Kesepakatan antara APEC dengan Indonesia Oleh : Ferina Safitri (115030107111103) Putri Maya Risxi I (115030113111003) Achmad Geovani Awang (115030107111073) Elga Goesman VMH (115030107111098)
Visi APEC adalah untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lain di wilayah Asia Pasifik, menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan secara dramatis meningkatkan ekspor. Kunci untuk mencapai visi APEC adalah apa yang disebut dengan ”Deklarasi Bogor” , yaitu bahwa negara yang sudah pada tingkat industrialisasi (negara – negara maju) akan mencapai sasaran perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka (liberalisasi) paling lambat tahun 2010, dan wilayah yang tingkat ekonominya sedang berkembang paling lambat tahun 2020.
Dari segi organisasi, kelompok bernama APEC ini adalah yang terbesar di dunia. Selain beranggotakan 21 negara, APEC memiliki kekuatan ekstra besar yang tidak dimiliki organisasi serupa di dunia ini dalam konteks perekonomian. Bagi Indonesia, organisasi APEC menjadi momentum bagus untuk memanfaatkan kerjasama ekonomi regional serta memasukkan kepentingan nasional, demi memajukan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Namun, demikian untuk mampu mewujudkan tujuan APEC yang tertuang dalam Deklarasi Bogor tidaklah mudah, melihat dari kondisi ekonomi rakyat Indonesia yang kurang begitu memuaskan.
Selain itu dengan adanya deklarasi tersebut liberalisasi perdagangan mengharuskan ekspor kita diturunkan. Konsekuensinya, barang dari luar negeri mengalir deras di pasaran. Agar hal seperti itu tidak terus – menerus menggerogoti produk lokal, pemerintah harus bergerak cepat dalam meningkatkan dan mendorong usaha/ produk lokal agar tidak terjajah oleh produk asing.
faktor dominan yang mendorong lahirnya APEC Adanya kekhawatiran akan gagalnya perundingan putaran Uruguay yang dapat berakibat meningkatnya proteksionisme dan munculnya kelompok – kelompok perdagangan, seperti Pasar Tunggal Eropa dan Pasar Bebas Amerika Serikat. Perubahan besar di bidang politik dan ekonomi yang sedang terjadi dan berlangsung di Uni Soviet dan Eropa Timur.
Dua faktor inilah yang melatarbelakangi kelahiran APEC, suatu forum kerja sama internasional yang dimaksudkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik, terutama di bidang perdagangan dan investasi. Keanggotaannya bersifat terbuka dan kegiatannya lebih menekankan pada kerja sama di bidang ekonomi. Dengan kata lain, forum ini pada dasarnya ingin membentuk sebuah blok terbuka yang keanggotaannya bersifat suka rela, dengan fokus perhatian pada masalah ekonomi, bukan politik.
Kebijakan Indonesia dalam APEC Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara kerja sama ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC) pada 7-8 Oktober 2013 ini telah menghasilkan tujuh kesepakatan. Hal ini diharapkan bisa diterapkan di tiap-tiap negara anggota APEC. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didampingi 21 pemimpin negara APEC mengatakan bahwa para pemimpin APEC telah menyelesaikan berbagai agenda secara sukses. Dari hasil pertemuan ini, para pemimpin APEC menyepakati beberapa hal strategis.
Pertama, para pemimpin menyepakati untuk memperkuat agenda Bogor Goals Pertama, para pemimpin menyepakati untuk memperkuat agenda Bogor Goals. Untuk itulah, para pemimpin APEC bersepakat untuk memperkuat, mendorong, dan membuka kesempatan bagi seluruh pemangku kepentingan berpartisipasi dalam agenda APEC dan saling memberikan keuntungan bagi semua. Kedua, para pemimpin APEC sepakat meningkatkan intra-APEC untuk infrastruktur, membangun kapasitas, dan memfungsikan perdagangan multilateral. “Referensi terhadap perdagangan multilateral ini adalah pengenalan pada perdagangan di antara anggota APEC yang membawa keuntungan lebih pada ekonomi dan kesuksesan dalam kerja sama multilateral di kawasan,” kata Presiden SBY. Ia menyebutkan, para pemimpin APEC mendorong hal ini dengan membuat kesepakatan perdagangan multilateral yang dapat diangkat dalam pertemuan WTO di Bali pada Desember 2013.
Ketiga, para pemimpin APEC setuju untuk meningkatkan konektivitas institusi dan sumber daya manusia di antara anggota APEC. Untuk itulah, dibuat konektivitas yang menitikberatkan pada investasi dan infrastruktur. Para pemimpin APEC menyampaikan bahwa hal ini akan mengurangi biaya produksi dan transportasi, serta memperkuat bahan baku dan memperkuat iklim usaha di antara anggota APEC. Di waktu yang sama, pembangunan infrastruktur akan menciptakan peluang pekerjaan. Keempat, para pemimpin APEC memastikan pertumbuhan yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan. Para pemimpin APEC bersepakat untuk memfasilitasi dan memperkuat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta perempuan pegusaha dan muda.
Kelima, memperkuat ketahanan pangan Kelima, memperkuat ketahanan pangan. Tujuan dari agenda ini adalah menghadapi tantangan pertumbuhan dan perubahan iklim. "Dengan pertemuan di Bali ini, para pemimpin mulai melihat permasalahan ini secara menyeluruh,” ungkap Presiden. Keenam, para pemimpin APEC bersepakat untuk meningkatkan sinergi dan melengkapi dengan kerja sama multilateral yang lain seperti East Asia Summit dan G-20. Hal ini menjadi sangat penting karena dunia ini dibentuk dengan berbagai arsitek ekonomi yang berbeda.
Ketujuh, kerja sama di dunia usaha antarnegara APEC sangat penting untuk mencapai free and open trade investment. Terkait meningkatkan keikutsertaan Usaha Kecil dan Menengah, kaum muda dan perempuan, Presiden SBY mengatakan bahwa pelaku usaha UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
MAANFAT TERHADAP INDONESIA Keikutsertaan Indonesia menjadi anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) sejak 1989 telah memberikan banyak manfaat bagi Indonesia. Perdagangan Indonesi meningkat tajam. Sebanyak 75 persen tujuan ekspor dan perdagangan Indonesia adalah ke anggota APEC. Pada 1989 hasil ekspor Indonesia 29,9 miliar Dolar Amerika Serikat (AS). Sementara pada 2011 mencapai 289 milyar Dolar AS. Selain itu dalam tiga tahun terakhir Gross Domestic Product (GDP) Indonesia meningkat dari 0,2 triliun Dolar AS, 0,3 triliun Dolar AS, dan tahun lalu mencapai 1,1 triliun Dolar AS.
Secara regulasi, tentunya kesepakatan anggota APEC mebuka gerbang perdagangan bebas adalah peluang yang sangat baik untuk Indonesia karena jelas kita akan lebih mudah melakukan proses ekspor dan impor. Tetapi jika kita mengaca pada kondisi objektif negara hari ini, tentunya kesepakatan yang APEC hasilkan tidak menguntungkan untuk Indonesia karena secara Politik, Ekonomi, dan Budaya kita belum siap 100%. Sengketa politik, keterpurukan ekonomi, dan rusaknya nilai budaya yang kita miliki membuat semua kesepakatan APEC menjadi boomerang bagi negara kita. Contohnya adalah, seperti yang kita ketahui bersama hampir barang – barang yang beredar di Indonesia kebanyakan adalah barang – barang produksi China sehingga membuat barang – barang buatan dalam negeri kita kalah bersaing dengan barang – barang yang masuk dari China. Contoh lainya adalah, ketergantungan kita terhadap impor bahan – bahan kebutuhan seperti buah – buahan yang sebenarnya bisa kita hasilkan sendiri.
Pertemuan berskala besar seperti APEC yang dilakukan di Bali pada tanggal 7-8 Oktober 2013 seperti biasanya hanya menghasilkan kesimpulan-kesimpulan sangat umum, yang tidak mengikat (non-binding). Lagi pula kesimpulan itu biasanya lebih banyak menyangkut percepatan liberalisasi ekonomi dan perdagangan dunia yang menghendaki dihapuskannya berbagai barriers (dalam bentuk tarif dan nontarif). Ketentuan ini lebih banyak menguntungkan negara-negara maju, karena mereka lebih siap untuk memasarkan produk dan jasanya di negara-negara berkembang.
Sementara itu, mayoritas negara berkembang lebih memerlukan sistim perdagangan yag adil (fair) ketimbang hanya sekedar bebas (free). Oleh karenanya negara-negara berkembang, kecuali untuk barang-barang yang mereka unggul, lebih menginginkan liberalisasi bertahap, ada ruang dan waktu untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing mereka. Berbeda dengan Brazil, Argentina dan India, Indonesia dikenal lebih menyuarakan kepentingan negara-negara maju ketimbang memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang.
Berbagai komitmen itu akan mendorong pemerintah Indonesia membuka pasar bebas seluas-luasnya yang diwujudkan dengan penghapusan tarif, menghapuskan berbagai subsidi domestik dan semua bentuk perlindungan ekonomi domestik. Akibatnya Indonesia semakin menjadi pasar bagi produk impor dari negara-negara anggota APEC, khususnya negara-negara maju yang telah lebih siap. Lebih jauh lagi komitmen-komitmen yang disepakati dalam APEC akan dijadikan sebagai dasar pembuatan perjanjian yang lebih mengikat dalam rezim perdagangan multilateral pada pertemuan tingkat Menteri WTO, Desember mendatang.