TB-HIV Reiva Wisdharilla Samuel Raymond Wahyu Permatasari Yohanes Edwin Budiman Stase Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2012
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Epidemiologi dan permasalahan ko-infeksi TB pada HIV Hingga 2005, jumlah ODHA di seluruh dunia sebesar 40,3 juta orang dan yang terinfeksi HIV sebesar 4,9 juta orang. Pada 2008, 64 % dari seluruh kasus HIV terjadi di Afrika dan 15 % terjadi di Asia Tenggara. Di Indonesia (2009) 18442 kasus di 32 Provinsi. Koinfeksi TB-HIV: 24% - 45% kasus TB pada infeksi HIV asimptomatik dan sebanyak 70 % pada pasien dengan AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) Etiologi Human Immunodeficiency Virus (HIV) http://static.ddmcdn.com/gif/aids-hiv-anatomy.gif
Transmisi Transmisi Seksual Transmisi Non Seksual Homoseksual Heteroseksual Transmisi Non Seksual Parenteral Transplasental Faktor Resiko AIDS Heteroseksual/Heterosexual 12717 Homo-Biseksual/Homo-Bisexual 724 Transfusi Darah/Blood Transfusion 48 Transmisi Perinatal/Perinatal Trans. 628 Tak Diketahui/Unknown 772 Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia dikaitkan dengan faktor resiko dilapor s/d Desember 2010 Laporan statistik HIV/AIDS di Indonesia. 2011. http://www.aidsindonesia.or.id
Patogenesis http://www.niaid.nih.gov/SiteCollectionImages/topics/hivaids/hivReplicationCycle.gif
Patofisiologi HIV / AIDS
Manifestasi Klinis Tumor Manifestasi Oportunistik Sarkoma Kaposi Limfoma maligna Manifestasi Oportunistik Paru Pneumonia Pneumocystis (PCP), Cytomegalo Virus (CMV), Mycobacterium Avilum, Mycobacterium Tuberculosis Gastrointestinal ↓ nafsu makan, diare kronis, ↓ berat badan >10% /bulan Manifestasi Neurologis ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati, neuropati perifer.
Skrining dan Pemeriksaan Skrining Semua pasien risiko HIV tinggi ELISA (+) Western Blot CD4+ count Normalnya 500-2000 sel/μL Setelah serokonversi 700 sel/μL AIDS <200 sel/μL
Viral Load (VL) >30.000/μL biasanya manifestasi AIDS Terapi adekuat bisa tidak terdeteksi <20-75 kopi/ μL Kultur virus dan pemeriksaan genotipe menentukan mutasi/resistensi Khusus bayi baru lahir deteksi DNA proviral PA nodus limfa rusak, hiperplasia, sel T multinuklear raksasa (khas pada HIV ensefalopati), mikrogliosis
Pemeriksaan Infeksi Oportunistik PPD (purified protein derivative) pada skin test TB Cytomegalovirus (CMV) dengan tes serologi Sifilis dengan RPR (rapid plasma reagent) Tes amplifikasi cepat untuk infeksi gonokokus dan klamidia Serologi hepatitis A, B, dan C Antibodi anti-toksoplasma Pemeriksaan lain diare, angiomatosis basiler, kandidiasis orofaring, kandidiasis vulvovaginal, pelvic inflammatory disease (PID), klamidia, GO, atau gardnerella, neoplasma servikal, leukoplakia oral (EBV), purpura trombositopenik, neuropati perifer, herpes zoster.
Klasifikasi Hasil Pemeriksaan Kategori A infeksi HIV asimtomatik Kategori B ada gejala terkait HIV: diare, angiomatosis basiler, kandidiasis orofaring, kandidiasis vulvovaginal, pelvic inflammatory disease/PID (klamidia, GO, gardnerella), neoplasma servikal, leukoplakia oral (EBV), purpura trombositopenik, neuropati perifer, herpes zoster. Kategori C infeksi HIV dengan AIDS. Kategori A1, B1, dan C1 CD4 >500/ µL. Kategori A2, B2, dan C2 CD4 200-400/ µL. Kategori A3, B3, dan C3 CD4 <200/ µL.
