Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB..

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB.."— Transcript presentasi:

1 ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB.

2 FIQIH MAWARIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM XII IPA – XII IPS
SMA MUHAMMADIYAH 4

3 KELOMPOK 5 Siti Alatimah RANI Dian Siti Santi Gilang

4 MAWARIS DEFINISI ASAS – ASAS HUKUM KEWARISAN SUMBER HUKUM
HUBUNGAN DENGAN HUKUM WARIS NASIONAL SEBAB DAN PENGHALANG WARISAN SUMBER HUKUM

5 Definisi Fiqih Mawaris
Mawaris secara bahasa merupakan bentuk plural yang artinya "harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia". Fiqih mawaris seringkali disebut ilmu faraidl, juga bentuk plural yang secara bahasa artinya"bagian tertentu", atau "ketentuan".

6 Adapun definisi Fiqih mawaris secara istilah, sebagaimana disebutkan oleh Hashbi al-Siddiqy ialah "Ilmu untuk mengetahui orang-orang yang berhak menerima warisan, orang-orang yang tidak berhak menerimanya. Bagian masing-masing ahli waris dan cara pembagiannya.

7 Para ulama memberikan nama lain dari Ilmu Mawaris dengan nama Ilmu Faraidh (علم الفرائض) dan mereka memberikan definisi dengan pengertian berikut: هُوَ فِقْهُ اْلمَواَرِيْثِ وَ عِلْمُ اْلحِسَابِ الْمُوْصِلِ ِلَمْعرِفَةِ مَا َيُخصُّ كُلُّ ذِىْ حَقٍّ ِمنَ التِّرْكَةِ “Ilmu Mawarsi adalah ilmu pengetahuan tentang pewarisan dan ilmu hitung yang dapat menyampaikan untuk mengetahui apa-apa yang khusus bagi setiap orang yang memiliki hak dalam pewarisan”

8 Ilmu Mawaris itu merupakan pemahaman atau pengetahuan tentang harta pusaka (warisan). Sebagian ulama memberikan definisi yang tidak jauh beda, namun lebih sempurna daripada definisi di atas dengan ungkapan: اْلفِقْهُ اَلْمُتَعَلِّقُ بِاْلإِرْثِ وَ مَعْرِفَةِ اْلِحسَابِ ْالمُوْصِلِ إِلىَ مَعْرِفَةِ ذَلِكَ وَمَعْرِفَةِ قَدْرِ ْالوَاجِبِ مِنَ التِّرْكَة ِ لِكُلِّ ذِيْ حَقٍّ “Ilmu Fiqh yang berhubungan dengan pembagian pusaka, pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka itu, dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan untuk masing-masing pemilik harta pusaka” Home

9 ASAS-ASAS HUKUM KEWARISAN
  Asas Individual Asas Ijbari   Asas Keadilan Berimbang Asas Bilateral   Asas Kewarisan Semata Akibat Kematian Home

10 Asas Ijbari Kata Ijabari secara bahasa dapat diartikan “paksaan”, yaitu melakukan sesuatu di luar kehendak sendiri. Dalam hal ini hukum waris berarti “terjadinya peralihan harta seorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup dengan sendiri. Artinya pemberi waris tidak memiliki perbuatan hukum baik untuk menolak atau menghalanginya terjadinya peralihan harta tersebut.

11 Dengan kata lain, bahwa dengan meninggalnya pemberi waris maka hartanya langsung dapat berpindah tangan kepada penerima warisan, apakah ia suka menerima atau tidak dengan tanpa pengecualian. Ijbar ini dapat dilihat pada tiga sisi: 1). Segi peralihan harta. 2). Segi jumlah harta yang beralih. 3). Segi penerima warisan.

12 Ketentuan asas ini bersumber pada firman Allah an-Nisa’ (4) ayat 7: dimana kata “Nashib" pada ayat yang dimaksud dapat berarti saham, jatah, bagian dari harta peninggalan si pewaris sebagaimana yang dimaksud ayat tersebut. Ayat 7 (tujuh) yang dimaksud adalah: ِللرِّجَالِ نَصِيْبٌ ِمَّما تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَ اْلأَقْرَبُوْنَ وَ لِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِداَنِ وَ الأَقْرَبُوْنَ مِمّا قَلَّ أَوْ كَثُرَ نَصِيْبًأ مَفْرُوْضًا Artinya: “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi bagi istri ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut yang telah ditetapkan. home

13 Asas Bilateral yaitu seorang dapat menerima hak warisan dari dua jalur; ibu dan ayah. Asas ini secara tegas ditemui dalam ketentuan al-Qur’an surat an-Nisa’ (4) ayat 7 di atas dan berikut  11 –surat al-Nisa'- Home

14 Asas Individual yaitu bahwa setiap orang berhak atas bagian yang didapatinya tampa terkait dengan ada atau tidak adanya pada ahli waris lainnya. Dengan demikian bagian yang diperoleh seorang dari harta warisan adalah dapat dimiliki secara perorangan dan tidak ada sangkut pautnya ahli waris lain terhadap harta yang diterimanya, sehingga ia memiliki kebebasan penuh terhadap harta yang diterimanya. home

15 Dasar hukum asas individual
Ketentuan atas asas ini adalah berdasarkan ayat 7 surat al-Nisa’, di sana dijelaskan bagian untuk anak laki-laki dan anak perempuan dari harta peninggalan kedua orang tua.

16 Asas Keadilan Berimbang
Yaitu asas yang mengarahkan kepada perimbangan antara hak dan kewajiban antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan, sehingga faktor jenis kelamin tidak menentukan dalam hak kewarisan. Hal ini berbeda dengan yang diberlakukan pada adat yang dikenal dengan garis keturunan patrinial, yaitu garis keturunan yang ditarik dari keturunan bapak.

17 DASAR HUKUM Dasar hukum asas peimbangan ini adalah surat an-Nisa’ ayat 7, 11, 12, dan 176. Home

18 Asas Kewarisan Semata Akibat Kematian
Yaitu bahwa hukum waris Islam memandang terjadinya pewarisan semata-semata disebabkan adanya kematian pemberi warisan. Sementara harta yang diberikan pada saat pemberi warisan masih hidup bukanlah dinamakan harta warisan, melainkan hibah atau wasiat. Home

19 SUMBER HUKUM WARIS Ilmu Waris bersumber dari sumber pokok ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah. yang diperkuat oleh Ijma ulama. Al-Qur’an sebagai sumber pertama menjelaskan secara jelas hak-hak penerimaan warisan dari harta warisan yang ditinggalkan, seperti yang dijelaskan dalam berbagai ayat, seperti ayat 7, 11, 12 dan 176 dari surat al-Nisa’, dan surat lainnya.

20 Disamping itu ilmu Mawaris Islam bersumber dari al-Hadist, seperti hadist yang diriwayatkan al-Dairamiy: قَالَ النَِّبيُّ صَلَّى اللهُ عَليَْهِ وَ سَلَّمَ: " اِلْحَقُوا اْلفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا، فَمَا بَقِيَ فَهُوَ ِلأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ" “Nabi bersabda: “Berikanlah harta pusaka kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu, sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama”.

21 Selain hadist di atas itu, Ijma’ juga merupakan salah satu sumber dari ilmu Mawaris, karena banyak hal yang menjadi kesepakatan ulama yang diterapkan dalam pembagian harta warisan, seperti : Next

22 a. Status pembagian warisan antara kakek dan saudara-saudara.
Dalam al-Qur'an hal ini tidak dijelaskan, akan tetapi menurut kebanyakan ulama dengan cara mengikuti pandangan Zaid bin Sabit, bahwa bagian kakek harus mendapat bagian yang paling menguntungkan, dari beberapa  cara: Muqasamah (bagi rata), 1/6 seluruh harta peninggalan, 1/3 sisa, jika mereka bersama zawil furudh lainnya dan jika mereka tidak bersama zawil furudh mereka menerima muqasamah dan  1/3 seluruh harta.

23 b.  Status cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal daripada kakek yang bakal menerima warisan bersama saudara-saudara ayah cucu yang meninggal tadi. Menurut undang-undang Hukum Waris Mesir setelah mengadopsi pandangan ulama Salafi dan Khalafi, bahwa cucu tadi mendapat warisan dengan jalan wasiat wajibah.

