Bahasa Hukum DEFINISI Ari Wibowo, SHI., SH., MH
Pengertian “Definisi” Pengertian etimologi: “de” yang berarti dari, berhubungan dengan. “finis” yang berarti batas atau akhir. Pengertian terminologi: Suatu pernyataan tentang apa yang dimaksud dengan suatu hal atau barang. Suatu pernyataan atau penjelasan tentang makna suatu kata atau frasa.
Pembentukan definisi dalam bidang hukum penting sekali dalam dogmatika hukum, karena hukum berfungsi mengatur perilaku warga masyarakat, maka harus dibuat jelas bagi mereka, perilaku apa yang diharapkan (dituntut) dari meraka. Dalam Undang-undang, definisi biasanya ditempatkan pada Pasal 1 tentang Ketentuan Umum. Contoh: Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Menurut sifat dan strukturnya, definisi dibagi menjadi 3, yakni: Definisi nominal, mencakup definisi berupa sinonim kata, definisi kamus, yaitu definisi yang biasa dipergunakan dalam perumusan dan definisi berupa etimologi kata. Contoh: Norma adalah aturan. Definisi logis atau definisi formal, yaitu definisi yang disusun dengan mempergunakan syarat-syarat formal tertentu yang biasanya berbentuk kalimat. Definisi luas, yaitu definisi formal yang diperluas sehingga minimal berbentuk satu alinea.
Definisi Logis atau Formal (1) Definisi logis/formal adalah memisahkan istilah dari istilah-istilah lainnya dengan menyebutkan kelas yang dimasukinya (klasifikasi), dan ciri-ciri khas yang membedakan istilah tadi dari anggota-anggota kelasnya. Definisi formal/logis memiliki dua bagian/term, yakni bagian yang didefinisikan (definiendum) dan bagian yang mendefinisikan (definiens) yang muncul secara bersamaan sehingga tempatnya dapat dipertukarkan. Struktur definisi formal/logis: A (definiendum) = B (definiens) B (definiens) = A (definiendum) A=B adalah definisi
Definisi Logis atau Formal (2) Contoh 1: (Benar) A = B Hukum Tata Negara = Aturan yang mengatur semua hal yang berkaitan dengan sistem penyelenggaraan suatu organisasi di dalam sebuah negara. B = A Aturan yang mengatur semua hal yang berkaitan dengan sistem penyelenggaraan suatu organisasi di dalam sebuah negara = Hukum Tata Negara
Definisi Logis atau Formal (3) Contoh 2: (Salah) A = B Wanprestasi = Semacam ingkar janji B ≠ A Semacam ingkar janji ≠ Wanprestasi Contoh di atas bukan “definisi”, namun “pernyataan”
Definisi Logis atau Formal (4) Proses pembentukan definisi logis/formal antara lain: Menempatkan subyeknya (definiendum) ke dalam sebuah kelas yang dianggap dimasuki oleh subyek tadi (klasifikasi). Menyebutkan ciri-ciri yang membedakan subyek tadi dari anggota-anggota kelas lainnya (deferensiasi). Untuk melakukan klasifikasi, harus diketahui dahulu berapa jumlah anggota kelas. Jumlah anggota kelas yang sudah dibatasi itu selanjutnya diidentifikasi mengenai ciri-ciri setiap anggota kelas, sehingga bisa terlihat dengan jelas perbedaan antara anggota yang didefinisikan dengan anggota lainnya.
Definisi Logis atau Formal (5) Contoh: Mendefinisikan “Hukum Pidana” Tahap 1 : Melakukan klasifikasi, yaitu menempatkan hukum pidana pada kelas hukum tertentu. Kelas hukum tertentu tersebut adalah hukum publik dan hukum privat. Dari cirinya, hukum pidana sendiri merupakan hukum publik. Tahap 2 : Menyebutkan ciri-ciri yang membedakan hukum pidana dari anggota-anggota kelas hukum publik lainnya, seperti hukum tata negara. Cirinya adalah ancaman sanksi pidana bagi yang melanggarnya. Hukum Pidana adalah kaedah/norma yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negara, berisi perbuatan-perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan, dengan disertai sanksi pidana bagi yang melanggarnya
Ciri-ciri definisi formal Definisi Logis atau Formal (6) Ciri-ciri definisi formal Definiendum dan definiens harus tumpang tindih (ko-terminus/cotermus), yakni bahwa kedua istilah itu sebenarnya sama saja dengan kedudukan dan isinya, salah satu tidak boleh terlalu luas atau terlalu sempit isinya dari yang lain. Definisi harus konvertibel, yaitu definiendum dan definiens harus dapat dipertukarkan tempatnya. Unsur kelas/genus dan diferensia harus menjadi unsur definiens yang diperlukan dan mencukupi. Rumus: Definiendum = genus/kelas + diferensia Hukum Pidana = Hukum publik + Sanksi Pidana
Definisi Logis atau Formal (7) Definisi harus bersifat paralel. Hindari penggunaan kata “di mana, bila, kalau” karena hanya akan merusak paralelisme definisi. Penggunaan kata-kata itu akan menjadikan definisi hanya sebagai keterangan dari defeniendum. Contoh: Pidana penjara adalah bila seseorang ditempatkan dalam Lembaga Pemasyarakatan. Definiens tidak boleh menggunakan kata atau sinonim dari kata yang harus dibatasi (definiendum). Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara warga negara satu dengan warga negara lainnya.
Definisi Logis atau Formal (8) Definisi tidak boleh bersifat negatif. Bila definisi bersifat negatif, maka definiensnya terlalu sempit atau terlalu luas. Contoh: Hukum pidana adalah kaedah/norma hukum publik yang bukan hukum tata negara (batasan terlalu luas)
Definisi Luas (1) Definisi luas disusun melalui sebuah cara pengembangan yang jauh lebih fleksibel dan informal. Biasanya dipergunakan oleh pengarang untuk menghadapi suatu konsep yang rumit sehingga membatasi istilah itu dengan sebuah kalimat akan sangat tidak memuaskan. Definisi luas berbentuk sebuah alinea yang terdiri dari beberapa kalimat. Contoh: Demokrasi Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Definisi ini masih terlalu kabur, sehingga untuk memberikan pengertian yang sedalam-dalamnya, penulis harus menguraikannya secara panjang lebar.
Definisi Luas (2) Tujuan Definisi Luas Membatasi kembali pengertian yang sebenarnya, untuk menghilangkan kekaburan dan membuat isinya lebih tepat dan teliti. Memberi arti yang lebih utuh.
Struktur Definisi Luas Tetap menggunakan struktur definisi logis/formal berupa klasifikasi (menyebut kelas/genusnya) dan diferensiasi (menyebut ciri-ciri pembedanya), namun hubungan antar unsur tersebut ditata sedemikian rupa. Pola penataan hubungan unsur-unsur dapat berupa: Hubungan historis Identifikasi deferensia (sebab-akibat, jenis materialnya, besar-kecilnya anggota, bentuknya, wujudnya, dan cara kerjanya).