Assalamu’alaikum Wr. Wb. Kami dari kelompok 2 akan mempresentasikan hasil diskusi kami yaitu pokok bahasan ke 2
CHAPTER 4 DEMOCRACY IN ISLAMIC VIEW BY: Ilhamsyah Ramadhan (iiL) Risa Widya (P2) Sutan Indra Hanif (nggantheng)
DEMOCRACY Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).
abc Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.
The History Of Democracy Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk sederhana dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia. Ketika itu, bangsa Sumeria memiliki beberapa negara kota yang independen. Di setiap negara kota tersebut para rakyat seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan konsensus atau mufakat.
Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern. Yunani kala itu terdiri dari 1,500 negara kota (poleis) yang kecil dan independen. Negara kota tersebut memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada yang oligarki, monarki, tirani dan juga demokrasi. Diantaranya terdapat Athena, negara kota yang mencoba sebuah model pemerintahan yang baru masa itu yaitu demokrasi langsung. Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah Solon, seorang penyair dan negarawan. Paket pembaruan konstitus yang ditulisnya pada 594 SM menjadi dasar bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan. Demokrasi baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang bangsawan Athena. Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam pemerintahan sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan pendapat dan memilih kebijakan. Namun dari sekitar 150,000 penduduk Athena, hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka.
Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsa Romawi pada 510 SM hingga 27 SM. Sistem demokrasi yang dipakai adalah demokrasi perwakilan dimana terdapat beberapa perwakilan dari bangsawan di Senat dan perwakilan dari rakyat biasa di Majelis.
Bentuk-bentuk demokrasi Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu : demokrasi langsung demokrasi perwakilan
Demokrasi langsung Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. Dalam sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Sistem demokrasi langsung digunakan pada masa awal terbentuknya demokrasi di Athena dimana ketika terdapat suatu permasalahan yang harus diselesaikan, seluruh rakyat berkumpul untuk membahasnya. Di era modern sistem ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh rakyat dalam satu forum merupakan hal yang sulit. Selain itu, sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu untuk mempelajari semua permasalahan politik negara.
Demokrasi perwakilan Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka
Prinsip-prinsip demokrasi Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi". Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah: Kedaulatan rakyat; Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah; Kekuasaan mayoritas; Hak-hak minoritas; Jaminan hak asasi manusia; Pemilihan yang bebas dan jujur; Persamaan di depan hukum; Proses hukum yang wajar; Pembatasan pemerintah secara konstitusional; Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik; Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
Asas pokok demokrasi Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial. Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu: Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
Ciri-ciri pemerintahan demokratis Pemilihan umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di duni. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut: Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan). Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara). Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).
Fakta Demokrasi Demokrasi adalah sebuah tatanan pemerintahan yang bersumber dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demikian slogan yang sangat terkenal dari Benjamin Franklin tentang definisi demokrasi. Dalam setting sosio-historisnya di Barat, demokrasi lahir sebagai solusi dari dominasi gereja yang otoritarian dan absolut sepanjang Abad Pertengahan (abad V-XV M). Di satu sisi ekstrem, dominasi gereja yang merupakan kolaborasi gereja dan para raja Eropa ini menghendaki tunduknya seluruh urusan kehidupan (politik, ekonomi, seni, sosial, dll) kepada aturan-aturan gereja. Di sisi ekstrem lainnya, dominasi gereja ini ditentang oleh para filosof dan pemikir yang menolak secara mutlak peran gereja (Katolik) dalam kehidupan.
Terjadinya Reformasi Gereja, Renaissance, dan Humanisme, menjadi titik tolak awal untuk meruntuhkan dominasi gereja itu. Akhirnya, pasca Revolusi Perancis tahun 1789, terwujudlah jalan tengah dari dua sisi ekstrem itu, yang terumuskan dalam paham sekularisme, yakni paham pemisahan agama dari kehidupan. Agama tidak diingkari secara total, tapi masih diakui walau pun secara terbatas, yaitu hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Lalu hubungan manusia dengan manusia siapakah yang megatur dan membuat hukumnya? Jawabnya, tentu manusia itu sendiri, bukan Tuhan atau agama. Pada titik inilah demokrasi lahir.
