Desy Putma H.(M ) Gunawan Prabowo(M ) Luk Luk Alfiana(M ) Nur Indah(M ) Tatik Dwi Lestari(M ) Anggota kelompok 5 :
Bagaimana kita memilih nilai yang sesuai untuk p, d dan q untuk deret runtun waktu yang diberikan? Bagaimana kita mengestimasi parameter dari model ARIMA(p, d, q) ? Bagaimana kita mengecek kesesuaian model yang terpilih? Subyek :
memutuskan nilai p, d dan q. mengestimasi parameter- parameter , dan 2 dalam model Cek kesesuaian memilih model yang lain mengestimasi parameter-parameter model yang baru mengeceknya kesesuaiannya Jika model tidak sesuai ???
SIFAT-SIFAT FUNGSI AUTOKORELASI SAMPEL Estimasi fungsi autokorelasi, untuk deret observasi, Z 1, Z 2,..., Zn, yaitu: r k adalah fungsi autokorelasi sampel yang merupakan penaksir dari ρ k Penaksir yang baik : 1. tak bias 2. variansi minimum 3. konstan
Diperlukan sampel yang cukup besar Misal : Diperlukan sampel yang cukup besar Misal : Mean nol, dan variansi berhingga Asumsi
Untuk sembarang nilai m, distribusi bersama: Distribusi bersama normal mean nol, variansi c ii, dan covariances c ij, Untuk n besar mendekati dist.normal mean: variansi: c kk /n Untuk n besar mendekati dist.normal mean: variansi: c kk /n jadi., penaksir tak bias
Note: Variansi berbanding terbalik dengan ukuran sampel. Tetapi, korelasinya akan konstan untuk n besar. Berarti,
{Zt} ~ white noise, maka var (rk)≈1/n Ingat ! Jadi, {Zt} ~ white noise, maka var (rk)≈1/n Ingat ! Jadi, B EBERAPA KASUS KHUSUS {Zt} ~AR(1) ρ k = Ø k untuk k=0,1,2,… Ø= ±1 var (r 1 ) ≈ 1/n Untuk n cukup besar maka var (r 1 )= 0 r 1 ρ 1 (r 1 penaksir yang cukup baik untuk ρ 1 ) untuk lag-lag yang lebih besar Ø 2k 0, Untuk Ø ± 1, maka var (r k ) ∞
Untuk AR(1) 0<i≤j
TAKSIRAN STANDAR DEVIASI DAN KORELASI DARI AUTOKORELASI SAMPEL UNTUK BERBAGAI NILAI - NILAI Φ. M ODEL AR (1)
U NTUK M ODEL MA(1) terlihat dari tabel bahwa autocorrelations sampel sangat berkorelasi dan standar deviasi dari rk untuk k> 1 lebih besar dari pada untuk k = 1. T AKSIRAN STANDAR DEVIASI DAN KORELASI DARI AUTOKORELASI SAMPEL UNTUK BERBAGAI NILAI - NILAI Θ. MODEL MA (1)
Model MA(q)
Untuk itu dilakukan uji hipotesis H0: ρ k =0 H1: ρ k ≠0 Jika ada satu set data, rk dapat dihitung, kemudian akan dilihat untuk lag ke berapa rk dapat dianggap nol. Uji hipotesis: Gunakan untuk menguji hipotesis tersebut: Kapan kita mengatakan rk=0? Jika Zt dapat dimodelkan MA(q) maka: (i) ρ k = 0 (ii) Jika Ho benar ( ) maka
MA(q) ρ k =0, untuk k>q Maka r k merupakan indikator yang baik dari order proses. AR(p) ρ k ≠0, setelah sejumlah lag, maka fungsi autokorelasi tidak dapat digunakan untuk menentukan orde(p). FUNGSI AUTOKORELASI PARSIAL ( PACF )
Zt normal Bagaimana jika Zt tidak berdist. Normal?
Jika Zt tidak berdist. Normal maka fungsi autokorelasi parsial pada lag k dapat ditentukan menggunakan korelasi antara kesalahan prediksi
Telah diket bahwa Untuk menetukan Korelasi residu (PACF antara ) dan
PACF MA(q) mirip dengan ACF AR(q) Bagaimana menentukan fungsi autokorelasi dari AR(q)? Bentuk umum dari PACF proses stasioner adalah:
6.3 FUNGSI AUTOKORELASI PARSIAL SAMPLE
RUNTUN YANG DISIMULASI Untuk mengilustrasikan teori bagian 6.1 dan 6.2, kita akan menganggap sampel fungsi autokorelasi dan sampel fungsi autokorelasi parsial dari beberapa runtun waktu yang disimulasi.
