Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PERAN RUMAH SAKIT SWASTA SEBAGAI FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Dr. Chairul Radjab Nasution,SpPD,

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PERAN RUMAH SAKIT SWASTA SEBAGAI FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Dr. Chairul Radjab Nasution,SpPD,"— Transcript presentasi:

1 PERAN RUMAH SAKIT SWASTA SEBAGAI FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Dr. Chairul Radjab Nasution,SpPD, KGEH, FINASIM, FACP, M.Kes Direktur BUK Rujukan Kemkes RI DISAMPAIKAN PADA PERTEMUAN SOSIALISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Bandung, 28 November 2014

2 dr. CHAIRUL R. NASUTION, SpPD-KGEH, FINASIM, FACP, M.Kes
Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Kementerian Kesehatan RI PENDIDIKAN : Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. : Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. : Master Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2001 : Health Services Management, Royal Melbourne Institute of Technology, Australia. : Konsultan Gastroenterohepatologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. : Fellow of The Indonesian Society of Internal Medicine, : Fellow of The American College of Physician PENGALAMAN ORGANISASI Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta. Wakil Ketua Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia Jakarta Raya. Ketua Indonesian Association for The Study of the Liver (InaASL), Cabang Jakarta. Ketua Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia, Cabang Jakarta. Ketua Perkumpulan Digestive-Endoscopy Indonesia, Cabang Jakarta. Wakil Ketua PB PDMMI (Persatuan Dokter Managemen Medis Indonesia). Sekretaris Jenderal PB PAPDI JABATAN SEBELUMNYA 1992 :Dokter Spesialis Penyakit Dalam RSUP Fatmawati, Jakarta. 1996 :Kepala Bagian Sekretariat RSUP Fatmawati, Jakarta. 2003 :Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUP Fatmawati, Jakarta. 2003 :Konsultan Pelayanan RSUP Fatmawati, Jakarta. 2005 :Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati, Jakarta. 2006 :Kepala Komite Etik dan Hukum RSUP Fatmawati, Jakarta. 2008 :Direktur Utama RS Djamil Padang. 2008 :Direktur Utama RSUP Fatmawati, Jakarta

3 SISTEMATIKA 1. Latar Belakang dan Kondisi Saat Ini
2. Upaya Yang Sebaiknya Dilakukan FKRTL Swasta Dalam Era Jkn 3. Standar pelayanan kedokteran pada faskes (FKTP DAN FKRTL) Potensi Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan Strategi Kendali Mutu Dan Biaya (Akreditasi Versi 2012) Pengembangan Tarif INA –CBG kedepan Kesimpulan

4 LATAR BELAKANG Program Jaminan Kesehatan Nasional telah berlangsung selama 9 bulan terhitung sejak 1 Januari 2014. Secara bertahap akan mencapai univesal coverage pada 2019 Data Peserta : peserta ( per 3 Oktober 2014)* Jumlah RS yang bekerjasama :1592 RS (per 10 Oktober 2014) * Sustainabilitas Program Jaminan Kesehatan Nasional sangat tergantung kepada Kendali Mutu – Kendali Biaya RS harus menjalankan program Kendali Mutu dan Biaya agar dapat berkembang di era JKN * Sumber :

5 KONDISI SAAT INI RS berlomba-lomba ingin menaikan kelas RS agar klaim bisa meningkat RS Swasta belum optimal menjadi peserta/kerjasama BPJS  klaim belum sesuai Contoh : Pelayanan sudah tersier tetapi klasifikasi RS masih kelas C Perubahan regulasi dari Permenkes 340 tahun 2010 dan Permenkes 147 tahun 2010 menjadi Permenkes Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit (per 1 September 2014) Efisiensi yang belum optimal  negative balance Kebijaksanaan remunerasi  Jasa Pelayanan

6 KONDISI YANG DIHARAPKAN
Sebelum SJSN Pasca SJSN Implementasi Kebijakan Sistem Rujukan lambat Jaminan Kesehatan Nasional Berjalan Akses Faskes terbatas Provinsi memiliki sistem rujukan sendiri-sendiri (tidak sinkron satu sama lain) Faskes Primer Merata, berkualitas dan kredibel IT Koordinasi lemah diantara implementator (termasuk Dokter) Keterbatasan Transportasi Sistem Rujukan terintegrasi, terstruktur dan berjenjang Rendahnya pemahaman SDM tenaga kesehatan Mindset masyarakat Hospital centrised Rumah Sakit Yang Kuat dan Fokus Patient Safety Tercapai Perlakuan thd Pasien : tidak sesuai, lambat, dan tidak aman Rakyat Sehat dan Sejahtera

