PENYIMPANGAN PERILAKU YANG MEMBAHAYAKAN ORANG LAIN SOSIOLOGI PERILAKU MENYIMPANG DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITASAIRLANGGA http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/
Penyimpangan perilaku yang terkategori sebagai tindakan yang membahayakan orang lain cenderung disebut sebagai kejahatan Seseorang atau sekelompok orang dianggap telah melakukan kejahatan atau berbuat kriminal ketika secara hukum mereka dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap hak hidup manusia dan sudah barang tentu melanggar hukum formal
Penjahat Klasifikasi penjahat berdasarkan jenis kejahatannya dapat dilakukan dengan cara membedakannya berdasarkan sistem perilaku (behavioral system), artinya pembedaan itu dilakukan berdasarkan perluasan kejahatan yang dilakukannya, sehingga kejahatan itu akhirnya dijadikan sebagai karir bagi dirinya. Secara sosiologis pengertian karier berkaitan dengan tindakan atau aktivitas yang terus menerus dilakukan, dan menjadi pola serta bagian dari pengembangan diri individu Karier menjadi penjahat berbeda dengan karier sebagai penyimpang yang nonkriminal. Perbedaan itu dapat ditelusuri dari norma-norma yang dianut atau diyakininya dan bagaimana ia memandang perilaku yang dianggap sebagai kejahatan
Karir kriminal melibatkan peran keteraturan hidup yang dibangun di seputar aktivitas kejahatan, yaitu: Berusaha mengidentifikasi dirinya dengan kejahatan atau penjahat Memiliki komitmen terhadap kejahatan sebagai suatu aktivitas atau bagian dari peran sosial Memiliki hubungan yang luas dengan aktivitas kejahatan dan penjahat lain Mempelajari keahlian dalam kejahatan termasuk pengenalan teknik-teknik kejahatan yang lebih kompleks dan tindakan kejahatan yang lebih rumit
Semakin baik seseorang mengenali kejahatan, semakin sering ia melakukan kejahatan Semakin baik ia melakukan kejahatan maka ia akan mengkonsepkan dirinya sebagai seorang penjahat Karier non-kriminal tidak mempunyai identifikasi atau komitmen seperti itu, tidak mempunyai konsep diri sebagai penjahat dan tidak mempunyai kemajuan dalam teknik atau tindakan kejahatan Kebanyakan pelaku kejahatan kekerasan pribadi adalah pelaku kejahatan non karier atau penjahat penyimpangan primer Sementara pelaku kejahatan properti atau harta benda, kebanyakan adalah pelaku karier atau penjahat penyimpangan sekunder
Bentuk-bentuk Kejahatan Nonkarir Penyerangan Pembunuhan Perkosaan
Karakteristik Pelaku Pembunuhan dan Penyerangan Semua kejahatan terhadap pribadi seseorang umumnya menggunakan kekerasan dalam mencapai sasarannya, baik dalam bentuk ungkapan verbal, perkelahian atau sexual intercourse Pelaku umumnya tidak memiliki karier penjahat dalam kejahatan jenis ini. Perilaku kejahatan jenis ini nampaknya tidak terpikirkan sebelumnya dalam hidup mereka Kebanyakan kejahatan pembunuhan dimulai dengan penyerangan yang mematikan.
Pembunuhan bukan hanya perilaku individu Ia cenderung terpola dalam masyarakat dalam berbagai cara Tingkat pembunuhan cenderung tinggi di satu kelompok daripada kelompok lainnya pada waktu2 ttt dan pada situasi2 ttt Pembunuhan sebagai cara penyelesaian konflik antarpribadi berbeda2 menurut waktu, wilayah dan daerah setempat, ras, kelas sosial dan umur. Penggunaan kekerasan untuk memenangkan perselisihan yang sering berakhir dalam penyerangan dan pembunuhan (terjadi di Eropa beberapa abad lalu)
Di Sardinia, penggunaan kekerasan khususnya pembunuhan diatur dalam seperangkat norma atau seperangkat kode etik yang bertentangan dengan dengan Hukum Pidana di Italia Norma dan kode etik itu dipelajari dan secara sosial ditegakkan oleh sekelompok orang Tingginya tingkat pembunuhan berhubungan dengan gaya hidup kumuh, dimana penggunaan kekerasan disetujui sebagai cara penyelesaian perselisihan Kejahatan kekerasan lebih banyak terjadi di kelas sosial bawah (McClintock, 1963: 131-132 dalam Siahaan, 2010)
Pembunuhan juga terjadi di berbagai macam kelas sosial. Studi tentang pembunuhan pada masyarakat kelas menengah dan atas menemukan bahwa polanya berbeda dengan yang ditemukan pada kelas bawah Di kelas menengah dan atas, pembunuhan cenderung direncanakan oleh pelakunya dan tidak ada keterlibatan alkohol pada kasus2 tsb (Green and Wakefield, 1979 dalam Siahaan, 2010) Sementara hasil penelitian Wolfgang (1958) pada kelas bawah di Philadelphia menemukan dua pertiga kasus pembunuhan disertai dengan penggunaan alkohol
Kejahatan kekerasan terhadap pribadi di perkotaan umumnya lebih tinggi dilakukan oleh kalangan anak muda Kebanyakan korban dan pelakunya dalam usia muda antara 15 – 24 tahun Orang cenderung menyerang dan membunuh orang lain yang mempunyai umur, jenis kelamin, ras dan kondisi sosial yang sama dengannya
Kekerasan adalah suatu bentuk interaksi, maka kondisi yang kondusif bagi interaksi sosial juga kondusif bagi timbulnya kekerasan terhadap pribadi Misalnya, pembunuhan dan penyerangan lebih banyak terjadi pada akhir minggu daripada hari-hari lainnya
Kekerasan dalam Pembunuhan/Penyerangan Analisis terhadap tindak kekerasan dapat ditelusuri dari relasi antara pelaku kekerasan itu sendiri dengan para korbannya. Kekerasan seringkali dilakukan sebagai upaya untuk melakukan penguasaan atau untuk mendapatkan kembali posisi yang lebih berkuasa atau orang atau pihak lain (Hepburn, 1973 dalam Siahaan, 2010)
Wofgang dan Faracutti (1982) : populasi ttt, misalnya kelas sosial atau kelompok etnik ttt mempunyai sikap menerima thd penggunaan kekerasan. Sikap ini diatur dalam sekumpulan norma yang diwariskan Dukungan terhadap suatu kebudayaan kekerasan dapat disimpulkan dari tingkat kekerasan yang terjadi di dalam kelompok.