24 Misalnya ada seorang meninggal dunia (A), dia mempunyai dua orang anak (B) dan (C) dimana  (C) ini telah meninggal lebih dahulu sebelum (A) meninggal dan memiliki anak (D). Maka harta peninggalan si (A) diambil seluruhnya (B) sebab ia menghijab cucu (D). Tetapi, susugguhnya ia akan mendapatkan bagian ayahnya bila ayahnya masih hidup, oleh karena itu ia diberikan dengan jalan wasiat wajibah Home

25 HUBUNGAN DENGAN HUKUM WARIS NASIONAL
Hukum waris Islam merupakan bagian hukum yang diberlakukan bagi orang-orang yang memeluk agama Islam, sebab di Indonesia diberlakukan pada umumnya beberapa hukum waris, diataranya: 1. Untuk warga negara golongan Indonesia asli, pada perinsipnya berlaku hukum adat sesuai dengan daerah masing-masing. 2. Untuk warga negara golongan Indonesia asli yang beragama Islam di berbagai daerah diberlakukan hukum Islam yang sangat berpengaruh. 3. Bagi orang Arab pada umumnya berlaku hukum Islam secara keseluruhan. 4. Bagi orang-orang Tionghoa dan Erofa berlaku hukum warisan dari Gugerlijik Wetboeh. Home

26 SEBAB DAN PENGHALANG WARISAN
A.   SEBAB-SEBAB KEWARISAN Harta peninggalan orang yang meninggal dunia adalah tidak serta merta dapat dibagi oleh orang yang hidup, kecuali ada sebab-sebab yang menghubungkan penerima dengan orang yang mati. Dalam hal ini para ulama telah menetapkan bahwa sebab-sebab orang medapat warisan ada 2 : Perkawinan (الزواج) Nasab (النسب)

27 Nasab (النسب) atau hubungan kekerabatan
Nasab ini dapat berupa hubungan orang tua dengan anak, saudara, paman, dan bibi, dan lainnya, dimana hubugan itu dapat dihubungkan kepada orang tua. Hal ini berdasarkan firman Allah yang artinya : slide

28 “Dan orang-orang yang beriman sesudahmu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagian lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” Home

29 .  Perkawinan (الزواج). Seorang mendapatkan harta warisan dari orang yang meninggal dunia, karena adanya hubungan pernikahan atau perkawinan, seperti antara suami dengan istri atau sebaliknya.

30 Hal ini berdasarkan firman Allah :
وَ لَكُمْ  نِصْفُ  مَا تَرَكَ  أَزْوَاجُكُمْ...الآية “Dan bagi kamu seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kamu”

31 Dalam hubungan perkawinan ini, suami-istri dapat saling mewarisi dengan ketentun sebagai berikut :

32 1. Perkawinan Yang dimaksud dengan perkawinan di sini adalah perkawinan yang sah menurut agama, yaitu perkawinan yang telah memenuhi syarat dan rukun seperti yang diatur dalam ajaran Islam, baik sudah dipergauli atau belum pernah dipergauli. Disamping itu, perkawinan itu tidak dianggap fasid (rusak) oleh Pengadilan Agama, karena perkawinan yang fasid menurut sari’ah adalah perkawinan yang tidak sah.

33 Oleh karena itu, bila salah seorang mati di antara suami- istri maka mereka saling mewarisi.
Tidak termasuk dalam hal ini hubungan yang disebabkan perzinahan, walaupun adanya hubungan badan antara pezina, mereka tidak dapat saling mewarisi, dan anak yang dilahirkan akibat perzinahan tidak mendapatkan warisan dari bapaknya, tapi akan mendapatkan dari ibunya.

34 2. Perkawinan itu dalam posisi:
Pemberi waris meninggal dalam keadaan perkawinan masih utuh/tidak dalam perceraian yang ba’in shugra’-. Dalam posisi ini suami-istri dapat saling mempusakai, yaitu berakhirnya perkawinan semata mata dengan matinya salah seorang suami-istri.

35


Download ppt "ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB.."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google