OLEH: SUHENDAR
Perilaku adalah suatu aktivitas yang merupakan reaksi satu sel atau lebih, lebih dari satu organ, bahkan lebih dari satu sistem organ (kecuali jika organisme tersebut terdiri dari 1 sel). Jadi perilaku mencakup seluruh individu dan ditujukan terhadap lingkungan di luar individu.
Perilaku disebut juga Etologi (Y: ethos = sifat, kebiasaan) yaitu bekerja di lapangan. Sedangkan Psikologi (Y: psyche = jiwa, semangat) yaitu bekerja di laboratorium. Ketika kita mengamati perilaku tertentu, kita cenderung untuk menanyakan pertanyaan proksimat (jangka pendek) dan pertanyaan ultimat (akhir).
Dalam kajian perilaku hewan, pertanyaan proksimat adalah mekanistik, berkaitan dengan stimulus lingkungan yang memicu suatu perilaku, dan juga mekanisme genetik dan fisiologis yang mendasari suatu tindakan perilaku. Pertanyaan ultimat berkenaan dengan makna evolusioner perilaku. Untuk menekankan perbedaan (dan juga hubungan) antara kausasi proksimat dan ultimat, perhatikan pengamatan Magnolia Warbler, seperti banyak hewan lainnya, kawin pada musim semi dan pada awal musim panas.
Dalam artian kausasi proksimat, suatu hipotesis yang masuk akal adalah bahwa perkawinan dipicu oleh pengaruh peningkatan panjang siang hari pada fotoreseptor hewan tersebut. Banyak hewan dapat distimulasi untuk mulai kawin secara eksperimental dengan memperpanjang pemaparan hariannya pada cahaya. Stimulus ini akan mengakibatkan perubahan neural dan hormonal yang menstimulasi perilaku, yang berhubungan dengan reproduksi, seperti berkicau dan pembuatan sarang pada burung.
Berlawanan dengan pertanyaan proksimat, pertanyaan ultimat mengambil bentuk seperti: Kenapa seleksi alam lebih memilih perilaku ini dan bukan perilaku lainnya yang berbeda? Hipotesis yang megajukan pertanyaan “mengapa” mengemukakan bahwa perilaku dapat memaksimalkan kelestarian hidup (fitness) dengan beberapa cara tertentu.
Suatu hipotesis yang masuk akal tentang mengapa banyak hewan berreproduksi pada musim semi dan awal musim panas adalah karena pada waktu tersebut perkawinan paling produktif atau adaptif (dapat menyesuaikan diri). Bagi burung pengicau dan banyak burung lainnya, persediaan serangga yang berlimpah pada musim semi menyediakan banyak makanan untuk pertumbuhan keturunannya dengan cepat. Individu yang mencoba kawin pada waktu lain selain musim semi akan mengalami kerugian selektif.
Peningkatan panjang siang hari itu sendiri memiliki signifikansi adaptif yang kecil, tetapi karena peningkatan panjang siang hari merupakan indikator yang paling dapat dipercaya mengenai musim dalam satu tahun, telah terjadi seleksi pada mekanisme proksimat yang bergantung pada peningkatan panjang siang hari. Ringkasnya, mekanisme proksimat menghasilkan perilaku yang akhirnya dievolusikan karena mekanisme tersebut meningkatkan kelestarian hidup dengan beberapa cara tertentu.
Ada anggapan bahwa perilaku disebabkan oleh pengaruh gen (nature atau alam) atau oleh pengaruh lingkungan (nurture atau pemeliharaan). Sejauh mana gen dan lingkungan mempengaruhi sifat fenotipik, yang meliputi sifat perilaku? Fenotipe bergantung pada gen dan lingkungan, sifat atau ciri perilaku memiliki komponen genetik dan lingkungan, seperti halnya semua sifat anatomis dan fisiologis seekor hewan.
Studi kasus mengenai lovebird (sejenis burung) menujukkan perilaku dengan pengaruh genetik yang kuat. Namun demikian, terdapat suatu norma reaksi. Perilaku dapat diubah oleh pengalaman di lingkungan. Pada sisi lainnya, bentuk penyelesaian masalah yang paling berkembang ditandai oleh norma reaksi yang sangat luas.
Selanjutnya, perilaku juga memiliki suatu komponen genetik, perilaku bergantung pada gen-gen yang ekspresinya menghasilkan sistem neuron yang tanggap terhadap kemajuan pembelajaran. Sebagian besar ciri perilaku adalah filogenetik, dengan norma reaksi yang luas.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku adalah semua kondisi dimana gen yang mendasari perilaku itu diekspresikan. Hal ini meliputi lingkungan kimiawi di dalam sel, dan juga semua kondisi hormonal dan kondisi kimiawi dan fisik yang dialami oleh seekor hewan yang sedang berkembang di dalam sebuah sel telur atau di dalam rahim. Perilaku juga meliputi interaksi beberapa komponen sistem saraf hewan dengan efektor, dan juga berbagai interaksi kimia, penglihatan, pendengaran, atau sentuhan dengan organisme lain.
Dilakukan percobaan persilangan antara dua spesies yang berkerabat dekat, tetapi mempunyai pola-pola perilaku bawaan yang berlainan, yaitu pada burung betet Fischer. Burung betet Fischer yang menggunakan paruh untuk membawa bahan sarangnya dikawinkan dengan burung betet dari Afrika yang membawa bahan sarang dengan menyelipkan dalam bulu-bulunya. Pada F1, hanya dapat membawa bahan sarang dengan paruhnya, tetapi burung itu selalu membuat gerakan mencoba menyelipkan bahan pembuat sarang ke dalam bulu-bulunya dulu.
Biologi perilaku modern bersumber dari suatu penelitian di lapangan yang dikenal sebagai etologi, dimulai pada tahun 1930-an oleh para naturalis yang mencoba memahami bagaimana berbagai ragam hewan berperilaku dalam habitat alamiahnya. Yang paling terkenal adalah Karl von Frisch, Konrad Lorenz, dan Niko Tinbergen, yang bersama-sama memperoleh hadiah Nobel ada tahun 1973 untuk penemuan mereka.
Seekor tawon penggali betina menggali dan merawat empat atau lima sarang bawah tanah yang terpisah satu sama lain. Ia akan terbang ke setiap sarang itu setiap hari, membawa makanan ke larva tunggal yang ada pada masing-masing sarang. Ahli biologi Niko Tinbergen merancang suatu percobaan di lapangan untuk menguji hipotesisnya bahwa tawon itu menggunakan petunjuk visual (landmark) untuk melacak di mana sarangnya berada.
Pertama, Tinbergen menandai sebuah sarang lebah dengan lingkaran pohon pinus. Seekor induk tawon itu menguji sarang tersebut dan terbang, Tinbergen memindahkan lingkaran buah pohon pinus itu beberapa meter ke salah satu sisi sarang itu. Ketika tawon itu kembali, ia terbang ke bagian tengah lingkaran buah pohon pinus itu, tidak ke sarang sebelumnya yang ada di sampingnya. Hasil percobaan seperti ini mendukung hipotesis bahwa tawon-tawon tersebut dapat mempelajari petunjuk visual yang baru.
Pada percobaan selanjutnya, Tinbergen mengembalikan kumpulan buah pohon pinus itu ke sarang yang sesungguhnya akan tetapi mengaturnya dalam formasi segi tiga bukan lingkaran. Ia menempatkan sebuah lingkaran batu kesalah satu sisi sarang tersebut. Tawon yang kembali itu terbang ke lingkaran batu, suatu hasil yang mendukung hipotesis bahwa serangga itu telah mendapat petunjuk oleh susunan petunjuk-petunjuk itu, bukan oleh fisik obyek itu sendiri.
Dengan demikian, penyebab proksimat perilaku pencarian sarang pada tawon itu adalah petunjuk lingkungan yang diberikan oleh susunan petunjuk dan respon yang ditimbulkan pada hewan tersebut. Untuk kausasi ultimat, suatu hipotesis yang masuk akal adalah bahwa kelestarian hidup tawon itu ditingkatkan oleh kemampuan betina untuk menyimpan informasi mengenai sarangnya dan untuk menggunakan informasi tersebut untuk menemukan dan merawat sarang-sarangnya.
BERSAMBUNG……………