Mulai Terapi Farmakologi Jika tidak tersedia tes CD4 pemantauan klinis. Jika tersedia tes CD4: Mulai terapi ARV pada semua pasien HIV jika CD4 <350 sel/mm3 tanpa memandang stadium klinis. Terapi ARV semua pasien HIV dengan TB aktif, ibu hamil, dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4.
Target Populasi Stadium Klinis Jumlah Sel CD4 Rekomendasi ODHA dewasa 1 dan 2 >350 sel/mm3 Belum mulai terapi. Monitor klinis + CD4 12 bulan <350 sel/mm3 Mulai terapi 3 dan 4 CD4 berapapun Ko-infeksi TB Apapun Ko-infeksi Hepatitis B kronik aktif Ibu hamil Infeksi oportunistik 4: Leukoensefalopati, Kaposi, CMV, Mikrosporidiosis, Kriptosporidiosis Mulai terapi ARV langsung setelah penegakan diagnosis infeksi 4: TB, PCP, MAC, Kriptokokosis Mulai terapi ARV 2 minggu setelah antibiotik
Obat Antiretroviral Kombinasi NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) → zidovudin, didanosin, zalsitabin, stavudin, lamivudin, emtrisitabin, abakavir. NtRTI (Nucleotide reverse Transcriptase Inhibitor) → Tenofovir disoproksil NNRTI penghambat enzim RT cara berikatan di dekat tempat aktif enzim perubahan konformasi situs aktif. PI (Protease Inhibitor) → sakuinavir, ritonavir, indinavir, nelfinavir, amprenavir, lopinavir, atazanavir. Viral Entry Inhibitor → enfuvirtid
Kombinasi 2 NRTI + 1 PI kuat dan lama menekan replikasi virus. Kombinasi 2 NRTI + 1 NNRTI menekan virus + meningkatkan perbaikan imunologis (+ direkomendasikan di Indonesia). A+B Kolom A Kolom B Nevirapine Zidovudin + Didanosin Nelfinavir Zidovudin + Lamivudin Didanosin + Stavudin Didanosin + Lamivudin
Treatment-Naive Rekomendasi Catatan Dewasa dan Remaja (LINI PERTAMA) AZT/Zidovudin atau TDF/ Tenofovir + 3TC/Lamivudin atau FTC/Emtrisitabin + EFV/Evafirenz atau NVP/Nevirapin Gunakan fixed dose Ibu Hamil AZT + 3TC + EFV atau NVP EFV tidak boleh pada trimester pertama. Koinfeksi HIV/TB AZT atau TDF + 3TC atau FTC + EFV Mulai ARV setelah 6 minggu terapi TB. Koinfeksi HIV/HBV TDF + 3TC atau FTC + EFV atau NVP Pakai 2 terapi ARV dgn aktivitas anti-HBV
Gagal Terapi Kegagalan Kriteria Keterangan Kegagalan klinis a. Terapi ARV telah berjalan selama minimal 6 bulan. b. Kepatuhan pasien: 80%<N<95% c. Ada interaksi obat kadar ARV darah turun d. PPE atau Prurigo timbul kembali e. Penurunan Hb >1g/dL Selalu evaluasi kemungkinan adanya interaksi obat. Kriteria yang harus ada adalah (a), (b), dan (c). Kegagalan imunologis a. Penurunan CD4 kembali seperti sebelum pengobatan ATAU b. Penurunan sebesar 50% dari nilai CD4 tertinggi yang pernah dicapai c. Jumlah CD4 tetap < 100 sel/mm3 setelah satu tahun pengobatan dengan ARV WHO jumlah CD4 bukan prediktor baik dalam menentukan kegagalan Kriteria (a) hanya bisa dipakai jika ada data kriteria (b). Kegagalan virologis a. Pasien telah terapi ARV minimal 6 bulan b. Pemeriksaan VL diulang setelah 4-8 minggu c. VL >5000 kopi/ml VL prediktor kepatuhan minum obat. VL diharapkan undetectable (<50 kopi/ml) dlm 6 bulan.
Lanjutan Tatalaksana Kriteria gagal terapi utama (prioritas) kriteria virologis imunologis klinis Jika terbukti gagal terapi perbaiki kepatuhan masih belum berhasil juga? lanjut ke LINI KEDUA Lini kedua 2 NRTI + boosted-PI (bPI) yang disediakan secara gratis oleh pemerintah TDF/AZT + 3TC + Lopinavir/Ritonavir (LPV/RTV).
HIV and TB – An Interdisciplinary and Multisectoral Approach General Practitioners, Internists, Pulmonologists, Laboratory Experts, Pharmacy, Healthcare System, us.
TB-HIV (Koinfeksi)
TB-HIV Kemungkinan 20-37 kali lipat 400.000 dari 1,7 juta orang yang meninggal dari TB adalah TB-HIV 1,2 juta dari 9,4 juta kasus TB baru adalah TB- HIV Prevalensi TB-HIV berkorelasi dengan prevalensi HIV
Pemeriksaan Pada daerah dengan angka prevalensi infeksi HIV tinggi, pemeriksaan HIV rutin dilakukan untuk semua pasien TB Pada daerah dengan prevalensi HIV rendah, pemeriksaan HIV diindikasikan untuk pasien TB dengan risiko tinggi HIV Di Indonesia, pasien TB yang memerlukan uji HIV : Ada riwayat perilaku risiko tinggi tertular HIV (pekerjaan) Hasil pengobatan OAT tidak memuaskan MDR TB/TB kronik
Gambaran klinis HIV Riwayat faktor risiko Tanda Gejala PMS Penurunan berat badan (>10kg atau >20% berat badan semula) Scar pada herpes zoster Herpes zoster Diare (>1 bulan) Sarkoma Kaposi Pneumonia (rekurens/tidak) Nyeri retrosternal saat menelan (candidiasis esofageal) Candidiasis oral Infeksi bakteri yang parah Sensasi terbakar pada kaki (neuropati sensori perifer) Limfadenopati generalisata simteris TB yang baru ditatalaksana Ulkus genital persisten
Manifestasi Klinis TB pada pasien HIV Infeksi dini (CD4>200/mm3) Infeksi lanjut (CD4<200/mm3) Dahak mikroskopis Sering positif Sering negatif TB ekstraparu Jarang Umum/banyak Mikobakterimia Tidak ada Ada Tuberkulin Positif Negatif Foto toraks Reaktivasi Tb, kavitas di puncak Tipikal primer TB milier/interstisial Adenopati hilus/mediastinum Efusi pleura ADa
Tatalaksana Terapi dengan Anti Retro Viral (ARV) dapat menurunkan laju sampai sebesar 90% pada tingkat individu dan sebesar 60% pada tingkat populasi, selain itu mampu menurunkan rekurensi TB sebesar 50%. Prinsip pengobatan OAT pada TB-HIV pada dasarnya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS, yaitu kombinasi beberapa jenis obat dengan dosis dan waktu yang tepat. Pasien TB-HIV yang tidak mendapatkan respon pengobatan, harus dipikirkan adanya resistensi atau malabsorbsi obat sehingga dosis yang diterima tidak cukup untuk terapi
Strategi WHO Konsep The Three I’s untuk TB/HIV IPT (Isoniazid Preventif Treatment) jika ada indikasi ICF (Intensified Case Finding) untuk menemukan kasus TB aktif IC (Infection Control) untuk mencegah dan pengendalian infeksi TB di tempat pelayanan kesehatan
Obat TB-HIV Pada pemeriksaan HIV penderita TB yang memberikan hasil positif, rekomendasi penggunaan terapi ARV adalah: Mulai terapi ARV sesegera mungkin setelah terapi TB dapat ditoleransi. Secepatnya 2 minggu dan tidak lebih dari 8 minggu, berapapun jumlah CD4. Gunakan EFV sebagai pilihan NNRTI pada pasien yang memulai terapi ARV selama dalam terapi TB. Rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir dan nevirapin. Obat yang dapat digunakan AZT atau TDF + 3TC + EFV. Setelah OAT selesai, EFV dapat diganti dengan NVP.
TUJUAN Rekomendasi tersebut diharapkan dapat menurunkan angka kematian ko-infeksi TB-HIV Potensi menurunkan transmisi bila semua pasien HIV memulai terapi ARV lebih cepat Meningkatkan kualitas hidup Menurunkan kekambuhan TB.
Panduan Pengobatan ARV pada ODHA yang kemudian muncul TB aktif Pilihan Obat Panduan Pengobatan ARV pada waktu TB terdiagnosis Pilihan obat ARV Lini pertama 2NRTI+EFV Teruskan dengan 2 NRTI+EFV 2NRTI+NVP Ganti dengan 2 NRTI+EFV atau tetap teruskan 2 NRTI+NVP. Tripel NRTI dapat digunakan bila EFV dan NVP tidak dapat digunakan. Lini kedua 2 NRTI+PI/r Dianjurkan menggunakan OAT tanpa rifampisin. Jika rifampisin perlu digunakan maka gunakan LPV/r dengan dosis 800 mg/200 mg 2x/hari. Perlu evaluasi fungsi hati ketat
Daftar Pustaka Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006 Djuanda A., Penyakit Kelamin AIDS (Aqcuired Immuno Deficincy Syndrome) Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke-4. Jakarta : Fakultas kedokteran Universitas Indonesia : 2005 Djauzi S, Djoerban Z. Penatalaksanaan HIV/AIDS di pelayanan kesehatan dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2002. Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and related disorders. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hause SL, Jameson JL. editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. The United States of America: McGraw-Hill UNAIDS-WHO. Report on the global HIV/AIDS epidemic 2010: executive summary. Geneva. 2010. Ditjen PP & PL Depkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. 2009
Daftar Pustaka Louisa M, Setiabudy R. Antivirus. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1995. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa dan Remaja. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Konsorsium Upaya Kesehatan Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Tatalaksana HIV/AIDS. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Spector SA, McKinley GF, Lalezari JP, Samo T, Andruczk R, Follansbee S, et al. Oral ganciclovir for the prevention of cytomegalovirus disease in persons with AIDS. Roche Cooperative Oral Ganciclovir Study Group. N Engl J Med. Jun 6 1996;334(23):1491-7. Impact of antiretroviral therapy on tuberculosis incidence among HIV-positive patients in high-income countries. Clin Infect Dis. May 2012;54(9):1364-72.
U. S. Preventive Services Task Force. Screening for HIV U.S. Preventive Services Task Force. Screening for HIV. Available at http://www.uspreventiveservicestaskforce.org/uspstf/uspshivi.htm. Accessed June 16, 2011. [Guideline] Qaseem A, Snow V, Shekelle P, Hopkins R Jr, Owens DK. Screening for HIV in health care settings: a guidance statement from the American College of Physicians and HIV Medicine Association. Ann Intern Med. Jan 20 2009;150(2):125-31. Hull MW, Rollet K, Odueyungbo A, Saeed S, Potter M, Cox J, et al. Factors Associated With Discordance Between Absolute CD4 Cell Count and CD4 Cell Percentage in Patients Coinfected With HIV and Hepatitis C Virus. Clin Infect Dis. Jun 2012;54(12):1798-1805 Panel on Antiretroviral Guidelines for Adults and Adolescents. Guidelines for the use of antiretroviral agents in HIV-1-infected adults and adolescents. Department of Health and Human Services. January 10, 2011; 1-174. Accessed June 16, 2011. Available at http://aidsinfo.nih.gov/contentfiles/ AdultandAdolescentGL.pdf. Hoffmann CJ, Brown TT. Thyroid function abnormalities in HIV-infected patients. Clin Infect Dis. Aug 15 2007;45(4):488-94. Lee PL, Yiannoutsos CT, Ernst T, Chang L, Marra CM, Jarvik JG, et al. A multi-center 1H MRS study of the AIDS dementia complex: validation and preliminary analysis. J Magn Reson Imaging. Jun 2003;17(6):625-33. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Retroviral pada Orang Dewasa. 2011
Thank you.