Orang yang mendukung norma kekerasan akan lebih mudah menterjemahkan situasi ttt yang membutuhkan penggunaan kekerasan
Fenomena Perkosaan Tidak ada pemerkosa yang tipikal Perkosaan dapat terjadi dalam beragam situasi yang berbeda Pelaku perkosaan adalah orang yang tidak kenal dan juga orang yang dikenal oleh korban (dan terjadi di tempat2 yang dikendalikan oleh orang yang dikenal korbannya) Seperti pembunuhan, perkosaan paksa adalah perilaku kejahatan interasial (dalam ras yang sama), yang melibatkan pelaku dan korban dari ras yang sama (Randall dan Rose, 1984 dalam Siahaan, 2010) Korban perkosaan mengenal pelaku dengan baik Kebanyakan pelaku tidak mempunyai catatan kriminal perkosaan Bentuk perkosaan yang perlu diwaspadai adalah date rape
Perkosaan: Representasi Politik Kekuasaan Pergerakan perempuan menyetarakan perkosaan dengan kejahatan lainnya Banyak ahli mengatakan bahwa perkosaan paksa adalah perilaku politik Mereka menganggap perkosaan adalah pemaksaan kekuasaan suatu kelompok (laki-laki) kepada kelompok lain (perempuan) Dalam konteks ini, perkosaan digambarkan sebagai perilaku untuk mengontrol dan memastikan kelanjutan penekanan terhadap perempuan dan berlangsungnya dominasi masyarakat laki-laki
Hukum mengambil alih apa yang dikenal dengan pendekatan paternalistik terhadap perempuan Perempuan dipandang sebagai pihak yang membutuhkan perlindungan dan tempat berlindung dari berbagai kenyataan hidup yang membahayakan Berbagai perubahan hukum telah terjadi seiring dengan semakin sensitifnya penanganan masalah perkosaan Penanganan kasus perkosaan sebelumnya lebih banyak menginterogasi korban, dewasa ini cara penanganannya dilakukan oleh polisi perempuan dengan cara-cara yang simpatik dan sikap empati
Teori Perkosaan Pendekatan psikologis dan psikiatris terhadap perkosaan menjelaskan perilaku pemerkosa sebagai adanya faktor agresi tersembunyi dalam dirinya. Ada pula yang mencoba menggabungkan pendekatan perilaku kekerasan yang dipelajari dengan dorongan situasional yang menghasilkan suatu perkosaan (Gibson, Linden, dan Johnson, 1980 dalam Siahaan, 2011) Teori-teori masih diperdebatkan karena perubahan peran seksual, pengaruh latar belakang keluarga dan harapan dalam hubungan perkosaan masih kabur
Teori yang banyak diterima untk menjelaskan perkosaan adalah teori subkebudayaan kekerasan (amir, 1971 dalam Siahaan, 2010) Teori ini merupakan penjelasan terhadap pembunuhan dan penyerangan, tetapi dapat diaplikasikan terhadap perkosaan Pelaku umumnya memiliki karakteristik yang mirip dengan para pelaku pembunuhan atau penyerangan, misalnya berusia muda, berkulit hitam dan berasal dari kelas bawah di pusat kota (diidentifikasi oleh Wolfgang and Faracuti (1982) dalam subkebudayaan menyimpang)
Pola-pola subkebudayaan menentukan frekuensi terjadinya kejahatan kekerasan Penyebaran kekerasan tsb bervariasi dalam lingkungan bertetangga di kota-kota dan kelas sosial, pekerjaan, jenis kelamin, ras dan umur Variasi ini menggambarkan subkebudayaan kekerasan atau sistem norma kelompok (Wolfgang dan Faracutti, 1982) : populasi ttt, misalnya kelas sosial atau kelompok etnik ttt mempunyai sikap menerima terhadap penggunaan kekerasan Sikap ini diatur dalam sekumpulan norma yang diwariskan secara budaya Dukungan thd suatu kebudayaan kekerasan dapat disimpulkan dari tingkat kekerasan yg terjadi dlm kelompok
Larry Barons dan Murray A Larry Barons dan Murray A. Straus dalam tulisannya Anticipated Reactions to Deviance in a South American City memaparkan 4 kelompok teori berkaitan dengan perkosaan: Ketidakadilan gender Pornografi Nilai budaya yang berlebihan Disorganisasi sosial
Reaksi Masyarakat pada Kejahatan Pribadi Secara sosiologis, kejahatan pembunuhan adalah yang paling berat mendapatkan sanksi atau reaksi dari masyarakat Biasanya para pelaku tidak meneruskan kariernya sebagai pembunuh dan jarang sekali terdapat peningkatan residivisme jenis pembunuhan Pelaku penyerangan sewaktu-waktu dapat saja melakukan perbuatan yang sama dan residivisme untuk jenis kejahatan ini cukup tinggi Reaksi masyarakat lebih buruk terhadap kejahatan penyerangan Tingkat sanksi nonformal lebih tinggi dibandingkan sanksi terhadap jenis kejahatan lainnya