PREDIKSI DAN EVALUASI EROSI
Prediksi erosi Laju erosi yang terjadi Laju erosi yang ditoleransi Tindakan konservasi Laju erosi yang ditoleransi (nilai T) Laju erosi tidak mungkin nol Maksimum laju erosi yang ditoleransi Satuan: mm/tahun atau ton/ha/th
Tujuan: - Memelihara kedalaman tanah tertentu agar volume tanah yang ada cukup baik bagi tempat akar tanaman/tumbuhan untuk tumbuh dengan baik dan lestari. - Memelihara tempat menyimpan air dan unsur hara. - Pengendalian kualitas air. - Pengendalian laju pendangkalan waduk.
Beberapa pedoman penetapan nilai T: 1. Thompson (1957) Didasarkan pada sifat tanah dan substratum (Tabel A). 2. Wischmeier dan Smith (1978) Nilai T untuk tanah di Amerika: 11,21 – 4,48 ton/ha/tahun. 3. Hudson (1971) Di Afrika: Tanah berpasir dan bersolum dangkal : 4 – 6 ton/ha/th Tanah berlempung, bersolum dalam dan subur: 13 – 15 ton/ha/th. Di Rhodesia: Tanah berpasir, ringan : 8,97 ton/ha/th. Tanah liat, berat : 11,21 ton/ha/th. 4. Hardjowigeno(1987) T maksimum tanah di Indonesia adalah 2,5 mm/tahun.
Selain bisa hilang, tanah juga mengalami pembentukan. Pembentukan tanah dipengaruhi oleh: (Tabel B) Masa tumbuh : jumlah hari dalam 1 tahun yang curah hujannya > setengah evapotranspirasi. Temperatur daerah Curah hujan
Metode Penetapan Nilai T (1) Hammer (1981): Konsep kedalaman ekuivalen dan umur guna. Kedalaman ekuivalen: kedalaman tanah yang setelah mengalami erosi produktivitasnya berkurang 60% dari produktivitas tanah yang tidak tererosi. Melibatkan faktor kedalaman tanah (Tabel C). Kedalaman efektif tanah: kedalaman tanah sampai suatu lapisan (horizon) yang menghambat pertumbuhan akar tanaman. Kedalaman ekuivalen = nilai faktor kedalaman tanah x kedalaman efektif
Contoh soal: Suatu tanah mempunyai kedalaman efektif (hasil survey): 1250 mm sub ordernya Undult, umur guna 400 tahun (jangka waktu yang cukup untuk memelihara kelestarian tanah). Maka: Nilai faktor kedalaman tanah: 0,8 Kedalaman ekuivalen = 1250 mm x 0,8 = 1000 mm Besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan (T) = 1000 mm / 400 th = 2,5 mm/th Jika berat volume tanah = 1,2 g/cc, maka nilai T tanah ini = 2,5 x 1,2 x 10 = 30 ton/ha/th
(2) Thompson (1957) Memberikan pedoman penetapan nilai T untuk tanah-tanah di Indonesia (Tabel D). Dalam penentuan besarnya erosi yang dapat di toleransi, pada suatu tanah di DAS maka harus dipertimbangkan adanya ancaman pengendapan. Jika ancaman pengendapan tinggi, maka nilai T dapat diturunkan menjadi lebih kecil.
METODE PREDIKSI EROSI (1) PENDEKATAN KOTAK HITAM Meliputi: Penyesuaian masukan (curah hujan) dan keluaran (sedimen) Persamaan: Qs = a Qw b Dimana: Qs = banyaknya tanah yang terangkut Qw = banyaknya aliran permukaan a = konstanta, indeks kehebatan erosi, > 7.10-4 kehilangan tanah berat < 3.10-4 laju erosi tanah rendah b = konstanta, 2,0 – 3,0 Catatan: Nilai a dan b berubah-ubah untuk daerah yang berbeda Kelemahan model: tidak ada keterangan tentang bagaimana erosi terjadi.
(2) MODEL KOTAK KELABU (a) Model Kotak Kelabu untuk DAS Pengukuran erosi dilakukan di tempat keluarnya sedimen yang kemudian terbawa air dari DAS tersebut untuk satu kejadian hujan. Diperkenalkan oleh Walling (1974) Kelemahan: Peubah dalam model ini saling berkorelasi sehingga tidak dapat ditemukan peubah mana yang paling penting. Meski secara statistik mempunyai nilai penjelasan tinggi, namun secara konseptual, tidak.
Rumus Walling (1974): Log Qs = -1,1402 – 0,0524DUR – 0,7764Log Qw + 1,3735 Log Qq + 0,09892Log QQ – 0,4961Log Qap + 0,2693DY Dimana: Qs = Hasil sedimen (kg) DUR = Waktu hujan (jam) Qw = Laju puncak aliran (liter/detik) Qq = Laju puncak aliran di atas permukaan tanah (liter/detik) QQ = Jumlah aliran di atas permukaan tanah (mm) Qap = Laju aliran sungai sebelum hidrograf naik (liter/detik) DY = Jumlah hari dari satu tahun, dinyatakan Sin 2d/365. d = hari dihitung mulai 1 januari.
Rumus Douglas (1967) dimana: Qs = kandungan sedimen sungai rata-rata tahunan (m3/km2) PE = curah hujan efektif (mm) Rumus ini lebih bisa bersifat universal karena pembilang menyatakan pengaruh keluaran erosi (curah hujan) sedang penyebut merupakan usaha untuk memperhitungakan pengaruh perlindungan tanaman penutup.
Log SS = -8,73 + 3,81Log QWA – 1,54 Log R/L + 4,82 Log DD Rumus Douglas (1968) Log SS = -8,73 + 3,81Log QWA – 1,54 Log R/L + 4,82 Log DD Dimana: SS = Hasil sedimen tersuspensi (m3/km2) QWA = aliran permukaan (sungai) rata-rata tahunan (mm) R/L = nisbah relief terhadap panjang DAS (feet/mil) DD = kerapatan drainase (feet/mil2) : jumlah panjang sungai (tetap & tersendat) dibagi luas DAS. Kelemahan: persamaan ini tidak dapat diekstrapolasikan di luar jangkauan datanya.
Loq DS = 2,65 Log p2/P + 0,46 Log H2/S – 1,56 Rumus Fournier (1960) Loq DS = 2,65 Log p2/P + 0,46 Log H2/S – 1,56 Dimana: DS = sedimen yang tersuspensi (ton/km2/tahun) H = relief rata-rata DAS atau perbedaan altitude rata-rata dengan altitude minimal (m) S = Luas DAS (km2) p = Curah hujan bulanan tertinggi rata-rata (mm) P = Curah hujan tahunan rata-rata (mm)
(b) Model Kotak Kelabu untuk bidang tanah Dikembangkan oleh Weischmeier & Smith (1978). Biasa disebut The Universal Soil Loss Equation (USLE) Kelebihan: - mampu membuat prediksi rata-rata erosi jangka panjang - bisa dimanfaatkan untuk tempat-tempat atau bangunan dan penggunaan bukan pertanian. Kelemahan: - tidak dapat memprediksi pengendapan - tidak memperhitungkan sedimentasi dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai.
Persamaan umum: A = R . K . L . S . C . P Dimana: A = Banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/th) R = Indeks erosivitas hujan K = Faktor erodibilitas tanah L = Faktor panjang lereng S = Faktor kecuraman lereng C = Faktor vegetasi/penutup tanah P = Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah
(3) MODEL KOTAK PUTIH Sampai saat ini model ini belum dipergunakan secara operasional. Masukan: Curah hujan, aliran air di permukaan tanah, dan aliran dalam saluran. Keluaran: Sedimen yang terangkut oleh aliran air di atas permukaan tanah dan sedimen yang terangkut dari alur, parit dan saluran.
(4) MODEL DETERMINISTIK Berlaku persamaan kontinyuitas yang mengasumsi erosi sebagai suatu proses dinamik: Masukan – Keluaran = Kehilangan atau penambahan material Pelaksanaan model dalam skema tersebut menggunakan empat persamaan yang menggambarkan: (1) Pelepasan butir-butir tanah oleh curah hujan (detachment by rainfall – DR) DR = k1 A I2 Dmn: A = luas areal I = intensitas hujan (inci/jam) k1 = konstanta yang besarnya dipengaruhi oleh sifat tanah
(2) Pelepasan butir-butir tanah oleh aliran permukaan (detachment by runoff – DF) DF = k2 A ½ (Ss2/3 Qs2/3 + Se2/3 Qe2/3) Dimana: k2 = konstanta yang dipengaruhi sifat tanah Ss = kecuraman lereng di pangkal segmen (%) Qs = laju aliran permukaan di pangkal segmen Se = kecuraman lereng di ujung bawah segmen Qe = laju aliran di ujung bawah segmen
TR = k3 S I Dimana: (3) Kapasitas angkut curah hujan (TR) k3 = konstanta yang dipengaruhi oleh sifat tanah S = kecuraman lereng I = intensitas hujan
(4) Kapasitas angkut aliran permukaan (TF) TF = k4 S5/3 Q5/3 Dimana: k4 = konstanta yang dipengaruhi sifat tanah S = kecuraman lereng Q = laju aliran permukaan Untuk setiap segmen tanah: Tanah yang tersedia untuk erosi: Bagian tanah yang terlepas oleh curah hujan dan aliran permukaan (DR + DF) + material yang terbawa. Kemudian dibandingkan dengan kapasitas angkut di ujung bagian (TR+TF). Jika (DR + DF) < (TR+TF) jumlah tanah yang tersedia adl faktor pembatas Jika (TR+TF) < (DR + DF) pengangkutan adl faktor pembatas, beban sedimen = kapasitas angkut
(5) CREAMS (Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management Systems) - Knisel (1980) Pada dasarnya memuat tiga kelompok model: (1) Model hidrologi, (2) Model sedimen, (3) Model unsur hara dan pestisida Syarat: Dipergunakan untuk skala bidang tanah dalam satu satuan pengelolaan dengan penggunaan tanah yang sama, tanah yang homogen, curah hujan yang sama dan tindakan pengelolaan yang sama. Konsep dasar: Hasil sedimen adalah fungsi pelepasan butir-butir tanah dan diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut. Kandungan sedimen dibatasi oleh banyaknya sedimen yang tersedia oleh pelepasan atau kapasitas transport.
Gerakan sedimen ke bagian bawah lereng mengikuti: dimana: qs = kandungan sedimen per satuan lebar per satuan waktu x = jarak DL = laju aliran masuk lateral sedimen (massa/sat. luas/sat. waktu) DF = pelepasan/pengendapan oleh aliran (massa/sat. luas/sat. waktu)
Î = 0,5 untuk aliran permukaan dan 1,0 untuk aliran dalam alur Laju pengendapan: D = (Tc - qs) dimana: D = laju pengendapan (massa/sat.luas/sat. waktu) = koefisien reaksi (/panjang) Tc = kapasitas angkut (massa/sat. lebar/sat. waktu) Koefisien reaksi: dimana: Î = 0,5 untuk aliran permukaan dan 1,0 untuk aliran dalam alur Vs = kecepatan jatuh (mengendap) butir-butir tanah qLx = qw = volume aliran per satuan lebar (volume/sat. lebar/sat. waktu)
Ada 4 kemungkinan pengendapan/pelepasan yang terjadi: Pengendapan terjadi di atas seluruh segmen Pelepasan oleh aliran di ujung bagian atas segmen dan pengendapan di ujung bagian bawah Pengendapan di ujung bagian atas segmen dan pelepasan oleh aliran di ujung bawah Pelepasan oleh aliran di sepanjang segmen