UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 KEKUASAAN KEHAKIMAN
SEJARAH: UU Nomor 13 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan UU Nomor 14 Tahun 1970 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya, dan oleh Sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; b. bahwa perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sehingga Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 perlu dilakukan penyesuaian dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman;
KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM UUD 45 Pasal 24 UUD 1945: Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. (=Pasal 1 UU 4 Tahun 2004) UUD 1945 BAB IX KEKUASAAN KEHAKIMAN Pasal 24 (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. ***) (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. ***) (3) Badanbadan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undangundang.****) UU 4 TAHUN 2004 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Kekuasan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
PENYELENGGARAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN Mahkamah Agung Badan peradilan di bawahnya: peradilan umum peradilan agama peradilan militer peradilan tata usaha negara Mahkamah Konstitusi Pasal 2 Penyelenggaraan kekuasan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. BAB II BADAN PERADILAN DAN ASASNYA Pasal 10 (1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (2) Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Pasal 11 (1) Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2). (2) Mahkamah Agung mempunyai kewenangan: a. mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh semua pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah agung; b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan c. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang. (3) Pernyataan tidak berlaku peraturan perundang-undangan sebagai hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diambil baik dalam pemeriksaan tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung kepada Mahkamah Agung. (4) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan ketentuan undangundang. Pasal 12 (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. memutus pembuabaran partai politik; dan d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
MAHKAMAH AGUNG Merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan Kewenangan: mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh semua pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah agung; menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang. Pasal 11 (1) Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2). (2) Mahkamah Agung mempunyai kewenangan: a. mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh semua pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah agung; b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan c. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang. (3) Pernyataan tidak berlaku peraturan perundang-undangan sebagai hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diambil baik dalam pemeriksaan tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung kepada Mahkamah Agung. (4) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan ketentuan undangundang.
Pernyataan tidak berlaku peraturan perundang-undangan sebagai hasil pengujian dapat diambil baik dalam pemeriksaan tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan ketentuan undangundang.
MAHKAMAH KONSTITUSI Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pasal 12 (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. memutus pembuabaran partai politik; dan d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Mahkamah Konstitusi memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum: penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Peradilan tata usaha negara 4 LINGKUNGAN PERADILAN Peradilan umum Peradilan agama Peradilan militer Peradilan tata usaha negara Konsekuensi dari UU Kekuasaan Kehakiman adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebelumnya, pembinaan badan-badan peradilan berada di bawah eksekutif (Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen Agama, Departemen Keuangan) dan TNI, namun saat ini seluruh badan peradilan berada di bawah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Berikut adalah peralihan badan peradilan ke Mahkamah Agung: Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, terhitung sejak tanggal 31 Maret 2004 dialihkan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Agung Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama, Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Propinsi, dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung Organisasi, administrasi, dan finansial pada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Utama, terhitung sejak tanggal 1 September 2004 dialihkan dari TNI ke Mahkamah Agung. Akibat perlaihan ini, seluruh prajurit TNI dan PNS yang bertugas pada pengadilan dalam lingkup peradilan militer akan beralih menjadi personel organik Mahkamah Agung, meski pembinaan keprajuritan bagi personel militer tetap dilaksanakan oleh Mabes TNI. Peralihan tersebut termasuk peralihan status pembinaan kepegawaian, aset, keuangan, arsip/dokumen, dan anggaran menjadi berada di bawah Mahkamah Agung. Pasal 21 (1) Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain. (2) Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain. Pasal 22 Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang Pasal 23 (1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undangundang. (2) Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.
PERADILAN UMUM UU NO. 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UU NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
PENGERTIAN Peradilan umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Pasal 2 UU 8 Tahun 2004
PELAKSANA KEKUASAAN KEHAKIMAN PERADILAN UMUM: Pengadilan Negeri: Pengadilan Tingkat Pertama Kedudukan di Kota atau Kabupaten, Wilayah hukum: kota dan kabupaten Pengadilan Tinggi: Pengadilan Tingkat Banding Kedudukan di ibu kota propinsi Wilayah: propinsi Mahkamah Agung Pengadilan tertinggi: kasasi UU 2 tahun 1986 Pasal 3 (1) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh : a. Pengadilan Negeri; b. Pengadilan Tinggi. (2) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Pasal 4 (1) Pengadilan Negeri berkedudukan di Kotamadya atau di ibu kota Kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kotamadya atau Kabupaten. (2) Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibu kota Propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi. BAB II SUSUNAN PENGADILAN Bagian Pertama Umum Pasal 6 Pengadilan terdiri dari : a. Pengadilan Negeri yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama; b. Pengadilan Tinggi, yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding. Pasal 7 Pengadilan Negeri dibentuk dengan Keputusan Presiden. Pasal 8 Di lingkungan Peradilan Umum dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang-undang. Pasal 9 Pengadilan Tinggi dibentuk dengan undang-undang. UU th. 2004 (1) Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota. (2) Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
KEKUASAAN DAN KEWENANGAN PERADILAN UMUM Pengadilan umum: memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama Pengadilan tinggi: mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan negeri di daerah hukumnya KEKUASAAN PENGADILAN Pasal 50 Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama. Pasal 51 (1) Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding. (2) Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.
Pemeriksaan perkara: Harus berdasar nomor urut, kecuali: Korupsi Terorisme Narkotika/psikotropika Pencucian uang Perkara tindak pidana lain yang ditentukan UU Perkara yang terdakwanya dalam rumah tahanan negara Pasal 57 Ketua Pengadilan menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut, kecuali terhadap tindak pidana yang pemeriksaannya harus didahulukan, yaitu: a. korupsi; b. terorisme; c. narkotika/psikotropika; d. pencucian uang; atau e. perkara tindak pidana lainnya yang ditentukan oleh undang-undang dan perkara yang terdakwanya berada di dalam Rumah Tahanan Negara.
PERADILAN AGAMA UU NO. 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
PENGERTIAN Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang ini Pasal 2 UU 7/89 Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang ini.
PELAKSANA KEKUASAAN KEHAKIMAN PERADILAN AGAMA: Pengadilan Agama: Pengadilan Agama Tingkat Pertama Kedudukan di Kota atau Kabupaten, Wilayah hukum: kota dan kabupaten Pengadilan Tinggi Agama Pengadilan Tingkat Banding Kedudukan di ibu kota propinsi Wilayah: propinsi Mahkamah Agung Pengadilan tertinggi: kasasi UU 7/89 Pasal 3 (1) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh : a. Pengadilan Agama; b. Pengadilan Tinggi Agama. (2) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Bagian Ketiga Tempat Kedudukan Pasal 4 (1) Pengadilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten. (2) Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di Ibukota propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi. Diubah dalam UU 3/2006 (1) Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. (2) Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pasal 3A Di lingkungan Peradilan Agama dapat diadakan pengkhususan pengadilan yang diatur dengan Undang-Undang.
KEKUASAAN DAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA Pengadilan agama: memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah. Dalam sengketa hak milik, objek sengketa harus diputus lebih dahulu dalam lingkungan peradilan umum Memberikan kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan tahun hijriyah UU 3/2006 Pasal 49 Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah. 38. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 50 (1) Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. (2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subjek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut diputus oleh pengadilan agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49. 39. Di antara Pasal 52 dan Pasal 53 disisipkan satu pasal bait yakni Pasal 52A, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 52A Pengadilan agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.
Pengadilan tinggi agama mengadili perkara yang menjadi kewenangan pengadilan agama di tingkat banding Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan agama di daerah hukumnya UU 7/89 Pasal 51 (1) Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding. (2) Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar-Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
UU NO. 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER
PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Pengadilan militer adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi: Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran. Susunan Pengadilan Pasal 12 Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer terdiri dari: a. Pengadilan Militer; b. Pengadilan Militer Tinggi; c. Pengadilan Militer Utama; dan d. Pengadilan Militer Pertempuran.