7 KEUNTUNGAN JKN/AS.KES.SOS
Kenaikan Biaya kesehatan dpt ditekan Biaya dan Mutu Yankes dpt dikendalikan Kepesertaannya bersifat wajib bagi seluruh penduduk Pembayaran dgn sistem prospektif Adanya kepastian pembiayaan yankes berkelanjutan Manfaat Yankes komprehensif (promotif, preventif, kuratif & rehabilitatif) Portabilitas Keuntungan JKN/Asurasi Kesehatan Sosial: Kenaikan Biaya kesehatan dapat ditekan Biaya dan Mutu Yankes dapat dikendalikan Kepesertaannya bersifat wajib bagi seluruh penduduk. Pembayaran dengan sistem prospektif Adanya kepastian pembiayaan yankes berkelanjutan Manfaat Yankes komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) Portabilitas nasional: peserta tetap mendapatkan jaminan kesehatan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah tempat tinggal atau tempat bekerja dalam wilayah NKRI.

8 PENYELENGGARA PELAYANAN KESEHATAN
Penyelenggara Yankes Semua Faskes yg menjalin kerjasama dg BPJS Kes baik Faskes milik Pemerintah, Pemda & Swasta Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui kredensialing.

9 KLASIFIKASI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM SISTEM RUJUKAN
Jenjang Rujukan Pengertian Fasilitas  pelayanan kesehatan Monitoring  dan evaluasi Tingkat I Mampu memberikan pelayanan kesehatan dasar Puskesmas Puskesmas perawatan Balai pengobatan Praktek perorangan Dokter Keluarga Klinik pratama Rumah bersalin Klinik umum RS Pratama Kadinkes Kabupaten/ Kota dan organisasi profesi cabang kabupaten/kota Tingkat II Mampu memberikan pelayanan kesehatan spesialistik RS kelas C RS kelas D (baik milik pemerintah, TNI/Polri, BUMN maupun swasta) Propinsi dan organisasi profesi cabang kabupaten/kota Tingkat III Mampu memberikan pelayanan kesehatan sub spesialistik RS kelas A RS kelas B Menteri Kesehatan, organisasi profesi, dan institusi pendidikan

10 FASKES DALAM PENYELENGGARAAN JKN
KEMENKES FASKES TK I FASKES TK LANJUTAN PKS DENGAN BPJS

11 PERTUMBUHAN RUMAH SAKIT
RS Pemerintah Pemerintah Pusat/K/L/D Naik 8,12% RS Swasta BUMN Swasta Profit dan Non Profit Naik 30,31% Skenario BPJS Pertumbuhan RS Swasta lebih pesat, Pemerintah dan BPJS harus mendorong pertumbuhan Peran Swasta dalam pengembangan RS di daerah di tahun 2013.

12 Jumlah Rumah Sakit (RS Online-Sept 2014)
Jumlah RS swasta : 1502 (63.56 %)  Mitra BPJS : 648 RS (43,14 %)

13 Pertumbuhan RS swasta Mei 2013 – Sept 2014
RSU RS Khusus Total Mei 13 Sep-14 RS Swasta non profit 516 531 212 202 728 733 RS Privat 300 456 169 247 469 703 RS BUMN 68 59 7 75 66 Terjadi penambahan 230 RS swasta dalam kurun waktu 16 bulan terakhir.

14 JUMLAH RS SWASTA SESUAI KELAS
Distribusi Kelas RS swasta RSU RS Khusus Kelas A 2 7 Kelas B 109 18 Kelas C 300 169 Kelas D 353 34 Belum penetapan 282 228 1046 456 RS ONLINE – Sept 2014

15 UPAYA YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN FKRTL SWASTA

16 PERAN RUMAH SAKIT SWASTA
Berperan secara aktif dalam implementasi program JKN Siap menjadi provider BPJS Kesehatan Siap fasilitas (sarana-prasana) dan sumber daya Siap berkompetisi Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Pelayanan sesuai kebutuhan medis pasien Mempersiapkan Clinical pathway & Komite untuk pengawasan penerapannya Meningkatkan pemahaman petugas RS terhadap sistem pelayanan kesehatan pada era JKN termasuk pola pembiayaannya

