AANWIJZING
Arti Anwijzing dlm bhs Belanda penugasan indikasi Petunjuk Dalam bhs indonesia diartikan sebagai penjelasan
Pemberian Penjelasan atau yang lebih dikenal dengan aanwijzing merupakan salah satu tahap dalam sebuah tender dalam memberikan penjelasan mengenai pasal-pasal dalam RKS (Rencana Kerja dan Syarat-Syarat), Gambar Tender, RAB dan TOR (Term of Reference).
Tahap Aanwijzing ini merupakan sebuah media tanya jawab antara calon kontraktor dengan pemberi tugas/pemilik proyek, konsultan perencana, konsultan QS dan konsultan MK mengenai kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan dan spesifikasi yang digunakan dan dijadikan sebagai acuan dalam membuat penawaran.
Dalam pemberian penjelasan, harus dijelaskan kepada peserta tender mengenai: lingkup pekerjan; metoda pemilihan; cara penyampaian Dokumen Penawaran; kelengkapan yang harus dilampirkan bersama Dokumen Penawaran; jadwal batas akhir pemasukan Dokumen Penawaran dan pembukaan Dokumen Penawaran; tata cara pembukaan Dokumen Penawaran; metoda evaluasi; hal-hal yang menggugurkan penawaran; jenis kontrak yang akan digunakan; ketentuan dan cara evaluasi berkenaan dengan preferensi harga atas penggunaan produksi dalam negeri (apabila diperlukan); ketentuan tentang penyesuaian harga; ketentuan dan cara sub kontrak sebagian pekerjaan; besaran, masa berlaku dan penjamin yang dapat mengeluarkan jaminan; ketentuan tentang asuransi dan ketentuan lain yang dipersyaratkan.
Ketidakhadiran peserta tender pada saat pemberian penjelasan tidak dapat dijadikan dasar untuk menolak/ menggugurkan penawaran. Apabila pada saat pemberian penjelasan terdapat perubahan rancangan Kontrak dan/atau spesifikasi teknis dan/atau gambar dan/atau nilai total harga pekerjaan, harus mendapat persetujuan pemberi tugas/pemilik proyek sebelum dituangkan dalam Adendum Dokumen Pengadaan dan perubahan tersebut dicatat dalam Berita Acara Aanwijzing.
Oleh: Parfi Khadiyanto Dosen FT UNDIP Semarang Aanwijzing adalah penjelasan awal sebelum pekerjaan atau tender yang dilakukan. Dalam bahasa Inggris biasa dikenal dengan istilah “TOR” = Term of Reference. Ada juga yang mengartikan bahwa, aanwijzing merupakan tahap dari sebuah tender dalam memberikan penjelasan mengenai pasal - pasal yang terdapat dalam RKS (Rencana Kerja dan Syarat-Syarat) dan TOR (Term of Reference). Kemudian juga ada yang mengartikan bahwa, aanwijzing merupakan sebuah media tanya jawab antara vendor dengan konsultan perencana mengenai kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan, spesifikasi yang digunakan untuk dijadikan sebagai acuan dalam membuat penawaran.
Aanwijzing ini menjadi menarik untuk dibahas, sebab fenomena yang terjadi saat ini dalam kegiatan jasa konstruksi telah terjadi penawaran harga dengan nilai yang sangat rendah, berebut untuk menawar rendah agar menang tender, sehingga muncul istilah “dlosor-dlosoran” dengan harga yang kadang dirasa tidak masuk akal. Tetapi sesuai dengan aturan, rekanan yang harganya “ndlosor” ini harus masuk pertimbangan untuk dimenangkan, sebab dalam KEPPRES 80/2003 (yang kemudian diperbarui dengan PERPRES 70/2012) dinyatakan dengan tegas bahwa pemenang tender adalah dari penawaran dengan harga terendah yang responsif. Pemahaman responsif ini sangat subyektif dan kondisional, banyak panitia lelang yang berfikir bahwa daripada menggugurkan penawaran dengan harga terendah tetapi di kemudian hari ada masalah dengan pemeriksa (auditor), sebab patokan responsif itu tergantung dari siapa yang menilai, bisa menjadi debat yang panjang, sehingga penetapan responsif atau tidak knya sebuah harga penawaran kadang membuat keraguan bagi panitia yang belum pengalaman.
