KETUA PW. AMAN SULAWESI TENGAH TANTANGAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT DALAM PENGEL0LAAN HUTAN LESTARI PW RIZAL MAHFUD KETUA PW. AMAN SULAWESI TENGAH
Devenisi Kerja Masyarakat Adat (Kongres I AMAN tahun 1999) “Masyarakat Adat adalah : Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya, yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya” Devenisi Kerja Masyarakat Adat (Kongres I AMAN tahun 1999)
EMPAT WARISAN (ASAL USUL) LELUHUR SEBAGAI UNSUR PEMBEDA MASYARAKAT ADAT DARI MASYARAKAT YANG LAIN Kelompok Orang dengan Identitas Budaya yang Sama : bahasa, spritualitas, nilai-nilai, sikap dan perilaku yang membedakan kelompok sosial yang satu dengan yang lain. Sistem Nilai dan Pengetahuan : (kearifan) tradisional bukan semata-mata untuk dilestarikan, tetapi juga untuk diperkaya/dikembangkan sesuai kebutuhan hidup berkelanjutan. Wilayah Hidup : tanah, hutan, laut dan SDA lainnya bukan semata-mata barang produksi (ekonomi), tetapi juga menyangkut sistem religi dan sosial-budaya. Aturan-Aturan dan Tata Kepengurusan Hidup Bersama Sosial (Hukum Adat dan Lembaga Adat) : untuk mengatur dan mengurus diri sendiri sebagai suatu kelompok sosial, budaya, ekonomi dan politik
MASYARAKAT ADAT DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Pada Pasal 18B ayat (2) berbunyi: ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang” Selanjutnya pada pasal 28I ayat (3) dikatakan, ”Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”
Praktek-praktek kearifan lokal masyarakat adat dalam pengelolaan hutan lestari Memiliki motivasi yang kuat untuk melindungi SDA dan LH dibanding masyarakat lainnya, karena terkait langsung dengan keberlanjutan kehidupan masyarakat adat. Memiliki Pengetahuan adat (tradisional) untuk melestarikan dan memanfaatkan Sumber Daya Alam secara berkelanjutan di wilayah adatnya. Memiliki hukum adat agraria/SDA untuk ditegaskan Memiliki kelembagaan adat untuk mengurus dan mengatur interaksi harmonis antara mereka dengan alam sekitarnya. Memiliki konsep penguasaan lahan/wilayah adat menjaga keseimbangan yang dinamis antara hak individual sebagai warga dan hak kolektif dan komunal sebagai satu komunitas adat otonom/berdaulat. 5
Praktek Adaptasi dan Mitigasi Masyarakat Adat Menanam tanaman yang tahan terhadap cuaca. Mimiliki sistem perairan dan panen secara tradisional Memiliki sistem pertanian dan kehutanan secara tradisional. 6
Tata Kelola Hutan Masyarakat Adat Wana ngkiki (Hutan Primer) adalah: Hutan perawan yang sudah ditumbuhi lumut dan belum dikelola oleh masyarakat adat, di Wana ngkiki terdapat sumber air bersih, angin yang segar, tumbuhan langkah dan tidak bisa dijangkau masyarakat. Tempat ini tidak diperkenankan untuk dijadikan kebun atau pemukiman masyarakat dan status kepemilikan Wana ngkiki adalah Komunal. Wana, hutan produksi yang banyak di tumbuhi pohon besar, tempat berburu masyarakat, terdapat pohon damar, tumbuhan obat tradisional, tempat ini sama dengan Wana ngkiki tidak diperkenan dijadikan kebun atau pemukiman masyarakat dan status kepemilikan Wana adalah Komunal. Pangale adalah hutan sekunder yang dibuka atas izin adat diatas 25 hutan yang lalu, Pangale bekas kebun yang didalamnya masih banyak terdapat pohon besar dan menjadi hutan kembali, status kepemilikan Pangale adalah Individu/Keluarga.
Oma adalah hutan sekunder yang dibuka atas izin adat sekitar 15 tahun yang lalu, Oma merupakan bekas kebun yang di miliki secara turun temurun terdapat pohon besar tapi jarang dan apabila ada yang ingin mengelolanya, harus pamit dulu kepada pemilik atau ahli waris. Oma nguku adalah bekas kebun yang tidak dikelolah lagi, dan suda ditinggalkan dan ditumbuhi semak belukar. Balingkea, lokasi pemanfaatan atau lokasi kebun yang ditinggalkan masyarakat dan dapat diolah kembali. Pampa, kebun palawija, buah-buahan, kopi, coklat, cengkeh Taolo, wilayah kemiringan yang oleh adat dilarang untuk dikelola Kadaha, daerah yang di keramatkan oleh masyarakat adat
Kendala/Tantangan yang dihadapi Masyarakat Adat untuk berperan besar dalam Mitigasi Perubahan Iklim Pembangunan nasional yang ditopang berbagai peraturan-perundangan dan kelembagaan sektoral yang melemahkan kinerja sistem adat Pemaksaan “Hak Menguasai Negara” (HMN) atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam telah merampas (mengambil-alih secara sepihak) hak-hak komunal/kolektif Masyarakat Adat atas tanah dan SDA di wilayah-wilayah adat. Pemaksaan model pemerintah desa yang seragam, militerisasi wilayah-wilayah adat yang melemahkan kepengurusan dan hukum adat.
KOMPLEKSITAS MASALAH DALAM IMPLEMENTASI KEARIFAN LOKAL Issu Nasional Pembangunan ekonomi masih sangat bergantung pada eksploitasi SDA Overlapping Kebijakan (UU/Peraturan : UU Perkebunan, UU Pertambangan, UU Pertanahan, UU Kehutanan, UU Investasi Asing, RPP Hutan Adat, Permenhut REDD+, PP Tambang di Hutan Lindung) Konflik kepentingan antar Departemen antar pemerintah pusat & daerah Belum ada pengakuan resmi dari Pemerintah Indonesia mengenai hak-hak Masyarakat Adat
KOMPLEKSITAS MASALAH DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN Bagaimana memastikan Free Prior Inform Consent (FPIC) = Persetujuan dengan Informasi awal tanpa paksaan (PADIATAPA) Territori Masyarakat Adat VS batas administrasi negara Siapa sebenarnya yang akan mendapat keuntungan ? dari siapa ? dalam bentuk apa ? Bagaimana pengelolaannya ? Siapa yang akan mengelola ? Siapa yang akan memiliki kewenangan dan tanggung jawab ? Bagaimana memastikan hak kepemilikan Masyarakat Adat atas hutan, hak atas akses terhadap hasil hutan ? Memastikan Masyarakat Adat tidak akan diusir dari wilayahnya ? Bagaimana memastikan tidak akan terjadi konflik di tengah Masyarakat ? Siapa yang akan bernegosiasi dengan komunitas ? Pemerintah ? Pihak ketiga ?
Desakan yang sering disuarakan oleh Masyarakat Adat Amandemen UU 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi untuk : Mengembalikan hutan adat kepada masyarakat adat yang mewarisinya dari leluhur Memisahkan fungsi hutan dengan status penguasaan Perbaikan terhadap kebijakan desentralisasi dengan mengembalikan kekuasaan dan wewenang yang besar pada pemerintahan tingkat komunitas adat (indigenous autonomy): Pemerintahan “Desa adat” harus memiliki otonomi dalam pengurusan sumberdaya alam di wilayah adatnya.
Terima Kasih