17 PERAN RS SWASTA PT Askes (Persero)
Pemahaman jajaran RS terhadap sistem INA CBG’s baik Tidak terjadi defensive mechanism Tidak terjadi pembatasan pelayanan/iur biaya/readmisi Kepatuhan terhadap clinical pathway Efektivitas pelayanan Efisiensi sumber daya Kepatuhan terhadap pencatatan rekam medis (dokumentasi) Kasus dapat dikodifikasi dengan tepat Klaim yang diajukan sesuai Terdapat coder yang kompeten di RS Pengajuan klaim sesuai Tidak terjadi upcoding atau downcoding Pengajuan klaim teratur Verifikasi lancar Cash flow RS lancar PT Askes (Persero)

18 PEMBERI NILAI TAMBAH/ PRODUKSI
BENTUK PERAN SERTA SWASTA PEMANFAAT HASIL BERPERAN MENGOPTIMALKAN PEMANFAATAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN BAGI KEPENTINGAN PUBLIK /KARYAWAN PENYEDIA KAPITAL MENYEDIAKAN DUKUNGAN SUMBER PENDANAAN ALTERNATIF/INVESTASI FASYANKES, TIDAK BERGANTUNG PADA KEHADIRAN ANGGARAN PUBLIK PEMBERI NILAI TAMBAH/ PRODUKSI BERPERAN DALAM MEMBERI NILAI TAMBAH DAN MENGAPLIKASIKANNYA DALAM PELAYANAN KESEHATAN SEHINGGA FASYANKES INDONESIA BERNILAI TAMBAH/BERNILAI PASAR

19 URGENSI PERAN SERTA SWASTA
Target Indonesia saat ini adalah memenuhi Universal Health Coverage 2015 Salah satu pasar terbesar Health Tourism Singapura, Malaysia dan Cina adalah Indonesia. Sanggupkah Indonesia merebut pasar konsumennya sendiri? Tuan rumah di negeri sendiri peningkatan kepercayaan publik pada fasyankes  RSIKD, SJSN  mendorong swasta Dibutuhkan transformasi pelayanan kesehatan di Indonesia  RSIKD, SJSN, BPJS, Revitalisasi Puskesmas, telemedicine, e-health, RS bergerak dll

20 Berkomitmen untuk mensukseskan program JKN.
Secara konsisten menerapkan pelayanan yang efisien, efektif dan berkualitas melalui penerapan kaidah-kaidah evidence based. Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan. Mengisi kebutuhan Fasilitas Kesehatan dan tenaga kesehatan di seluruh wilayah Indonesia. Mengisi kebutuhan Kecukupan Tempat Tidur bagi peserta JKN. Ikut mensosialisasikan program JKN. RS Swasta yang belum bekerja sama : memberikan pelayanan peserta JKN yang memerlukan pelayanan gawat darurat. PERLU DUKUNGAN ASOSIASI FASILITAS KESEHATAN

21 STRATEGI RS SWASTA  MEMBANGUN STANDAR
KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA INPUT: Regulasi RS Pengadaan barang – jasa SDM IT PROSES: LOS Farmasi Penunjang Jenis pelayanan OUTPUT DAN OUTCOME: Keadaan pasien pulang Komplain Selisih biaya EFISIENSI INDIKATOR MUTU PELAYANAN COST EFFECTIVENESS PROSES KLAIM

22 INDIKATOR MUTU PELAYANAN
JKN MEMBANGUN STANDAR INPUT: Standar fasilitas medik Standar fas non medik Standar SDM HTA PROSES: PNPK PPK CP OUTPUT DAN OUTCOME: Keadaan pasien pulang Komplain Selisih biaya EFISIENSI COST EFFECTIVENESS INDIKATOR MUTU PELAYANAN

23 SIMULASI EVALUASI DATA DAN TARGET KLAIM INA CBGs
SEVERITY LEVEL INA CBGs I II III 60-80% 10-20% 10-20% FKTP PRIMER 10-20% 20-80% 10-20% FKRTL SEKUNDER FKRTL TERTIER 10-20% 10-20% 20-80%

24 FASILITAS KESEHATAN YANG BEKERJASAMA DENGAN BPJS
Fasilitas Kesehatan tk Primer/Pertama (16.548): Puskesmas: Dokter Praktek Perorangan: 3.715 Dokter Gigi Perorangan: 620 Klinik Swasta: 1.724 Klinik TNI: 779 Klinik POLRI: 558 RS Pratama/setara: 19 Fasilitas Kesehatan tk Lanjutan/Rujukan (1.750): RS Pemerintah: 641 RS Swasta (publik & privat): 919 RS TNI: 108 RS POLRI: 45 Klinik Utama/Balai Kesehatan: 37 Jenis fasilitas kesehatan tingkat pertama/Primer yang akan digunakan dalam JKN, meliputi: Puskesmas sejumlah puskesmas Klinik Pratama sejumlah klinik RS Pratama/ RS Bergerak sejumlah 24 rumah sakit Untuk praktek mandiri: sebanyak dokter praktek mandiri, dokter gigi praktek mandiri & Bidan praktek mandiri Bidan & Perawat pada daerah tertentu dengan pemberian kewenangan dari dokter. Sedangkan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan / rujukan meliputi: Rumah Sakit Umum sejumlah rumah sakit Rumah Sakit Khusus sejumlah 492 rumah sakit Klinik Spesialis sejumlah klinik Balai Kesehatan sejumlah 600 balai

25 KELOMPOK KELAS RS TARIF INA-CBG’S
TARIF FASKES LANJUTAN KEMENKES KELOMPOK KELAS RS TARIF INA-CBG’S RS kelas A RS kelas B RS kelas C RS kelas D RSU Rujukan Nasional RSK Rujukan Nasional Tarif RS Swasta = Tarif RS Pemerintah

26 KONSEP PELAYANAN RS BERBASIS CASEMIX/INA-CBG
RS hrs sdh memiliki Clinical Pathway utk setiap Diagnosa Dapat memperlihatkan keterpaduan perencanaan yankes sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan Dapat memperkirakan berapa LOS Bila dijalankan dg efektif, dpt mempersingkat LOS  efisiensi Harus ada DPJP untuk setiap pasien DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan)  seorang dokter yang bertugas mengelola rangkaian asuhan medis pasien Bertanggung jawab atas terlaksananya clinical pathway yg efektif Ada tenaga pendukung : Coder & IT Coder : untuk melakukan proses kodefifikasi thd Dx& Prosedur IT : untuk menjalankan sistem grouper sehingga menghasilkan tarif INA-CBG Menerapkan sistem remunerasi RS harus menerapkan sistem remunerasi dalam pembayaran jasa medis, tidak lagi berdasarkan sistem fee for services

27 Standar pelayanan kedokteran pada faskes (FKTP DAN FKRTL)

28 pimpinan fasilitas YANKES
Standar Pelayanan Kedokteran Peraturan Menkes RI No. 1438/2010 Standar Pelayanan Kedokteran SIFAT CAKUPAN NASIONAL FASYANKES Legalisasi KEMENKES PANDUAN PRAKTIK KLINIS PNPK SPO ALUR KLINIS = clinical pathway Sesuai standar profesi organisasi profesi pimpinan fasilitas YANKES PEMBUAT ALGORITME PROTOKOL PROSEDUR Sesuai = standar profesi STANDING ORDER

29

30

31 Evidence Based Medicine Health Technology Assessment
STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN TINGKAT LANJUT : CLINICAL PATHWAY DALAM KONSEP PNPK PROFESI FASKES PNPK  SPO  PANDUAN PRAKTIK KLINIS DILENGKAPI ALUR KLINIS (CP) ALGORITME PROTOKOL PROSEDUR STANDING ORDER Evidence Based Medicine Health Technology Assessment GUIDELINE SPM PROFESI SPM RUMAH SAKIT CLINICAL PATHWAYS PATIENT SAFETY Dalam membuat SPM RS mempertimbangkan risk management, Perundang-undangan seperti UU RS, UU Kesehatan, Permenkes dll

32 Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK)
PNPK adalah penyataan yang dibuat secara sistematis yang didasarkan pada bukti ilmiah (scientific evidence), untuk membantu dokter dll. tentang tata laksana penyakit atau kondisi klinis yang spesifik. Sinonim: clinical guidelines, clinical practice guidelines, practice parameters. Dalam pustaka istilah Clinical Guidelines digunakan baik pedoman yang bersifat nasional/global, maupun lokal Dalam dokumen ini: dokumen yang dibuat oleh kelompok pakar koordinasi Kemenkes disebut sebagai Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK), yang telah diadaptasi sesuai dengan fasilitas setempat disebut sebagai Panduan Praktik Klinis (PPK).

33 Bilakah perlu dibuat PNPK?
Teoritis siapa saja: Kemenkes, org. profesi, FK, RS, LSM, kelompok pakar, dst. ”Model Amerika” – pakar, tanpa pengesahan pemerintah ”Model Inggris” – pakar, dengan pengesahan pemerintah Indonesia seyogianya menggunakan model Inggris Bilakah perlu dibuat PNPK? PNPK diperlukan bila: jumlah kasusnya banyak (high volume) mempunyai risiko tinggi (high risk) cenderung memerlukan biaya tinggi/banyak sumber daya (high cost) terutama bila terdapat variasi yang luas di antara para praktisi untuk penanganan kasus yang sama.

34 Panduan Praktik Klinis (PPK)
Tujuan PPK PNPK harus diterjemahkan sesuai dengan kondisi dan fasilitas setempat menjadi PPK PPK dapat sama/berbeda di RS yang beda: PPK untuk DBD tanpa syok, mungkin bersifat sama, di rumah sakit tipe, A, B, C, D. Di RS tipe A, PPK untuk PJB dari Dx sampai bedah, di RS tipe A yang lain hanya Dx lalu rujuk Di RS tipe B clinical pathway untuk stroke melibatkan bedah saraf, di RS B yang lain tidak Dengan demikian maka PPK bersifat hospital specific. Meningkatkan kualitas pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu Mengurangi intervensi yang tidak perlu/berbahaya Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil Tata laksana dengan biaya yang memadai

35 PPK untuk penyakit yang umum
Perangkat untuk pelaksanaan PPK Untuk penyakit yang tidak memenuhi syarat PNPK, atau yang PNPK-nya belum ada, staf medis membuat PPK dengan: mengacu pustaka mutakhir/PNPK negara lain panduan profesi / direktorat Kemenkes buku ajar, kesepakatan para staf medis Di RSU: PPK penyakit-penyakit terbanyak untuk setiap departemen, sedangkan untuk RS rujukan: PPM untuk penyakit-penyakit tiap subdisiplin Pembuatan PPK dikoordinasi oleh Komite Medis setempat dan berlaku setelah disahkan oleh Direksi. Dalam PPK mungkin perlu rincian langkah demi langkah: Stroke iskemik: tata laksana multidisiplin dan dengan pemeriksaan serta intervensi dengan urutan tertentu. Karakteristik penyakit ini sesuai untuk dibuat alur klinis (clinical pathway) Gagal ginjal kronik perlu hemodialisis. Uraian rinci tentang hemodialisis dimuat dalam protokol hemodialisis pada dokumen terpisah. Kejang demam kompleks perlu dilakukan pungsi lumbal  prosedur pungsi lumbal Kejang demam perlu pemberian diazepam rektal segera oleh perawat bila dokter tidak ada; ini diatur dalam “standing order”.

36 Clinical Pathway (CP) CP = critical pathway, care pathway, care map, integrated care pathways, multidisciplinary pathways of care, pathways of care, collaborative care pathways. CP merinci apa yang harus dilakukan pada kondisi klinis tertentu. CP = rencana tata laksana hari demi hari dengan standar pelayanan yang sesuai. CP bersifat multidisiplin sehingga semua dapat menggunakan format yang sama. Perkembangan pasien dapat dimonitor setiap hari, baik intervensi maupun outcome-nya. CP paling layak untuk penyakit multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat diprediksi (pada >70% kasus). Perjalanan menyimpang ∞ varian

37 Apakah semua penyakit perlu CP?
Apakah CP dibuat untuk memperoleh rincian biaya? Dapatkah CP dibuat untuk kelainan atau penyakit lain? Tidak. Di RSU hanya 30% dirawat dengan CP, selebihnya dirawat dengan usual care. CP hanya efektif dan efisien apabila dilaksanakan untuk penyakit atau kondisi kesehatan yang perjalanannya predictable, khususnya bila memerlukan perawatan multidisiplin. Tidak CP mungkin dapat menjadikan biaya perawatan menjadi lebih murah Data CP juga dapat menjadi masukan untuk program lain yang menyangkut pembiayaan, misalnya ”diagnostic related group” (DRG) CP tidak dibuat untuk memperoleh rincian biaya perawatan, dengan konsekuensi dibuatnya secara dipaksakan CP untuk semua jenis penyakit CP - standardisasi pemeriksaan dan perawatan pasien yang memililiki pola tertentu. Bila perjalanan klinis sangat bervariasi, sulit untuk membuat ‘standar’ pemeriksaan hari demi hari. Dapat dibuat CP bagi penyakit apa pun, asalkan: kriteria inklusi dan eksklusi jelas, bila pasien dirawat dengan CP mengalami komplikasi atau terdapat ko-morbiditas tertentu, maka pasien tersebut harus dikeluarkan dari CP Keputusan untuk membuat CP harus pertimbangkan efektivitas, sumber daya, dan waktu yang diperlukan.

38 Contoh: CP diare akut pada bayi dan anak
Kriteria inklusi (harus memenuhi semua) Usia lebih 1-5 tahun Diare akut tanpa komplikasi / ko-morbid Dehidrasi <10% Tidak ada indikasi bedah Kriteria eksklusi (satu atau lebih keadaan ini): Pasien dengan imunokompromais Muntah, atau nyeri perut tanpa diare Diare >5 hari Pasien harus dikeluarkan dari CP bila ada salah satu/>: Tidak terdapat perbaikan klinis dalam waktu 48 jam Terdapat muntah empedu dengan nyeri perut Diagnosis awal diragukan

39 SOSIALISASI DAN PEMAHAMAN 5 BUKU PEDOMAN PANDUAN PRAKTEK KLINIK TK LANJUTAN DAN CLINICAL PATHWAY YANG DIPAKAI DI SELURUH PKM & RS SEBAGAI DASAR AUDIT SISTEM RUJUKAN PEDOMAN STANDAR PENGELOLAAN PENYAKIT BERDASARKAN KEWENANGAN TINGKAT PELAYANAN KESEHATAN PANDUAN STANDAR MINIMAL ALAT KESEHATAN PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN PANDUAN STANDAR PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK BERDASARKAN KEWENANGAN PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN PEDOMAN STANDAR OBAT-OBATAN BERDASARKAN KEWENANGAN PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN DI PROVINSI

40 POTENSI FRAUD DALAM PELAYANAN KESEHATAN

41 MENGAPA ADA POTENSI FRAUD DI INDONESIA
Adanya perubahan sistem pembiayaan di Indonesia Adanya perubahan pada mekanisme pembayaran bagi RS menjadi claim INA-CBG Sifat dasar manusia yang ingin mendapat lebih Dalam sistem yang menggunakan mekanisme klaim, selalu ada potensi fraud. FRAUD Fraud atau kecurangan pelayanan kesehatan merupakan bentuk kriminal “kerah putih” yang canggih dan berefek terhadap sistem pembayaran kesehatan publik & swasta Fraud pelayanan kesehatan merupakan salahsatu faktor dominan yang menyebabkan melambungnya biaya pelayanan kesehatan di AS

42 ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT FRAUD DI INDONESIA
Prediksi premi BPJS 2014 : sekitar 38,5 T Dana Klaim RS: Sekitar 25 T Potensi kerugian fraud dengan angka di AS Hitungan 5% = 1.25 T Hitungan 10% = 2.5 T Fakta-fakta yang ada: Sudah terjadi Potensi Fraud Diskusi mendalam dengan 7 RS besar: ada berbagai hal yang diduga sudah terjadi  15 jenis fraud dan ada 3 jenis fraud yg spesifik terjadi Indonesia

43 Sistem Pencegahan dan Penindakan dengan pembagian tugas yang jelas
Dari hasil penelitian, terdapat juga bentuk-bentuk fraud lain yang tidak ada dalam daftar NHCAA namun terjadi di Indonesia: Tindakan Definisi Operasional Waktu Penggunaan Ventilator -14% Menagihkan penggunakan ventilator >96 jam, padahal waktu penggunaannya lebih singkat. Phantom Visit 14% Tagihan visit dokter yang tidak diberikan Phantom Procedurs 14% Tagihan pekerjaan dokter yang tidak diberikan Sistem Pencegahan dan Penindakan dengan pembagian tugas yang jelas Kementerian Kesehatan sebagai: Regulator  Kemenkes, DinKes Prov. dan atau Kab. sebagai lembaga Penindakan Adminstratif Unit Pencegahan dan Anti Fraud di RS sebagai: Pencegahan dan Deteksi Internal Unit Pencegahan dan Anti Fraud di BPJS dan di Asuransi Kesehatan Swasta sebagai: Pencegahan dan Deteksi Eksternal KPK, Kejaksaan dan Bareskrim sebagai: Penegak Hukum (Penindakan Perdata dan Pindana)

44 Upaya Pencegahan Fraud di RS
Menetapkan Pengorganisasian Unit Pencegahan dan Deteksi Fraud Alternatif 1a: Unit berdiri sendiri dan bekerja mandiri. Aternatif 1b: Unit berdiri sendiri namun bekerja sama dengan SPI dan juga dengan Komite Medik serta Komite Keperawatan. Alternatif 2: Unit terintegrasi kedalam Satuan Pengawas Intern (SPI).

45 2. Melakukan Pencegahan Menyusun kebijakan direksi mengenai definisi dan jenis tindakan yang termasuk fraud dalam pelayanan kesehatan di RS Menyusun komitmen bersama untuk memerangi fraud dalam pelayanan kesehatan Menyusun program kepatuhan dalam proses klaim INA CBG’s Melakukan program edukasi pencegahan, deteksi dan penindakan fraud Menerbitkan berbagai media sosialisasi pencegahan fraud bagi para staf RS Melakukan pendekatan-pendekatan rohani untuk untuk lebih meningkatkan moral klinisi Mengawasi dan memperketat hubungan antara klinisi dan detailer

46 MEMBANGUN SISTEM PENGAWASAN SISTEM RUJUKAN EKSTERNAL DAN INTERNAL MELALUI BPRS – DEWAS RS – KOMITE MEDIS PEMBINAAN DAN PENGAWASAN RUMAH SAKIT ( UU RS ) BADAN PENGAWAS RS DAN KOMITE MEDIK UUD 1945 PS 28 H AYAT 1 DAN PASAL 34 AY 3 UU NO 8 / 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UU NO 29 TH 2004 TTG PRAKTEK KEDOKTERAN UU NO 40 TH 2004 TTG SJSN UU NO 11 TH 2005 TTG PENGESAHAAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC,SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UU NO 11 TH 2008 TTG KETERBUKAAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK UU NO14 TH 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK UU TENAGA KERJA, UU IMIGRASI UU NO 25 TH 2009 TTG PELAYANAN PUBLIK UU NO 36 TH 2009 TENTANG KESEHATAN UU NO 43 TH 2009 TENTANG KEARSIPAN UU NO 24 TH 2011 TENTAMG BPJS UU NO 44 TH 2009 TENTANG RUMAH SAKIT M A S Y R K T PENGAWASAN non TEKNIS PENGAWASAN TEKNIS BPRS Pusat Kemen Kes Stake Holder BPRS Prov Dinkes Prov Pem/pemda Pemilik Dinkes kab/kota RS PERSI / AS.RS DEWAN PENGAWAS (PENENTUAN ARAH KEBIJAKAN RS ) PERHIMPUNAN PROFESI MASYARAKAT AKREDITASIKARS JCI-ISO KNKP-RS Demikian banyak Peraturan Per-undang-undangan yang terkait rumahsakit, demikian juga pengawasan baik internal maupun eksternal, tetapi keluhan pasien atas kinerja rumahsakit semakin banyak terungkap selaras dengan era keterbukaan informasi . Apakah dengan adanya BPRS maka kinerja rumahsakit akan meningkat dan tujuan dibuatnya UU No 44 dapat tercapai. ? Sebelum dapat ditata aturannya , UU ini telah melemahkan fungsi pembinaan dan pengawasan, dengan dicantumkannya kata “dapat” dan bukannya “harus” pada pembentukan BPRS Provinsi dan Dewan Pengawas RS. Pengawasan yang saat ini telah diterapkan dengan efektifitas yang berbeda di rumahsakit, yaitu contoh pada rumahsakit BLU dimana pengawasan atas profesionalime staf medis oleh Komite Medis. Pedoman Pelayanan, SPO, Pedoman etika dan profesionalisme Perhimpunan Profesi IDI dan Perhimpunan Dr Spesialis menjadi rujukan bagi aturan profesionalisme dan standar mutu pelayanan. Pedoman Keselamatan pasien dan RS oleh KNKPRS menjadi acuan kegiatan patient safety. SPI mengawasi manajemen RS (RS BLU) yang perlu di evaluasi kembali agar lebih luas dari sekedar pengawasan keuangan dan standar birokrasi. Dewan Pengawas yang telah berfungsi pada RS-BLU Pusat, namun tugas pengawasan harus disesuaikan dengan UU 44 dan PMK tentang Dewas Diharapkan asosiasi RS dapat memberikan masukan khususnya mutu pelayanan medis/klinis apa saja yang perlu dilaporkan, program keselamatan pasien apa, demikian juga laporan manajemen apa yang penting dilaporkan . Mungkin sudah sedemikian banyak laporan yang dilaporkan oleh RS , tetapi data mana yang memiliki makna penting bagi RS dan juga penting diketahui oleh Pemerintah dan masyarakat untuk dilakukan pembinaan dan pengawasan. DIREKSI SPI TIM KPRS KOMITE MEDIS ETIKA / UU TATA KELOLA KLINIS KESELAMATAN PASIEN RS MUTU MANAJEMEN ASES PASIEN – BIAYA RS(KEUANGAN) MUTU MEDIS DOKTER PASIEN - KELUARGA ( BPJS ) Masyarakat

47 STRATEGI KENDALI MUTU DAN BIAYA (AKREDITASI VERSI 2012)

48 Tantangan Besar utk Akreditasi RS
HASIL AKREDITASI RS 2014 VERSI 2007: 1277 RS  Renstra : 92,67% * 932 RS : 5 Yan * 139 RS : 12 Yan * 206 RS : 16 Yan Th. 2014, jml RS 2.379 53,67 (????) VERSI 2012 61 RS YANG TERDIRI: 46 RS : PARIPURNA 5 RS : UTAMA 6 RS : MADYA 4 RS : DASAR JCI  19 RS * 6 RS PEMERINTAH DAN 13 RS SWASTA Kategori Kepemilikan RS Umum Khusus Total RS PUBLIK Pemerintah 769 94 863 - Kemkes 14 20 34 - Pemda Propinsi 53 44 97 - Pemda Kabupaten 454 9 453 - Pemda Kota 80 12 92 - Kementerian Lain 5 3 8 - TNI 121 6 127 - POLRI 43 Swasta Non Profit 538 197 735 RS PRIVAT SWASTA 466 249 715 BUMN 59 7 66 TOTAL : 1,832 547 2,379 2379 RS 61 RS 2318 Tantangan Besar utk Akreditasi RS Data RS Online 17 Oktober 2014 Seluruh Rs Wajib Terakreditasi

49 RS YANG TERAKREDITASI JCI
RSUPN CM* RSUP Sanglah* RSUP Fatmawati* RSPAD Gatot Soebroto* RSUP dr Sardjito RSUP Dr. Wahidin S RS Siloam Karawaci RS Santosa Bandung RS Eka Hospital BSD RS Eka Hospital Pekan Baru RS Premier Bintaro RS Premier Jatinegara RS Premier Surabaya RS Pdk. Indah – Puri Indah RS Awal Bros Bekasi RS Awal Bros Tangerang RS Awal Bros Pekanbaru RS Awal Bros Batam RS JEC Kedoya, Jakarta 60% RS SWASTA TERAKREDITASI INTERNASIONAL JCI

50 Pengembangan Tarif INA –CBG kedepan
50

51

52 Perbaikan Tarif INA-CBG Kedepan
Sudah disesuaikan dengan kebijakan BUK terkini : PNPK, PPK dan Format Clinical Pathway terbaru

53 Strategi “Bijak/Untung”RS Dalam Menggunakan INA DRG’s

54 KESIMPULAN (1) Penerapan tarif INA CBG’s di Indonesia sesuai dengan Perpres No. 111 tahun 2013 dan Permenkes No. 59 tahun 2014 Pembayaran tarif INA-CBGs dibayarkan sesuai kelas rumah sakit yang tercantum dalam Permenkes Nomor 56 tahun 2014 Kendali Mutu dan Biaya menjadi kunci agar RS SWASTA dapat berkembang di era JKN sehingga RS dapat lebih efisien terhadap biaya perawatan yang diberikan kepada pasien, tanpa mengurangi mutu pelayanan Penerapan strategi “Bijak/Untung” perlu diterapkan oleh RS dalam era JKN

55 KESIMPULAN (2) Dengan Permenkes 56 tahun 2014 tentang Perizinan dan Klasifikasi, yang berlaku pada tgl1 sept 2014, perlu penguatan Pemda, yang saat ini belum siap dan melaksanakan fungsinya untuk sosialisasi implementasi penetapan dan perizinan serta klasifikasi Akreditasi versi 2012 sebagai syarat kredensialing PKS BPJS Redistribusi Pasien ke RS Swasta merupakan potensi jejaring pelayanan kesehatan di era JKN, karena overkapasitas dari RSU Pemerintah

56 KESIMPULAN (3) Metode pembayaran INA-CBG, merubah cara pandang dan perilaku dalam mengelola RS dan memberikan pelayanan kepada pasien RS dengan seluruh komponennya perlu melakukan upaya upaya efisiensi dan peningkatan mutu pelayanan Perlu kerjasama tim RS yang baik dalam mengelola perubahan era JKN

57 Untuk Indonesia yang lebih sehat
TERIMA KASIH Untuk Indonesia yang lebih sehat JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Demikian yang dapat saya sampaikan, mohon perkenan petunjuk Bapak Wapres Terima kasih Wassalamu’alikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Download ppt "PERAN RUMAH SAKIT SWASTA SEBAGAI FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL Dr. Chairul Radjab Nasution,SpPD,"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google