Alasan menawar rendah : Pertama :Ingin menang apapun konsekuensinya/resikonya Kedua : Ingin Balas Budi
Yang ketiga, ini yang mengkhawatirkan, yaitu menawar dengan harga rendah karena tidak memahami lingkup pekerjaan secara detail/teliti. Seseorang yang merasa sudah terbiasa melakukan sesuatu cenderung untuk kurang teliti pada pekerjaan berikutnya yang dirasa mirip atau sama dengan pekerjaan yang pernah dia lakukan. Padahal setiap kegiatan pembangunan jasa konstruksi pasti memiliki spesifikasi khusus yang satu dengan lainnya belum tentu sama, hal itu terjadi karena lokasi masing-masing pekerjaan juga berbeda. Itulah pentingnya sebuah aanwijzing.
Seorang perencana pastilah sudah berfikir secara rinci tentang apa saja yang menjadi lingkup pekerjaan suatu kegiatan pembangunan, akan tetapi serinci apapun, interpretasi dari masing-masing individu dalam menterjemahkan produk perencanaan pastilah ada bedanya walaupun hanya sedikit. Dalam proses tender, sesuatu yang sedikit berbeda ini punya nilai uang yang sangat berpengaruh terhadap keseluruhan harga penawaran. Dalam aanwijzing, para kontraktor bisa menanyakan segala sesuatunya pada saat dilaksanakan aanwijzing, sehingga punya kesamaan persepsi dengan perencana dan panitia dalam menangani pekerjaan yang akan ditawar. Sayangnya, dalam KEPPRES 80/2003 kewajiban keikutsertaan dalam aanwijzing adalah tidak mutlak, yang tidak ikut aanwijzing masih dibolehkan untuk menawar pekerjaan jasa konstruksi.
Sebenarnya ada beda yang nyata antara pengadaan barang dan jasa, kalau pengadaan barang, yang kita nilai adalah barangnya, sesuatu yang sudah ada contohnya, misalnya pengadaan mobil, tanpa ikut aanwijzing kita semua sudah tahu bahwa mobil itu demikian bentuk dan ukurannya. Tetapi kalau pengadaan jasa konstruksi, barangnya masih diangan-angan, masih berupa design, barang imajiner yang masih ada dibenak perencana, para kontraktor berlomba untuk melakukan penawaran dalam rangka mewujudkan barang tersebut dengan harga tertentu. Sehingga alangkah sulitnya bagi para penawar kalau tidak mengikuti aanwijzing (baca: penjelasan) yang dilakukan oleh perencana dan panitia. Dengan munculnya aturan bahwa mengikuti aanwijzing tidaklah wajib, maka terjadilah harga penawaran yang “ndlosor” itu tadi. Mereka menawar rendah karena kurang faham atau beda persepsi akan lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan.
Maka menurut penulis, untuk pekerjaan jasa konstruksi, mengikuti aanwijzing adalah wajib. Saat ini sudah mulai dilaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa secara elektronik, hal ini sangat baik dan banyak manfaatnya, sebab yang berlokasi jauh dari proyek dapat mengikuti tender, sehingga keadilan dalam memberikan kesempatan kepada sebanyak-banyaknya penawar dapat terlaksana. Akan tetapi meskipun pendaftaran dan pemasukan penawaran menggunakan system elektronik, alangkah baik nya kalau aturan aanwijzing untuk pekerjaan jasa konstruksi harus tetap dilaksanakan secara tatap muka, bayangkan, mungkinkah penjelasan lapangan dilakukan secara elektronik? Lagi pula hakekat aanwijzing adalah penjelasan pekerjaan, jadi pihak perencana dan panitia-lah yang proaktif menjelaskan lingkup pekerjaan, bukan sebaliknya hanya menunggu pertanyaan dari para penawar.
Mudah-mudahan untuk aturan ke depan ada pembedaan nyata dalam proses pengadaan barang dengan pengadaan jasa, mengikuti aanwijzing bagi kegiatan pengadaan jasa konstruksi hukumnya adalah wajib. Dengan begitu tidak akan ada lagi harga “ndlosor” karena salah interpretasi, yang ujung-ujungnya berdampak pada kerugian keuangan Negara.