PKB Dalam Hukum Indonesia Indah Saptorini, IndustriALL Project Coordinator
UU Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan (UU 21 Tahun 1954) Undang-undang perburuhan yang pertamakali mengatur tentang perjanjian perburuhan, melalui undang-undang ini buruh diberi hak untuk bersama-sama (kolektif). Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 1954 tentang Cara Membuat dan Mengatur Perjanjian Perburuhan Perjanjian perburuhan harus memuat: (1) Nama, tempat kedudukan, alamat serikat buruh (2) nama, tempat kedudukan, alamat majikan/perkumpulan majikan yang berbadan hukum (3) Nomor serta tanggal pendaftaran serikat buruh pada Kementerian Perburuhan.
Ratifikasi Konvensi ILO No 98 Indonesia meratifikasi Konvensi ILO No 98 tentang berlakunya Dasar-dasar Hak Untuk Berorganisasi dan Untuk Berunding Bersama pada tanggal 29 Agustus 1956 melalui undang-undang no 18 Tahun 1956
UU dan Peraturan mengenai PKB dari waktu ke waktu Undang-undang Nomor 21/1954 Peraturan Pemerintah No 49 Tahun 1954 Permenakertranskop Nomor PER-02/MEN/1978 (Peraturan Perusahaan dan Perundingan Pembuatan Perjanjian Perburuhan) Permenaker Nomor PER-01/MEN/1985 Kepmenakertrans No KEP 48/MEN/IV/2004 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-08/MEN/III/2006 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.16/MEN/XI/2011
Karakteristik hukum perburuhan Orde Baru Gagasan tentang hubungan kemitraan antara buruh, modal, dan negara Ali Moertopo:”perbedaan antara majikan dan buruh harus lenyap”, menurutnya yang boleh tinggal hanyalah kelas ‘Karyawan’(sebuah kategori ang diciptakan oleh SOKSI awal tahun 1960-an untuk menggantikan konsep ‘buruh’ yang menyiratkan adanya proses eksploitasi Pada tahun 1975, Gagasan tersebut dikodifikasi dalam doktrin ‘Hubungan Industrial Pancasila’ (hubungan perburuhan mirip dengan hubungan dalam keluarga negara sebagai bapak yang bijaksana Konsep “Pembangunanisme” Buruh bertanggung jawab untuk menjamin keberhasilan pembangunan dan produktivitas Portofolio Menakertrans pada awal orde baru selalu berpindah antara tokoh yang memiliki latar belakang militer
Karakteristik hukum perburuhan Orde Baru Menurut Vedi R Hadiz: Pemerintah Orba melakukan serangkaian pernyataan politis dan kebijakan yang bertujuan untuk mengekang gerakan serikat buruh dan dituangkan dalam bahasa hukum, memperoleh legitimasi dan menjadi sah Aturan-aturan hukum tersebut akhirnya menjadi rangka tulang punggung yang membentuk keseluruhan sistem perburuhan orde baru
Pedoman Penyusunan PKB: Dari 1985 hingga saat ini Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1985 tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Ditandatangani oleh Sudomo (Mantan Pangkopkamtib) Untuk pertamakalinya pemerintah memberikan pedoman penyusunan PKB yang disebut “Pola Umum Kesepakatan Kerja Bersama”
“Pola Umum KKB” Didalam Mukadimah dibuat uraian singkat mengenai: Kesepakatan Bersama antara Karyawan dan Pengusaha untuk melaksanakan Hubungan Industrial Pancasila dalam rangka menciptakan hubungan kerja yang sesuai, aman, mantap, tentram dan dinamis, ketenangan kerja dan perbaikan kesejahteraan karyawan, kelangsungan usaha, kepastian hak dan kewajiban masing-masing peserta produksi. Ikut serta membina dan mengembangkan kemampuan dan keterampilan tenaga kerja dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas kerja yang pada akhirnya untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan serta perlunya perencanaan ketenagakerjaan di lingkungan perusahaan dalam rangka partisipasi masyarakat industri sesuai kebutuhan perusahaan dan pembangunan nasional.