KEKUASAAN PERADILAN MILITER Pengadilan Militer: Pengadilan tingkat pertama perkara pidana Terdakwa berpangkat kapten ke bawah Pengadilan MiliterTinggi Pengadilan militer tinggi tingkat pertama perkara pidana Terdakwa berpangkat mayor ke atas Ditentukan harus diadili oleh pengadilan militer tinggi Sengketa tata usaha Angkatan Bersenjata Pengadilan militer tingkat banding yang telah diputus pengadilan militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding Sengketa kewenangan antar pengadilan militer Pasal 14 (2) Nama, tempat kedudukan, dan daerah hukum pengadilan lainnya ditetapkan dengan Keputusan Panglima. hukumnya meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. (1) Tempat kedudukan Pengadilan Militer Utama berada di Ibukota Negara Republik Indonesia yang daerah (3) Apabila perlu, Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar tempat kedudukannya. izin Kepala Pengadilan Militer Utama. (4) Apabila perlu, Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi dapat bersidang di luar daerah hukumnya atas Kekuasaan Pengadilan Pasal 40 Kekuasaan Pengadilan Militer Paragraf 1 a. Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah; Pengadilan Militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang Terdakwanya adalah: c. mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan Militer. kepangkatan" Kapten ke bawah; dan b. mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang Terdakwanya "termasuk tingkat Paragraf 2 (1) Pengadilan Militer Tinggi pada tingkat pertama: Pasal 41 Kekuasaan Pengadilan Militer Tinggi a. memeriksa dan memutus perkara pidana yang Terdakwanya adalah: satu Terdakwanya "termasuk tingkat kepangkatan" Mayor ke atas; dan 2) mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang Terdakwanya atau salah 1) Prajurit atau salah satu Prajuritnya berpangkat Mayor ke atas; 3) mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan Militer Tinggi; Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding. (2) Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh b. memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata. Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya. (3) Pengadilan Militer Tinggi memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara
Pengadilan Militer Utama: Kedudukan: ibu kota negara daerah hukum: seluruh wilayah Indonesia memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yangdiputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding Pengadilan Militer Pertempuran Bersifat mobil mengikuti gerakan pasukan dan berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah pertempuran memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana Paragraf 3 Kekuasaan Pengadilan Militer Utama Pasal 42 Pengadilan Militer Utama memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding. Pasal 43 (1) Pengadilan Militer Utama memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili: a. antar Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Militer Tinggi yang berlainan; b. antar Pengadilan Militer Tinggi; dan c. antara Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer. (2) Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi: a. apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama; b. apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama. (3) Pengadilan Militer Utama memutus perbedaan pendapat antara Perwira Penyerah Perkara dan Oditur tentang diajukan atau tidaknya suatu perkara kepada Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Pasal 44 (1) Pengadilan Militer Utama melakukan pengawasan terhadap: a. penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran di daerah hukumnya masing-masing; b. tingkah laku dan perbuatan para Hakim dalam menjalankan tugasnya. (2) Pengadilan Militer Utama berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran. (3) Pengadilan Militer Utama memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran. (4) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. (5) Pengadilan Militer Utama meneruskan perkara yang dimohonkan kasasi, peninjauan kembali, dan grasi kepada Mahkamah Agung. Paragraf 4 Kekuasaan Pengadilan Militer Pertempuran Pasal 45 Pengadilan Militer Pertempuran memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 di daerah pertempuran. Pasal 46 Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobil mengikuti gerakan pasukan dan berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah pertempuran.
PERADILAN TATA USAHA NEGARA UU NO. 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
PENGERTIAN Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Pasal 4 Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
KEKUASAAN DAN KEDUDUKAN Pengadilan Tata Usaha Negara, kedudukan dan wilayah hukum di kota/kab, peradilan tingkat pertama Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, kedudukan dan wilayah hukum propinsi, peradilan tingkat banding Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi Pasal 5 (1) Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh : a. Pengadilan Tata Usaha Negara; b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. (2) Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Bagian Ketiga Tempat Kedudukan Pasal 6 (1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten. (2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi. Pasal 8 Pengadilan terdiri atas : a. Pengadilan Tata Usaha Negara, yang merupakan pengadilan tingkat pertama; b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, yang merupakan pengadilan tingkat banding.
PERADILAN KHUSUS Dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan: pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama) merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum) Pasal 15 (1) Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang. (2) Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
KOMISI YUDISIAL Komisi Yudisial bersifat mandiri Berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung Wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim