarta. Kerja jantung, lanjut dr. Adnil, kian diperberat karena penderita obesitas umumnya juga mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi). Munculnya tekanan darah tinggi itu, kata Adnil, disebabkan adanya penyempitan pembuluh darah akibat timbunan lemak. “Kombinasi antara obesitas dan hipertensi ini tentu saja memperberat kerja jantung. Akibatnya, bisa timbul penebalan pada dinding bilik jantung yang disertai dengan kekurangan oksigen. Keadaan itulah yang akan pula mempercepat terjadinya gagal jantung,” tambahnya. Selain mengalami penebalan dinding bilik jantung, Adnil menjelaskan, biasanya penderita obesitas juga mengalami pembengkakan jantung atau jantung membesar. Hal itu, menurutnya, disebabkan volume cairan darah yang dimiliki oleh penderita kegemukan lebih banyak. Sebenarnya obesitas sendiri, menurut Adnil, dibedakan atas dua tipe, yakni obesitas yang merupakan bawaan sejak lahir dan yang baru diderita setelah orang dewasa. “Biasanya, penyakit jantung itu hinggap pada penderita obesitas yang baru mengalami masalah kegemukan setelah dewasa, bukan yang sejak lahir. Karena pada penderita obesitas setelah dewasa, jantungnya belum beradaptasi dengan tubuh yang besar,” jelas dr. Adnil lagi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada, lanjutnya, sekitar 50%-60% penderita obesitas mengalami masalah pada jantungnya. Tapi, menurut dia, permasalahan lanjutan dari obesitas itu masih sangat tergantung pada pola hidup yang dikembangkan oleh penderita. Lantaran itulah, yang harus dibenahi pertama kali dalam penanganan penderita jantung dengan faktor risiko obesitas adalah pola hidup serta makan mereka. Sehingga hasil yang bisa dicapai adalah badan lebih kurus, darah lebih encer, dan penurunan kolesterol. “Pengurangan berat badan hingga 10% bisa menurunkan kemungkinan penyakit jantung. Karena itu dalam penanganan pasien jantung dengan dasar obesitas, mesti dilibatkan juga ahli gizi,” kata dokter yang juga menjabat sebagai Kepala UPF Kardiologi Preventif dan Rehabilitatif RS Harapan Kita itu. Lebih lanjut, dr. Adnil menegaskan dalam proses penurunan berat badan pada penderita obesitas, ia tidak menyarankan penggunaan obat pelangsing secara bebas. Sebab, kata dia, obat pelangsing juga berpotensi menimbulkan gangguan jantung. Ihwal tindakan operasi pada pasien jantung yang menderita obesitas, Adnil menuturkan, risikonya jauh lebih tinggi ketimbang pasien tanpa obesitas. Sebab, kata Adnil, mesti dicermati betul tekanan darah pasien, komposisi darah, serta fungsi ginjal, paru-paru, dan juga jantung. Khusus untuk laki-laki, Adnil memberi gambaran bahwa obesitas dapat diukur dari lingkar pinggang. Lelaki dengan sentral obesitas di bagian perut, menurut dia, cenderung menderita penyakit jantung koroner. “Sedangkan untuk wanita, ukuran seseorang menderita obesitas atau tidak dapat diukur pada lingkar pinggulnya. Tapi wanita memiliki hormon pelindung dari serangan jantung yang bekerja selama dirinya masih datang bulan,” katanya.