EXHIBIT 6.1 sampel fungsi autokorelasi (ACF) untuk white noise dgn n=121 Dari gambar tersebut maka jelas bahwa korelasi(rk) dari 21 sampel diatas terletak diantara dan Dari pers. 6.3 dapat dihitung standar deviasi dari r k yaitu 1/√n=1/ √121 =0.09 Sehingga interval konvidensi 95% dari rk adalah ±0.18
EXHIBIT 6.2 sampel fungsi autokorelasi parsial (PACF) untuk white noise dengan n=121 Karena white noise dapat dianggap sbg AR(p) dgn p=0 (Quenouille’s (1949) ) maka dapat digunakan untuk menduga signifikansi dari estimasi. Disini tidak ada lagi dari 21 nilai PACF yang melampaui batas.
EXHIBIT 6.3 sampel fungsi autokorelasi untuk runtun AR(1) dengan ∅ =0.9 dan disimulasi n sebanyak 59 Nilai yg diestimasi ρ k = Ø k untuk k=0,1,2,… maka ρ 1 =0.9 dan ρ 2 =0.81. dari table 6.1 standar deviasi r 1 kira-kira, dan r 2 Pada umumnya, plot menunjukkan kecenderungan eksponensial kemudian menghilang dengan meningkatnya lag.
EXHIBIT 6.4 sampel fungsi autokorelasi parsial untuk runtun AR(1) dengan ∅ =0.9 dan n=59 Interval kon vidensi 95% sebesar ±2/√n= ±2/√59=0.26
EXHIBIT 6.5 sampel fungsi autokorelasi untuk runtun AR(1) dengan ∅ =0.4 dan n=119 ρ k = Ø k Maka ρ 1 =0.4 dan ρ 2 =0.16 Yang telah diestimasi dengan r 1 =0.409 dan r 2 =0.198
EXHIBIT 6.6 sampel fungsi autokorelasi parsial untuk runtun AR(1) dengan ∅ =0.4 dan n=119 Interval kon vidensi 95% sebesar ±2/√n= ±2/√119=0.183 Terdapat satu nilai autokorelasi parsial yang tidak signifikan yaitu lag pertama
EXHIBIT 6.7 sampel fungsi autokorelasi (ACF)untuk runtun AR(1) dengan ∅ =-0.7 dan n=119 Dari gambar terlihat adanya osilasi (variasi periodik terhadap waktu) dalam ACF ketika nilai ∅ =-0.7
EXHIBIT 6.8 sampel fungsi autokorelasi parsial (PACF) untuk runtun AR(1) dengan ∅ =-0.7 dan n=119
EXHIBIT 6.9 sampel fungsi autokorelasi untuk runtun AR(2) dengan ∅ 1 =1.5 dan ∅ 2 =-0.75 dan n=119 Menunjukkan adanya damped sine wave (lembah gelombang sinus) dengan 12 periode dan damping factor= dan mengosilasi dengan periode kira-kira 11 atau 12
EXHIBIT 6.10 sampel fungsi autokorelasi parsial untuk runtuk AR(2) dengan ∅ 1 =1.5 dan ∅ 2 =-0.75 dan n=119 Interval konvidensi 95% adalah sebesar
EXHIBIT 6.11 sampel fungsi autokorelasi untuk runtun MA(1) dengan θ=0.9 denga n=120 dari table 6.2 standar deviasi dari r 1 kira-kira konfidensi 95% dari r 1 sebesar r 1 = Untuk lag lebih besar dari 1, table 6.2 memberikan standar deviasi dari r k yaitu Dan interval konvidensinya sebesar
EXHIBIT 6.12 sampel fungsi autokorelasi parsial untuk runtun MA(1) dengan θ=0.9 dengan n=120
EXHIBIT 6.13 sampel fungsi autokorelasi untuk runtuk ARMA(1.1) dengan ∅ =0.8 dan θ=0.4 dengan n=99
EXHIBIT 6.14 sampel fungsi autokorelasi parsial untuk runtuk ARMA(1.1) dengan ∅ =0.8 dan θ=0.4 dengan n=99
NONSTATIONARY model ARMA Time series plot ACF
tidak jelas apakah ACF mengestimasi untuk proses nonstasioner Misalnya: Menggunakan hasil deviasi yang di lag kan dari mean dari pembilang dan penyebut mengasumsikan variansi yang konstan Misalnya: Menggunakan hasil deviasi yang di lag kan dari mean dari pembilang dan penyebut mengasumsikan variansi yang konstan Definisi fungsi autokorelasi secara implisit mengasumsikan stasioneritas Namun demikian,untuk series nonstasioner, ACF biasanya menghilang dengan cepat. Nilai r k tidak harus terlalu tinggi bahkan untuk lag yang rendah,tetapi harus sering muncul.
Exhibit 6.15 memberikan sampel ACF untuk IMA(1,1 dengan =0.4
6.15 Fungsi Autokorelasi sampel untuk runtun IMA(1,1) yang di difference satu kali dengan =0.4
Kemudian dibuat plot time series Zt untuk memeriksa stasioneritas
Jika differencing pertama dan sampel ACF nya belum sesuai stasioneritas model ARMA, maka didiferencing lagi kemudian menghitung kembali ACF sampai sesuai dengan proses stasioner ARMA. Selain menggunakan differensing juga bisa menggunakan transformasi logaritma atau bisa juga menggunakan transformasi pangkat agar dapat mencapai stasioner.
Dari latihan 2.6 pada chapter 1 kita mengetahui difference dari proses stasioner juga stasioner. Dan difference dari proses tidak stasioner bisa menghasilkan proses stasioner. Namun, differensing yang berlebihan cenderung menghasilkan korelasi yang besar dalam model dan mungkin membuat model yang relatif sederhana menjadi kompleks. Dengan contoh, andaikan series observasi random walk maka: Jika didifferencing sekali maka peroleh Yang merupakan model MA(1) dengan = 1. W t = Z t – Z t-1 = a t W t = a t – a t-1 OVERDIFFERENCING Z t = a t – a t-1
SPESIFIKASI DARI BEBERAPA RUNTUN WAKTU AKTUAL Misalkan sekarang spesifikasi model untuk beberapa runtun waktu aktual. Kembali pada tingkat pengangguran kuartalan pada bab 1. Runtun waktu diplot dalam Exhibit 1.1. Plot menunjukkan perubahan atas waktu dan kita mengharapkan korelasi positif pada lag rendah. Hal ini dalam ACF sampel yang diberikan dalam Exhibit 6.17 yang menyarankan pendekatan model AR(2). Dalam hal ini n=121 dan 2/ n = 0,18 sehingga tidak ada nilai PACF yang berbeda secara signifikan dengan nol untuk lag melampaui 2. Dengan korelasi kuat pada lag 1, kita akan memutuskan juga untuk menganggap model non stasioner dengan d=1 tetapi AR(2) nampak menjadi pilihan pertama kita. Misalkan sekarang spesifikasi model untuk beberapa runtun waktu aktual. Kembali pada data tingkat pengangguran kuartalan pada bab 1. Runtun waktu diplot dalam Exhibit 1.1. Plot menunjukkan perubahan atas waktu dan kita mengharapkan korelasi positif pada lag rendah.
Time series plot untuk data tingkat pengangguran kuartalan
ACF dari data tingkat pengangguran kuartalan Exhibit 6.17 Terdapat penurunan secara exponensial dari plot ACF diatas
PACF dari data tingkat pengangguran kuartalan tidak ada nilai PACF yang berbeda secara signifikan dengan nol untuk lag melampaui 2. Jadi berdasarkan ACF dan PACF dapat disimpulkan bahwa modelnya adalah AR(2)
Time series plot untuk data AA railroad bond yield Plot time series dalam Exhibit 5.2 secara kuat menunjukkan model tidak stasioner.
ACF dari data AA Railroad Exhibit 6.19
Exhibit 6.20 menunjukkan ACF dari diferensing pertama
Exhibit 6.21 menunjukkan PACF dari diferensing pertama Exhibit 6.20 dan Exhibit 6.21 menunjukkan ACF dan PACF dari diferensi pertama dari mirip model AR(1). Hal itu berarti model yang dispesifikasi untuk deret runtun waktu aslinya adalah ARI(1,1).
METODE SPESIFIKASI YANG LAIN Sejumlah pendekatan yang lain untuk spesifikasi model telah diinvestigasi oleh Box dan Jenkins. Salah satunya yang diteliti oleh Akaike dengan mengusulkan AIC (Akaike Information Criteria). Di sini kita menyeleksi model yang meminimalkan AIC = - 2 log(maximum likelihood) + 2 k dengan k adalah total banyak parameter AR dan MA dalam model.