Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

S T R U K T U R PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "S T R U K T U R PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN"— Transcript presentasi:

1 S T R U K T U R PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Materi Ajar Mata Kuliah Perancangan Peraturan Negara SONY MAULANA S. Fakultas Hukum Universitas Indonesia

2 Bagian Batang Tubuh; dan Bagian Penutup.
UU 12/2011 menyebutkan bahwa struktur perat. per-uu-an terutama tersusun atas 4 (empat) bagian besar, yaitu: Bagian Judul; Bagian Pembukaan; Bagian Batang Tubuh; dan Bagian Penutup. Jika diperlukan, suatu perat. per-uu-an dapat ditambahkan dengan Bagian Penjelasan dan Bagian Lampiran. smarticle-fhui/ppn/2102

3 J u d u l memuat uraian singkat mengenai isi perat. per-uu-an yang bersangkutan yang didahului dengan penyebutan keterangan tentang jenis, nomor, tahun pembentuk-an, dan nama perat. per-uu-an tersebut. smarticle-fhui/ppn/2102

4 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … NAMA DOMAIN

5 P e m b u k a a n berturut2 terdiri atas: frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa; pejabat pembentuk; alasan konstitutif dan sosiologis bagi pembentukan; landasan yuridis atas pembentukan; diktum memutuskan-menetapkan; dan nama perat. per-uu-an tersebut. smarticle-fhui/ppn/2102

6 Catatan: khusus bagi Undang-Undang, sebelum diktum memutuskan-menetapkan ditambahkan frasa ‘Dengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia’. Demikian pula bagi Peraturan Daerah, ditambahkan frasa ‘Dengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota (…) dan Gubernur/ Bupati/ Walikota (…)’. smarticle-fhui/ppn/2102

7 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa … ; b. bahwa … ; c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan huruf b perlu membentuk Undang-Undang tentang … ; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang … (Lembaran Negara …); 3. Undang-Undang … (Lembaran Negara …); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG …

8 Catatan: khusus bagi rancangan perat. per-uu-an delegasian, dalam konsideransnya cukup dimuat 1 (satu) alasan pembentukan, yaitu mengenai keperluan untuk melaksanakan ketentuan dalam satu atau beberapa pasal dari perat. per-uu-an yang lebih tinggi yang memerintahkan pembentukan rancangan perat. per-uu-an yang bersangkutan. smarticle-fhui/ppn/2102

9 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan ...; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan …; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH.

10 B a t a n g T u b u h berisi ketentuan2 dalam bentuk rumusan kalimat2 per-uu-an atas materi yang diatur dalam perat. per-uu-an tersebut. smarticle-fhui/ppn/2102

11 P e n u t u p merupakan bagian akhir dari perat. per-uu-an yang bersangkutan yang terdiri atas: rumusan perintah pengundangan, pengesahan atau penetapan, serta pengundangan, dan penyebutan Lembaran Negara atau Lembaran Daerah. smarticle-fhui/ppn/2102

12 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal 10 Agustus 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SUSILO BAMBANG YUDOYONO Diundangkan di Jakarta MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …

13 Batang Tubuh UU 12/2102 menyebutkan bahwa Batang Tubuh merupakan bagian subtansial dalam struktur suatu perat. per-uu-an. Bagian ini memuat seluruh ketentuan atas permasalahan yang diatur dalam perat. per-uu-an tersebut. Ketentuan2 itu dirumuskan dalam bentuk kalimat per-uu-an yang termuat dalam satuan acuan pengaturan yang dikenal sebagai pasal. smarticle-fhui/ppn/2102

14 Catatan: meskipun merupakan bagian dari pasal, ayat bukan merupakan satuan acuan ketentuan. Pembentukan ayat, yaitu dengan ‘memecah’ ketentuan dalam suatu pasal menjadi beberapa bagian, hanya merupakan cara perancang untuk mempermudah pemahaman pembaca atas ketentuan dalam pasal yang bersangkutan. Cara ini disebut dengan men-tabulasi ketentuan. smarticle-fhui/ppn/2102

15 Pasal (…) Setiap orang yang ingin mendirikan bangunan harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan yang didapatkannya dengan cara mengajukan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Dinas Tata Kota Pemerintah Kabupaten/Kota setempat yang berisi keterangan mengenai nama, nomor kartu tanda penduduk, nomor pokok wajib pajak, alamat tempat tinggal, pekerjaan, alamat tanah yang akan didirikan bangunan, pelaksana dan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan pendirian bangunan, dan lampiran mengenai gambar rancang bangunan.

16 Pasal (…) (1). Setiap orang yang ingin mendirikan bangunan harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan. (2). Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapatkan dengan cara mengajukan surat permohonan kepada Kepala Dinas Tata Kota Pemerintah Kabupaten/Kota setempat. (3). Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi keterangan mengenai: a. nama; b. nomor kartu tanda penduduk; c. nomor pokok wajib pajak; d. alamat tempat tinggal; e. pekerjaan f. alamat tanah yang akan didirikan bangunan; g. pelaksana dan waktu pelaksanaan pendirian bangunan, dan h. lampiran mengenai gambar rancang bangunan.

17 Ketentuan Peralihan; dan Ketentuan Penutup.
Ditinjau dari isinya (subtance), struktur Batang Tubuh terisi atas kelompok2 ketentuan yang terdiri atas: Ketentuan Umum; Ketentuan Materi; Ketentuan Pidana; Ketentuan Peralihan; dan Ketentuan Penutup. smarticle-fhui/ppn/2102

18 ketentuan2 bagi pelaku peran; ketentuan2 bagi lembaga pelaksana;
Catatan: secara akademik, untuk bisa mendorong perubahan yang diinginkan atas perilaku2 yang diaturnya, Batang Tubuh terisi atas kelompok2 ketentuan yang terdiri atas: ketentuan2 bagi pelaku peran; ketentuan2 bagi lembaga pelaksana; ketentuan2 untuk penyelesaian sengketa/pelanggaran; ketentuan2 untuk pendorong kepatuhan yang bisa diterapkan oleh lembaga pelaksana; dan ketentuan2 untuk menciptakan korelasi dan konsistensi dengan sistem hukum dan perat. per-uu-an yang telah ada. smarticle-fhui/ppn/2102

19 Ketentuan2 bagi pelaku peran dan lembaga pelaksana merupakan ketentuan2 operasional yang mengandung peraturan2 yang memerintahkan, melarang, atau mengizinkan individu atau lembaga untuk berperilaku sebagaimana ditetapkan. Dengan demikian, perancang harus mengidentifikasi ‘siapa, apa, kapan, dan di mana’ dalam tiap ketentuan tersebut. Berdasarkan UU 12/2102, ketentuan2 bagi pelaku peran dan lembaga pelaksana diletakkan dalam ketentuan materi. smarticle-fhui/ppn/2102

20 Ketentuan2 untuk pendorong kepatuhan, penyelesaian sengketa atau pelanggaran, dan menciptakan korelasi dan konsistensi merupakan ketentuan2 teknis yang mencakup pengaturan atas masalah2 praktis. Berdasarkan UU 12/2102, ketentuan2 ini diletakkan dalam Ketentuan Umum, Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup. smarticle-fhui/ppn/2102

21 Ketentuan Materi diletakkan setelah Ketentuan Umum.
Jika materi pokok yang diatur dalam suatu perat. per-uu-an memiliki ruang lingkup yang luas, maka perancang bisa meng- grouping-nya, yaitu membagi menjadi beberapa kelompok ketentuan berdasarkan kesamaan materi pengaturan. Pembagian dilakukan menurut kriteria tertentu yang diterapkan sebagai dasar pembagian. Setelah itu, perancang dituntut untuk menata-urutkan (ordering) kelompok2 pengaturan tersebut. Cara ini bertujuan agar ketentuan-ketentuan rancangan tersebut nantinya mudah digunakan (usability) oleh para pihak yang dituju. smarticle-fhui/ppn/2102

22 rangkaian usulan-usulan pengaturan atas permasalahan
penyelenggaraan penataan ruang 1. PENGATURAN PENATAAN RUANG 2. PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG 3. PENGAWASAN PENATAAN RUANG 4. PERENCANAAN TATA RUANG 5. PEMBINAAN PENATAAN RUANG 6. PEMANFAATAN RUANG BAB II PENGATURAN PENATAAN RUANG BAB III PEMBINAAN PENATAAN RUANG BAB IV PERENCANAAN TATA RUANG BAB V PEMANFAATAN RUANG BAB VI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG BAB VII PENGAWASAN PENATAAN RUANG

23 Ruang Wilayah Provinsi
BAB V PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Bagian Kedua Pemanfaatan Ruang Wilayah Bagian Ketiga Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Bagian Kedua Pemanfaatan Ruang Wilayah Paragraf 1 Ruang Wilayah Nasional Paragraf 2 Ruang Wilayah Provinsi Paragraf 3 Ruang Wilayah Kabupaten Paragraf 4 Ruang Wilayah Kota Paragraf 2 Ruang Wilayah Provinsi PASAL (…)

24 BAB VII PERBUATAN YANG DILARANG Pasal 27 (1)
BAB VII PERBUATAN YANG DILARANG Pasal 27 (1). Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. (2). Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan. (3). ….

25 BAB I KETENTUAN UMUM BAB II PENGATURAN PENATAAN RUANG BAB III PEMBINAAN PENATAAN RUANG BAB IV PERENCANAAN TATA RUANG BAB V PEMANFAATAN RUANG BAB VI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG BAB VII PENGAWASAN PENATAAN RUANG BAB VIII KETENTUAN PIDANA BAB IX KETENTUAN PERALIHAN BAB X KETENTUAN PENUTUP

26 Ketentuan Umum Ketentuan Umum diletakkan pada bab pertama, atau pasal2 pertama dalam suatu perat. per-uu-an. Di dalam ketentuan ini dapat dimuat ketentuan2 seperti: definisi atau pengertian dari kata, akronim atau singkatan, penyebutan singkat atas nama, dan hal2 umum yang berlaku bagi ketentuan2 dalam perat. per-uu-an, misalnya asas dan tujuan. smarticle-fhui/ppn/2102

27 Ketentuan pidana ditempatkan setelah Ketentuan pengaturan atas materi.
Mengingat bahwa Ketentuan Pidana tidak selalu diperlukan bagi suatu perat. per-uu-an, maka ketentuan ini tidak mutlak ada di dalam perat. per-uu-an. Ketentuan pidana ditempatkan setelah Ketentuan pengaturan atas materi. smarticle-fhui/ppn/2102

28 Catatan: Pasal 143 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun tentang Pemerintahan Daerah membatasi tingkat maksimal ancaman pidana yang dapat dimuat dalam peraturan daerah yaitu: selama 6 (enam) bulan kurungan atau denda sebanyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). smarticle-fhui/ppn/2102

29 Ketentuan Peralihan Ketentuan Peralihan mengatur mengenai penyesuaian terhadap keadaan dan hubungan hukum yang telah ada atau sedang berlangsung pada saat mulai berlakunya suatu perat. per-uu-an. smarticle-fhui/ppn/2102

30 Empat model pengaturan dalam Ketentuan Peralihan:
pengaturan tentang penerapan suatu perat. per-uu-an terhadap keadaan dan hubungan hukum yang telah ada atau sedang berlangsung pada saat mulai berlakunya perat. per-uu-an tersebut; pengaturan tentang penyimpangan ketentuan-ketentuan suatu perat. per-uu-an untuk sementara waktu; pengaturan tentang aturan khusus bagi keadaan dan hubungan hukum yang telah ada atau sedang berlangsung pada saat mulai berlakunya perat. per-uu-an; atau pengaturan tentang pelaksanaan secara berangsur2 perat. per-uu- an yang bersangkutan. smarticle-fhui/ppn/2102

31 Pasal 32 (1) Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (2) Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat Undang- Undang ini mulai berlaku masih dalam proses penyelesaian, diberlakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini. .

32 Ketentuan Penutup Ketentuan Penutup merupakan kelompok ketentuan terakhir dari Batang Tubuh perat. per-uu-an. Ketentuan ini biasanya memuat pengaturan2 mengenai: pengaruh perat. per-uu-an yang bersangkutan terhadap perat. per-uu-an yang telah ada, lembaga pelaksana, nama singkat, dan saat mulai berlakunya perat per-uu-an tersebut. smarticle-fhui/ppn/2102

33 berlaku pada tanggal diundangkan atau ditetapkan;
Tiga model pengaturan mengenai saat mulai berlakunya suatu perat. per-uu-an: berlaku pada tanggal diundangkan atau ditetapkan; berlaku pada beberapa waktu setelah diundangkan dengan berdasarkan pada tanggal tertentu, atau penetapan oleh perat. per-uu-an lain; berlaku pada tanggal diundangkan, tetapi berlaku surut sejak tanggal tertentu. smarticle-fhui/ppn/2102

34 Pasal 35 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka: 1
Pasal 35 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka: 1. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb Nomor 23 jo. Stb Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya; 2. Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokate, procureurs en Duwaarders (Stb Nomor 8); 3. Bevoegheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb Nomor 446 jo. Stb Nomor 523); dan 4. Vertegenwoordingin van de land in rechten (K.B.S 1922 Nomor 522); dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 36 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

35 terima kasih. semoga bermanfaat!
S0NY MAULANA S. Bidang Studi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Gedung D Lantai 2 Ruang 215 Kampus Baru UI - Depok16424 Tel: Fax: Mobile: smarticle-fhui/ppn/2102


Download ppt "S T R U K T U R PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google