Walhasil, demokrasi memberikan kepada manusia dua hal : (1) hak membuat hukum (legislasi). Inilah prinsip kedaulatan rakyat (as-siyadah li al-sya’b). Prinsip ini kebalikan dari kondisi sebelumnya yaitu hukum dibuat oleh para tokoh-tokoh gereja atas nama Tuhan; (2) hak memilih penguasa. Inilah prinsip kekuasaan rakyat (as-sulthan li al-ummah). Prinsip ini kebalikan dari kondisi sebelumnya yaitu penguasa (raja) diangkat oleh Tuhan sebagai wakil Tuhan di muka bumi dalam sistem monarki absolut.
Jadi, dalam demokrasi, rakyat adalah sumber legislasi dan sumber kekuasaan (source of legislation and authority) (Zallum, al-Dimuqrathiyyah Nizham Kufr, 1990). Untuk menjamin agar rakyat dapat menjalankan fungsinya dengan leluasa sebagai pembuat hukum dan sumber kekuasaan tersebut, demokrasi memberikan kebebasan (al-hurriyat, freedom) yang mencakup 4 jenis kebebasan : (1) kebebasan beragama (hurriyah al-‘aqidah), (2) kebebasan berpendapat (hurriyah al-ra`yi), (3) kebebasan kepemilikan (hurriyah al-tamalluk), dan (4) kebebasan berperilaku (al-hurriyah al-syakhshiyyah) (Zallum, al-Dimuqrathiyyah Nizham Kufr, 1990).
Abdul Qadim Zallum (1990) menjelaskan adanya kontradiksi-kontradiksi lain antara demokrasi dan Islam. Antara lain : a. Dari segi sumber : demokrasi berasal dari manusia dan merupakan produk akal manusia. Sedang Islam, berasal dari Allah SWT melalui wahyu yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya Muhammad SAW. b. Dari segi asas : demokrasi asasnya adalah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Sedang Islam asasnya Aqidah Islamiyah yang mewajibkan menerapkan Syariah Islam dalam segala bidang kehidupan (QS 2:208).
c. Dari segi standar pengambilan pendapat : demokrasi menggunakan standar mayoritas. Sedangkan Islam, standar yang dipakai tergantung materi yang dibahas. Rinciannya : (1) jika materinya menyangkut status hukum syariah, standarnya adalah dalil syariah terkuat, bukan suara mayoritas; (2) jika materinya menyangkut aspek-aspek teknis dari suatu aktivitas, standarnya suara mayoritas; (3) jika materinya menyangkut aspek-aspek yang memerlukan keahlian, standarnya adalah pendapat yang paling tepat, bukan suara mayoritas.
d. Dari segi ide kebebasan : demokrasi menyerukan 4 jenis kebebasan (al-hurriyat), di mana arti kebebasan adalah tidak adanya keterikatan dengan sesuatu apa pun pada saat melakukan aktivitas (‘adam al-taqayyud bi syai`in ‘inda al-qiyaam bi al-‘amal) (Zallum, Kaifa Hudimat al-Khilafah, 1986). Sedang Islam, tidak mengakui kebebasan dalam pengertian Barat. Sebaliknya, Islam mewajibkan keterikatan dengan syariah Islam, sebab pada asalnya, perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum-hukum Syariah Islam (al-ashlu fi al-af’aal al-taqayyud bi al-hukm al-syar’i).
Dengan adanya kontradiksi yang dalam antara demokrasi dan Syariah Islam itulah, Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya al-Dimuqrathiyyah Nizham Kufr (1990) menegaskan tanpa ragu-ragu : "Demokrasi yang telah dijajakan Barat yang kafir ke negeri-negeri Islam, sesungguhnya merupakan sistem kufur, tidak ada hubungannya degan Islam sama sekali, baik secara langsung maupun tidak langsung. Demokrasi sangat bertentangan dengan hukum-hukum Islam, baik secara garis besar maupun secara rinci…Oleh karena itu, kaum muslimin diharamkan secara mutlak untuk mengambil, menerapkan, dan menyebarluaskan demokrasi."