Peraturan Perusahaan & PKB PP sekurang-kurangnya memuat: (Pasal 111 UU 13/2003) PKB sekurang-kurangnya memuat: (Pasal 124 UU 13/2003) Hak dan kewajiban pengusaha Hak dan kewajiban buruh Syarat kerja Tata tertib perusahaan Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan Hak dan kewajiban pengusaha Hak dan kewajiban serikat buruh Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama Tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama
ISI PKB Permenakertrans Nomor PER.16/MEN/XI/2011 Sedikitnya PKB harus memuat; Nama, Alamat, dan kedudukan para pihak (SP: disertai bukti pencatatan Pengusaha: disertai badan hukumnya) Hak dan kewajiban para pihak Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB Tandatangan para pihak pembuat PKB
Peran federasi/konfederasi dalam Pembuatan PKB Berdasarkan PERMEN 1/1985 Pasal 4 ayat 2 Apabila dalam pemusyawaratan salah satu atau kedua belah pihak perlu didampingi pihak lain, maka dapat menunjuk wakil dari perangkat organisasi Serikat Pekerja atau Organisasi Pengusaha satu tingkat dan tidak dapat menunjuk wakil dari luar organisasi Serikat Pekerja atau Organisasi Pengusaha Dalam hal organisasi Serikat Pekerja atau Organisasi Pengusaha satu tingkat lebih tinggi dimaksud ayat (2) tidak ada, maka dapat menunjuk wakil diatasnya lagi.
Peran federasi/konfederasi dalam pembuatan PKB Pasal 4 UU No 21 Tahun 2000 Serikat buruh, federasi, konfederasi serikat buruh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi buruh dan keluarganya Untuk mencapai tujuan dimaksud dalam ayat (1) serikat buruh, federasi, dan konfederasi mempunyai fungsi: (a) sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial
Peran federasi/konfederasi dalam pembuatan PKB Pasal 25 UU No 21 Tahun 2000 Serikat Buruh, Federasi dan Konfederasi Serikat Buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak: (a) membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha
Namun peran tersebut digadaikan oleh Pasal 20 Permenakertrans Nomor PER-16/MEN/XI/2011 Dalam menentukan tim perunding pembuatan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b pihak pengusaha dan pihak serikat buruh menunjuk tim perunding sesuai kebutuhan dengan ketentuan masing-masing paling banyak 9 orang dengan kuasa penuh. Anggota tim perunding pembuatan PKB yang mewakili serikat buruh harus buruh yang masih terikat dalam hubungan kerja di perusahaan tersebut
Peran DPC/Federasi/Konfederasi Permenaker No 1/1985 Permenakertrans Nomor PER-16/MEN/XI/2011 Pasal 4 ayat 2 Apabila dalam pemusyawaratan salah satu atau kedua belah pihak perlu didampingi pihak lain, maka dapat menunjuk wakil dari perangkat organisasi Serikat Pekerja atau Organisasi Pengusaha satu tingkat dan tidak dapat menunjuk wakil dari luar organisasi Serikat Pekerja atau Organisasi Pengusaha Dalam hal organisasi Serikat Pekerja atau Organisasi Pengusaha satu tingkat lebih tinggi dimaksud ayat (2) tidak ada, maka dapat menunjuk wakil diatasnya lagi. Anggota tim perunding pembuatan PKB yang mewakili serikat buruh harus buruh yang masih terikat dalam hubungan kerja di perusahaan tersebut
Tidak boleh ada diskriminasi bagi buruh perempuan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: SE.04/M/BW/1996 Contoh-contoh pasal yang dapat ditafsirkan diskriminasi antara buruh perempuan dan laki-laki: adanya pasal yang menyatakan larangan buruh wanita untuk menikah, tunjangan keluarga hanya bagi tenaga kerja laki-laki
Syarat membuat PKB Dibuat dan diajukan oleh salah satu atau masing-masing pihak Maksimal 3 serikat buruh dengan masing-masing anggota minimal 10% dari jumlah seluruh buruh 3 serikat buruh ditentukan berdasarkan peringkat jumlah anggota terbanyak Dimusyawarahkan oleh para pihak PKB harus dibuat dalam Bahasa Indonesia dan bisa diterjemahkan oleh penerjemah yang sudah disumpah
Masa berlakunya PKB Berlaku hanya 2 tahun Dapat diperpanjang paling lama 1 tahun atas kesepakatan tertulis para pihak Perundingan pembaharuan dimulai 3 bulan sebelum berakhir Apabila dalam perundingan pembaharuan tidak tecapai sepakat, maka PKB tetap berlaku paling lama 1 (satu) tahun Isi PKB dapat dilakukan perubahan atas kesepakatan para pihak
Perbandingan Hukum Perburuhan di Indonesia (awal tahun 1950 an) dan UU No 13 /2003 Undang-undang Kerja (UU No 12/1948 UU No 1/1951) Jam kerja tidak boleh lebih dari 7 jam sehari. Jika pekerjaan dilakukan malam hari/berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan maka waktu kerja 6 jam sehari. Undang-undang No 13/2003 Jam kerja 8 jam sehari
Perbandingan Hukum Perburuhan di Indonesia (awal tahun 1950 an) dan UU No 13 /2003 (Pasal 13) Buruh wanita tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid (Pasal 15) Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja Buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahu pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua