PEMERINTAHAN DEMOKRASI LIBERAL Oleh : Aditya Pratama (IXC/01) Asti Aryudhea U. (IXC/06) Cindika Hillary (IXC/12) Daffa Ari P. (IXC/13) Farida Hasna (IXC/15) Galang Alif S. (IXC/17)
SISTEM DEMOKRASI LIBERAL PETA KONSEP SISTEM DEMOKRASI LIBERAL Multi Partai Pemilihan Umum 1955 DPR Konstituante Pengertian Kabinet Dekrit Presiden 5 Juli 1959
KETIDAK STABILAN POLITIK Berlakunya masa demokrasi liberal (1950- 1959), di dalam negeri Indonesia masih menimbulkan beberapa gangguan keamanan, diantaranya gangguan keamanan dari dalam negeri, seperti : Pemberontakan DI / TII di berbagai kota Pemberontakan APRA Pemberontakan RMS Pemberontakan PPRI dan Permesta
Pada masa berlakunya UUDS 1950, Negara Kesatuan RI menganut sistem demokrasi liberal dengan sistem kabinet parlementar. Dalam kabinet parlementar, para mentri bertanggung jawab kepada parlemen. Oleh karena itu, jatuh bangunyakabinet sangat tergantung pada parlemen. Pada masa demokrasi liberal jumlah partai politik ukup banyak.
Sejak tahun 1950 sampai dengan 1959, ketidak stabilan politik juga di tunjukan dengan sering bergantinya kabinet, dalam kurun waktu sekitar 9 tahun telah berganti kabinet sebanyak 7 kali, di antaranya : Kabinet Masa Demokrasi Liberal : 1. Kabinet Natsir (September 1950 – Maret 1951) 2. Kabinet Sukiman (April 1951 – April 1952) 3. Kabinet Wilopo (April 1952 – Juni 1993) 4. Kabinet Ali Sastromidjojo I (Juli 1953 – Juli 1955) 5. Kabinet Burhanudin Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956) dilaksanakan pemilu I 6. Kabinet Ali Sastromidjojo II (Maret 1956 – Maret 1957) 7. Kabinet Karya atau Juanda (April 1957 – Juli 1959)
2. SISTEM MULTI PARTAI Dampak Positif : 1. Menghidupkan suasana demokratis di Indonesia. 2. Mencegah kekuasaan presiden yang terlalu besar, karena wewenang pemerintah di pegang oleh partai yang berkuasa 3. Menempatkan kalangan sipil sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan pemerintahan.
Dampak Negatif : 1.Sejumlah partai cenderung menyuarakan kepentingan kelompok sendiri, bukan banyak rakyat. 2. Ada kecenderungsn persaingan tidak sehat, baik dalam parlemen maupun kabinet yang berupa saling menjatuhkan.
3. PEMILIHAN UMUM Hasil pemilu I memunculkan empat partai terkemuka yang meraih kursi terbanyak di DPR dan kontituante , yaitu : perimbangan perolehan kursi DPR Hasil Pemilu Tahun 1955 tahap I : Masyumi : 60 kursi PNI : 58 kursi PKI : 32 kursi NU : 47 kursi Partai lainya memperebutkan sisa 75 kursi
Perimbangan perolehan kursi kontituante Hasil pemilu tahun 1955 tahp II : PNI : 199 kursi Masyumi : 112 kursi NU : 91 kursi PKI : 80 kursi Partai lainnyamemperebutkan sisa 118 kursi.
Walaupun pemilu I dapat berlangsung dengan aman, lancar dan tertib tetapi keadaan politik dan keamanaan belum stabil,hal ini di sebabkan oleh : Sering terjadi pertentangan antar politik. Partai politik hanya mempertahankan keyakinan partainya. Anggota DPR hasil pemilu belum dapat memenuhi harapan rakyat. Badan kontituante gagal menyusun UUD.
4. KEGAGALAN KONSTITUANTE MENYUSUN UNDANG – UNDANNG DASAR Kemacetan politik dalam kontituante, bagi militer merupakan situasi yang membahayakan kelangsungan bangsa dan negara, maka KSAD Letjen AH Nasution (atas nama pemerintah / PERPU ) mengeluarkan larangan bagi semua kegiatan politik mulai tanggal 3 Junu 1959. larangan itu ditindak launjuti oleh Presiden Soekarno, dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
5. DEKRIT PRESIDEN 5 Juli 1959 Pertimbangan Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 : Anjuran untuk kembali ke UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante. Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian besar anggotanya telah menolak menghadiri sidang. Kemelu6 dalam konstituante membahayakan prsatuan, mengancam keselamatan negara, dan merintangi pembanggunan nasional.
Keputusan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 : Kontituante di bubarkan. UUD 1945 kembali berlaku sebagai UUD Republik Indonesia. Segera membentuk MPRS dan DPAS.
Sisi Positif Dekrit Presiden : 1. Menyelamatkan dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan. 2.Memberikan pedoman yang jelas (UD 1945) bagi kelangsunggan negara. 3. Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara (MPRS) dan lembaga tinggi (DPAS) yang selama masa Demokrasi Liberal tertunda – tunda pembentukanya.
Sisi Negatif Dekrit Presiden 5 Juli 1959 : Memberikan kekuasaan yang besar kepada Presiden baik terhadap MPR maupun lembaga tinggi negara. Memberi peluang bagi kalangan militer untuk terjun dalam bidang politik.
TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA