Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

SISTEM DAN KEBIJAKAN PERBANKAN DI INDONESIA

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "SISTEM DAN KEBIJAKAN PERBANKAN DI INDONESIA"— Transcript presentasi:

1 SISTEM DAN KEBIJAKAN PERBANKAN DI INDONESIA
1 TRAINING FOR TRAINERS K E B A N K S E N T R A L A N SISTEM DAN KEBIJAKAN PERBANKAN DI INDONESIA Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BANK INDONESIA Bandung, 15 Februari 2012

2 MATERI KULIAH 1. Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia
2. Kebijakan Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1998 dan Pasca Krisis 2008 3. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) 4. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) 5. Basel I, II dan Basel III

3 Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia
Dasar: UU BI, UU Perbankan Visi dan Misi BI Ada kebijakan yang relatively tidak diganti dalam jangka panjang. Arah Kebijakan Perbankan : Kebijakan perbankan yang lahir berdasarkan kebutuhan pada periode tertentu, bersifat dinamis misalnya Kebijakan Kepemilikan Tunggal. Pengaturan dan pengawasan yang dilakukan merupakan implementasi kebijakan perbankan di Indonesia. Tujuan: Terciptanya sistem perbankan yang sehat Wewenang Paradigma: Compliance based atau Risk based utk Pengawasan

4 Visi dan Misi Bank Indonesia
Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.

5 Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia
Dasar Hukum: UU No 7 Tahun 1992, sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 tahun 1998 Tentang Perbankan Jenis Bank di Indonesia: Bank Umum Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Sistem konvensional Sistem Syariah Dual Banking Jenis Bank Umum berdasarkan pemilik: Bank Milik Pemerintah Bank Milik Pemda Bank Swasta Nasional Bank Asing Bank Campuran Jenis Bank berdasarkan lingkup operasi Bank Devisa Bank Non Devisa Bank umum  Dapat memberikan jasa lalu lintas pembayaran  Pencipta uang BPR  Tidak dapat memberikan jasa lalu lintas pembayaran

6 Peranan BI dalam Kebijakan Perbankan
Perbankan Indonesia telah ada sebelum kemerdekaan UU No. 11 tahun 1953 ttg Bank Indonesia  BI diberi tugas memajukan perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan melakukan pengawasan terhadap urusan kredit. UU No. 14 tahun 1967 ttg perbankan  Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI atas nama Departemen Keuangan  Seluruh ketentuan perbankan dituangkan dalam bentuk Keputusan Menteri Keuangan. UU No. 13 tahun 1968 ttg Bank Sentral  Pembentukan Dewan Moneter UU No. 7 tahun 1992 ttg perbankan  tidak banyak perubahan terkait peranan BI dalam mengatur mengawasi bank UU No. 10 tahun 1998  amandemen UU No.7 Tahun 1992 ttg perbankan  perubahan mendasar: perizinan bank oleh BI, kepemilikan asing atas bank tidak dibatasi, pengembangan bank berdasarkan syariah, rahasia bank hanya meliputi nasabah penyimpan dan simpanannya, pembentukan LPS, pendirian badan khusus sementara d/r penyehatan perbankan.

7 Peranan BI dalam Kebijakan Perbankan
UU No. 23 tahun 1999 ttg Bank Indonesia  Independensi BI dan Pengawasan bank akan dialihkan ke LPJK. UU No.3 tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 23 tahun 1999  Perubahan menyangkut penetapan OJK. UU No. 6 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 1999  Perubahan menyangkut pemberian pembiayaan darurat bagi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan berdampak sistemik serta berpotensi membahayakan sistem keuangan serta menambahkan asset kredit berkualitas lancar sebagai agunan yang berkualitas tinggi.

8 Pengertian Kebijakan Perbankan
Seperangkat alat-alat dalam rangka pengawasan, pengaturan dan pengembangan perbankan di Indonesia baik secara individu maupun secara keseluruhan yang terdiri dari dasar hukum/perundang-undangan dan peraturan, kewenangan, sistem pengawasan, sistem informasi, dan termasuk pengenaan sanksi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Searching international definition of macro banking policy.

9 Tujuan Kebijakan Perbankan
Untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia agar tercipta sistem perbankan yang sehat secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.

10 Ruang Lingkup Kebijakan Perbankan di Indonesia
Kewenangan memberikan izin (right to license) Kewenangan mengatur (right to regulate) Kewenangan mengawasi (right to control) Kewenangan memberikan sanksi (right to impose sanction)

11 Ruang Lingkup Kebijakan Perbankan - Kewenangan Memberikan Izin
Pendirian usaha  Izin prinsip dan izin usaha Pembukaan, penutupan, pemindahan, dan peningkatan status KC Kepemilikan dan kepengurusan bank  fit and proper test Izin pelaksanaan kegiatan tertentu

12 Ruang Lingkup Kebijakan Perbankan - Kewenangan Mengatur
Tujuan Pengaturan umumnya: - Prudential - Mengurangi risiko sistemik - Menghindarkan penyalahgunaan bank: pencucian uang - Melindungi kerahasiaan bank: nasabah penyimpan - Alokasi kredit ke sektor yang diperlukan Macroprudential regulation terkait kesehatan sistem keuangan secara keseluruhan; microprudential terkait kesehatan individual bank Pengelompokkan ketentuan: Ketentuan kelembagaan; Kepengurusan dan kepemilikan bank; Ketentuan kegiatan usaha dan produk bank; Ketentuan kehati-hatian; Ketentuan penilaian tingkat kesehatan; Ketentuan self regulatory banking (SRB); Ketentuan pembiayaan; Ketentuan dalam pelaporan; Ketentuan khusus dalam mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi; Ketentuan lainnya. Lihat di Booklet Perbankan

13 Ruang Lingkup Kebijakan Perbankan - Kewenangan Mengawasi
Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision): pemantauan kepatuhan terhadap ketentuan terkait operasi dan pengelolaan bank dengan tujuan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip kehati-hatian. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision): Risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik, risiko kepatuhan

14 Struktur Pedoman Pengawasan Bank (1)
PBI dan UU PDG RBS Pedoman terkait Aspek Kepatuhan Pedoman RBS Pedoman terkait aspek prudensial: Pedoman BMPK Pedoman Kualitas Aktiva Pedoman GWM Pedoman PDN Pedoman prudensial lainnya Pedoman terkait aspek kelembagaan: Pedoman Bank Umum Pedoman Fit & Proper Test Pedoman Exit Policy Pedoman KYC Pedoman Merger dan Akusisi Pedoman kelembagaan lainnya Pedoman terkait Pengawasan Berdasarkan Risiko: Pedoman Know Your Bank Pedoman penilaian risiko dan Tingkat Kesehatan Bank Pedoman penyusunan Supervisory Plan Pedoman penyusunan Audit Working Plan Pedoman Teknik Pemeriksaan Berdasarkan Risiko Pedoman Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Pedoman Tindakan Pengawasan dan Monitoring Pedoman Penanganan Bank Bermasalah

15 Struktur Pedoman Pengawasan Bank (2)
PBI dan UU PDG RBS Pedoman terkait Aspek Kepatuhan Pedoman RBS Pedoman Quality Assurance melalui Forum Panel RBS Pedoman Bank Performance Report Handbook penilaian risiko dan Tingkat Kesehatan Bank Handbook penilaiain risiko kredit Handbook penilaiain risiko pasar Handbook penilaiain risiko operasional Handbook penilaiain risiko likuiditas Handbook penilaiain risiko kepatuhan Handbook penilaiain risiko reputasi Handbook penilaiain risiko strategis Handbook penilaiain risiko hukum Handbook penilaiain permodalan bank Handbook penilaiain rentabilitas bank Pedoman terkait sistem pengawasan dan sistem informasi manajemen: Pedoman SIM-SPBI Pedoman Stress Test RBB Pedoman Sistem Pengendalian Intern (SPI) Bank Pedoman terkait produk dan layanan jasa perbankan: Pedoman Pengawasan Transaksi Derivatif Pedoman Pengawasan Structured Product dan Derivatif Kompleks Pedoman Lainnya Pedoman terkait SSK: Pedoman FPJP Pedoman FPD

16 Pengawasan Bank Pengaturan Bank (Prudential Banking Principles)
Pengawasan Bank (Otoritas)  Memantau/memeriksa apakah pemilik/pengelola telah melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip kehati-hatian TIDAK LANGSUNG (off site supervision) LANGSUNG (on site supervision) Melalui laporan yang disampaikan oleh bank kepada lembaga otoritas Mendatangi dan memeriksa bank Umum Khusus Periodik Ad hoc

17 Ruang Lingkup Kebijakan Perbankan - Kewenangan Mengawasi
Masukkan siklus pengawasan. Jangan lupa masukkan special surveillance

18 Ruang Lingkup Kebijakan Perbankan -Pengawasan: Tingkat Kesehatan Bank
Pengaturan & Pengawasan Bank Agar bank dapat bekerja dengan baik dan sistem perbankan stabil Indikator? Indikator keberhasilan pengaturan dan pengawasan bank Tingkat Kesehatan Bank Definisi: Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran sistem pembayaran, serta dapat dipergunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Cek ulang definisi dan sumber

19 Struktur Pemeriksaan Sumber: Basel Committee for Banking Supervision

20 Tingkat Kesehatan Bank
Ketentuan Terbaru: PBI No. 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, merupakan penyempurnaan penilaian tingkat kesehatan terdahulu yang menggunakan pendekatan risiko (Risk Based Rating). Latar belakang: Perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko, penerapan pengawasan secara konsolidasi, serta perubahan pendekatan penilaian secara internasional. Bank wajib untuk melaksanakan uji coba penilaian sejak tanggal 1 Juli 2011 yaitu untuk posisi penilaian Tingkat Kesehatan Bank akhir bulan Juni 2011. PBI tersebut resmi diterapkan pada tgl. 1 Januari 2012 untuk posisi akhir Desember 2011. .

21 Tingkat Kesehatan Bank
Profil Risiko Good Corporate Governance (GCG) Rentabilitas (Earnings) Permodalan (Capital) Tingkat Kesehatan Bank (1 s.d. 5)

22 Tingkat Kesehatan Bank
Pokok-pokok Penyempurnaan: 1. Bank (termasuk kantor cabang bank asing) wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank baik secara individual maupun konsolidasi dengan menggunakan pendekatan risiko. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi dilakukan bagi Bank yang melakukan pengendalian terhadap Perusahaan Anak. Faktor-faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank terdiri dari: Profil risiko (risk profile), Good Corporate Governance, Rentabilitas (earnings) dan Permodalan (capital). Bank wajib melakukan penilaian sendiri (self assesment) Tingkat Kesehatan Bank dan hasil self assesment Tingkat Kesehatan Bank yang telah mendapat persetujuan dari Direksi wajib disampaikan kepada Dewan Komisaris. Selanjutnya, hasil self assesment dimaksud wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. Periode penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan paling kurang setiap semester (untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember) serta dilakukan pengkinian sewaktu-waktu apabila diperlukan.

23 Profil Risiko Dilakukan terhadap: Risiko Inheren
Penerapan Manajemen Risiko dalam operasional bank terhadap 8 risiko: - risiko kredit; - risiko pasar; - risiko likuiditas; - risiko operasional; - risiko hukum; - risiko stratejik; - risiko kepatuhan; - risiko reputasi

24 Good Corporate Governance (GCG)
Penilaian berdasarkan implementasi TARIF GCG : Transparency, Accountability, Reliability, Independence, Fairness Penilaian GCG merupakan penilaian terhadap manajemen Bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG dan informasi lainnya terkait GCG bank.

25 Rentabilitas (Earnings)
Komponen Faktor Penilaian: ROA (Return on Assets), ROE (Return on Equity), NIM (Net Interest Margin), Rasio Efisiensi (BOPO) Perkembangan Laba Ops (12 bulan) Komposisi Portfolio Aktiva Produktif Ketaatan terhadap metodologi pengakuan pendapatan dan biaya Prospek Laba Operasional

26 Capital Komponen Faktor Penilaian:
Kecukupan pemenuhan KPMM terhadap ketentuan yang berlaku; Komposisi Permodalan; Trend ke depan/proyeksi KPMM; Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan (APYD) dibandingkan dengan Modal Bank; Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan); Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha; Akses kepada sumber permodalan; Kinerja keuangan pemegang saham (PSP) untuk meningkatkan permodalan Bank

27 Tingkat Kesehatan Bank
Penilaian secara konsolidasi dilakukan dengan memperhatikan: - signifikansi / materialitas pangsa perusahaan anak terhadap bank secara konsolidasi - permasalahan yang berpengaruh secara signifikan terhadap permodalan secara konsolidasi.

28 PROSES PENETAPAN PERINGKAT BERDASARKAN PBI DAN SE EKSTERN
Analisis Peringkat Komponen Judgement Analisis Data Base & Informasi Relevan Peringkat Faktor Cek ulang berdasarkan peraturan terbaru Perhitungan Rasio Analisis & Judgement Peringkat Komposit

29 Peringkat Komposit Peringkat Komposit 1 (PK-1)
Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sangat sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Peringkat Komposit 2 (PK-2) Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sehat sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya Peringkat Komposit 3 (PK-3) Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum cukup sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya Peringkat Komposit 4 (PK-4) Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum kurang sehat sehingga dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya Peringkat Komposit 5 (PK-5) Mencerminkan kondisi Bank yang secara umum tidak sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Cek ulang

30 Tindak Lanjut Hasil Penilaian TKS
- Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham wajib menyampaikan action plan kepada Bank Indonesia dalam hal berdasarkan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan/atau self assesment oleh Bank terdapat: Faktor Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 4 atau peringkat 5; Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 4 atau peringkat 5; Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 3, namun terdapat permasalahan signifikan yang perlu diatasi agar tidak mengganggu kelangsungan usaha Bank. - Bank Indonesia berwenang melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan action plan oleh Bank 30

31 Ruang Lingkup Kebijakan Perbankan -Kewenangan Mengenakan Sanksi
Note : Menjaga efektivitas peraturan dan ketentuan perbankan  Perlu ada sanksi SANKSI ADMINISTRASI PIDANA Pelanggaran Ketentuan Pidana Kejahatan Denda uang Teguran tertulis Penurunan Tk Kesehatan Larangan ikut kliring Pembekuan kegiatan usaha tt Pemberhentian Pengurus Pencantuman dalam DOT Lalai dalam memberikan keterangan yg wajib dipenuhi sbgmn dimaksud dlm UU Melanggar Perizinan bank Rahasia bank Perpajakan Ps. 30 ayat 1,2  kooperatif thdp pengawasan BI Ps. 34 ayat 1,2  Kewajiban menyampaikan Laporan keuangan ke BI

32 Kebijakan Dalam Hal Bank-bank Mengalami Kesulitan
Prudential Banking Regulations  mencegah terjadinya bank dalam kesulitan Keadaan normal Kebijakan Perbankan Keadaan bank dlm kesulitan Membahayakan kelangsungan usaha bank ybs Membahayakan bank lainnya (sistem perbankan) Membahayakan sistem keuangan dan sistem perekonomian Ganti dengan gambar terbaru  yang memasukkan CMP Menambah modal Pergantian pengurus Penghapusbukuan kredit macet Merger, konsolidasi, akuisisi Pengalihan pengelolaan Menjual harta/kewajiban BI meminta pemerintah membentuk (atas persetujuan DPR) badan khusus yg bersifat sementara untuk penyehatan perbankan LIKUIDASI

33 MATERI KULIAH Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia
2. Kebijakan Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1998 dan Pasca Krisis 2008 3. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) 4. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) 5. Basel I, II dan Basel III Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia

34 MEMPERBURUK PEREKONOMIAN
Kebijakan Perbankan Indonesia Pasca Krisis 1997/1998: Latar Belakang Kebijakan MEMPERBURUK PEREKONOMIAN INDONESIA SEKTOR EKSTERNAL : - Neraca Pembayaran memburuk akibat capital outflow SEKTOR RIIL : - Inflasi Meningkat - Pertumbuhan Ekonomi Menurun - Kewajiban hutang LN Corporate sektor meningkat (Rp) - Biaya Produksi Meningkat FISKAL : - Pengeluaran Pemerintah (LN) meningkat tajam KEUANGAN/MONETER : - Kewajiban LN bank dlm rupiah - Kredit bermasalah karena pertumbuhan melambat - Meningkatkan Fragility di Perbankan Krisis Perbankan berawal dari krisis nilai tukar Krisis Nilai Tukar di Thailand Penurunan Kepercayaan Investor Asing terhadap Perekeonomian Nasional KRISIS NILAI TUKAR RUPIAH

35 PROGRAM STABILISASI DAN REFORMASI PERKEONOMIAN
Kebijakan Perbankan Indonesia Pasca Krisis 1997/1998: Latar Belakang Kebijakan Dalam rangka pemulihan perekonomian nasional dari krisis dilakukan program stabilisasi dan reformasi perekonomian PROGRAM STABILISASI DAN REFORMASI PERKEONOMIAN Kebijakan Makroekonomi : 1. Kebijakan Fiskal : - Mengurangi subsidi - Transparansi fiskal - Penundaan/pembatalan Proyek 2. Kebijakan Moneter : - Meningkatkan suku bunga - Intervensi valas RestrukturisasiSektor Keuangan 1. Pencabutan ijin usaha bank-bank tidak sehat 2. Penyediaan batuan likuiditas 3. Merger bank Reformasi Struktural di Sektor Riil 1. Perdagangan Luar Negeri 2. Investasi 3. Deregulasi dan Privatisasi Jaringan Pengaman Sosial - Meningkatkan bantuan ke rakyat kecil PENYEHATAN DAN PEMULIHAN PEREKONOMIAN INDONESIA

36 Kebijakan Perbankan Indonesia Pasca Krisis 1997/1998: Latar Belakang Kebijakan
Penutupan 16 Bank bermasalah pada 1 November 1997 yang dimaksudkan untuk menyehatkan sektor keuangan, sebaliknya telah mengakibatkan terjadinya bank runs pada sejumlah bank yang dianggap nasabah merupakan bank “Bermasalah” khususnya bank swasta. Bank Umum  Des-96 Des-97 Jan-98 Feb-98 Mar-98 Des-98 Des-99 Pangsa (%) 1. Bank Persero 36,0 42.8 47.7 47,0 46.6 47.34 45.78 2. BUSN 55,2 45,4 38,4 39,0 39,9 41.08 40.42 BPD 2.8 2.2 1.6 1.7 1.9 2.24 4. Bank Campuran dan Bank Asing 5,8 9,6 12,3 12,0 9.7 11.56 Pa n g s a Da P i h k III Sumber: Bank Indonesia Data ditambah s.d. tahun 1999 dan dibandingkan antara pangsa dengan level. Agar dijelaskan bagaimana penutupan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan SISTEM yang masih berjalan tetap sehat (tidak lagi terdapat bank-bank yang mengalami kesulitan keuangan).

37 Kebijakan Perbankan Indonesia Pasca Krisis 1997/1998: Latar Belakang Kebijakan
Krisis perbankan telah mengakibatkan penurunan kinerja perbankan nasional. Pada tahun 1998 CAR menjadi negatif 15,7% sedangkan RoA menjadi negatif 18,76%. Non performing loan (NPL) meningkat tajam dari 8,1% pada tahun 1997 menjadi 50%. Keterangan 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 NPL gross 10,4 9,5 8,1 50 32,8 18,8 12,1 NPL nett n.a. 7,3 5,8 3,6 2,1 RoA 1,75 1,22 1,37 -18,76 -6,14 1,01 1,96 BO/PO 92 95 145 152 102,86 98,93 94,77 CAR 11,85 11,82 9,19 -15,7 -8,12 2,34 19,28 23,01 LDR 81,07 78,31 82,56 72,39 26,03 33,72 33,06 38,38 Alat likuid/simpanan 3,16 5,5 7,36 8,19 8,88 9,34 8,01 8,6 BMPK 33 52 56

38 Kebijakan Perbankan Indonesia Pasca Krisis 1997/1998: Cakupan kebijakan
Penutupan bank telah mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank sehingga terjadi bank runs dan krisis perbankan. Krisis perbankan telah mengakibatkan anjloknya kinerja perbankan nasional dan permasalahan likuiditas telah meluas menjadi permasalahan solvabilitas. Untuk mengatasi krisis perbankan tersebut beberapa langkah kebijakan dilakukan oleh Pemerintah dan BI, dengan beberapa kebijakan utama Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia Program Penjaminan Pemerintah Pendirian Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Restrukturisasi Perbankan

39 Kebijakan Perbankan Indonesia Pasca Krisis 1997/1998: Cakupan kebijakan
Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) : Seperti diuraikan sebelumnya penutupan bank telah mengakibatkan terjadinya penarikan dana besar-besaran (Bank Runs) pada sejumlah bank. Risiko sistemik yang terjadi pada perbankan nasional mendorong Pemerintah untuk menetapkan keputusan memberikan bantuan likuiditas kepada perbankan melalui Bank Indonesia yang kemudian dikenal sebagai BLBI. Pemberian BLBI tersebut dimaksudkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank dan pada lanjutannya dapat mencegah penarikan dana besar-besaran pada seluruh bank (risiko sistemik). Berbeda dengan fungsi lender of last resort (LOLR). BLBI merupakan bantuan likuiditas darurat untuk mencegah risiko sistemik (systemic risk), sedangkan LOLR adalah pinjaman diberikan BI terhadap bank yang mengalami liquidity missmatch.

40 Menyelamatkan sistem perbankan
Dilema Kebijakan BI Ada 2 alternatif kebijakan utk mengatasi krisis tsb: Menutup bank dan atau skors kliring Kepanikan deposan Kekacauan lalu lintas pembayaran Risiko sistemik Menyelamatkan sistem perbankan & Sist. Pembayaran Bantuan likuiditas tetapi ada moral hazard Pilihan yang diambil: Menyelamatkan sistem perbankan dan sistem Pembayaran

41 Mengapa Sistem Perbankan Perlu Diselamatkan Melalui Bantuan Likuditas?
Dilema kebijakan Pemerintah : Besarnya dana pihak ketiga yang harus dibayar dalam sistem perbankan jika opsi penutupan bank secara massal dilakukan a. Total dana perbankan tanpa bank asing b. Utang Luar Negeri (valas) Dana pihak ketiga dan Utang Luar Negeri Jumlah Penyaluran BLBI *) CADANGAN DEVISA DEC 98 = +/- USD 22,1 M; Kurs 1USD = Rp ,- Desember 1997 376,8 triliun 77,6 triliun 454,4 triliun 48,8 triliun Desember 1998 584,5 triliun 95,7 triliun 680,2 triliun 144,54triliun Sumber : BI

42 Kebijakan Perbankan Indonesia Pasca Krisis 1997/1998: Cakupan kebijakan
i. Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) : Program Penjaminan Pemerintah Tidak terdapatnya program penjaminan nasabah pada saat penutupan bank dan asymmetric information nasabah terhadap bank mengakibatkan hilangnya kepercayaan nasabah terhadap bank. Hilangnya kepercayaan nasabah mengakibatkan terjadinya penarikan dana besar-besaran (bank runs) pada bank swasta nasional. Untuk mencegah meluasnya bank runs, Pemerintah memberikan blanket guarantee pada akhir bulan Januari 1998 sesuai dengan Keputusan Presiden No. 26 tahun 1998 tanggal 26 Januari 1998. Kebijakan blanket guarantee merupakan pemberian jaminan atas kewajiban bank terhadap deposan dan kewajiban kreditur dalam dan luar negeri. Pada awal penjaminan s/d akhir 2001; diperpanjang s/d akhir Secara bertahap blanket guarantee dikurangi dan dihapus setelah pendirian LPS. Setelah berdirinya LPS, penjaminan dilakukan oleh LPS sesuai ketentuan.

43 Kebijakan Perbankan Indonesia Pasca Krisis 1997/1998: Cakupan kebijakan
Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) BPPN didirikan dengan maksud agar terdapat lembaga tersendiri untuk menyehatkan perbankan bermasalah sehingga BI dapat lebih berkonsentrasi mengawasi dan membina bank. BPPN didirikan berdasarkan Keppres No. 27 tanggal 27 Februari Sesuai dengan PP No. 17 tanggal 27 Februari 1998, masa tugas BPPN 5 tahun, dengan tugas-tugas sbb: Melakukan penyehatan bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh BI Menyelesaikan aset bank baik aset phisik maupun non phisik melalui unit pengelolaan aset Mengupayakan pengembalian uang negara yang telah tersalur di bank-bank BI telah mengalihkan pengawasan 54 bank yang bermasalah kepada BPPN

44 Kebijakan Perbankan Indonesia Pasca Krisis 1997/1998: Cakupan kebijakan
44 …Setelah ketiga kebijakan sebelumnya dilakukan, restrukturisasi perbankan menyeluruh juga dilakukan BI dan Pemerintah….. Restrukturisasi Perbankan Indonesia Restrukturisasi perbankan dilakukan melalui dua program utama: Program penyehatan perbankan, meliputi: Program Penjaminan Program Rekapitalisasi Bank Umum Program Restrukturisasi Kredit Program Pemantapan Ketahanan Sistem Perbankan, meliputi: Pengembangan Infrastruktur Perbankan Peningkatan Mutu Pengelolaan Perbankan Pemantapan Pengawasan Bank Keseluruhan Program Restrukturisasi dapat dilihat pada Gambar 1 halaman berikutnya

45 Kebijakan Perbankan Indonesia Pasca Krisis Keuangan Global 2008: Latar belakang
Merupakan imbas krisis subprime mortgage di AS. Lehman Brothers yang merupakan salah satu bank investasi terbesar di AS ditutup, begitu juga penutupan Northern Rock di Inggris, Credit Lyonnaise di Prancis, dan UBS di Swiss. Krisis keuangan ini kemudian merambat ke negara lain seperti Korea karena adanya cross border banking. Rupiah sempat melemah hingga Rp12.000/USD dari sebelumnya Rp9.000/USD. IHSG melemah hingga lebih dari 10% sehingga sempat disuspend. Terjadi segmentasi likuiditas pasar antarbank di Indonesia yang akhirnya menimbulkan peningkatan suku bunga deposito dan likuiditas mengering. Bank Century diselamatkan dengan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dari BI dan kemudian diberikan bantuan likuiditas oleh LPS yang menjadi Penyertaan Modal Sementara (PMS).

46 Kebijakan Perbankan Indonesia Terkait Krisis Keuangan Global 2008 Latar belakang
Sumber: BI Sumber: BI Sumber: BI dan Yahoo Finance

47 Kebijakan Perbankan Indonesia Terkait Krisis Keuangan Global 2008 Cakupan Kebijakan
Pelonggaran Likuiditas: penurunan O/N repo rate, FASBI rate, perubahan ketentuan GWM, perpanjangan jangka waktu FX swap, perpanjangan waktu FTO. Penyediaan FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek)  Perppu No. 2 th tentang FPJP: Perluasan jenis asset yang dapat dijadikan agunan FPJP. Kredit berkolektibilitas Lancar dapat menjadi agunan FPJP Peningkatan penjaminan  Perppu No. 3 th tentang Amandemen UU LPS: Peningkatan plafond penjaminan LPS dari Rp100 juta menjadi Rp2M/nasabah (Singapura, Inggris, Korsel, China, AS memberikan blanket guarantee) ; Penyertaan modal sementara LPS pada Bank Century Ketentuan kehati-hatian: mewajibkan adanya underlying transaksi valas, melarang transaksi derivatif structured product terkait valas. Cari di Booklet

48 Kebijakan Perbankan terkait Krisis Keuangan Global
Tanggal Kebijakan 16 September 2008 BI menurunkan O/N repo rate plus 300bps menjadi BI rate plus 100 bps. BI menyesuaikan FASBI rate dari BI rate minus 200 bps menjadi BI rate minus 100 bps. 23 September 2008 - BI memperpanjang jangka waktu atau Fine Tune Operation (FTO) dari 1 hari s.d. 14 hari menjadi 1 hari s.d. 3 bulan (PBI No. 10/14/PBI/2008). 13 Oktober 2008 BI mengubah ketentuan tentang GWM rupiah dan GWM valas bagi Bank Umum. BI meniadakan pembatasan posisi saldo harian Pinjaman Luar Negeri (PLN) jangka pendek (PBI No. 10/20/PBI/2008). Penerbitan Perppu No.2 th tentang FPJP yang memungkinkan kredit berkolektibilitas Lancar menjadi agunan FPJP. Penerbitan Perppu No. 3 th yang mengatur kenaikan penjaminan LPS dari Rp100 juta menjadi Rp2 milyar. 15 Oktober 2008 BI memperpanjang FX Swap dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan (PBI No.10/21/PBI/2008). BI berkomitmen menyediakan valas bagi korporasi domestik melalui perbankan (PBI No. 10/22/PBI/2008). Penerbitan Perppu No. 4 th tentang JPSK. 24 Oktober 2008 - BI mengeluarkan perubahan atas PBI No. 10/19/PBI/2008 untuk menyempurnakan perhitungan GWM rupiah menjadi GWM utama sebesar 5% dari DPK Rupiah, dan GWM sekunder sebesar 2,5% dari DPK Rupiah (PBI No. 10/25/PBI/2008). 29 Oktober 2008 - BI mengeluarkan peraturan tentang FPJP bagi bank umum (PBI No.10/26/PBI/2008). 13 November 2008 - BI mengeluarkan peraturan yang membatasi transaksi spekulatif valas terhadap rupiah dengan mewajibkan adanya underlying transaksi untuk setiap pembelian valas yang melebihi USD (PBI No. 10/28/PBI/2008). 14 November 2008 -BI mengeluarkan perubahan atas PBI No. 10/26/PBI/2008 tentang FPJP bagi Bank Umum (PBI No. 10/30/PBI/2008). 18 November 2008 - BI mengeluarkan aturan tentang FPJP (PBI No.10/31/PBI/2008). 16 Desember 2008 - BI melarang transaksi derivatif structured product yang terkait valas (PBI No. 10/38/PBI/2008).

49 MATERI KULIAH Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia
2. Kebijakan Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1998 dan Pasca Krisis 2008 3. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) 4. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) 5. Basel I, II dan Basel III Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia

50 Arsitektur Perbankan Indonesia
Banyaknya tantangan perbankan nasional baik internal, nasional dan global mendorong perlunya dilakukan penataan industri perbankan ke depan agar dapat berkembang lebih sehat, kuat dan mampu bersaing secara global. Pada tahun 2003, BI merumuskan cetak biru pembangunan perbankan Indonesia atau lebih dikenal Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang 5 s/d 10 tahun ke depan. Visi API: Mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dam efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

51 Arsitektur Perbankan Indonesia
ENAM PILAR API Sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan ekonomi nasional Struktur Perbankan yang Sehat Sistem Pengaturan yang Efektif Sistem Pengawasan yang Independen dan Efektif Industri Perbankan yang Kuat Infrastruktur Pendukung yang Mencukupi Perlindungan Konsumen Pilar 1 Pilar 2 Pilar 3 Pilar 4 Pilar 5 Pilar 6 Dapat diringkas.

52 Tahap-tahap Implementasi API
Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional No Kegiatan (Pilar 1) Periode Pelaksanaan 1 Memperkuat permodalan Bank Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank umum menjadi Rp100 miliar pada akhir 2010 Mempertahankan persyaratan modal Rp3 triliun untuk pendirian bank baru sampai dengan 1 Januari 2011 Peluncuran program BPD sebagai regional champion 2004 – 2010 2010 2 Memperkuat daya saing BPR Meningkatkan linkage program antara bank umum dengan BPR Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR Memfasilitasi pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR Mendorong konsolidasi melalui merger, konsolidasi dan akuisisi 2004 2006 3 Meningkatkan akses kredit Memfasilitasi pembentukan skim penjaminan kredit Mendorong penyaluran kredit untuk sektor usaha tertentu 2004 – 2006

53 Tahap-tahap Implementasi API
Program Peningkatan Kualitas Pengaturan Perbankan No Kegiatan (Pilar II) Periode Pelaksanaan 1 Memformalkan proses sindikasi dalam membuat kebijakan perbankan a. Membentuk panel ahli perbankan yang diselenggarakan min. 2x dalam setahun dengan mengundang pakar dari dalam dan luar negeri b. Memfasilitasi pembentukan lembaga riset perbankan di daerah maupun pusat. Sejauh ini telah terbentuk 4 lembaga riset perbankan di Sumut, Sumbar, Jatim, Sulsel 2 Implementasi secara bertahap 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision

54 Tahap-tahap Implementasi API
Program Peningkatan Fungsi Pengawasan No Kegiatan (Pilar III) Periode Pelaksanaan 1 Meningkatkan koordinasi antar lembaga pengawas Pembentukan FSSK 2008 2 Melakukan konsolidasi sektor perbankan di Bank Indonesia Mengkonsolidasi fungsi pengawasan dan pemeriksaan Mereorganisasi sektor perbankan di Bank Indonesia Membentuk kelompok pemeriksa spesialis 2007 3 Meningkatkan kompetensi pemeriksa bank Melakukan sertifikasi pemeriksa bank Melakukan attachment pemeriksa di lembaga pengawas internasional Kegiatan 4 & 5

55 Tahap-tahap Implementasi API
Program Peningkatan Fungsi Pengawasan No Kegiatan (Pilar III) Periode Pelaksanaan 4 Mengembangkan sistem pengawasan berbasis risiko Membangun risk-based model untuk pengawasan 2005 5 Meningkatkan efektivitas enforcement Menyempurnakan proses investigasi kejahatan perbankan Meningkatkan transparansi pengawasan dan enforcement Meningkatkan perlindungan hukum bagi pengawas bank 2004

56 Tahap-tahap Implementasi API
56 Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan No Kegiatan (Pilar IV) Periode Pelaksanaan 1 Meningkatkan Good Corporate Governance Menetapkan minimum standar untuk GCG 2006 2 Meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan Mempersyaratkan sertifikasi manajer risiko 2009 3 Meningkatkan kemampuan operasional bank Mendorong bank-bank untuk melakukan sharing penggunaan fasilitas operasional guna menekan biaya: ATM Bersama, APEX bank Memfasilitasi kebutuhan pendidikan dalam rangka peningkatan operasional bank: Penerbitan ketentuan tentang pemanfaatan Tenaga Kerja Asing (TKA )dan alih pengetahuan TKA 2007

57 Tahap-tahap Implementasi API
57 Program Pengembangan Infrastruktur Perbankan No Kegiatan (Pilar V) Periode Pelaksanaan 1 Mengembangkan Credit Bureau Meluncurkan credit bureau 2006 2 Mengoptimalkan penggunaan credit rating agencies 2005

58 Tahap-tahap Implementasi API
58 Program Peningkatan Perlindungan Konsumen No Kegiatan (Pilar VI) Periode Pelaksanaan 1 Menyusun standar mekanisme pengaduan nasabah Menetapkan persyaratan minimum mekanisme pengaduan nasabah 2005 2 Membentuk lembaga mediasi independen Memfasilitasi pendirian lembaga mediasi perbankan, sementara lembaga ini belum berdiri, mediasi perbankan dilakukan oleh BI 2006 3 Menyusun transparansi informasi produk Memfasilitasi penyusunan standar minimum transparansi informasi produk bank 4 Mempromosikan edukasi untuk konsumen Mendorong bank-bank untuk melakukan edukasi kepada konsumen mengenai produk-produk finansial 2007

59 Modal Yang Dibutuhkan Untuk Mendirikan Bank
Rp (trillions) International 2-3 banks Bank s 50 National Banks 3-5 banks 10 Banks with focuses on: 30-50 banks Regional Corporate Retail Others 0,1 Limited Rural Banks Operation Banks Capital (tier 1 + tier 2)

60 MATERI KULIAH Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia
2. Kebijakan Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1998 dan Pasca Krisis 2008 3. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) 4. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) 5. Basel I, II dan Basel III Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia

61 Latar Belakang Stabilitas Sistem Keuangan
Pelajaran berharga dari krisis tahun 1997 : Stabilitas moneter hanya dapat tercapai dengan stabilitas sistem keuangan Mahalnya biaya penyelesaian krisis (51% dari PDB tahunan) Stabilitas sistem keuangan telah menjadi agenda pokok Bank Sentral dan Lembaga Internasional, e.g. : Pembentukan FSF, FSI, FSAP Pembentukan organisasi SSK dan penerbitan kajian SSK di beberapa Bank Sentral Rekomendasi IMF : “BI should establish a Financial Stability Unit for conducting the micro and macro level analysis required to detect systemic vulnerability” (MAE Report - October 2002) “….by June 2003 BI should established FSS unit… (LoI-IMF, 2003).

62 Overview Konsep Stabilitas Sistem Keuangan:
Stabilitas Moneter vs Stabilitas Keuangan Perbedaan antara stabilitas moneter dan stabilitas keuangan: Stabilitas moneter terkait dengan stabilitas tingkat harga secara umum (inflasi) Stabilitas keuangan adalah stabilitas lembaga keuangan dan pasar keuangan yang membentuk sistem keuangan Meskipun sasaran kebijakannya berbeda, namun keterkaitan antar keduanya semakin meningkat (BIS, Annual Report ) (Andrew Crocket, “Why is Financial Stability a Goal of Public Policy”).

63 Hubungan SSK dengan Stabilitas Moneter
Ditambahkan kotak biru untuk pemerintah

64 Overview Konsep Stabilitas Sistem Keuangan: Apa itu SSK?
Terhindarnya dari krisis keuangan (avoidance of financial crisis) (Sinclair, 2001; MacFarlane, 1999) Stabilitas lembaga dan pasar keuangan yang membentuk sistem keuangan. Stabilitas pasar keuangan adalah minimalnya volatilitas harga yang dapat mengganggu perekonomian (Crockett, 1997) Krisis keuangan adalah gangguan terhadap pasar keuangan sehingga pasar keuangan tidak dapat menyalurkan dana secara effisien kepada sektor-sektor investasi yang produktif (Frederick Mishkin,1991 )

65 Lembaga, Pasar dan Infrastruktur Keuangan Perekonomian Internasional
Lingkup dan Fokus SSK Fokus SSK: Lembaga-lembaga keuangan utama yang sehat dan berfungsi baik Tiadanya faktor-faktor yang berpotensi membahayakan kelangsungan usaha lembaga keuangan utama Pasar keuangan yang stabil dan berfungsi baik à Volatilitas harga yang minimal Lembaga, Pasar dan Infrastruktur Keuangan Fiskal Sektor Riil Moneter Perekonomian Internasional

66 Mengapa Diperlukan Stabilitas Keuangan ? Stabilitas Keuangan:
Menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi deposan dan investor Meningkatkan efisiensi intermediasi keuangan Meningkatkan fungsi pasar keuangan dan memperbaiki alokasi sumber daya Mengembangkan sistem keuangan yang sehat dan transparansi Mengurangi gejolak dan risiko sistemik Instabilitas (Krisis) Keuangan – implikasi negatif Besarnya biaya fiskal untuk menyelamatkan lembaga keuangan yang bermasalah Penurunan (kerugian) PDB akibat timbulnya krisis perbankan dan krisis mata uang (currency crisis)

67 Isu Stabilitas Keuangan menjadi
Agenda Prioritas … Sejumlah perkembangan dalam beberapa tahun terakhir telah menjadikan issu stabilitas keuangan sebagai agenda prioritas bagi otoritas moneter dan pengawas serta para pengambil kebijakan publik. Pertumbuhan tinggi volume transaksi keuangan Peningkatan kompleksitas instrumen keuangan baru Besarnya biaya fiskal penyelesaian krisis keuangan Kelemahan mendasar pada beberapa lembaga keuangan yang berpotensi sistemik Terintegrasinya stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan Sistem keuangan berisiko menghadapi kegagalan (failure) sehingga menuntut intervensi pemerintah dan kebijakan penyelamatan

68 Macro-prudential Analysis: Integrated Financial System
Economic Reform and Financial Integration Macroeconomic conditions and policy response Banking Sector: Initial conditions and regulatory framework Capital Inflows Investment boom Asset price increases Consumption boom Increase in short-term debt and fx exposure Collateral Interest and FX rate policies Lending boom Macroeconomic vulnerability increases while banks portfolios become riskier

69 Lima Pilar Utama Stabilitas Keuangan
Lingkungan makro-ekonomi yang stabil ; Kerangka pengawasan prudensial yang sehat; Lembaga keuangan yang dikelola dengan baik; Pasar keuangan yang beroperasi secara efisien dan lancar; dan Sistem pembayaran yang aman dan lancar. Elemen penting lainnya adalah standar industri, termasuk standar akuntansi, kerangka hukum, corporate governance, ketentuan kepailitan. (John F. Laker, Ass. Governor Reserve Bank of Australia – Financial Stability, 1999)

70 Framework SSK

71 MATERI KULIAH Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia
2. Kebijakan Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1998 dan Pasca Krisis 2008 3. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) 4. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) 5. Basel I, II dan Basel III Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia

72 Perkembangan Basel

73 Basel I Ditetapkan pada tahun 1988 sebagai hasil diskusi selama 8 tahun Diadopsi sebagai ketentuan perbankan negara G-20 pada tahun 1992 Menghasilkan: - ketentuan permodalan minimum berdasarkan penghitungan risiko kredit - batasan CAR minimum 8% - ATMR dengan 5 bobot risiko (0%, 10%, 20%, 50%, dan 100%)

74 Basel II Dikeluarkan pada tahun 2004
Merupakan rekomendasi setelah krisis Asia tahun 1997 dan pencabutan UU Glass Steagal di AS Didesain untuk menangani tantangan dan ketidakseimbangan yang diciptakan oleh regulatory arbitrage, risiko operasional, dan mengatur pemenuhan modal yang memperhitungkan kedua hal tersebut. Jadi selain memperhitungkan risiko kredit, Basel II juga memperhitungkan risiko operasional. Kerangka Basel II menghasilkan rekomendasi berdasarkan 3 pilar: pemenuhan modal, review ketentuan, dan disiplin pasar. Basel II langsung diadopsi oleh negara Uni Eropa sementara 95 negara lain termasuk AS menyatakan kesediaan untuk mengadopsi Basel II pada waktu yang ditentukan. Regulatory arbitrage adalah eksploitasi rezim pengaturan yang berbeda untuk mengambil keuntungan dari regulasi yang lebih rendah. Risiko operasional adalah risiko yang muncul dari struktur, kegiatan, prosedur dan staf bank.

75 Basel III Basel III adalah versi terbaru yang diperkenalkan Komite Basel pada tahun 2010 sebagai respon kegagalan pengaturan dan pengawasan dalam menangani krisis subprime mortgage yang berawal di AS yang kemudian diikuti oleh krisis perbankan dan krisis keuangan global di seluruh dunia. CAR minimum akan dinaikkan dari 2% hingga 4,5% dan juga tambahan 2,5%. Proposal Basel III akan mengikutsertakan banyak kemajuan dalam pengukuran risk management dan prosedur ketentuan, yang hanya akan direalisasi secara bertahap, dengan implementasi seluruh paket pada tahun 2018.

76 Questions & Answers


Download ppt "SISTEM DAN KEBIJAKAN PERBANKAN DI INDONESIA"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google