Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

IMPORTANCE- PERFORMANCE ANALYSIS

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "IMPORTANCE- PERFORMANCE ANALYSIS"— Transcript presentasi:

1 IMPORTANCE- PERFORMANCE ANALYSIS
MODEL IPA IMPORTANCE- PERFORMANCE ANALYSIS www//marno.lecture.ub.ac.id

2 PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN
Jasa lingkungan merupakan “jasa” yang dihasilkan oleh ekosistem alam atau sistem buatan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka membantu memelihara dan/atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat. Pengertian lain jasa lingkungan adalah suatu produk yang dapat atau tidak dapat diukur secara langsung, DAPAT berupa : Jasa Wisata Alam/rekreasi, Perlindungan Sistem Hidrologi, Kesuburan Tanah, Pengendalian Erosi dan Banjir, Keindahan, Keunikan dan Kenyamanan. PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN adalah upaya pemanfaatan potensi jasa (baik berupa jasa penyediaan/provisioning services, pengaturan/ regulating services, maupun budaya/cultural services) yang dihasilkan oleh ekosistem dengan tidak merusak dan mengurangi fungsi pokok ekosistem tersebut. Dalam buku Pedoman Inventarisasi Potensi Potensi Jasa Lingkungan ( PHKA, 2003) disebutkan bahwa pemanfaatan Jasa Lingkungan hutan lindung adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan baik tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya . Kegiatannya dapat berupa : usaha wisata alam, usaha olahraga tantangan, usaha pemanfaatan air, usaha perdagangan karbon ( Carbon trade ) atau usaha penyelamatan hutan dan lingkungan . Pemanfaatan jasa lingkungan hutan lindung / hutan produksi adalah bentuk usaha untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utama antara lain berupa : Usaha wisata alam, Usaha olah raga tantangan, Usaha pemanfaatan air, Usaha perdagangan karbon dan Usaha penyelamatan hutan dan lingkungan ( PHKA, 2003) Sumber:

3 PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN
Pembayaran Jasa Lingkungan merupakan pemberian penghargaan berupa pembayaran, kemudahan, keringanan kepada pelaku pengelolapenghasil jasa lingkungan dari suatu kawasan hutan, lahan atau ekosistem Jenis Pembayaran Jasa Lingkungan dapat berupa: Dana kompensasi/ insentif, dana konservasi, dan dana-dana lainnya untuk kepentingan pengelolaan, rehabilitasi, dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan atau ekosistem tertentu Dana Konservasi didefinisikan sebagai sumber dana inovative untuk membiayai konservasi lingkungan baik berasal dari investasi langsung pemerintah dalam bentuk dana publik (direct government investment), investasi swasta secara sukarela (voluntary private investment), investasi swasta secara beregulasi (regulated private investment), dan investasi swasta berbasis masyarakat (market ). Sumber:

4 Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
KEPARIWISATAN adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata EKOWISATA adalah suatu model pengembangan wisata alam yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola secara alami dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan alam juga meliobatkan unsur pendidikan dan dukungan terhadap usaha konservasi serta peningkatan pendapatan masyarakat setempat ( Edaran Mendagri No /836/V/Bangda, 2001) WISATA ALAM adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindaham alam di objek wisata alam, TAHURA dan TWA ( PP no 18/ 1994) Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. Fasilitas, daya tarik serta aktivitas pariwisata merupakan komponen pariwisata yang sangat penting untuk menarik wisatawan berkunjung ke suatu daerah atau kawasan pariwisata. Mengingat pentingnya peranan komponen pariwisata tersebut di atas perlu kiranya mengetahui atau meneliti sejauh mana penilaian wisatawan terhadap kompnen pariwisata tersebut di atas.

5 AZAS, TUJUAN DAN FUNGSI PENGELOLAAN PEMANFAATAN JASLING
Pengelolaan jasa lingkungan hutan dilakukan berdasarkan pada azas: Keseimbangan nilai-nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan, Kemanfaatan umum, Keterpaduan dan keserasian, Kelestarian, Keadilan, Partisipatif, Professional, Kemandirian, Transparansi dan Akuntabilitas publik. Azas pengelolaan pemanfaatan jasa lingkungan hutan dapat dijelaskan sebagai berikut . Keseimbangan nilai-nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan, mengandung pengertian bahwa pemanfaatan jasa lingkungan harus memperhatikan nilai-nilai sosial, ekonomi dan lingkungan secara seimbang dan serasi. Kemanfaatan umum, mengandung pengertian bahwa pemanfaatan jasa lingkungan hutan meng-utamakan kemanfaatan bagi kepentingan umum sebagai prioritas utama, dan kemudian baru untuk kepentingan lain. Pelayanan dalam kaitan kepentingan pemanfaatan jasa lingkungan, diletakan pada kepentingan umum sesuai dengan prioritasnya serta tidak memihak pada satu pelayanan tertentu, memperhatikan keseimbangan dalam memberikan pelayanan kepentingan sosial dan komersial, membantu perwujudan iklim usaha yang kondusif, dan menghindari praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

6 PENGELOLAAN PEMANFAATAN JASLING
AZAS, TUJUAN DAN FUNGSI PENGELOLAAN PEMANFAATAN JASLING AZAS KELESTARIAN: mengandung pengertian bahwa pemanfaatan jasa lingkungan hutan dilakukan secara berkelanjutan dengan tanpa mengganggu kelestarian fungsi kawasan hutan dan bertujuan untuk memperoleh manfaat optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan tersebut harus dapat menjamin ketersediaan jasa lingkungan secara kuantitas dan kualitas untuk kepentingan pada masa kini maupun yang akan datang. AZAS PARTISIPATIF: mengandung pengertian bahwa dalam penyelenggaraan pemanfaatan jasa lingkungan hutan dilakukan berbasis peran serta masyarakat dan para pihak sejak pemikiran awal sampai dengan pengambilan keputusan, maupun pelaksanaan kegiatan yang mencakup tahapan perencanaan, pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Partisipatif tersebut mempersyaratkan adanya rasa saling mempercayai, keterbukaan, rasa tanggungjawab, dan mempunyai rasa ketergantungan (interdependency) di antara sesama para pihak (stake holder). Masing-masing stakeholder harus jelas kedudukan dan tanggung jawab yang harus diperankan, serta yang juga cukup penting dalam pemanfaatan jasa lingkungan hutan adanya distribusi pembiayaan dan keuntungan yang proporsional di antara pihak-pihak yang berkepentingan.

7 PENGELOLAAN PEMANFAATAN JASLING
AZAS, TUJUAN DAN FUNGSI PENGELOLAAN PEMANFAATAN JASLING TUJUAN Tujuan Pengelolaan jasa lingkungan hutan adalah untuk mewujudkan kemanfaatan jasa lingkungan hutan secara menyeluruh, terpadu, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. FUNGSI Fungsi jasa lingkungan hutan bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya banyak sekali seperti sumber air, sumber karbon dll, sehingga harus dilindungi dan dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan kemanfaatannya secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. SASARAN Meningkatnya pemanfaatan fungsi kawasan hutan melalui pemanfaatan jasa lingkungan hutan, termasuk wisata alam; Meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai peranan jasa lingkungan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan; Meningkatnya peran-serta dan keterlibatnya swasta, masyarakat dan para pihak dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pengusahaan jasa lingkungan dan wisata alam; Meningkatnya peran-serta dan keterlibatan secara aktif pemerintah, swasta, masyarakat, dan para pihak lain untuk melestarikannya fungsi jasa lingkungan dan wisata alam pada kawasan hutan Meningkatnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatkan peran pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam pada kawaan hutan dalam perekonomian lokal, nasional, regional

8 JASA LINGKUNGAN PERLINDUNGAN TATA AIR (WATER REGULATION)
Fungsi Hidrologis Hutan Ekosistem hutan yang ada di Indonesia sangat beragam, mulai dari hutan hujan tropis dataran tinggi dan dataran rendah hingga rawa gambut serta hutan rawa bakau. Ekosistem hutan alami umumnya merupakan sistem yang berperan penting di dalam pengaturan dan perlindungan fungsi tata air (hidrologis). Kepentingan pengaturan dan perlindungan fungsi tata air tersebut, terutama pada lokasi-lokasi yang berada pada daerah tangkapan air (DTA) atau daerah resapan air (DRA) pada bagian hulu/hilir suatu daerah aliran sungai (DAS). Ekosistem hutan tersebut umumnya mempunyai fungsi penting dalam mengatur ketersediaan sumber daya air yang dikenal sebagai fungsi hidrologis hutan. Fungsi hidrologis hutan tersebut antara lain berupa : Pengendalian curah hujan yang jatuh dipermukaan tanah sehingga mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi air permukaan, Penyerapan sebagian air hujan untuk kemudian disimpan dan dialirkan kembali sebagai air permukaan dan air tanah, Pengendalian intrusi air laut ke daratan sehingga mencegah salinitas air tanah, Pemprosesan air hujan dengan berbagai bahan polutan yang dikandungnya untuk kemudian dikeluarkan sebagai air baku yang layak digunakan bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup, Pengendalian banjir dan kekeringan serta mengatur sumber air untuk dapat tersedia sepanjang tahun.

9 JASA LINGKUNGAN PERLINDUNGAN TATA AIR (WATER REGULATION)
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Kawasan hutan sebagai bagian dari sistem pengelolaan DAS merupakan daerah hulu yang berfungsi sebagai penyedia air bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan maupun pengguna air di bagian hilir. Pemanfaatan jasa lingkungan air dari maupun di kawasan hutan telah dilakukan tanpa disadari oleh masyarakat, serta telah berlangsung baik secara non komersial (digunakan oleh masyarakat setempat guna keperluan rumah tangga) maupun komersial (perusahaan air minum, perusahaan air minum dalam kemasan, pembangkit listrik/hydro-power, perhotelan, perkebunan, dll). Hingga saat ini belum ada regulasi untuk pengaturan pelaksanaan penggunaan air di dalam kawasan hutan yang berkaitan dengan kelestarian ekosistem kawasan hutan di bagian hulu. KAIDAH PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN AIR DI HUTAN Kaidah pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan hutan umumnya dilakukan berdasarkan kepentingan kelestarian sumber air, tanpa mengganggu kelestarian fungsi utama kawasan hutan berupa hutan produksi, hutan lindung maupun hutan konservasi yang juga berfungsi sebagai pengaturan tata air dari sumber air di bagian hulu sungai, serta bertujuan untuk memperoleh manfaat optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kesinambungan pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan hutan harus dapat menjamin ketersediaan sumber air secara kuantitas dan kualitas untuk kepentingan pada masa kini maupun yang akan datang serta memerankan pula fungsi hutan untuk produksi, perlindungan, dan konservasi.

10 JASA LINGKUNGAN PERLINDUNGAN DAN PEMANFAATAN
Keanekaragaman hayati (biodiversity) Hutan tropis Indonesia merupakan habitat dari berbagai kehidupan flora, fauna, fungi dan jasad renik (mikro-organism), yang secara keseluruhan membentuk komponen keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati merupakan variasi dari berbagai bentuk kehidupan di bumi, yang secara luas mencakup seluruh species tumbuhan, hewan, fungi dan mikro-organism berserta materi genetik dan ekosistemnya yang telah ada dan berkembang selama bertahuntahun dan telah mengalami evolusi. Keanekaragaman hayati terdapat di daerah hutan hujan tropik, terumbu karang dan lautan yang dalam. Keanekaragaman hayati bersifat dinamis dan lebih mengedepankan hubungan keterkaitan antara unsur-unsur penyusun kehidupan di dunia, dan dapat dibagai menjadi tiga katagori dasar, yaitu keragaman genetik, keragaman species, dan keragaman ekosistem. Keragaman genetik merupakan variasi genetik di dalam setiap species, yang mencakup aspek biokimia, struktur dan sifat organism yang diturunkan secara fisik dari induknya, dan dibentuk dari asam deoksiribonukleat atau DNA, berbentuk molekul-molekul panjang yang terdapat pada hampir semua sel. Keragaman ekosistem merupakan variasi ekosistem, dimana ekosistem adalah unit ekologis yang mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi, dan antar komponen-komponen tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan energy, dan daur materi dari produktivitas. Keragaman species merupakan variasi seluruh tumbuhan, hewan, fungi dan mikro-organism yang mampu saling berbiak satu dengan yang lain secara bebas, dan menghasilkan keturunan, namum umumnya tidak berbiak dengan anggota dari lain jenis.

11 JASA LINGKUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
Jasa lingkungan perlindungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati, umumnya mencakup potensi dan upaya yang terkait dengan kepentingan : Pemanfaatan sumber komoditi primer, sumberdaya genetik, mikrobia, dan materi kimia bagi industri pangan, agrokimia, farmasi, dan bioteknologi Hak cipta intelektual terhadap tumbuhan obat, resep ahli pengobatan tradisional, varietas tumbuhan tradisional, dan informasi genetik yang dikandungnya. Upaya untuk memperlambat laju kepunahan species. Potensi keanekaragaman hayati Indonesia sangat luar biasa, menjadi target kegiatan bioprospeksi, laju kerusakan dan erosi keanekaragaman hayati, pemanfaatan keanekaragaman hayati oleh bangsa Indonesia sendiri masih sangat terbatas. Pemanfaatan jasa lingkungan keanekaragaman hayati di kawasan hutan dilakukan melalui jasa : Pemanfaatan plasma nutfah (material hidup), mikrobia dan materi kimia (aktif dan non aktif) sebagai bahan baku untuk kepentingan industri pangan, obat-obatan (farmasi) dan industri kimia; Pendayagunaan atas hak cipta intelektual terhadap tumbuhan obat, resep ahli pengobatan tradisional, varietas tumbuhan tradisional, dan informasi genetik yang dikandungnya.

12 JASA LINGKUNGAN KEINDAHAN BENTANG ALAM (Scenic Beauty- Ecotourism)
Banyak tapak yang mempunyai bentang alam menarik dan masih sulit diakses, baik dalam arti sarana transportasi maupun telekomunikasi. Jasa lingkungan untuk pariwisata alam dan rekreasi sebenarnya sangat potensial. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan dan pengorganisasiannya relatif lebih mudah dibandingkan dengan mekanisme pembayaran dan pengorganisasian jasa lingkungan hutan lainnya, karena sifat excludable-nya. Kegiatan pariwisata alam dan rekreasi di kawasan hutan (ekowisata) diharapkan akan menjadi acuan untuk sustainable tourism atau kegiatan-kegiatan wisata dan rekreasi yang tidak melakukan perusakan dan menimbulkan gangguan terhadap keberadaan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga aktivitas pariwisata dapat diselenggarakan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Ekosistem hutan dengan potensi keanekaragaman hayati maupun fenomena alam lingkungannya merupakan basis dari industri pariwisata alam yang tumbuh secara cepat di dunia. Banyak pengunjung ke hutan tropis, untuk menikmati indahnya kehidupan flora dan fauna hidupan liar, serta mencari pengalaman dan mempelajari keunikan dan keajaiban hidupan liar yang sudah sangat langka dan belum pernah mereka saksikan di daerah/negaranya, disamping menikmati lingkungan alam dan panorama alam yang masih alami, bersih, indah dan menarik. Kegiatan ekowisata tersebut menyajikan beragam aktivitas, antara lain menjelajah hutan (tracking), mendaki gunung (hiking), panjat tebing (climbing), arung jeram (rafting), perkemahan (camping), menyelam (diving), berenang (swimming), memancing (fishing), bersilancar (surfing), mengamati hidupan liar (wildlife watching), pemotretan (photo-hunting), dan sebaginya. Potensi tersebut memerlukan pengelolaan dalam paket-paket perjalanan wisata dengan dilengkapi tour operator, pemandu wisata, interpreter berikut fasilitas/akomodasi untuk kemudahan mencapai dan menikmatinya .

13 Pengembangan Masyarakat
KEGIATAN EKOWISATA: Pengembangan Masyarakat Kegiatan pengembangan masyarakat dilakukan setelah ditetapkan kawasan yang potensial untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan ekowisata, melalui langkah sosialisasi tentang konsep ekowisata kepada masyarakat setempat secara terbuka. Sosialisasi konsep ekowisata secara terbuka kepada masyarakat sangat diperlukan sebagai upaya menumbuhkan pemahaman tentang ekowisata, yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan. Dalam pelaksanaan sosialisasi tersebut, LSM mitra ekowisata berperan mendampingi masyarakat setempat, sehingga konsep ekowisata dapat dipahami secara utuh, banar dan terbuka. Pengembangan daerah tujuan ekowisata diharapkan akan mampu meningkatkan pendapatan dan mendorong partisipasi masyarakat, mengupayakan kegiatan konservasi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati di daerah tujuan ekowisata, berarti melestarikan sumber ekonomi masyarakat sekitar. Kemampuan masyarakat mengelola produk ekowisata dapat ditingkatkan dnegan jalan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan nilai jual daerah tujuan ekowisata. Pelatihan meliputi pelatihan kepemanduan, pengelolaan penginapan dan atraksi ekowisata lainnya.

14 (2) Sarana dan Prasarana (4) Pendidikan dan Penghargaan
KEGIATAN EKOWISATA: Pengembangan Produk dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut : (2) Sarana dan Prasarana Low invest-high value, adalah semangat dasar dari pengembangan sarana akomodasi ekowisata. Konsep pondok ekowisata (ecolodge) yang disesuaikan dengan adat dan budaya setempat menjadi alternatif yang paling tepat dalam penyediaan sarana akomodasi penginapan ekowisata. Disamping itu, pemakaian sumberdaya lokal yang dikombinasikan dengan teknologi tepat guna ramah lingkungan, berdampak pada peningkatan nilai sumberdaya alam setempat, serta menimbulkan pembuktian di masyarakat terhadap upaya konservasi sumberdaya alam, pelestarian budaya, dan pemanfaatan SDM lokal. (1) Tata ruang. Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam tata ruang daerah tujuan ekowisata adalah : (a) Peruntukan kawasan; (b) Kepemilikan; (c) Sarana menuju kawasan ekowisata; (d) Ambang batas kawasan terhadap dampak kegiatan ekowisata; (e) Topografi. (4) Pendidikan dan Penghargaan Pendidikan berupa pelatihan yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan ekowisata antara lain berupa pelatihan ecoguide dan tour operator, pengelolaan daerah tujuan ekowisata di bidang ekonomi bagi masyarakat setempat. Ekowisata harus dapat meningkatkan kesadaran dan penghargaan para ekowisatawan terhadap konservasi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati, memahami pola hidup dan adat yang berlaku, mampu memadukan kegiatan yang bersahabat dengan alam dan budaya setempat. (3) Atraksi dan kegiatan Ekowisata merupakan suatu kegiatan pariwisata yang bertumpu pada alam (nature based ecotourism). Besarnya keanekaragaman hayati beserta ekosistem khas serta unik di suatu daerah, merupakan kekuatan utama sekaligus nilai jual kegiatan pengembangan ekowisata.

15 Pengembangan Pemasaran
KEGIATAN EKOWISATA: Pengembangan Pemasaran Data World Tourim Organization (WTO) menunjukan bahwa di abad milenium baru, 10% dari jumlah wisatawan di seluruh dunia, akan melakukan wisata “back to nature”, yang dapat dikategorikan sebagai ekowisata. Untuk dapat merebut pangsa pasar ekowisata tersebut, para pelaku ekowisata harus dapat menjalin kerjasama dengan industri swasta yang telah memiliki jaringan pemasaran wisatawan dalam negeri maupun manca negara. Target segmentasi pasar ekowisata pada umumnya adalah wisatawan mancanegara (Eropa Barat, AS, Australia) yang menyukai paket-paket wisata yang dekat dengan alam untuk melihat keanekaragaman hayati dan ekosistem khas serta unik. Untuk antisipasi antara keinginan konsumen dengan produk ekowisata yang ditawarkan, perlu dipikirkan untuk membuat jaringan pemasaran bersama yang menawarkan berbagai paket produk ekowisata di Indonesia.

16 Fungsi dan Jasa Ekosistem
Pemanfaatan dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak diimbangi oleh upaya konservasi yang mengatas-namakan kesejahteraan hidup manusia tampaknya mulai menampilkan dampak negatif terhadap keberlangsungan lingkungan hidup. Hal ini tidak hanya mengancam keberlangsungan lingkungan alam, tetapi juga keberlangsungan hidup manusia sendiri. Isu pemanasan global dan perubahan iklim hanyalah sebagian dari sekian banyak isu lingkungan yang demikian pelik untuk diperhatikan yang tidak hanya bersifat lokal tetapi global. Meningkatnya pengetahuan, persepsi dan kesadaran atas isu-isu lingkungan global telah mendorong masyarakat dunia untuk memikirkan upaya penyeimbangan tingkat pembangunan ekonomi dengan upaya konservasi ekosistem dan lingkungan alam. Hal ini telah melahirkan paradigma ekonomi yang memperhitungkan aspek jasa-jasa lingkungan alam ke dalamnya, atau yang lazim dikenal dengan istilah “ekonomi hijau”. Masyarakat dunia telah meyakini bahwa “ekonomi hijau” merupakan solusi bagi upaya melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan hidup , menuju peradaban global yang lebih baik, berkeadilan, dan sejahtera. Fungsi dan Jasa Ekosistem Fungsi Ekosistem (Ecosystem Function) Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) Nilai Jasa Ekosistem Ancaman terhadap Jasa Ekosistem Valuasi Ekosistem Perkembangan Teknik Valuasi Lingkungan Kritik tentang Valuasi Lingkungan Metode Valuasi Ekosistem Penerapan Valuasi Lingkungan Sumber:

17 Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.
JASA EKOSISTEM Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan“. Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tata surya. Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi. Misalnya: Panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya, yaitu bambu. Dengan demikian, panda dapat hidup di ekosistem dengan kondisi apapun asalkan dalam ekosistem tersebut terdapat bambu sebagai sumber makanannya. Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia dapat memperlebar kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, mengembangkan teknologi dan memanipulasi alam.

18 JASA EKOSISTEM Ekosistem dapat menghasilkan barang dan jasa-jasa bagi manusia, antara lain dalam bentuk produk-produk hayati dan non hayati, oksigen segar untuk bernafas, air bersih, dan berbagai jenis bahan obat dan makanan. Akhir-akhir ini banyak indikasi terjadinya gangguan lingkungan yang mengakibatkan jasa ekosistem rusak; misalnya terjadinya konversi lahan hutan untuk produksi makanan, bahan bakar, dan serat. Manusia secara berlebihan mengeksploitasi ekosistem. Salah satu pendekatan yang dapat ditempuh untuk melestarikan jasa-jasa ekosistem adalah “pendekatan pasar”, dimana jasa ekosistem diberi label “harga” dan “tersedia” untuk dijual atau dibeli. “Hal-hal terindah dalam hidup ini tersedia gratis, termasuk keindahan dan kenyamanan alam. Tetapi bila jasa-jasa alam tidak diberi harga, kita tidak dapat memelihara lingkungan sebagaimana diperlukan demi menjaga ketersediaan jasa-jasa penting ini” (Stephen Polasky, University of Minnesota (UMN) dan peneliti di Institute on the Environment ). Jasa ekosistem biasanya berperilaku sebagai “barang publik” atai public-good. Regulasi untuk jasa ekosistem seperti ini seringkali di luar kendali pemerintah, dan sains di bidang jasa ekosistem seperti ini juga masih belum memadai. Tidak ada skema pembayaran yang sekaligus cocok untuk semua kasus “jasa ekosistem”. Skema pembayaran yang keliru dapat berdampak lebih buruk dibandingkan dnegan tanpa pembayaran sama sekali, misalnya permasalahan subsidi pertanian. Subsidi ini ternyata memicu pemakaian pupuk dan pestisida secara berlebihan sehingga menciptakan banyak fenomena pencemaran tanah dan air, serta degradasi kualitas perairan. Dalam suatu zona perairan yang tercemar ini, kehidupan hewan dan tumbuhan akuatik telah “hilang” akibat kekurangan oksigen.

19 JASA TERUMBU KARANG CAPAI RP 10,8 MILIAR
| wah | Selasa, 20 April 2010 | 08:32 WIB JAKARTA, KOMPAS.com — Jasa ekosistem terumbu karang mencapai Rp 1,17 miliar-Rp 10,8 miliar per hektar per tahun. Hasil perhitungan ini menunjukkan arti penting terumbu karang bagi perekonomian manusia, tetapi terumbu karang sekarang dibiarkan menuju kehancuran akibat eksploitasi dan pencemaran pesisir yang tidak terbendung. Menurut Basuki Rahmad (Program Officer Ekosistem Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pada Yayasan Kehati), fungsi dan manfaat ekonomi terumbu karang di Indonesia, antara lain, sebagai tempat pemijahan ikan laut dunia. Ketika tempat pemijahan itu rusak, ikan akan terus merosot jumlahnya. Perhitungan nilai jasa ekosistem terumbu karang berkisar dollar AS-1,2 juta dollar AS itu berdasarkan hitungan para ahli yang berkumpul dalam Konferensi Keanekaragaman Global di Cape Town, Afrika Selatan. Jasa ekosistem terumbu karang, antara lain, sebagai sumber makanan, bahan mentah, dan ornamental (1.100 dollar AS dollar AS), regulasi iklim, menetralkan cuaca ekstrem, pemurnian air, kontrol biologi ( dollar AS dollar AS), jasa pariwisata ( dollar AS-1,1 juta dollar AS), dan pemeliharaan keragaman genetik ( dollar AS dollar AS). Sumber:

20 JASA EKOSISTEM Ecosystem (Ekosistem):
Sistem kehidupan yang terdiri dari faktor-faktor yang hidup (biotic) dan yang tak-hidup (abiotic) yang telah mencapai keseimbangan yang mantap. Ecosystem services (Jasa ekosistem): Jasa atau layanan yang didukung, diatur, dan disediakan oleh ekosistem bagi manusia. Contoh: hutan mendukung tersedianya bahan pangan, air, kayu dan serat. Ekosistem hutan juga mengatur iklim, tata air, dan pengendalian penyakit. Ekosistem hutan juga menyediakan manfaat untuk rekreasi, estetika dan kepuasan spiritual. JASA EKOSISTEM Humankind benefits from a multitude of resources and processes that are supplied by natural ecosystems. Collectively, these benefits are known as ecosystem services and include products like clean drinking water and processes such as the decomposition of wastes. While scientists and environmentalists have discussed ecosystem services for decades, these services were popularized and their definitions formalized by the United Nations 2005 Millennium Ecosystem Assessment (MEA), a four-year study involving more than 1,300 scientists worldwide. Payments for ecosystem services (PES) (Pembayaran atas jasa ekosistem): Skema dimana pihak yang memperoleh manfaat dari layanan ekosistem akan membayar pihak yang mengelola ekosistem tersebut agar layanannya tetap terjaga dan berkelanjutan. The ecosystem services into four broad categories: Provisioning, such as the production of food and water; Regulating, such as the control of climate and disease; Supporting, such as nutrient cycles and crop pollination; Cultural, such as spiritual and recreational benefits. Sumber:

21 VALUASI EKONOMI JASA EKOSISTEM
The economic valuation of ecosystem services also involves social communication and information, areas that remain particularly challenging and are the focus of many researchers. In general, the idea is that although individuals make decisions for any variety of reasons, trends reveal the aggregative preferences of a society, from which the economic value of services can be inferred and assigned. The six major methods for valuing ecosystem services in monetary terms are: AVOIDED COST Services allow society to avoid costs that would have been incurred in the absence of those services (e.g. waste treatment by wetland habitats avoids health costs) REPLACEMENT COST Services could be replaced with man-made systems (e.g. restoration of the Catskill Watershed cost less than the construction of a water purification plant) FACTOR INCOME Services provide for the enhancement of incomes (e.g. improved water quality increases the commercial take of a fishery and improves the income of fishers) HEDONIC PRICING Service demand may be reflected in the prices people will pay for associated goods (e.g. coastal housing prices exceed that of inland homes) TRAVEL COST Service demand may require travel, whose costs can reflect the implied value of the service (e.g. value of ecotourism experience is at least what a visitor is willing to pay to get there) CONTINGENT VALUATION Service demand may be elicited by posing hypothetical scenarios that involve some valuation of alternatives (e.g. visitors willing to pay for increased access to national parks) Sumber:

22 Menurut Kotler “JASA” didefinisikan sebagai berikut:
KUALITAS JASA Menurut Kotler “JASA” didefinisikan sebagai berikut: “…setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain. Pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin atau mungkin tidak berkaitan dengan produk fisik.” Menurut J. Stanton: “Service are those separately identifiable, essentially intangible activities which provide want-satisfaction, and which are not necessary tied to the sale of a product or another service. To produce service may or may not require the use of tangible goods. However, when such use is required, there is no transfer of the title (permanent ownership) to these tangible goods.” Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa : “JASA” merupakan hasil produksi dan pemuas keinginan yang tidak berwujud; dalam usaha menghasilkan jasa, dapat dengan atau tanpa bantuan produk berwujud, dan kalaupun dalam usaha jasa tersebut digunakan produk berwujud maka pembeli tidak mempunyai hak kepemilikan atas barang yang digunakan. Menurut ZEITHAML, KUALITAS JASA : “…service quality, as perceived by customers, can be defined as the extent of discrepancy between customers’ expectations or desires and their perseption.” Kualitas jasa dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara pengharapan konsumen dengan penilaian mereka terhadap kinerja yang sebenarnya. Setelah menerima pelayanan, konsumen akan membandingkan antara pelayanan yang diharapkan dan pelayanan yang mereka terima. Jika pelayanan yang diterima berada di bawah pelayanan yang diharapkan, konsumen akan tidak puas dan kehilangan kepercayaan terhadap penyedia jasa tersebut. Sebaliknya jika pelayanan yang diterima sesuai atau melebihi pelayanan yang diharapkan, konsumen akan puas. Jadi kuncinya adalah menyesuaikan atau melebihi harapan konsumen. Sumber:

23 Menurut Philip Kotler (2000) dalam Principle of Marketing :
KEPUASAN KONSUMEN Menurut Philip Kotler (2000) dalam Principle of Marketing : Kepuasan Konsumen adalah hasil yang dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah perusahaan yang sesuai dengan harapannya. Pelanggan merasa puas kalau harapan mereka terpenuhi, dan merasa amat gembira kalau harapan mereka terlampaui. Pelanggan yang puas cenderung tetap loyal lebih lama, membeli lebih banyak, kurang peka terhadap perubahan harga dan pembicaraannya menguntungkan perusahaan. KEPUASAN KONSUMEN Customer satisfaction, a business term, is a measure of how products and services supplied by a company meet or surpass customer expectation. It is seen as a key performance indicator within business and is part of the four of a Balanced Scorecard. In a competitive marketplace where businesses compete for customers, customer satisfaction is seen as a key differentiator and increasingly has become a key element of business strategy The usual measures of customer satisfaction involve a survey with a set of statements using a Likert Technique or scale. The customer is asked to evaluate each statement in terms of their perception and expectation of performance of the service being measured. Arguably, consumers are less complex than some of these surveys tend to portend. They are basically in two simple states; satisfied or not satisfied. On or off, just like a switch. A business can measure its customer satisfaction index by relating the aggregates of satisfied customers versus dissatisfied customers. Sumber: diunduh 15/4/2012

24 PERSEPSI KONSUMEN Konsep Presepsi
“PERSEPSI” merupakan cara orang memandang dunia sekitarnya, sehingga persepsi seseorang berbeda dari orang lainnya. Cara memandang dunia dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal diri seseorang itu. Menurut Solomon (1999). “persepsi” diartikan sebagai “proses dimana sensi yang diterima oleh seseorang yang dipilah dan dipilih, kemudian diatur dan di interprestasikan”. “Persepsi” merupakan proses interpretasi, dimana konsumen memahami lingkungan sekitarnya. Sebagian orang percaya bahwa persepsi adalah “pasif”, sebagian orang lainnya beranggapan bahwa “persepsi” itu “aktif”. Pada kenyataannya memang orang benar-benar aktif mempersepsikan stimuli dan objek di sekitar lingkungannya. “Customer” melihat apa yang mereka harapkan untuk dilihat dan apa yang mereka harapkan untuk dilihat tergantung pada kepercayaan dan stereotip. Setiap kelompok (segmen) dan individu memiliki kepercayaan umum dan stereotype yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan persepsi terhadap suatu lingkungan sekitarnya juga beragam. Oleh karena itu, “marketer” harus menyadari keberadaan perbedaan tersebut agar dapat menyesuaikan stimuli pemasaran (yakni iklan, kemasan, harga dll) dengan persepsi konsumen, sehingga sesuai dengan segmen pasar yang dituju. Sumber: ….. Diunduh 14/4/2012

25 PERSEPSI KUALITAS MEREK ( BRAND PERCEIVED QUALITY )
Persepsi kualitas ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk yang dapat menetukan nilai dari produk tersebut dan berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap merek. Karena persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen maka dpat diramalkan jika persepsi kualitas pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama dipasar. Sebaliknya, jika persepsi kualitas positf maka produk akan disukai. Persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-bada terhadap produk. Membahas persepsi kualitas akan membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan. Persepsi kualitas pelanggan terhadap produk ini  akan melibatkan kepentingan setiap pelanggan dan atau artibut yang dimiliki produk (kepentingan setiap produk berbeda ).  Persepsi kualitas juga berlaku untuk jasa pelayanan yang melibatkan dimensi kualitas jasa seperti waktu tunggu, keramahan petugas, kenyamanan ruangan dan lainnya. Mengingat kepentingan dan keterlibatan berbeda-beda, persepsi kualitas perlu di nilai berdasarkan kriteria yang berbeda-beda. Persepsi kualitas yang tinggi bukan berarti harapan pelanggan rendah ( pelanggan merupakan kepuasan yang tinggi jika harapannya jauh lebih rendah dari kinerja atau kenyataan ). Persepsi kualitas mencerminkan perasaan pelnggan secara menyeluruh mengenai suatu produk. Untuk memahami persepsi kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk. Sumber: ….. Diunduh 14/4/2012

26 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI KUALITAS
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi kualitas, mengapa pelanggan percaya bahwa beberapa beberapa merek mempunyai persepsi kualitas yang tinggi atau rendah. Bagaimana membangun suatu persepsi kualitas yang positif dan kuat, faktor apa saja yang digunakan pelnggan untuk menilai kualitas secara keseluruhan dan sebaginya. Misalnya, dimensi kualitas telepon genggam adalah kualitas suara, kualitas sinyal, kualitas baterai, kehandalan layanan reparasi atau pelayanan/ service dan biayanya serta ketersedian asesoris. Untuk mengetahui dimensi-dimensi kualitas biasanya dilakukan riset dan pelanggan ditanya mengapa dimensi suatu merek mempunyai kualitas yang lebih tinggi dibandingan dengan merek lainnya. Dimensi persepsi kualitas menurut David. A. Garvin adalah: Kinerja : Melibatkan bebagai karakteristik operasional utama Pelayanan : Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut Ketahanan : Mencerminkan umur ekonomis dari produk Keandalan : Konsistenisi dan kinerja yang dihasilkan suatu produk dari suatu pembelian ke pembeli berikutnya Karateristik Produk : Bagian-bagian tambahan dari produk / feature Kesesuain dengan Spesifikasi : Merupakan padangan mengenai kulitas proses manufaktur (tidak ada cacat motor) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. Hasil :  Mengarah pada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya  Sumber: ….. Diunduh 14/4/2012

27 TIGA TAHAP DALAM PEMBENTUKAN PERSEPSI CUSTOMER
Tahap 1 : Sensasi Sensasi merupakan proses penyerapan informasi mengenai suatu produk yang melibatkan panca indra konsumen (pendengaran, penglihatan, penciuman dan peraba). Pada tahap ini, konsumen akan menyerap dan menyimpan segala informasi yang diberikan ketika suatu produk ditawarkan atau dicoba. Misalnya ketika konsumen menonton iklan sebuah produk telepon selular terbaru di televisi. Konsumen akan memperhatikan segala informasi mengenai spesifikasi dan fungsi produk, termasuk fitur-fitur yang ditawarkan produk tersebut. Pada kasus ini, konsumen menggu-nakan indra penglihatan dan pendengaran dalam proses penerimaan informasi. 2. Tahap 2 : Organisasi Organsasi adalah tahap dimana konsumen mengolah informasi yang telah ia dapatkan pada tahap sensasi. Konsumen akan membandingan antara informasi baru tersebut dengan informasi atau pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya mengenai produk telepon selular (informasi dan pengetahuan tersebut bisa didapat dari pengalaman atau media iklan lainnya seperti majalah, Koran). Kemudian customer akan mendapatkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki produk tersebut serta nilai tambah yang bisa didapat. 3. Tahap 3 : Interpretasi Interpretasi adalah pengambilan citra atau pemberian makna oleh konsumen terhadap suatu produk. Seperti pada contoh kasus sebelumnya mengenai suatu produk telepon genggam baru. Setelah pada tahap organisasi konsumen mendapatkan kelebihan dan kekurangan serta nilai tambah produk, maka akan tercipta citra atau makna khas yang melekat pada produk. Misalnya handphone Sony Ericsoson seri W identik dengan handphone Walkman. Sumber: ….. Diunduh 14/4/2012

28 PERSEPSI WISATAWAN Pariwisata merupakan sektor industri jasa dengan tingkat pertumbuhannya paling pesat di berbagai penjuru dunia. Industri wisata diharapkan merupakan penggerak utama perekonomian di Indonesia. Kawasan Pulau Samosir memiliki banyak obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang berpotensi untuk dikembangkan. Ada banyak persepsi wisatawan mengenai Pulau Samosir. Hal ini dapat dilihat dari akomodasi hotel, restoran, aksesibilitas jalan, obyek dan daya tarik Wisata (ODTW) dan alat transportasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mengambil sampel sebanyak 45 orang wisatawan mancanegara dan 45 orang wisatawan nusantara di mana kuesioner disebar di 3 kecamatan utama di Pulau Samosir yaitu Simanindo, Pangururan dan Onan Runggu. Hasil penelitian mengatakan akomodasi Hotel yang sudah cukup memadai dinilai menjadi daya tarik yang penting bagi peningkatan jumlah wisatawan ke Pulau Samosir. Restoran dinilai sudah cukup memadai dengan menyediakan berbagai masakan tradisional dan internasional. Kurang bagusnya kondisi aksesibilitas jalan menyebabkan masih banyaknya tempat-tempat ODTW yang belum bisa dikunjungi oleh para wisatawan, sehingga masih banyak wisatawan yang belum mengetahui mengenai ODTW yang menarik di Pulau Samosir. Banyaknya ODTW yang bisa dikunjungi oleh para wisatawan merupakan faktor terpenting untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang datang untuk melakukan berbagai kegiatan wisata baik itu wisata alam seperti di Pangururan terdapat Pasir Putih Parbaba yang dinilai sangat bagus, wisata sejarah seperti batu persidangan di Siallagan. Untuk melengkapi keseluruhan variabel diperlukan alat transportasi yang dapat mendukung semua itu. Wisatawan banyak berpendapat bahwa alat transportasi di Pulau Samosir masih sangat belum mencukupi, apalagi untuk menuju ke tempat-tempat wisata, sehingga tidak jarang wisatawan menggunakan alat transportasi sewaan berupa sepeda. Sumber: Analisis Persepsi Wisatawan yang Berkunjung Ke Pulau Samosir. Shanty ;  Daulay, Murni dan Mahalli, Kasyful.  15-Sep

29 METODE  IPA Metode Importance Performance Analysis (IPA) pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977) dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula sebagai quadrant analysis. IPA telah diterima secara umum dan dipergunakan pada berbagai bidang kajian karena kemudahan untuk diterapkan dan tampilan hasil analisa yang memudahkan usulan perbaikan kinerja. IPA mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi tentang faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitasnya, dan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen perlu diperbaiki karena pada saat ini belum memuaskan. Importance Performance Analysis (IPA) secara konsep merupakan suatu model multi-atribut. Metode ini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan penawaran pasar dengan menggunakan dua kriteria yaitu kepentingan relatif atribut dan kepuasan konsumen. Martilla, J. A., & James, J. C. (1977). Importance-performance analysis. Journal of Marketing, January,

30 TINGKAT KEPENTINGAN PELANGGAN
KUALITAS JASA “Kualitas jasa” dapat diartikan sebagai tingkat “mutu yang baik” sesuai dengan yang diharapkan konsumen. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu layanan yang diharapkan dan layanan yang dipersepsikan. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan oleh konsumen sesuai yang diharapkan , maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Kondisi yang sangat ideal adalah jika jasa yang dirasakan oleh konsumen melebihi harapan. Apabila jasa yang dirasakan lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Jenis kualitas yang digunakan untuk menilai kualitas jasa adalah: Kualitas teknik, yaitu kualitas hasil kerja penyampaian jasa itu sendiri. Kualitas proses (pelayanan), yaitu kualitas dari cara penyampaian jasa tersebut. TINGKAT KEPENTINGAN PELANGGAN Tingkat kepentingan pelanggan didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk jasa yang akan dijadikan standar acuan dalam menilai kinerja produk atau jasa tersebut. Tingkat kepentingan pelanggan dapat dibagi menjadi dua tingkat, yaitu: Layanan cukup, yaitu tingkat kinerja jasa minimal yang masih dapat diterima berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan diterima dan tergantung pada alternatif yang tersedia. Layanan yang diinginkan, yaitu tingkat jasa yang diharapkan pelanggan akan diterima, merupakan gabungan dari kepercayaan pelanggan mengenai apa yang didapat dan harus diterima. Sumber: Diunduh 10/4/2012

31 ANALISIS KESESUAIAN HARAPAN DAN PERSEPSI
KEPUASAN KONSUMEN Kepuasan konsumen merupakan tingkat perasaan seseorang (konsumen) setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Dengan demikian, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Informasi tentang tingkat kepuasan pelanggan menjadi feed back (umpan balik) bagi manajemen perusahaan untuk melakukan improvement dan revisi (perbaikan demi kemajuan penyegaran) pada produk dan pelayanan yang ditawarkan kepada pelanggan. Kepuasan konsumen, merupakan bagian yang sangat penting dalam rangka keberhasilan suatu bisnis. ANALISIS KESESUAIAN HARAPAN DAN PERSEPSI Analisis kesesuaian dilakukan dengan menghitung tingkat kesesuaian terlebih dahulu, lalu menghitung nilai rata-rata harapan dan persepsi untuk masing-masing pernyataan (faktor). Faktor-faktor tersebut diperingkatkan kemudian dikelompokkan menjadi empat bagian kuadran dalam diagram kartesius. Sumber: Diunduh 10/4/2012

32 DIAGRAM KARTESIUS Diagram kartesius merupakan suatu bangun dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X, Y) dimana X merupakan rata-rata tingkat pelaksanaan atau kepuasan pelanggan seluruh faktor atau atribut dan Y adalah rata-rata dari skor rata-rata tingkat kepentingan seluruh faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor kinerja / pelaksanaan dengan skor kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas peningkatan factor – factor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Adapun rumus yang digunakan adalah : Xi Tki = x 100 % Yi Dimana : Tki = Tingkat kesesuaian responden ; Xi = Skor penilian kinerja perusahaan ; Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan. Tingkat kesesuaian responden diukur berdasarkan tingkat persentase sebagai berikut : Persentase tingkat kesesuaian Katagori 31 % - 45 % Tidak memuaskan / tidak baik 46 % - 60 % Kurang memuaskan / kurang baik 61 % - 75 % Cukup memuaskan / cukup baik 76 % - 85 % Memuaskan / baik 86 % % Sangat memuaskan/ baik Sumber: Diunduh 10/4/2012

33 Selanjutnya sumbu mendatar (X) akan diisi oleh skor tingkat pelaksanaan, sedangkan sumbu tegak (Y) akan disi oleh skor tingkat kepentingan. Dalam penyederhanaan rumus, maka untuk setiap factor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan dengan : X = Σ Xi / n Y = Σ Yi / n Dimana : X = Skor rata – rata tingkat pelaksanaan / kepuasan ; Y = Skor rata – rata tingkat kepentingan ; n = Jumlah responden Rumus selanjutnya : Dimana K : Banyaknya atribut /fakta yang dapat dipengaruhi kepuasan pelanggan. Sumber: Diunduh 10/4/2012

34 PENERAPAN METODE IPA Penerapan metode IPA biasanya dimulai dengan identifikasi atribut-atribut yang relevan dengan situasi pilihan yang diamati. Daftar atribut-atribut dapat dikembangkan dengan mengacu kepada literatur-literatur, melakukan interview, dan menggunakan penilaian manajerial. Sekumpulan atribut yang melekat kepada barang atau jasa dievaluasi berdasarkan seberapa penting masing-masing produk / jasa tersebut bagi konsumen dan bagaimana jasa atau barang tersebut dipersepsikan oleh konsumen. Evaluasi ini biasanya dilaksanakan dengan melakukan survey terhadap sampel yang terdiri atas konsumen. Setelah menentukan atribut-atribut yang layak, konsumen ditanya dengan dua pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah atribut yang menonjol; dan pertanyaan yang ke dua adalah kinerja perusahaan yang menggunakan atribut tersebut. Dengan menggunakan nilai rataan (mean), median atau pengukuran ranking, skor kepentingan dan kinerja atribut dikumpulkan dan diklasifikasikan ke dalam kategori tinggi atau rendah; kemudian dengan memasangkan kedua set rangking tersebut, masing-masing atribut ditempatkan ke dalam salah satu dari empat kuadran kepentingan kinerja.

35 PENERAPAN METODE IPA Kuadran A Prioritas Utama Kuadran B
Skor RATAAN kinerja dan kepentingan digunakan sebagai koordinat untuk mengeplot atribut-atribut individu pada matriks dua dimensi yang ditunjukkan pada gambar berikut: Kuadran A Prioritas Utama Kuadran B Pertahankan Prestasi Kuadran C Prioritas Rendah Kuadran D Berlebihan Keterangan : KUADRAN A: Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi pelanggan, termasuk unsur–unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun produk tidak sesuai keinginan pelanggan sehingga tidak puas. KUADRAN B: Menunjukkan unsur pokok yang sudah ada pada produk sehingga wajib dipertahankan serta dianggap sangat penting dan memuaskan. KUADRAN C: Menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, keberadaannya biasa–biasa saja dan dianggap kurang penting serta kurang memuaskan. KUADRAN D: Menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting namun pelaksanaannya berlebihan, dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan. Matriks di atas digunakan untuk menggambarkan prioritas atribut-atribut guna perbaikan pada masa mendatang dan dapat memberikan panduan untuk formulasi strategi pengembamngan.

36 Rumus yang digunakan dalam IPA adalah sebagai berikut :
PENERAPAN METODE IPA Rumus yang digunakan dalam IPA adalah sebagai berikut : Keterangan : TKi = Tingkat kesesuaian responden Xi = Skor penilaian tingkat kinerja/kepuasan Yi = Skor penilaian kepentingan. Contoh Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan yang digunakan adalah sebagai berikut: Sumber: ….. Diunduh 8/4/2012

37 IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS (IPA)
Importance-Performance Analysis (selanjutnya disingkat IPA) merupakan suatu metode statistik bercorak deskriptif. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh John A. Martilla dan John C. James tahun 1977 melalui karya ilmiahnya yang dimuat dalam Journal of Marketing berjudul Importance-Performance Analysis. Martilla dan James menyajikan contoh sebuah dealer otomobil yang hanya 37% pembeli mobilnya tetap loyal setelah mencapai 6000 unit. Perusahaan hendak meningkatkan loyalitas hingga 50%, terutama memperbaiki sektor kualitas pelayanannya. Untuk kepentingan ini ditentukan 14 atribut yang diyakini berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. Responden lalu ditanyai dua pertanyaan mengenai atribut-atribut tersebut, yaitu : Seberapa pentingkah layanan ini ? (mencerminkan Harapan) Seberapa baikkah kinerja dealer? (mencerminkan Persepsi) Kuesioner dikirim pada 634 orang yang pernah membeli mobil baru dari dealer tersebut. Hasilnya kembali 284 kuesioner yang telah diisi. Hal menarik dari metode IPA adalah hasil penelitian disampaikan dalam bentuk kuadran dua dimensi yang bersifat grafis dan mudah diinterpretasi. Kuadran A Kuadran B Kuadran C Kuadran D

38 IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS (IPA)
Analisis kuadran dapat dilakukan sebagai berikut : KUADRAN A. Concentrate Here (konsentrasi di sini). Faktor-faktor yang terletak dalam kuadran ini dianggap sebagai faktor yang Penting dan atau Diharapkan oleh konsumen tetapi kondisi Persepsi dan atau Kinerja Aktual yang ada pada saat ini belum memuaskan sehingga pihak manajemen berkewajiban mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan. KUADRAN B. Keep up with the good work (pertahankan prestasi). Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap Penting dan Diharapkan sebagai faktor penunjang bagi kepuasan konsumen sehingga pihak manajemen berkewajiban memastikan bahwa kinerja institusi yang dikelolanya dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai. KUADRAN C. Low Priority (prioritas rendah). Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini mempunyai tingkat Persepsi atau Kinerja Aktual yang rendah sekaligus dianggap tidak terlalu Penting dan atau terlalu Diharapkan oleh konsumen sehingga manajemen tidak perlu memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian pada faktor-faktor tersebut. KUADRAN D. Possibly Overkill (terlalu berlebih). Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap Tidak Terlalu Penting dan atau Tidak Terlalu Diharapkan sehingga pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor tersebut kepada faktor-faktor lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih membutuhkan peningkatan, semisal di kuadran B. Sumber: Seta Basri Analisis Deskriptif dengan Importance Performance Analysis (IPA). DIUNDUH 15/2/2012

39 IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS (IPA)
Menurut Martinez ada dua cara dalam analisis dan mempresentasikan data IPA. Menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penanganan dengan tujuan mengetahui secara umum penyebaran data terletak pada kuadran ke berapa. Menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata—rata hasil pengamatan pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penangan dengan tujuan untuk mengetahui secara spesifik masing-masing faktor terletak pada kuadran berapa. Metode kedua ini lebih banyak dipergunakan oleh para peneliti. Dalam konteks IPA ini, peneliti akan melakukan langkah-langkah : Menghitung Mean Harapan setiap responden. Menghitung Mean Persepsi setiap responden. Melakukan plotting Mean Harapan dan Mean Persepsi secara Cartesian ke dalam Kuadran IPA Martilla and James. Melakukan interpretasi dan analisis indikator-indikator apa yang masuk ke dalam kategori berikut: Concentrate Here; Keep Up With The Good Work Low Priority Possibly Overkill Sumber: Seta Basri Analisis Deskriptif dengan Importance Performance Analysis (IPA). DIUNDUH 15/2/2012

40 ANALISIS KUADRAN What is Quadrant Analysis? Quadrant analysis is a simple way to organize customer satisfaction data into a story that will tell you how and where to improve your business operations. Quadrant analysis prioritizes your activities and transforms dry data into a diagnostic tool. Dalam matematika, SISTEM KOORDINAT KARTESIUS digunakan untuk menentukan tiap titik dalam bidang dengan menggunakan dua bilangan yang biasa disebut koordinat x dan koordinat y dari titik tersebut. Untuk mendefinisikan koordinat diperlukan dua garis berarah yang tegak lurus satu sama lain (sumbu x dan sumbu y), dan panjang unit, yang dibuat tanda-tanda pada kedua sumbu tersebut Karena kedua sumbu bertegak lurus satu sama lain, bidang xy terbagi menjadi empat bagian yang disebut kuadran, yang ditandai dengan angka I, II, III, dan IV. Menurut konvensi yang berlaku, keempat kuadran diurutkan mulai dari yang kanan atas (kuadran I), melingkar melawan arah jarum jam Sumber: ….. Diunduh 8/4/2012

41 ANALISIS TINGKAT KEPUASAN WISATAWAN 1. Menentukan variabel amatan
Analisis tingkat kepuasan merupakan analisis yang menggambarkan kesan/ pendapat/ pandangan wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata. Persepsi wisatawan selain berupa karakteristik wisatawan juga menggambarkan keinginan-keinginan wisatawan dalam penentuan paket wisata dan pengembangan wisata (demand). Analisis persepsi wisatawan bersumber dari hasil kuisioner dari beberapa pertanyaan yang diajukan kepada wisatawan. Metode yang dapat digunakan dalam analisis tingkat kepuasaan wisatawan ini adalah IPA (Important Performance Analysis). Importance-Performance Analysis merupakan suatu metode analisis yang merupakan kombinasi antara atribut-atribut tingkat kepentingan dan kepuasan terhadap kualitas pelayanan ke dalam bentuk dua dimensi. Hasil analisis meliputi empat saran berbeda berdasarkan ukuran tingkat kepentingan (importance) dan kualitas kepuasaan (performance), yang kemudian dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menetapkan strategi selanjutnya. Adapun tahapan analisis IPA dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menentukan variabel amatan Variabel yang diukur dalam penelitian adalah variabel yang mempengaruhi kualitas produk wisata yaitu variabel sapta pesona. Variabel sapta pesona pariwisata meliputi keamanan, ketertiban, kebersihan, kenyamanan, keindahan, ramah tamah, dan keunikan. Keenam variabel tersebut akan diturunkan menjadi atribut-atribut yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan wisatawan (contoh dapat dilihat dalam tabel berikut) Sumber: …… diunduh 10/3/2012

42 Tabel Atribut IPA Sumber: …… diunduh 10/3/2012

43 PEMBOBOTAN SKALA LIKERT
Pada setiap indikator akan digunakan skala pengukuran yang berupa skala likert. Skala likert umumnya digunakan dalam penelitian yang bersifat pengukuran sikap, keyakinan, nilai dan pendapat pengguna / konsumen terhadap suatu pelayanan jasa atau objek. Dalam penelitian kepariwisataan, biasanya Skala Likert digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan. Untuk skala kepuasan nilai yang digunakan adalah 1 sampai dengan 5, dengan skala jawaban dari ’sangat tidak puas’ sampai pada jawaban ’sangat puas’. Skala pengukuran merupakan nilai yang akan diberikan oleh wisatawan pada setiap atribut kualitas. Sedangkan untuk tingkat kepentingan, juga dapat digunakan nilai 1 sampai dengan 5, namun untuk mengukurnya digunakan skala jawaban ’tidak begitu penting’ sampai dengan ‘sangat penting’. Tingkat kepentingan ini didasarkan pada persepsi/ pendapat wisatawan terhadap tingkat kepentingan suatu atribut kepuasaan. SKALA LIKERT adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya . Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Biasanya disediakan lima pilihan skala dengan format seperti: Sangat tidak setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat setuju Selain pilihan dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang digunakan juga skala dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu studi empiris menemukan bahwa beberapa karakteristik statistik hasil kuesioner dengan berbagai jumlah pilihan tersebut ternyata sangat mirip. Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang mengukur baik tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan. Empat skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner skala Likert yang memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan "netral" tak tersedia. Sumber: diunduh 10/3/2012

44 SKALA PENGUKURAN LIKERT Tips Membuat Skala Likert
Skala Likert dikembangkan oleh Rensis Likert (1932).  Dikenal juga dengan nama skala sikap. Skala Likert merupakan skala yang paling banyak dipakai dalam inventori kepribadian karena bentuknya yang simpel dan mudah dalam penggunaannya serta tidak sulit dalam melakukan skoring. Namun demikian, diperlukan kaidah-kaidah tersendiri dalam membuat item pada skala likert. Berikut ini beberapa tips untuk membuat skala likert. Buat item dengan singkat, padat, dan simpel. Tidak lebih dari 20 kata dalam sebuah pernyataan. Hindari terjadinya makna ganda. Satu pernyataan hanya terdiri dari satu ide tunggal. Hindari pernyataan yang tidak mungkin dipilih oleh seorangpun atau sebaliknya. Hindari terjadinya double negative dalam satu pernyataan. Hindari penggunaan kata yang tidak dipahami oleh responden yang dituju. Sumber: diunduh 10/3/2012

45 MENGUKUR TINGKAT KESESUAIAN
Kepuasan wisatawan digambarkan oleh tingkat kesesuaian antara penilaian terhadap kepuasaan (X) dan penilaian tingkat kepentingan (Y) atribut-atribut pada IPA. Wisatawan akan merasa puas apabila penilaian terhadap tingkat kepuasan sebanding dengan tingkat kepentingan yang diharapkan. Apabila nilai kesesuaian masing-masing atribut melebihi nilai kesesuaian rata-rata seluruh atribut maka wisatawan dinilai sangat puas, sedangkan jika dibawah nilai kesesuaian rata-rata seluruh atribut menandakan bahwa terdapat atribut yang dianggap perlu ditingkatkan kualitasnya. Tingkat kesesuaian diperoleh dengan menggunakan rumus: Tki = Xi / Yi . 100% (Supranto, 2001) Keterangan : Tki : Tingkat kesesuaian; Xi : Skor penilaian persepsi/ pendapat; Yi : Skor penilaian kepentingan Selanjutnya untuk mengetahui tingkat kepuasan wisatawan secara menyeluruh dilakukan penjumlahan tingkat kesesuaian seluruh atribut dengan membaginya dengan banyaknya jumlah atribut. Sedangkan nilai kriteria puas atau tidaknya wisatawan diperoleh dengan membuat interval nilai tingkat kesesuaian terendah sampai tertinggi, dimana interval dibuat dengan lima kriteria yaitu sangat puas, puas, cukup puas, tidak puas, dan sangat tidak puas. Sumber: …… diunduh 10/3/2012

46 Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi menjadi 4 bagian
Sumbu X akan diisi oleh skor tingkat kepuasan wisatawan, sedangkan sumbu Y akan diisi oleh skor tingkat kepentingan wisatawan. Dalam penyederhanaan rumus, maka untuk setiap atribut yang mempengaruhi kepuasan wisatawan dirumuskan dengan: Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi menjadi 4 bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik ( X , Y ), dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepuasan wisatawan terhadap seluruh faktor atau atribut, sedangkan Y adalah rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan seluruh faktor yang mempengaruhi kepuasan wisatawan. Berikut untuk menentukan batas obyektif dalam pemetaan atribut pada diagram kartesius : Sumber: …… diunduh 10/3/2012

47 DIAGRAM KUADRAN IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS
Setelah dilakukan perhitungan kedua komponen tersebut, diperoleh bobot kinerja dan kepentingan atribut serta nilai rata-rata kinerja dan kepentingan atribut, kemudian nilai-nilai tersebut diplotkan ke dalam diagram kartesius. Di bawah ini adalah diagram pembagian kuadran IPA. (Sumber: Supranto, 2001). Sumber: …… diunduh 10/3/2012

48 ANALISIS KUADRAN Diagram IPA terdiri dari empat kuadran DAN dapat dijelaskan sebagai berikut: Kuadran I : Keep Up The good Work (Prioritas utama). Kuadran ini memuat atribut-atribut wisata yang dianggap penting oleh pengunjung tetapi pada kenyataaannya atribut-atribut tersebut belum sesuai dengan harapan pengunjung. Tingkat kinerja atribut tersebut lebih rendah dari pada tingkat harapan pengunjung terhadap atribut tersebut . Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini harus lebih ditingkatkan lagi kinerjanya agar dapat memuaskan pengunjung. Kuadran II: Possible Overkill (Lanjutkan prestasi). Atribut-atribut yang ada dalam kuadran ini menunjukkan bahwa atribut tersebut penting dan memiliki kinerja yang tinggi serta perlu dipertahankan prestasinya. Kuadran III: Low Priority (Prioritas rendah). Atribut yang terdapat dalam kuadran ini dianggap kurang penting oleh pengunjung dan pada kenyataanya kinerja tidak terlalu istimewa. Peningkatan terhadap atribut yang masuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pengunjung sangat kecil. 4. Kuadran IV: Concentrate Here (Berlebihan). Kuadran ini memuat atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh pegunjung dan dirasakan terlalu berlebihan. Peningkatan kinerja pada atribut-atribut yag terdapat pada kuadran ini hanya akan menyebabkan terjadi pemborosan. Sumber: …… diunduh 10/3/2012

49 Analisis SWOT ini dilakukan dengan :
ELEMEN EFAS – IFAS Analisis IFAS dan EFAS digunakan setelah diketahui atribut-atribut mana yang masuk dalam prioritas utama, lanjutan prestasi, prioritas rendah dan berlebihan. Faktor internal pada analisis ini diambil dari atribut pada kuadran prioritas utama untuk menentukan kekuatan (strength), dan atribut yang ada pada kuadran prioritas utama untuk menentukan kelemahan (weakness). Elemen EFAS - IFAS merupakan analisis pengembangan dari analisis IPA yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan dalam pengembangan selanjutnya. MATRIKS IFAS DAN EFAS Analisis SWOT atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan Ke-Ke-P-An, merupakan singkatan dari kekuatan (strenght), kelemahan (waeknes), peluang (opportunity), dan ancaman (threat). SWOT merupakan alat analisis yang mendasarkan kepada kemampuan melihat kekuatan baik internal maupun ekternal yang dimiliki perusahaan dibanding perusahaan pesaing. Tujuannya adalah untuk : melakukan analisis situasi atau kondisi, sehingga dapat merumuskan strategi perusahaan dalam persaingannya di pasaran . Analisis SWOT ini dilakukan dengan : Menganalisis Faktor Strategis Internal dan Eksternal, Membuat Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS = Internal Strategic Factors Analysis Summary) dan Matriks Faktor Strategis Eksternal (EFAS = External Strategic Factors Analysis Summary), Membuat Matrik Ruang (Space Matriks), Menyusun keputusan strategis. Sumber: …… diunduh 10/3/2012

50 MENENTUKAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi dan pengembangan paket wisata di kabupaten Sumenep terdiri dari faktor internal dan eksternal. Untuk lebih jelasnya mengenai faktor-faktor tersebut diuraikan sebagai berikut: a) Faktor internal Faktor internal terdiri dari dua komponen yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness). Kekuatan (strength) adalah kekuatan apa yang dapat dikembangkan agar lebih tangguh yang berasal dari dalam wilayah itu sendiri. Sedangkan kelemahan (weakness) adalah segala faktor yang merupakan masalah atau kendala yang datang dari dalam wilayah atau objek itu sendiri. Kedua faktor internal yang berpengaruh terhadap perkembangan paket wisata di kabupaten Sumenep diambil dari atribut IPA, dimana strength (kekuatan) diambil dari atribut IPA yang termasuk dalam Kuadran Lanjutkan Prestasi sedangkan weakness (kelemahan) diambil dari atribut IPA yang termasuk dalam Kuadran Prioritas Utama. Kuadran Prioritas Utama memuat atribut-atribut wisata yang dianggap penting oleh pengunjung tetapi pada kenyataaannya atribut-atribut tersebut belum sesuai dengan harapan pengunjung, sehingga kinerja dari atributatribut tersebut harus lebih ditingkatkan lagi agar dapat memuaskan pengunjung. Sedangkan Kuadran Lanjutkan Prestasi memuat atribut-atribut wisata yang dianggap penting oleh pengunjung dan memiliki tingkat kinerja yang tinggi sehingga perlu dipertahankan prestasinya. Menganalisis Faktor Strategis Internal dan Ekternal Langkah menganalisis faktor strategis internal dan ekternal adalah : 1). Menginventarisir faktor internal yang mempengaruhi pencapaian goals/ sasaran, visi, dan misi yang telah ditetapkan secara rinci (detail) dengan teknik brainstorming dan atau NGT/Non Group Tecnique. Kemudian mendiskusikan setiap faktor internal apakah termasuk kekuatan atau kelemahan dibanding-kan dengan perusahaan lain, dengan cara poling pendapat. • Kekuatan adalah kegiatan (proses) dan sumberdaya yang sudah baik • Kelemahan adalah kegiatan (proses) dan sumberdaya yang belum baik. 2). Menginventarisir faktor eksternal yang mempengaruhi pencapaian goals/sasaran, visi dan misi yang telah ditetapkan secara rinci (detail) dengan teknik brainstorming dan NGT/Non Group Tecnique. Kemudian mendiskusikan setiap faktor eksternal apakah termasuk peluang atau ancaman dibanding perusahaan lain, dengan cara poling pendapat. Peluang adalah faktor eksternal yang positif. Ancaman adalah faktor eksternal yang negatif Sumber: …… diunduh 10/3/2012

51 MENENTUKAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi dan pengembangan paket wisata terdiri dari faktor internal dan eksternal. b) Faktor eksternal Faktor eksternal terdiri dari dua komponen yaitu peluang (opportunities) dan ancaman (treatment). Peluang (opportunities) merupakan kesempatan yang berasal dari luar wilayah studi. Kesempatan tersebut diberikan sebagai akibat dari pemerintah, peraturan, atau kondisi ekonomi secara global. Sedangkan ancaman (treatment) merupakan hal yang dapat mendatangkan kerugian berasal dari luar wilayah atau objek. Kedua faktor eksternal tersebut diambil dari pendapat/ padangan pihak instansi maupun akademisi yang tahu tentang kondisi eksisting dan kebijakan di wilayah studi. Adapun langkah-langkah dalam menentukan faktor eksternal dari responden instansi dan akademis adalah : Keempat macam responden dimintai memberikan pernyataan/ tanggapan tentang peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap pengembangan paket wisata. Peneliti mengumpulkan hasil kuisioner dari semua responden tersebut kemudian memilih variabel-variabel yang sama yang dibuat oleh responden. Peneliti kemudian memberikan kuesioner lagi kepada semua responden dengan variabel yang telah dipilih tersebut agar responden menilai tingkat kepentingan dan kepuasan variabel tersebut. Membuat Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS= Internal Strategic Factors Analysis Summary) dan Matriks Faktor Strategis Eksternal (EFAS = External Strategic Factors Analysis Summary) Tujuannya adalah melihat berapa posisi tiap faktor yang telah termasuk kedalam kekuatan, kelemahan, peluang ataupun ancaman setelah dilakukan pembobotan, peratingan, dan penilaian Sumber: …… diunduh 10/3/2012

52 PEMBOBOTAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
Penilaian dan penentuan bobot faktor internal (IFAS) diperoleh dari pembobotan pada analisis IPA. Besaran faktor internal merupakan bobot dari tingkat kepuasan masing-masing atribut yang termasuk dalam faktor internal dibagi dengan total bobot faktor internal pada masing-masing obyek wisata. Bobot faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan jika dijumlahkan bernilai 1. Sedangkan penilaian dan penentuan bobot faktor eksternal (EFAS) diperoleh dari tingkat kepuasan pihak instansi maupun akademisi terhadap variabel peluang dan ancaman yang berpengaruh dalam pengembangan paket wisata di daerah. Besaran faktor eksternal merupakan bobot dari tingkat kepuasan masing-masing variabel dibagi dengan total bobot faktor eksternal pada masing-masing obyek wisata. Bobot faktor eksternal yang berupa peluang dan ancaman jika dijumlahkan bernilai 1. Membuat Matrik Ruang (Space Matriks) Tujuannya adalah menggambarkan posisi/kedudukan strategis perusahaan pada matriks ruang (space matrix). Dengan bantuan matrik ruang yang terdiri dari 4 ruang, sehingga akan terlihat pada posisi ruang atau kuadran mana perusahaan berada. Kuadran 1 Kuadran ini merupakan posisi yang terbaik, karena lembaga berada pada daerah yang “kuat” dan “berpeluang”. Pada daerah ini, sangat memungkinkan bagi lembaga untuk melakukan pertumbuhan yang agresif karena memiliki peluang dan kekuatan yang dibutuhkan. Strategi yang harus ditetapkan pada posisi ini adalah kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy). Sumber: …… diunduh 10/3/2012

53 MENGHITUNG RATING FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
Nilai rating faktor internal diperoleh dari nilai tingkat kesesuaian atribut pada analisis IPA, hal ini dikarenakan nilai tingkat kesesuaian telah memuat kuantitas kepuasan wisatawan. Nilai rating faktor internal diperoleh dengan cara membuat interval tingkat kesesuaian masing-masing obyek wisata yang mencakup nilai kesesuaian terendah sampai nilai kesesuaian tertinggi dimana nilai rating dibagi menjadi empat kelas interval. Sedangkan nilai rating faktor eksternal diperoleh dari kesesuaian kualitas faktor-faktor yang berpengaruh dengan kondisi eksisting pada setiap obyek wisata. Rating faktor eksternal juga dibagi menjadi empat kelas interval. MEMBUAT KEPUTUSAN STRATEGIS Merumuskan keputusan strategi dengan menghubungkan antara baris faktor internal (S dan W) dan kolom faktor eksternal (O dan T). Pada pertemuan keduanya, melakukan analisis strategi yang mungkin dikembangkan dengan memanfaatkan keterkaitan keduanya. Untuk mempermudah analisis ini, perhatikan saran umum dalam mengembangkan strategi tersebut di bawah ini. Strategi yang menghubungkan antara S dan O. Strategi dibuat berdasarkan jalan pikiran yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaat peluang yang sebesar-besarnya Strategi yang menghubungkan antara S dan T. Strategi yang dipilih adalah menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi. Strategi yang menghubungkan antara W dan O. Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi yang menghubungkan antara W dan T. Strategi ini berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Sumber: …… diunduh 10/3/2012

54 MATRIK IFAS-EFAS Sumber: …… diunduh 10/3/2012
Matrik IFAS-EFAS digunakan untuk mengetahui posisi obyek wisata pada kuadran IFAS-EFAS. Hal ini dapat dilihat dengan koordinat pada sumbu X dan sumbu Y, sehingga diketahui posisinya sebagai berikut: Kuadran I (Growth), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri dari dua ruang yaitu: a. Ruang A dengan Rapid Growth Strategy yaitu strategi pertumbuhan aliran cepat untuk diperlihatkan pengembangan secara maksimal untuk target tertentu dan dalam waktu singkat. b. Ruang B dengan Stable Growth Strategy yaitu strategi pertumbuhan stabil dimana pengembangan dilakukan secara bertahap dengan target disesuaikan dengan kondisi. Kuadran II (Stability), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri dari dua ruang yaitu: Ruang C dengan Agresif Maintenance Strategy dimana pengelola obyek melaksanakan pengembangan secara aktif dan agresif. Ruang D dengan Selective Maintenance Strategy dimana pengelolaan obyek adalah dengan pemilihan hal-hal yang dianggap penting. Kuadran III (Survival), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri dari dua ruang yaitu: a. Ruang E dengan Turn Around Strategy yaitu strategi bertahan dengan cara tambal sulam untuk operasional obyek. b. Ruang F dengan Guirelle Strategy yaitu strategi grilya, sambil operasional dilakukan, diadakan pembangunan atau usaha pemecahan masalah dan ancaman. Kuadran IV (Diversification), adalah kuadran pertumbuhan dimana pada kuadran ini terdiri dari dua ruang yaitu: Ruang G dengan Concentrik Strategy yaitu strategi pengembangan obyek dilakukan secara bersamaan dalam satu naungan atau koordinator oleh satu pihak. Ruang H dengan Conglomerate Strategy yaitu strategi pengembangan masing-masing kelompok dengan cara koordinasi tiap sektor itu sendiri. Sumber: …… diunduh 10/3/2012

55 MATRIK IFAS-EFAS Untuk lebih jelas mengenai posisi pariwisata dalam metode SWOT dapat dilihat pada bagan berikut. Merumusan Strategi Umum (Grand strategis) Tujuannya merumuskan strategi umum (grand strategy), adalah mengembangkan perusahaan dengan memanfaatkan hasil Analisis SWOT kedalam suatu format dengan memilih faktor utama tiap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Sumber: …… diunduh 10/3/2012

56 ANALISIS KINERJA USAHA WANA WISATA KAWAH PUTIH DAN
STRATEGI PENGEMBANGANNYA. REZA RESTIYAN, HARDJANTO dan EVA RACHMAWATI. Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN, FAKULTAS KEHUTANAN, IPB. 2009 Trend kunjungan wisatawan saat ini yang cenderung memilih destinasi obyek wisata alam dan petualangan menyebabkan usaha pariwisata alam tersebut berkembang dengan pesat. Sejalan dengan perkembangan usaha wisata alam tersebut maka persaingan usahanya pun semakin meningkat, sehingga kinerja usaha pengelolaan wisata alam ini haruslah lebih ditingkatkan kembali. Pengembangan suatu usaha wisata alam membutuhkan kajian yang mendalam dari faktor internal (kekuatan dan kelemahan) maupun faktor eksternal (peluang dan ancaman) perusahaan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu rumusan strategi yang tepat agar keberlanjutan dari usaha wisata alam ini tetap dapat berjalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja Wana Wisata Kawah Putih yang menggunakan metode analisis deskriptif, kemudian menganalisis tingkat kepuasan pengunjung menggunakan metode Importance Performance Analysis (IPA) serta merumuskan strategi yang tepat untuk pengembangan usaha menggunakan analisis SWOT (Strength-Weakness-Opportunity-Threat). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan menggunakan kuisioner kepada pengunjung dan pengelola yang dipilih secara accidental dan purposive sampling, kemudian melalui observasi lapang serta studi literatur Hasil penelitian kinerja Wana Wisata Kawah Putih menunjukkan bahwa kinerja dalam bidang manajemen produksi dan sumber daya manusia masih belum baik seperti contoh, banyak sarana-prasarana wisata yang tidak dapat terpakai, serta kualitas dan kuantitas SDM yang belum memadai. Pada manajemen keuangan dan pemasaran dapat dikatakan sudah baik seperti contoh, trend pendapatan Wana Wisata Kawah Putih yang semakin meningkat dikarenakan oleh beragamnya strategi pemasaran yang dilakukan. Hasil perhitungan kepuasan keseluruhan pengunjung didapatkan index kepuasan pengunjung yaitu sebesar 0.61 yang artinya pengunjung yang datang dan menikmati produk yang ditawarkan hanya pada level cukup puas. Hal ini dikarenakan kondisi sarana prasarana penunjang kurang baik, serta pengunjung menilai bahwa produk wisata yang ditawarkan monoton. Strategi yang dapat dilakukan oleh Wana Wisata Kawah Putih berdasarkan hasil analisis SWOT adalah strategi yang mendukung pertumbuhan yang agresif yaitu antara lain pertahankan potensi wisata dan image yang tinggi, meningkatkan pelayanan prima terhadap pengunjung yang datang, meningkatkan kerjasama yang lebih baik dan menguntungkan dengan pihak lain serta lebih memperluas target pasar.

57 ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG TERHADAP KINERJA BAURAN PEMASARAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA XII (PERSERO) WISATA AGRO WONOSARI. HENIDIAH FITRIANA, Fitria Dina Riana dan Abdul Wahib Muhaimin Skripsi Prodi Agribisnis FP UB Pada saat pengunjung mengunjungi obyek wisata tertentu mereka memiliki harapan/kepentingan dan persepsi yang berbeda-beda terhadap kunjungan yang dilakukannya. Eksistensi suatu obyek wisata sangat tergantung kepada pengunjung. Agar dapat memenangkan persaingan yang semakin kompetitif, tuntutan akan kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan pengunjung haruslah diwujudkan dalam bentuk yang memuaskan yaitu kesesuaian antara harapan pengunjung dan kinerja perusahaan yang diberikan Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menganalisis sejauh mana tingkat kesesuaian antara kepentingan pengunjung terhadap kinerja PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Wisata Agro Wonosari ditinjau dari dimensi bauran pemasaran. (2) Menganalisis tingkat kepuasan pengunjung terhadap kinerja PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Wisata Agro Wonosari ditinjau dari dimensi bauran pemasaran. Metode analisis data yang digunakan yaitu uji validitas dan reliabilitas, analisis deskriptif, Importance-Performance Analysis (IPA) yang terdiri dari analisis kesenjangan dan analisis kuadran, serta Customer Satisfaction Index (CSI) Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tingkat kesesuaian antara kinerja yang diberikan PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) Wisata Agro Wonosari terhadap tingkat kepentingan/ harapan pengunjung melalui atribut- atribut dimensi bauran pemasaran adalah sebesar 90,36 % dan diketahui nilai rata- rata selisih bobot analisis gap/kesenjangan sebesar -0,4. Dapat dikatakan bahwa kinerja perusahaan dalam memberikan kepuasan kepada pengunjung adalah baik. Dengan tingkat kepuasan pengunjung mencapai 73,43%.

58 Dalam upaya menguraikan kendala yang harus dihadapi TNGGP menuju TN
ANITA WIDIYANINGRUM, Analisis Preferensi dan Segmentasi Pengunjung terhadap Kawasan Wisata Alam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Di bawah bimbingan NUNUNG NURYARTONO dan RETNANINGSIH. Dalam upaya menguraikan kendala yang harus dihadapi TNGGP menuju TN Model yang mandiri melalui kegiatan wisata alamnya, maka diperlukan pemahaman tentang preferensi pengunjung dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengunjung untuk melakukan wisata ke TNGGP. Strategi TNGGP untuk mendekatkan produk wisata alamnya yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan, keinginan dan kemampuan potensi pasar wisatawan di kawasan Puncak dan jalur Bogor-Sukabumi tersebut, akan menjadi salah satu kunci keberhasilan wisata alam di TNGGP. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian tentang preferensi dan segmentasi pengunjung terhadap kawasan wisata alam TNGGP. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik pengunjung wisata TNGGP; mengetahui preferensi pengunjung TNGGP; mengetahui segmen pengunjung TNGGP; dan merumuskan implikasi manajerial bagi pengembangan wisata TNGGP berdasarkan prioritas kinerja dan segmentasi pengunjung. Penelitian dilakukan di Seksi Cibodas, Resor Mandalawangi, TNGGP selama kurun waktu bulan September Januari Pendekatan penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif melalui pendekatan survei. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, penyebaran kuesioner, dan wawancara dengan pengunjung. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian. Teknik pengambilan contoh dilakukan secara non probability sampling dengan menggunakan convenience sampling yaitu sampel diambil berdasarkan ketersediaan dan kemudahan untuk mendapatkannya, responden merupakan pengunjung yang sedang berwisata ke TNGGP. Metode pengolahan dan analisis data penelitian ini adalah analisis deskriptif, tabulasi silang, analisis cluster, analisis conjoint, dan Importance Performance Analysis (IPA). Analisis deskriptif dan tabulasi silang digunakan untuk memberikan gambaran mengenai karakteristik umum pengunjung. Analisis cluster memberikan informasi mengenai segmentasi pengunjung. Analisis conjoint untuk mengukur preferensi pengunjung terhadap wisata alam TNGGP. IPA untuk mengukur variabel tingkat kinerja dan harapan pengunjung. Berdasarkan Importance and Performance Analysis (IPA) teridentifikasi bahwa tingkat kinerja (performa) pelayanan yang diberikan TNGGP masih berada dibawah tingkat kepentingan (harapan) pengunjungnya secara umum. Atribut-atribut penting yang harus diperhatikan oleh Balai Besar TNGGP ditujukan pada dimensi tangible, yaitu berupa 1) kelengkapan media informasi berupa brosur dan pamflet, 2) fasilitas toilet yang bersih dan higienis, serta 3) kelengkapan fasilitas information centre.

59 ANALISIS KEPUASAN PENGUNJUNG KAMPOENG WISATA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP BAURAN PEMASARAN
Gerry Gusta Baskara dan Lusi Fausia Skripsi PS MANAJEMEN AGRIBISNIS, FAKULTAS PERTANIAN, IPB. 2008 Sebagai salah satu objek wisata yang sudah dikomersilkan dan dikenal secara umum. Kampoeng Wisata juga dihadapkan pada tantangan untuk menarik perhatian para wisatawan agar mau berkunjung dan menikmati fasilitas yang mereka tawarkan. Selama kurang lebih delapan tahun Kampoeng Wisata Cinangneng ikut meramaikan wisata agro di indonesia, namun sebaran pengunjungnya masih cenderung fluktuatif ( rata-rata pengunjung per bulannya). Selain itu, Kampoeng Wisata belum pernah melaksanakan pengukuran terhadap kepuasan pengunjung.Oleh karena itu, pihak manajemen Kampoeng Wisata perlu mengetahui karekteristik konsumen, proses keputusan kunjungan yang mereka lakukan dan Kepuasan pengunjung terhadap atribut wisata yang ditawarkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan karakteristik umum Pengunjung Kampoeng Wisata dan tahap pengambilan keputusan kunjungan, menganalisis respon konsumen terhadap tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan dari atribut-atribut performance Kampoeng Wisata, menganalisis tingkat kepuasan pengunjung terhadap semua atribut yang ditawarkan, dan memformulasikan implikasi bauran pemasaran 7P Kampoeng Wisata. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan Cooper (1996 ) adalah pengambilan sampel bertujuan ( purposive sampling ), dengan bentuk pengambilan sampel keputusan ( judgement sampling). Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 100 orang. Teknik pengolahan dan analisis data menggunakan tabulasi deskriptif,Importance Performance Analysis (IPA) dan CSI (Customer Satisfaction Index). Tabulasi deskriptif digunakan untuk menjelaskan mengenai karakteristik umum responden dan proses keputusan kunjungan ke Kampeong Wisata. IPA digunakan untuk menganalisis tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut Kampoeng Wisata Cinangneng. CSI untuk mengetahui tingkat kepuasan secara keseluruhan dari seluruh atribut. Berdasarkan analisis Kuadran, atribut areal parkir, sarana toilet dan promosi yang dilakukan sebagai prioritas utama untuk segera diperbaiki agar kepuasan pengunjung Kampoeng Wisata Cinangneng meningkat, karena atribut tersebut memiliki tingkat kepentingan tinggi tapi pelaksanaannya kurang baik. Untuk atribut Paket wisata yang ditawarkan, kebersihan, kerapihan, kenyamanan lokasi, kerapihan pemandu, pelayanan karyawan/pemandu, keamanan lokasi, pengetahuan pemandu, ketanggapan dan kecepatan pemandu, kemudahan prosedur pelayanan bagi pengunjung, kualitas dan pemeliharaan berbagai fasilitas dan sarana, penataan lokasi lay out menjadi kekuatan bagi Kampoeng Wisata Cinangneng. Atribut-atribut ini harus dipertahankan bahkan lebih baik lagi jika dipertahankan. harga tiket masuk, fasilitas penunjang (kolam renang, gift shop), fasilitas penginapan, kemudahan akses tranportasi merupakan atribut yang memiliki tingkat kepentingan rendah tetapi telah dilaksanakan dengan baik oleh Kampoeng Wisata. Sedangkan manfaat kunjungan, kesopanan pemandu, memiliki kinerja yang berlebih namun perlu dipertahankan oleh perusahaan. Berdasarkan analisis dengan metode CSI, ternyata pengunjung Agrowisata Kampoeng Wisata puas terhadap kinerja pelayanan selama ini. Hal ini dapat dilihat dari nilai Customer Satisfaction Index (CSI) yang sebesar 72,56 persen

60 Khosyatillah dan Ma'mun Sarma
ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP MUTU PELAYANAN PENGELOLA WISATA BAHARI LAMONGAN. Khosyatillah dan Ma'mun Sarma Skripsi Pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB 2009. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengetahui kesenjangan /gap dari tingkat kepentingan dan tingkat kinerja mutu pelayanan pada pengelolaan Wisata Bahari Lamongan (2) menganalisis atribut mutu pelayanan berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat kinerja menurut konsumen pada pengelolaan Wisata Bahari Lamongan, (3) mengkaji pengaruh tingkat kepuasan konsumen terhadap mutu pelayanan yang diberikan oleh Wisata Bahari Lamongan, dan (4) menganalisis hubungan antar atribut-atribut pengelolaan Wisata Bahari Lamongan berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat kinerja. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dilengkapi dengan kuesioner kepada pengunjung Wisata Bahari Lamongan. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, internet, literatur dan dokumen peruszhaan. Metode analisis yang digunakan adalah IPA (index Performance Analysis), CSI (Customer Satisfaction Index), dan Chi-square. Hasil IPA menunjukkan bahwa atribut yang dianggap pengunjung memiliki tingkat kepentingan tertinggi adalah citra Wisata Bahari Lamongan di mata pengunjung dan atribut yang dianggap pengunjung memiliki tingkat kepentingan terendah adalah kesesuaian tampilan Wisata Bahari Lamongan dengan iklan dm promosi. Atribut yang memiliki tingkat kinerja tertinggi adalah citra Wisata Bahari Lamongan di mata pengunjung dan atribut yang memiliki tingkat kinerja terendah terdapat dua atribut yaitu, kesesuaian tampilan Wisata Bahari Lamongan dengan iklan dan promosi dan pemberian pelayanan terhadap semua pengunjung tanpa pilih-pilih. Adapun atribut yang menjadi prioritas u.t.a ma. pada peningkatan mutu pengelola Wisata Bahari Lamongan (Kuahan A) n atribut kondisi dan kebersihan wahana yang selalu terjaga, fasilitas rc fasilitas kamar mandiltoilet, adanya tempat parkir dan tempat istirahat yang memadai, kesigapan karyawan dalam melayani pengunjung, kejelasan petugas dalam memberikan infomasi tentang Wisata Bahari Lamongan dan petugas memberikan rasa aman kepada pengunjung. Hasil analisis CSI adalah 79%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum konsumen Wisata Bahari Lamongan berada pada rentang nilai CSI, yaitu 0,66 - 0,80 yang berarti secara keseluruhan konsumen WBL merasa puas atas pelayanan yang diberikan oleh pihak manajemen WBL.

61 THE OPPORTUNITY OF INDIRECT DETERMINATION OF THE IMPORTANCE OF THE ATTRIBUTES OF THE TOURIST PRODUCT IN EVALUATING THE CONSUMER’S SATISFACTION Olimpia Ban (University of Oradea) 2012 International Conference on Economics, Business and Marketing Management IPEDR vol.29 (2012) © (2012) IACSIT Press, Singapore The ideas issued in the definitions of the consumer satisfaction have several common aspects: the consumer satisfaction is seen as a result, as an emotional and cognitive reaction resulting from a psychological process; it is seen as a result of all the activities during the acquisition and consumerism and/or post acquisition or post consumerism and it is the result of a comparison between a standard (expectations) and the consumed product. The models developed so far Millan and Esteban connect the expectations, the perception on the performance, the differences between these two and the level of unconfirmed expectations. It is interesting that the studies are referring to showed that the increase of the acceptance of the expectations’ invalidation could be an explanation for the adjustment of the consumers’ satisfaction. There are differences between expectations and the frequency of product or service usage. The IPA is based on the idea that the satisfaction is the result of the preferences for a product, as a result of the evaluation of its performances. The IPA scale is based on the assumption that the satisfaction is influenced by the importance of the attributes and the perceived performance of the attributes.

62 THE OPPORTUNITY OF INDIRECT DETERMINATION OF THE IMPORTANCE OF THE ATTRIBUTES OF THE TOURIST PRODUCT IN EVALUATING THE CONSUMER’S SATISFACTION Olimpia Ban (University of Oradea) 2012 International Conference on Economics, Business and Marketing Management IPEDR vol.29 (2012) © (2012) IACSIT Press, Singapore METHODOLOGY During March-April, 2010 a survey was conducted among the population of Oradea, Romania . The sample was composed of a total of 1,060 people, sampling method chosen was the stratification method (margin of error of 3%). The segmentation criterion used was age. The respondents were persons who received accommodation services in Romania at least once since 2007 till 2010. Research goal was to investigate the level of Oradea inhabitants satisfaction, with the quality of tourism services and the performance of service staff. The research instrument was a questionnaire with 21 questions, plus some questions related to socio-demographic aspects. The respondents were investigated on three dimension of tourist services quality, respectively: the material base (equipments), staff training and staff behavior. The results reflect that out of the three dimensions of service quality the utmost importance is given to staff conduct, which is also evaluated at the lowest level in terms of performance. There were 19 attributes chosen for tourism staff, in correspondence with SERVQUAL, for which it was done the analysis of the importance given by respondents and the analysis of the perceived performance of the staff from Romania. A scale with five steps was used in this research, from "unimportant" to "very important". The results show that a great importance is given to all attributes. Situated on the first places, with values over 4.5 are attributes of Staff Kindness (Courtesy) and Responsibility, Communication and Timeliness. In assessing the performance it was observed a decrease for all attributes. The best values, although all were average level, were obtained for Physical Appearance and Staff Communication.

63 Analisis Customer Satisfaction Index (CSI)
THE OPPORTUNITY OF INDIRECT DETERMINATION OF THE IMPORTANCE OF THE ATTRIBUTES OF THE TOURIST PRODUCT IN EVALUATING THE CONSUMER’S SATISFACTION Olimpia Ban (University of Oradea) 2012 International Conference on Economics, Business and Marketing Management IPEDR vol.29 (2012) © (2012) IACSIT Press, Singapore The results obtained indicated a hierarchy of the attributes from the point of view of the importance and a hierarchy of the attributes from the point of view of the perceived performance with regard to the tourism staff in Romania. Observations regarding the results obtained: The scores obtained for the importance given to attributes is situated on the superior part of the Likert scale, all between 4.00 and 5.00, with a single exception situated between 3.00 and Practically, all the attributes are appreciated as being important, the inter-item differentiation being insignificant and, due to this, useless. The scores obtained for performance follow the same trek as those for importance, with the mention that they are placed on a lower level, that is between 3.00 and 4.00, with an exception between 2.00 and 3.00. Analisis Customer Satisfaction Index (CSI) Metode ini digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan secara keseluruhan dengan pendekatan yang mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut mutu jasa yang diukur. Pengukuran CSI diperlukan karena hasil dari pengukuran dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan sasaran -sasaran terhadap peningkatan pelayanan kepada pelanggan. Index diperlukan sebagai hal yang kontinyu. Biasanya metode pengukuran CSI meliputi tahapan : Menghitung importance weighting factors (faktor kepentingan terbobot), yaitu mengubah nilai rataan tingkat kepentingan menjadi angka presentase dari total nilai rataan tingkat kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji, sehingga didapatkan total importance weighting factors 100 %. Menghitung weighted score (skor terbobot), yaitu nilai perkalian antar nilai rataan tingkat kinerja/kepuasan masing -masing atribut dengan importance weighting factors masing-masing atribut. Menghitung weighted total (total terbobot), yaitu menjumlahkan weighted score dari semua atribut mutu jasa. Menghitung satisfaction index (indeks kepuasan), yaitu weighted total dibagi skala maksimal yang digunakan (skal a maksimal 5), lalu dikalikan 100%. Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan pelanggan. Adapun kriterianya berdasarkan Aditiawarman (2000) dengan kriteria : 0,00 – 0,34 = Tidak puas 0,35 – 0,50 = Kurang puas 0,51 – 0.65 = Cukup puas 0,66 – 0,80 = Puas 0,81 – 1,00 = Sangat puas Sumber: ….. Diunduh 10/4/2012

64 We assume that respondents are “m”, and number of attributes is “n”.
THE OPPORTUNITY OF INDIRECT DETERMINATION OF THE IMPORTANCE OF THE ATTRIBUTES OF THE TOURIST PRODUCT IN EVALUATING THE CONSUMER’S SATISFACTION Olimpia Ban (University of Oradea) 2012 International Conference on Economics, Business and Marketing Management IPEDR vol.29 (2012) © (2012) IACSIT Press, Singapore Mathematical methods used in correspondence with the type of scale used in the survey applied, that is multivariate ordinal scales and these are: the calculus of entropy and the calculus of the Spearman coefficient (through SPSS). We assume that respondents are “m”, and number of attributes is “n”. The indirect method to calculate the importance wj of Aj attribute, where j Є {1,…,n} by calculus of entropy asking for value determination of pij, i Є {1,…,m}. Step 1: pij= xij/(x1j+...+xmj), i Є {1,…,m} (1) where xij, i Є {1,…,m}, j Є {1,…,n} is the level of i respondent satisfaction relate to j attribute. Step 2: ej= -(1/1nm)(p1j1np1j+...+pmj1npmj) (2) Step 3: wj= (1-ej)/(n-(e1+...+en)) (3) Relate with the 1060 peoples responses at the questionnaires with 19 attributes, used methods described at (1)-(3) we obtain the hierarchy presented in Table 1. The Spearman coefficient is calculated using the formula: S= 1-(6Σd2)/n(n2-1) (4) where: x- independent factor, that 19 attributes; y- dependent factor, global evaluation; d – difference between the ranks according to variable x (rx) and according to variable y (ry); n – number of elements of the units, number of responses. The calculus of the Spearman coefficient has led to positive values, indicating the presence of a direct connection with different intensities for the attributes taken into consideration Table 1, column 3.

65 THE OPPORTUNITY OF INDIRECT DETERMINATION OF THE IMPORTANCE OF THE ATTRIBUTES OF THE TOURIST PRODUCT IN EVALUATING THE CONSUMER’S SATISFACTION Olimpia Ban (University of Oradea) 2012 International Conference on Economics, Business and Marketing Management IPEDR vol.29 (2012) © (2012) IACSIT Press, Singapore Interpretations The analysis of the opportunity to replace the indirect method of determining the importance of the attributes characterizing a tourist product or service for a concrete case has shown the following: The individual importance given to the attributes characterizing the performance of the tourism staff, obtained from the entropy calculus based on the use of the evaluation of the tourism staff’ performance is substantially different from the data obtained through direct research; The individual importance given to the attributes characterizing the tourism staff’s performance, obtained after applying the Spearman coefficient in order to evaluate the tourism staff’s performance from the perspective of some given attributes and the evaluation of the global satisfaction regarding the staff’s performance is substantially different from the data obtained through direct research; The analysis of the attributes’ hierarchies according to the criterion of importance, indirectly obtained through mathematical methods is positioning on the first positions criteria like “Enthusiasm” and “Communication” which, in the direct research occupy different positions. In the direct research, the “Communication” is among the first three attributes considered important, as it is in the indirect research through the Spearman coefficient. Instead, the “Enthusiasm” through the two indirect methods is on the situated on the first four positions is on the last but one position in the direct research. We ask ourselves whether it is convenient to cancel the utility of the indirect methods or their more detailed research is necessary. There might be unconscious attributes as important but appreciated as such when it is about a concrete situation; The “Kindness” attribute, positioned on the first place in the direct research is on the third place in that through the Spearman coefficient and on the fifth position through the entropy calculus. No matter the method used, will a strong attribute find the way to the first positions in the hierarchy? The need for a relation with the tourism contact staff, marked by kindness was found in other studies , which encourages the idea that there is a latent, unsatisfied need of the Romanian consumer. In the regime before 1989, “the service provider was the master and not the consumer”. Sumber: ….. Diunduh 10/4/2012

66 THE OPPORTUNITY OF INDIRECT DETERMINATION OF THE IMPORTANCE OF THE ATTRIBUTES OF THE TOURIST PRODUCT IN EVALUATING THE CONSUMER’S SATISFACTION Olimpia Ban (University of Oradea) 2012 International Conference on Economics, Business and Marketing Management IPEDR vol.29 (2012) © (2012) IACSIT Press, Singapore Sumber: ….. Diunduh 10/4/2012

67 THE OPPORTUNITY OF INDIRECT DETERMINATION OF THE IMPORTANCE OF THE ATTRIBUTES OF THE TOURIST PRODUCT IN EVALUATING THE CONSUMER’S SATISFACTION Olimpia Ban (University of Oradea) 2012 International Conference on Economics, Business and Marketing Management IPEDR vol.29 (2012) © (2012) IACSIT Press, Singapore Conclusions Considering the weak correspondence among the results obtained directly and the results obtained through mathematical methods, we can state the following: We can explain the results obtained through the non-identification of the mathematical methods suitable for the concrete situation analyzed, a conclusion which supports though the idea of the existence of some more appropriate methods than others for each analysis; Another possible explanation could reside in the cultural determinants of the respondents who make possible the existence of a discrepancy in the overall judgment of a performance and in the analysis of a performance according to attributes; The performance of the labor conscriptions, according to the attributes considered, has an average between 3.00 and 4.00 on the Likert scale, while in the overall evaluation, 90% of the respondents appreciate that the staff’s labor conscription “needs improvements”, “it is poor” or “very poor”. There is the need to test other mathematical methods too to indirectly determine the importance of the evaluation attributes of a touristic performance (or in another field of services) like fuzzy methods; 4. There is the need to apply the mathematical methods used in this paper in the results obtained by surveying a target group with other cultural determinants.

68 Jackie Ziegler, , Philip Dearden, Rick Rollins
BUT ARE TOURISTS SATISFIED? IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS OF THE WHALE SHARK TOURISM INDUSTRY ON ISLA HOLBOX, MEXICO Jackie Ziegler, , Philip Dearden, Rick Rollins Tourism Management. Volume 33, Issue 3, June 2012, Pages 692–701 Understanding the social dimensions of wildlife tourism activities is essential for the effective management of these activities. Previous research has identified factors that affect the visitor experience within marine tourism, including perceived crowding, environmental impacts, and marketing approach. Understanding the needs and expectations of people who are investing time and money in participating in marine tourism activities can provide valuable insight for management planning and decision-making. The objective of this paper is to understand the motivations and satisfactions of whale shark tour participants on Isla Holbox, Mexico in order to assess the success of this industry in meeting customer expectations. Whale shark tour participants were provided with a list of environmental and setting features and asked to rate the importance of, and satisfaction with, each feature. Importance-performance (IP) analysis was used to compare these scores and identify areas of management concern. The IP analysis identified key issues with false advertising, lack of educational information, perceived crowding, and tour cost. These factors are representative of larger issues related to the uncontrolled growth of the whale shark tourism industry on Holbox. Management should focus on limiting the growth of the industry, ensuring the equitable distribution of economic benefits within the industry, and developing and implementing effective guide training and interpretation programs.

69 REVISITING IMPORTANCE–PERFORMANCE ANALYSIS
Haemoon Oh Tourism Management; Volume 22, Issue 6, December 2001, Pages 617–627 As a tool to develop marketing strategies, importance–performance analysis has gained popularity among hospitality and tourism researchers for its simplicity and ease of application. The primary goal of this article was to stimulate further discussion and research on the validity and reliability of widely adopted importance–performance analysis. This article revisited several conceptual and methodological issues inherent, but often overlooked, in using the importance–performance analysis framework. The author conducts a critical review of past studies, reanalyzes published data to raise questions, and develops suggestions for future hospitality and tourism research applying importance–performance analysis. In conclusion, this article addresses a few pending issues that should be considered by researchers so as to increase the utilities of IPA: Definition of the concepts and corresponding interpretations Specification of a common criterion concept Causal modeling of attribute importance Absolute versus relative importance Determination of a set of attributes Scale construction Modifications.

70 Tourism Management. Volume 21, Issue 4, August 2000, Pages 363–377.
AN IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS OF HOTEL SELECTION FACTORS IN THE HONG KONG HOTEL INDUSTRY: A COMPARISON OF BUSINESS AND LEISURE TRAVELLERS Raymond K.S. Chu, Tat Choi Tourism Management. Volume 21, Issue 4, August 2000, Pages 363–377. To be successful in business, one must understand how customers perceive the product or service attributes, their importance and performance when compared with other competitors. The importance of `being competitive’ and `offering competitive advantage’ has been recognised for some years. In the hotel environment, where competition dominates, hoteliers must study the strengths and weaknesses of the product or service they provide and accurately define their importance and performance. To maintain Hong Kong's present status as one of the world's most attractive tourist destinations, hoteliers must thoroughly understand which hotel attributes are perceived by travellers, and the level of performance of these attributes. Using an Importance–Performance Analysis (IPA), this paper examined business and leisure travellers’ perceived importance and performance of six hotel selection factors in the Hong Kong hotel industry. The six hotel selection factors identified were: Service Quality, Business Facilities, Value, Room and Front Desk, Food and Recreation, and Security. Both business and leisure travellers held the same perceptions towards all the six hotel selection factors. The IPA grids illustrated that the Value factor fell into the Concentrate Here quadrant; Service Quality, Room and Front Desk and Security in the Keep Up the Good Work quadrant; and Business Facilities and Food and Recreation in the Low Priority quadrant. Room and Front Desk and Security were found to be the determining factors for business and leisure travellers, respectively, in their hotel choice selection. Implications for Hong Kong hoteliers and researchers were discussed.

71 IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS (IPA)
sumber  Posted 14th January by dewitri. Labels: Metode Penelitian Analisis Metode Importance Performance Analysis (IPA) diperkenalkan oleh Martilla dan James pada tahun 1977 untuk mengukur hubungan antara prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula sebagai quadrant analysis dan persepsi konsumen IPA telah diterima secara umum dan dipergunakan pada berbagai bidang kajian karena kemudahan untuk diterapkan dan tampilan hasil analisis yang memudahkan usulan perbaikan kinerja. IPA bertujuan untuk menampilkan informasi berkaitan dengan faktor-faktor pelayanan yang menurut pelanggan sangat memengaruhi loyalitas dan kepuasan mereka, dan faktor-faktor pelayanan yang menurut pelanggan perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan pelanggan. IPA menyatukan pengukuran faktor tingkat kinerja (performance) dan tingkat kepentingan (importance) yang kemudian digambarkan dalam diagram dua dimensi yaitu diagram importance-performance untuk mendapatkan usulan praktis dan memudahkan penjelasan data. Pada tingkat kinerja, pengukuran dilakukan dengan mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang telah dirasakan. Grafik IPA dibagi menjadi empat buah kuadran berdasarkan hasil pengukuran importance-performance. Penjelasan masing-masing kuadran:  Kuadran satu, “Concentrate Here” (high importance & low satisfaction)  Faktor-faktor yang terletak dikuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting oleh konsumen namun kondisi pada saat ini belum memuaskan sehingga pihak manajemen berkewajiban pengalokasikan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan.  2. Kuadran dua, “Keep up The Good Work” (high importance & high satisfaction)  Faktor-faktor yang terletak dikuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang bagi kepuasan konsumen sehingga pihak manajemen berkewajiban memastikan bahwa kinerja institusi yang dikelolanya dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai.  3. Kuadran tiga, “Low Priority” (low importance & low satisfaction)  Faktor-faktor yang terletak dikuadran ini mempunyai tingkat kepuasan yang rendah dan sekaligus dianggap tidak terlalu penting bagi konsumen, sehingga pihak manajemen tidak perlu memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian pada faktor –faktor tersebut. 4. Kuadran empat, “Possible Overkill” (low importance & high satisfaction)  Faktor-faktor yang terletak dikuadran ini dianggap tidak terlalu penting sehingga pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor tersebut kepada faktor-faktor lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih membutuhkan peningkatan. Ada dua macam cara untuk menampilkan data IPA yaitu:  Menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata pada sumbu tingkat kepentingan dan sumbu tingkat kepuasan dengan tujuan untuk mengetahui secara umum penyebaran data terletak pada kuadran berapa.  Menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata hasil pengamatan pada sumbu tingkat kepentingan dan sumbu tingkat kepuasan dengan tujuan untuk mengetahui secara spesifik masing-masing faktor terletak pada kuadran berapa. Metode yang kedua lebih banyak dipergunakan oleh para peneliti.  Sumber: Diunduh 9/4/2012

72 ANALISIS KUADRAN How does it work? Quadrant analysis plots all activities of an organization by their customer ratings of importance and performance. The plot is divided into four quadrants: low relative importance/low relative performance, low relative importance/high relative performance, high relative importance/high relative performance, high relative importance/low relative performance. This last quadrant (high relative importance/low relative performance) is the “opportunity quadrant.” These “opportunity quadrants” are the areas where you stand to gain the most from improvements. Identifying the areas that are important to your customers yet not well executed by your organization means you know. Where to spend and save time and money Priority areas where a performance improvement will have the most impact on overall performance Customer feedback is represented management decisions.

73 HERTIANA , SISKA (2009) . Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
ANALISIS HARAPAN DAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN KESEHATAN DENGAN METODE IPA (IMPORTANCE PERFORMANCE ANALYSIS) DI PUSKESMAS KARTASURA II TAHUN 2009 HERTIANA , SISKA (2009) . Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pasien menilai mutu pelayanan kesehatan dengan cara membandingkan pelayanan kesehatan yang diterima dengan harapan, jika pelayanan yang diterima itu hampir atau sama dengan harapan maka pelayanan tersebut dianggap memuaskan dan jika harapan tidak sesuai maka dianggap mengecewakan pasien. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa harapan dan kepuasan pasien di Puskesmas Kartasura II. Jenis penelitian Observasional dengan pendekatan cross sectional. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner pada 100 orang responden yaitu pasien poli umum rawat jalan di Puskesmas Kartasura II. Data primer dan data sekunder diolah dan dianalisa dengan menggunakan IPA (Importance Performance Analysis). Tujuan penelitian adalah mengetahui tingkat kesesuaian antara harapan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan pasien terhadap aspek kesembuhan dan aspek kesinambungan pelayanan telah sesuai dengan harapan pasien. Kepuasan pasien terhadap aspek kebersihan puskesmas, mendapat informasi yang menyeluruh dan memberi kesempatan bertanya belum sesuai dengan harapan pasien. Sumber: Diunduh 9/4/2012

74 Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol. 5 No. 3, April 2007, hal. 123 – 132
MODIFIED IPA - II SEBAGAI UPAYA IDENTIFIKASI POTENSI PERBAIKAN DI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol. 5 No. 3, April 2007, hal. 123 – 132 Eko Setiawan Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta Persaingan yang semakin ketat mengharuskan institusi pendidikan tinggi untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanannya, sehingga pelanggan akan terpuaskan. Hal tersebut mensyaratkan identifikasi dan pengukuran kebutuhan pelanggan, sehingga diketahui kebutuhan pelanggan yang masih memerlukan peningkatan pelayanan serta kebutuhan pelanggan yang telah sesuai dengan harapan pelanggan. Mengingat institusi apa pun tidak terlepas dari suasana persaingan, maka identifikasi serta pengukuran kebutuhan pelanggan tersebut harus menyertakan para pesaing. Makalah ini membahas salah satu usulan metode yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut, yaitu metode modified IPA - II. Dengan metode yang diusulkan ini, dapat diketahui pada kebutuhan pelanggan yang mana saja suatu institusi pendidikan tinggi masih rendah kinerjanya relatif terhadap kinerja para pesaing, sedangkan kebutuhan tersebut menempati tingkat kepentingan yang tinggi di mata pelanggan. Dengan mengetahui peta kebutuhan pelanggan sedemikian rupa, maka agenda peningkatan kualitas pelayanan akan dapat dijalankan secara lebih terarah dan efisien. Secara umum, kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan, sedangkan loyalitas pelanggan akan sangat berpengaruh terhadap profitabilitas suatu industri. Secara lebih spesifik, sedikit peningkatan di dalam aspek kepuasan pelanggan akan berpengaruh besar terhadap meningkatnya loyalitas pelanggan. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan. Pelanggan akan terpuaskan bila kebutuhannya terpenuhi, sehingga pengelolaan kepuasan pelanggan akan sangat terkait dengan pengelolaan kebutuhan pelanggan. Pengelolaan kebutuhan pelanggan memerlukan identifikasi kebutuhan pelanggan sekaligus pengukurannya, karena “sesuatu yang tidak terukur tidak dapat dikelola”. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut di antaranya adalah SERVQUAL, SERVPERF, Normed Quality (NQ), dan Importance-Performance Analysis (IPA). Sumber: Diunduh 9/4/2012

75 IMPORTANCE –PERFORMANCE ANALYSIS (IPA)
Metode IPA diperkenalkan pertama kali pada tahun 1977 oleh Martilla dan James . Metode ini dimaksudkan sebagai kerangka kerja di dalam memahami kepuasan pelanggan sebagai fungsi dari expectation (importance atau tingkat kepentingan) terkait dengan suatu atribut serta penilaian pelanggan terhadap kinerja organisasi (performance) dilihat dari atribut terkait. Dari berbagai penelitian, metode IPA mampu memberikan informasi penting kepada pengelola industri jasa baik berupa ukuran kepuasan pelanggan maupun alokasi sumberdaya secara efisien, keduanya dalam format yang mudah diterapkan. Secara lebih spesifik, metode IPA adalah suatu metode yang: [1]. Melakukan identifikasi aspek-aspek dari pengalaman total yang benar-benar penting bagi pelanggan dan aspek-aspek yang dirasakan kurang penting; [2]. Memungkinkan suatu organisasi menilai kinerjanya dalam kaitannya dengan aspek-aspek yang sedang ditelaah; dan [3]. Membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan suatu organisasi Berdasarkan temuan di atas, organisasi yang bersangkutan kemudian dapat merumuskan strategi efektif yang akan membantu melanggengkan atau bahkan meningkatkan kinerjanya. Analisis dalam metode IPA didasarkan pada dua dimensi, yaitu: tingkat kepentingan relatif dari aspek-aspek yang dinilai, dan penilaian pelanggan terhadap kinerja obyek dilihat dari aspek-aspek tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat dibuat matriks dua dimensi sebagaimana tersaji pada Gambar 1. Sumber: MODIFIED IPA - II SEBAGAI UPAYA IDENTIFIKASI POTENSI PERBAIKAN DI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol. 5 No. 3, April 2007, hal. 123 – 132 Eko Setiawan.

76 MODIFIED IPA - II SEBAGAI UPAYA IDENTIFIKASI POTENSI PERBAIKAN DI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI
Eko Setiawan (Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol. 5 No. 3, April 2007, hal. 123 – 132) Secara umum, langkah-langkah IPA adalah sebagai berikut (Magal dan Levenburg, 2005): Pertama, mengidentifikasi elemen-elemen/ aspek-aspek kritis yang akan dievaluasi; Ke dua, mengembangkan instrumen survey yang digunakan untuk mendapatkan penilaian tingkat kepentingan serta kinerja dari elemen-elemen/ aspek-aspek yang diperoleh di langkah ; Ke tiga, menghitung nilai rata-rata tingkat kepentingan serta kinerja masingmasing elemen; dan Ke empat, rata-rata nilai tingkat kepentingan serta kinerja tersebut kemudian diplot ke dalam matriks dua dimensi; biasanya sumbu vertikal mewakili nilai rata-rata tingkat kepentingan dan sumbu horisontal mewakili nilai rata-rata kinerja. Penerapan IPA dihasilkan empat kuadran yang berisi empat kemungkinan kelompok aspek-aspek yang diteliti, yaitu: Kuadran I, “Keep up the good work”: Memiliki skor yang tinggi baik dari sisi tingkat kepentingannya maupun kinerjanya. Aspek-aspek pada kategori ini merupakan aspek-aspek yang ideal, karena ini menunjukkan bahwa organisasi memiliki keunggulan di bidang-bidang yang dianggap penting oleh pelanggan. Kuadran II, “concentrate here”: Memiliki skor yang tinggi dari sisi tingkat kepentingan namun memiliki skor yang rendah dari sisi kinerja. Hasil ini menunjukkan letak ketidakpuasan para pelanggan. Kuadran III, “low priority”: Baik skor tingkat kepentingan maupun kinerja bernilai rendah. Aspek-aspek yang termasuk ke dalam kelompok ini dapat diabaikan dari perhatian manajemen di masa-masa mendatang. Kuadran IV, ”possible overkill”: Skor tingkat kepentingan rendah namun skor kinerja tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa organisasi terlalu banyak terfokus pada aspek-aspek yang berdampak kecil terhadap kepuasan pelanggan, sehingga sumberdaya yang semula dialokasikan pada aspek-aspek di dalam kategori ini dapat dialihkan kepada aspek-aspek lain yang memiliki skor tingkat kepentingan tinggi namun kinerjanya rendah.

77 MODIFIKASI IPA Iij = Mij * (Fij − Cij )
MODIFIED IPA - II SEBAGAI UPAYA IDENTIFIKASI POTENSI PERBAIKAN DI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI Eko Setiawan (Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol. 5 No. 3, April 2007, hal. 123 – 132) MODIFIKASI IPA Di dalam kenyataannya sekarang ini, pelanggan tidak melakukan evaluasi terhadap suatu obyek (dalam hal ini suatu organisasi) tanpa mengaitkannya dengan evaluasi terhadap para pesaing, dan keunggulan diferensial yang dimiliki oleh suatu obyek akan sangat ditentukan oleh kinerjanya relatif terhadap kinerja pesaing. Berdasarkan pertimbangan tersebut, mengusulkan adanya modifikasi terhadap metode IPA, yang dapat diformulasikan sebagai berikut: Iij = Mij * (Fij − Cij ) dimana: Iij = Skor indeks responden ke-j untuk atribut/ aspek ke-i ; Mij = Penilaian responden ke-j terhadap tingkat kepentingan atribut/ aspek ke-i ; Fij = Penilaian responden ke-j terhadap kinerja obyek dalam kaitannya dengan atribut/ aspek ke-i; dan ; Cij = Penilaian responden ke-j terhadap kinerja pesaing dalam kaitannya dengan atribut/ aspek ke-i. Secara matematis, rumus di atas menyatakan bahwa skor indeks responden untuk suatu atribut adalah sama dengan evaluasinya tentang besarnya tingkat kepentingan suatu atribut dikalikan dengan perbedaan antara penilaiannya terhadap kinerja organisasi versus penilaiannya terhadap kinerja pesaing. Dalam bentuk matriks dua dimensi, modified IPA dapat disajikan sebagaimana terlihat di Gambar berikut:.

78 MODIFIED IPA - II SEBAGAI UPAYA IDENTIFIKASI POTENSI PERBAIKAN DI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI
Eko Setiawan (Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol. 5 No. 3, April 2007, hal. 123 – 132) MODIFIED IPA - II Di dalam makalah ini penulis mengusulkan modifikasi terhadap modified IPA, dan penulis namakan modified IPA - II. Di dalam modified IPA – II, nilai kinerja organisasi, nilai kinerja pesaing, dan nilai tingkat kepentingan terbagi ke dalam tiga klasifikasi: rendah, sedang, dan tinggi. Dengan mengkombinasikan ketiga nilai untuk masing-masing klasifikasi, akan diperoleh kemungkinan-kemungkinan seperti pada tabel berikut (Kemungkinan-kemungkinan di dalam modified IPA – II). Contoh Ilustratif Sebagai contoh, berikut diberikan data atribut kualitas, nilai tingkat kepentingan, dan nilai kinerja organisasi yang diambilkan dari O’Neill dan Palmer (2004), sedangkan data nilai kinerja pesaing merupakan data hipotetis. Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan metode modified IPA – II.

79 MODIFIED IPA - II SEBAGAI UPAYA IDENTIFIKASI POTENSI PERBAIKAN DI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI
Eko Setiawan (Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol. 5 No. 3, April 2007, hal. 123 – 132) Pengolahan Data Data atribut kualitas ke-j pada dimensi ke-i, nilai tingkat kepentingan tiap-atiap atribut kualitas ke-j dimensi ke-i, Iij, tingkat kepentingan dimensi kualitas ke-i, Ii, nilai kinerja atribut kualitas ke-j dimensi ke-i, Porg-ij, serta nilai kinerja dimensi kualitas kei, Porg-i, tersaji di Tabel 2 berikut ini. Data adalah berupa nilai rata-rata dari sampel sejumlah 368 buah. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Pada data tersebut juga telah penulis tambahkan nilai hipotetis dari kinerja pesaing pada atribut kualitas ke-j dimensi ke-i, Pcomp-ij, serta nilai kinerja pesaing pada dimensi kualitas kei, Pcomp-i. Dalam hal ini berlaku hubungan antara Porg-i, Porg-ij, Pcomp-i, serta Pcomp-ij : Berdasarkan data (Data atribut kualitas dan nilai rerata tingkat kepentingan-kinerja organisasikinerja Pesaing), pengolahan yang dilakukan menghasilkan output sebagaimana tersaji di Tabel (hasil Pengolahan data)

80 MODIFIED IPA - II SEBAGAI UPAYA IDENTIFIKASI POTENSI PERBAIKAN DI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI
Eko Setiawan (Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol. 5 No. 3, April 2007, hal. 123 – 132) Hasil Pengolahan Data

81 MODIFIED IPA - II SEBAGAI UPAYA IDENTIFIKASI POTENSI PERBAIKAN DI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI
Eko Setiawan (Jurnal Ilmiah Teknik Industri Vol. 5 No. 3, April 2007, hal. 123 – 132) KESIMPULAN Dengan terlebih dahulu membagi kinerja organisasi, kinerja pesaing, dan tingkat kepentingan tiap-tiap atribut kualitas ke dalam tiga kategori, tinggi, sedang, dan rendah, makalah ini mengusulkan suatu modifikasi terhadap modified IPA. Dengan modifikasi tersebut, atribut maupun dimensi kualitas dari suatu organisasi jasa dapat dikategorikan ke dalam salah satu dari 12 kategori. Meskipun demikian, terdapat beberapa catatan penting : Proses penentuan nilai rendah, tinggi, dan sedang terhadap nilai-nilai yang ada masih dapat diperdebatkan. Pada nilai berapakah suatu kinerja atribut dikatakan tinggi? Bila skala yang digunakan adalah skala likert 1 hingga 5, di mana 1 menyatakan sangat tidak penting dan 5 menyatakan sangat penting, termasuk ke dalam kategori manakah angka 3,74? Dan bila seorang responden memberikan nilai 2 terhadap tingkat kepentingan suatu atribut, termasuk tinggi, rendah, ataukah sedang tingkat kepentingan atribut tersebut? Dalam hal ini diperlukan pendekatan lain, di antaranya penggunaan pendekatan fuzzy. Makalah ini tidak menggunakan suatu metode yang rigor untuk menentukan signifikan-tidaknya nilai Porg – I dan Porg – Pcomp. Untuk itu penggunaan uji rataan dua buah sampel sangat disarankan untuk menangani hal tersebut. Metode modified IPA – II ini masih bersifat usulan. Diperlukan telaah metodologis dan pengujian secara empiris untuk menilai layak tidaknya metode ini digunakan secara lebih luas. Aigbedo, Henry dan Parameswaran, Ravi (2004) ‘Importance-performance analysis for improving quality of campus food service’, International Journal of Quality and Reliability Management, Vol. 221 No. 8, pp. 876 – 896. Aigbedo, Henry dan Parameswaran, Ravi (2006) ‘Finding out what matters most at SantaPark: the role of importance-performance analysis’, Strategic Direction, Vol. 22 No. 1, pp. 29 – 31. Ford, John B., Joseph, Mathew, dan Joseph, Beatriz (1999) ‘Importance-performance analysis as a strategic tool for service marketers: the case of service quality perceptions of business students in New Zealand and the USA’, The Journal of Services Marketing, Vol. 13 No. 2, pp. 171 – 186. Lewis, Roger (2004) ‘Importance-performance analysis’, Australasian Journal of Engineering 4Education, Magal, Simha R. dan Levenburg, Nancy M. (2005) ‘Using importance-performance analysis to evaluate e-business strategies among small businesses’, Proceedings of the 38th Hawaii International Conference on System Science. O’Neill, Martin dan Palmer, Adrian (2004) ‘Importance-performance analysis: a useful tool for directing continuous quality improvement in higher education’, Quality Assurance in Education, Vol. 12 No. 1, pp. 39 – 52.

82 Alvin Chandy and Manju G Nair
DEFINING CARRYING CAPACITY FOR SUSTAINABLE TOURISM DESTINATION DEVELOPMENT –A STUDY OF PARAVOOR TOWN IN KERALA Alvin Chandy and Manju G Nair 10th National Conference on Technological Trends (NCTT09) 6-7 Nov 2009 Carrying capacity based planning is a tool towards sustainable development of human settlements in which resources are supplied within their regenerative capacities to sustain the desired economic activities and quality of life. Problems confronting tourism development trend from the study of Kumarakom and Kovalam indicate that the need of the hour is sustainable tourism in Kerala. It requires conducting carrying capacity assessments for tourism destinations in the state for pursuing growth accordingly. This paper attempts to define the Tourism Carrying Capacity (TCC) of Paravoor by identification of constraints and bottlenecks based on physical, ecological, social, political and economic aspects of Paravoor and identification of the desirable type of development from preference survey of major stakeholders namely tourist, local residents, and government. Feasibility of tourism as a new economic sector in Paravoor is established using Importance-Performance Analysis (IPA) technique. Tourism industry in Kerala is recognized as an engine of growth in terms of income and employment in Kerala. It is a major development sector whose resources are mostly derived from natural and cultural environment. If tourism activities are not carefully controlled it can degrade the environment which sustains it. The World Summit on Sustainable Development (WSSD, 2002) promotes sustainable tourism as a means to increase the benefit from tourism resources for the population in the host countries while maintaining the cultural and environmental integrity of the host communities and enhancing the protection of ecologically sensitive areas and natural habitats. The aim of the study is to identify a sustainable tourism development scenario for Paravoor by defining the carrying capacity of the destination. The present study is limited to first stage in carrying capacity studies of a tourism destination (i.e.) defining TCC.

83 IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS TECHNIQUE
Importance-Performance analysis (IPA) technique is applied here to find the attributes of destination attractiveness in Kerala.IPA technique emerged from the work of Martilla and James (1977) allows simultaneous comparison of direct performance measure of a service to the preference rating given by customers and is a useful management tool which to redirect their scarce resources from low impact areas to high impact areas (Patterson and Walker, 1999). In IPA, customers perception and importance values measured in a 5 point rating scale are plotted on a grid that is divided into 4 quadrants, formed based on the mean scores performance rating as horizontal axis and the mean importance rating for the same destination attraction on vertical axis. The values are then assessed according to its position in the quadrant on the grid. Each quadrant suggests different response from a marketing strategy point of view. Attributes that are rated high in importance and high in performance suggest that service providers keep up the ‘good’ work and increase resources directed towards these areas. In contrast, attributes having low importance rating and a low performance rating suggest that investing resources to these areas may offer only little advantage. Attributes that are rated high in importance and low in performance are areas that the providers should pay particular attention for improvement. Lastly, attributes rated low in importance and high in performance are areas providers should continue to maintain the level of effort. The research followed a two-stage methodology, comprising qualitative and quantitative stage. The qualitative stage involved analysis of various pamphlets by Department of Tourism, brochures, discussion with experts from the tourism industry and preliminary response survey with tourists as part of knowing the various relevant destination attraction and experience elements relevant to Kerala. This information is used for the subsequent quantitative study carried out using a survey method with a structured questionnaire to get the data from the international tourists visiting Kerala. From the qualitative survey and the district wise statistics (2007) it was observed that, coastal tourism destinations covering Thiruvananthapuram ,Kollam and Alappuzha attract about 47% of foreign tourist to Kerala. Also the new tourism destination Paravoor was proposed to be included in the Varkala –Alappuzha coastal tourism circuit (IDDP, Kollam, 2006). Hence survey was conducted in back water tourism spots of Alappuzha, Varkala beach of Trivananthapuram district, Thenmala ecotourism spot and Ashtamudi in Kollam district. Around 360 responses were obtained for analysis. Control over the sample was exercised by limiting the number of tourists surveyed in a day and by selecting respondents at different times of the day. Sumber: ….. Diunduh 9/4/2012

84 IMPORTANCE-PERFORMANCE MEANS:
Twenty attributes are taken as a basis for destination attractiveness evaluation.. Mean scores were plotted in an Importance –Performance rating matrix. The grand means for performance rating (x= 3.13) and importance (y = 3.67) determines the placements of axes on the grid. IMPORTANCE-PERFORMANCE MEANS: Sumber: ….. Diunduh 9/4/2012

85 ANALISIS KUADRAN Each attraction is then assessed by locating in the appropriate quadrant. The attributes that fall in Quadrant 1 (i.e.) high importance and high performance sector are climate, backwater, local cusine, local culture arts and crafts, historic religious building and home stays/traditional accommodation facilities. These are the key areas that attract tourists to Kerala and that perform well as per requirement of the tourist. These are the key areas on which marketing strategy can be further developed. The attributes that fall in quadrant 2 (i.e.) high importance and low impression sector are beaches, ayurvedic treatment facilities, local festivals, exploring rural hinterland and heritage attractions. These are the areas where destination development and marketing efforts need more attention to turn as perceived strength of destination. The attributes that fall in quadrant 3 (i.e.) low importance low impression sector are wild life attractions, nightlife, and adventure activities. These attributes appear to be less significant for enhancing destination appeal for international tourists and therefore needs less effort as art of destination development activities. The attributes that fall in quadrant 4 (i.e.) low importance high impression sector are accommodation facilities by star hotels and hill station. These attributes perform better than what is expected but are less preferred by tourists. The studies reveal that the attributes that attract international tourism to Kerala are beaches, backwaters, local art forms, festivals and climate and local cuisine, shopping facilities for homestays and heritage attractions. Besides these, experience can be enhanced by yoga and ayurvedic treatment facilities, better relaxing environments and opportunities for exploring rural hinterland.

86 IMPORTANCE PERFORMANCE MATRIX
Some limitations of the study are: Ideally for a study using IPA technique, destination attribute importance needs to be measured prior to, rather than after, an actual purchase experience. But due to the practical difficulty in meeting tourists prior to the visit, importance ratings are also taken at post consumption stage. The attributes that are rated as low importance and low performance in IPA technique might be appealing in a domestic or mass tourism perspective. Hence the attribute for an integrated tourism destination can be compiled only after studying the domestic tourist perspective.

87 (Studi Kasus di PT. Perusahaan Air Minum Lyonnaise Jaya Jakarta)
ANALISIS KUALITAS PELAYANAN DENGAN MENGGUNAKAN INTEGRASI IMPORTANCE PERFORMANCE ANALYSIS (IPA) DAN MODEL KANO (Studi Kasus di PT. Perusahaan Air Minum Lyonnaise Jaya Jakarta) Laila Kusumawardhani NIM : L2H Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari, air merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena seiring dengan pertambahan penduduk maka kebutuhan air tidak dapat dipungkiri akan semakin meningkat. Maka dalam menyikapi hal tersebut PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) hadir di Jakarta untuk meningkatkan penyediaan dan pelayanan air bersih. Dari 306 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang ada di Indonesia, hanya 10 % yang dalam keadaan sehat. Untuk mencapai kepuasan pelanggan, seharusnya perusahaan mampu untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Namun ternyata tidak semua target perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya terpenuhi. Untuk penambahan penjualan air, Palyja hanya mencapai target 50,23 %. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya suplai air ke pelanggan sehingga dapat dikatakan Palyja belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Dengan melihat kondisi tersebut maka Palyja perlu mengarah pada inovasi-inovasi. Di dalam penelitian ini dilakukan studi kualitas layanan dengan integrasi Importance Performance Analysis (IPA) dan Model Kano. Pendekatan ini bertujuan untuk membantu Palyja dalam mengevaluasi kepuasan pelanggan mereka, bukan hanya untuk mengidentifikasi apakah harapan konsumen telah terpenuhi atau belum tetapi juga mengidentifikasi atribut-atribut layanan yang fungsional dan disfungsional. Sehingga dari integrasi tersebut dapat diketahui atribut layanan apa yang perlu mendapat prioritas untuk ditingkatkan. Selanjutnya dari model ini, dapat diidentifikasi rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan Palyja. Dari hasil integrasi tersebut dapat diketahui bahwa atribut yang perlu mendapat prioritas untuk ditingkatkan adalah penerapan fasilitas air Palyja yang dapat langsung diminum oleh konsumen. Tentunya dengan memperhatikan kualitas air yang bersih dan aman untuk diminum. Sumber: DIUNDUH 15/2/2012

88 (Suatu Studi di Stasiun KA DAOP II Bandung)
Analisis Kualitas Pelayanan Kereta Api Berdasarkan Model Importance Performance Analysis (IPA) Dan Kano (Suatu Studi di Stasiun KA DAOP II Bandung) Sholihah, Neny Mita PT Kereta Api (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Karena jasa ini merupakan jasa yang dipakai oleh banyak konsumen, maka PT Kereta Api (Persero) harus memberikan pelayanan jasa yang terbaik kepada konsumennya. Dalam dunia jasa transportasi, kereta api merupakan salah satu transportasi jasa yang banyak dipilih konsumen khususnya di Indonesia. Banyaknya konsumen memilih jasa transportasi ini karena harga yang terjangkau dimanfaatkan oleh konsumen. Dalam kenyataannya, kereta api merupakan alat transportasi yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Bukan berarti PT Kereta Api (Persero) tidak memiliki persaingan dalam bisnisnya. Ongkos yang murah bukan berarti pihak kereta api tidak memperhatikan sarana maupun prasarana, tetapi juga harus memperhatikan sikap dari karyawan dalam menangani konsumennya. Diketahui sarana atau fasilitas yang ada di Stasiun KA DAOP II Bandung secara keseluruhan sudah baik, namun sebagai penyedia jasa Stasiun KA DAOP II Bandung belum mengetahui tingkat kepuasan dari konsumennya dengan sarana atau fasilitas yang telah disediakan. Pengintegrasian antara model IPA dan model Kano akan membantu mengetahui atribut-atribut yang perlu diperbaiki. Karena dengan hanya satu model saja tidak akan membantu untuk penelitian. Sehingga kekurangan dan kelebihan kedua model ini sangat membantu khususnya untuk usulan perbaikan. Berdasarkan matriks IPA pada Kuadran 1 (prioritas utama) terdapat 5 atribut, yaitu dua atribut Tangible, dua atribut Assurance dan satu atribut Realibility. Dimensi yang perlu dipertahankan atau yang berada di Kuadran 2 , yaitu lima atribut Tangible, dua atribut Realibility dan satu atribut Emphaty. Dimensi kinerja yang termasuk ke dalam kategori prioritas rendah (pada Kuadran 3) mencakup tiga atribut Tangible, dua atribut Emphaty, satu atribut Realibility , dua atribut Responsiveness dan satu atribut Assurance. Kinerja pelayanan stasiun yang dianggap berlebihan (pada Kuadran 4) terdiri atas dua atribut Tangibles dan satu atribut Realibility. Saran yang diusulkan kepada pengelola perusahaan adalah berkaitan dengan pegawai yaitu peningkatan keramahan, kepekaan menerima keluhan penumpang, perhatian, pelayanan yang sopan, dan pengetahuan dari pegawai tersebut. Sedangkan saran yang berkaitan dengan fasilitas atau teknologi yang perlu ditingkatkan adalah kelengkapan peralatan medis, manfaat sign building / arrow dan ketersediaan dan kenyamanan waiting room anak-anak. Sebaiknya juga model Importance Performance Analysis dan Kano dapat digeneralisasikan untuk diimplementasikan di seluruh stasiun untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang kinerja karyawan. Sumber: ….. DIUNDUH 15/2/2012

89 Undergraduate thesis, Diponegoro University.
Analisis Tingkat Kepuasan Peserta Askes Sosial PT Askes (Persero) Terhadap Pelayanan Dokter Keluarga di Kota Semarang Widianti , Ratih (2011) Undergraduate thesis, Diponegoro University. Salah satu program yang dikelola oleh PT Askes (Persero) adalah program Askes sosial dengan dokter keluarga sebagai Penyedia Pelayanan Kesehatan pertama. Namun demikian, dalam implementasinya masih terdapat keluhan dari peserta askes yang mengakibatkan pindahnya kembali peserta dari dokter keluarga ke puskesmas. dari PT Askes sendiri juga belum pernah melaksanakan survey kepuasan peserta askes sosial terhadap pelayanan dokter keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan peserta askes sosial PT Askes (Persero) terhadap pelayanan dokter keuarga di Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek adalah 100 orang peserta askes sosial yang datang ke pelayanan dokter keluarga. Dengan analisis Importance Performance Analysis (IPA), hasil dalam penelitian ini dijabarkan dalam lima dimensi kepuasan, yaitu kepuasan peserta askes sosial terhadap dimensi reliability sebesar 80,65%, terhadap dimensi responsiveness sebesar 81,61%, terhadap dimensi assurance sebesar 81,83%, terhadap dimensi emphaty sebesar 83,02%, dan terhadap dimensi tangible sebesar 79,52%. Sesuai dengan analisis IPA, maka hal yang perlu diprioritaskan untuk meningkatkan pelayanan dokter keluarga diantaranya: Kemudahan pelayanan pendaftaran, Adanya penjelasan mengenai tindakan medis yang dilakukan oleh dokter, Fasilitas yang memadai, Kecukupan perlengkapan penunjang, dan Kecukupan peralatan medis. Dari penelitian ini dapat disarankan untuk dokter keluarga bisa memanfaatkan pelayanan dokter keluarga bagi yang belum memilikinya dan untuk PT Askes sendiri perlu diadakan evaluasi pelayanan dokter keluarga yang sudah ada agar pelayanan yang diberikan lebih efisien.

90 IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS OF DIVE SHOP PROGRAMS
Christina M.S. Herring and Holly E. Bosley, M.S. Purpose The Mesoamerican Barrier Reef System adjacent to the coastal destination of Akumal, Mexico is a primary attraction for many visitors because it provides a superb context for snorkeling and scuba diving. In 2004, 5.5 million Americans participated in snorkeling and 1.5 million Americans participated in open-water scuba diving (National Sporting Goods Association, 2005). The purpose of this study was to examine dive shop clients’ perceptions of program characteristics in terms of their importance in the decision-making process compared to their post-program evaluations. Items were categorized into four attribute categories: facility (e.g., location of dive shop), equipment (e.g., condition of equipment), programs (e.g., variety of activities), and guides/staff (e.g., courteous). Findings will be shared with management to promote a better understanding of program characteristics most important to clients. Customer satisfaction, a business term, is a measure of how products and services supplied by a company meet or surpass customer expectation. It is seen as a key performance indicator within business and is part of the four of a Balanced Scorecard. In a competitive marketplace where businesses compete for customers, customer satisfaction is seen as a key differentiator and increasingly has become a key element of business strategy. However, the importance of customer satisfaction diminishes when a firm has increased bargaining power. Sumber: ….. Diunduh 8/4/2012

91 Methods IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS OF DIVE SHOP PROGRAMS
Christina M.S. Herring and Holly E. Bosley, M.S. Methods Data were collected in May, 2005 at three dive shops in Akumal. Surveys were administered to program participants in two phases. First, respondents (N = 90) evaluated the importance of 21 characteristics when choosing a dive shop. Upon conclusion of the program (e.g., guided scuba dive, snorkeling excursion, catamaran outing), participants evaluated the dive shop’s performance on those same 21 characteristics. An importance-performance analysis (IPA) was used to compare the before and after means for each item. Consistent with other IPA studies, a five-point Likert scale was employed (Oh, 2001). Importance and performance means were treated as coordinate pairs and plotted on a grid. Martilla and James’ (1977) four quadrants were then overlaid: “Keep Up the Good Work” (high importance, high performance), “Possible Overkill” (low importance, high performance), “Low Priority” (low importance, low performance), and “Concentrate Here” (high importance, low performance). Measuring customer satisfaction Organizations need to retain existing customers while targeting non-customers. Measuring customer satisfaction provides an indication of how successful the organization is at providing products and/or services to the marketplace. Customer satisfaction is an abstract concept and the actual manifestation of the state of satisfaction will vary from person to person and product/service to product/service. The state of satisfaction depends on a number of both psychological and physical variables which correlate with satisfaction behaviors such as return and recommend rate. The level of satisfaction can also vary depending on other factors the customer, such as other products against which the customer can compare the organization's products. Work done by Parasuraman, Zeithaml and Berry (Leonard L) between 1985 and 1988 delivered SERVQUAL which provides the basis for the measurement of customer satisfaction with a service by using the gap between the customer's expectation of performance and their perceived experience of performance. This provides the researcher with a satisfaction "gap" which is semi-quantitative in nature. Cronin and Taylor extended the disconfirmation theory by combining the "gap" described by Parasuraman, Zeithaml and Berry as two different measures (perception and expectation) into a single measurement of performance relative to expectation. The usual measures of customer satisfaction involve a survey with a set of statements using a Likert Technique or scale. The customer is asked to evaluate each statement in terms of their perception and expectation of performance of the service being measured. Arguably, consumers are less complex than some of these surveys tend to portend. They are basically in two simple states; satisfied or not satisfied. On or off, just like a switch. A business can measure its customer satisfaction index by relating the aggregates of satisfied customers versus dissatisfied customers. Oh, H. (2001). Revisiting importance-performance analysis. Tourism Management, 22(6),

92 IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS OF DIVE SHOP PROGRAMS
Christina M.S. Herring and Holly E. Bosley, M.S. Results Fifteen of the 21 characteristics fell into the “Keep Up the Good Work” quadrant. Three characteristics fell into the “Possible Overkill” quadrant: variety of equipment, variety of activities, and multilingual staff. No characteristics fell into the “Low Priority” quadrant. Three characteristics fell into the “Concentrate Here” quadrant: reef ecology and responsible use, environmental messages in activity, and educational component in activity. Conclusions Application of IPA to these data showed that Akumal dive shop clients are generally satisfied with their programs. However, the three characteristics that merit further programmatic attention (i.e., those characteristics in the “Concentrate Here” quadrant) all relate to reef conservation. A principal components analysis of another section of the data revealed a conservation factor as explaining the highest percentage of total variance, which implies that respondents were relatively consistent in their concern about valuing the reef for conservation. Therefore, dive shops should demonstrate a strong environmental ethic and include conservation messages in their programs. Future tourism development depends upon proper reef management. Applications of the Research Results of this IPA will be shared with managers of the three dive shops. We will recommend that they augment the environmental interpretation component of their programs. Although data were collected in Mexico, the finding that increased program attention should be given to conservation messages could be applied to any coastal destination. The survey instrument developed for this study could also be utilized in other destinations.

93 Analisis hubungan dimensi kualitas jasa terhadap kepuasan pelanggan PT
Analisis hubungan dimensi kualitas jasa terhadap kepuasan pelanggan PT. Telkom. Tbk unit palayanan Ambarawa Bagus Andrey Gunawan Penelitian ini mencoba mendeskrepsikan kondisi tingkat kepuasan pelanggan ditinjau dari seberapa besar kesenjangan antara kualitas jasa yang diharapkan dengan kualitas jasa yang diterima melalui atribut dan dimensi kualitas jasa. Latar belakang masalah yaitu bahwa saat ini kualitas jasa pelayanan yang tinggi merupakan kunci sukses untuk meningkatkan jumlah maupun kepuasan pelanggan, oleh karena itu PT. Telkom, Tbk UP Ambarawa dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas pelayanannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji signifikansi hubungan antara dimensi kualitas jasa dengan kepuasan pelanggan, menguji dimensi kualitas jasa yang paling erat hubungannya dengan kepuasan pelanggan PT. Telkom, Tbk UP Ambarawa, serta untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan PT. Telkom, Tbk UP Ambarawa, serta untuk mengetahui tingkat kepuasan pelangan, maka diajukan hipotesis bahwa sebagian besar pelanggan belum cukup puas terhadap pelayanan PT. Telkom, Tbk UP Ambarawa, diduga dimensi kualitas jasa mempunyai hubungan yang signifikan dengan kepuasan pelanggan, dan diduga dimensi responsiveness merupakan dimensi kualitas jasa yang paling erat hubungannya dengan kepuasan pelanggan. Populasi penelitian adalah pelanggan PT. Telkom, Tbk UP Ambarawa. Sampel penelitian yang diambil sebesar 100 responden. Tekhnik sampling yang digunakan adalah Cenvenience Sampling dimana quesioner diberikan kepada setiap pelanggan yang ditemui dengan alasan cepat dan efisien. Variabel-variabel yang digunakan adalah dimensi kualitas jasa yang diharapkan, dimensi kualitas jasa yang dirasakan, kepuasan pelanggan, dan harapan pelanggan. Disamping itu juga dilakukan observasi terhadap obyek penelitian. Setelah data dikumpulkan pertama dianalisi dengan menggunakan Importance performance analysis untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan. Ke dua, dengan menggunakan analisis Chi-Square untuk menguji signifikansi hubungan antara dimensi kualitas jasa dengan kepuasan pelanggan. Ke tiga, dengan menggunakan analisis koefisien Kontingensi untuk menguji signifikansi hubungan antara dimensi kualitas jasa dengan kepuasan pelanggan. Sumber: ….. Diunduh 8/4/2012

94 Analisis hubungan dimensi kualitas jasa terhadap kepuasan pelanggan PT
Analisis hubungan dimensi kualitas jasa terhadap kepuasan pelanggan PT. Telkom. Tbk unit palayanan Ambarawa Bagus Andrey Gunawan Setelah dianalisis dengan metode Importance performance Analysis maka didapatkan tingkat kepusan pelanggan sebesar 83,73%, sedangkan dimensi paling tinggi tingkat kepuasannya adalah dimensi Tangible sebesar 89,08%, dimensi Assurance sebesar 88,99% dimensi Reliability sebesar 69,29%. Dengan metode Chi-Square didapatkan nilai X2 hitung setiap dimensi yaitu dimensi tangible (12,686), dimensi reability (10,739), dimensi responsiveness (15,221), dimensi Assurance (11,499) dimensi empaty (10,899) ternyata lebih besar dari nilai X2 tabel pada taraf signifikansi 5% sebesar 9,488, sedangkan dengan taraf signifikansi 1% hanya responsiveness yang mempunyai hubungan dengan kepuasan pelanggan, sedangkan dimensi assurance, emphaty, reability tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kepuasan pelanggan PT. Telkom, Tbk. Sedangkan dengan menggunakan koefisien kontingensi, setelah didapatkan koefisien kontingensi untuk tiap-tiap dimensi adalah sebagai berikut, dimensi tangible (0,336), dimensi reliability (0,311), dimensi responsiveness (0,363), dimensi assurance (0,321), dimensi empaty (0,313). Setelah dilakukan analisis data dengan distribusi frekuensi, diperoleh hasil Puas (sangat puas dan puas) sebanyak 56%, cukup puas sebanyak 27%, tidak puas (sangat tidak puas dan tidak puas) sebanyak 27%. Ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pelanggan PT. Telkom, Tbk Unit Pelayanan Ambarawa merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan. Hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa nilai X2 hitung setiap dimensi ternyata lebih besar dari nilai X2 tabel pada taraf signifikansi 5% sebsar, maka Ho ditolak. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dimensi kualitas jasa dengan kepuasan pelanggan PT. Telkom, Tbk Unit Pelayanan Ambarawa, dan dimensi yang mempunyai hubungan paling signifikan dengan kepuasan pelanggan adalah dimensi responsiveness. Berdasarkan kesimpulan maka dapat dikemukakan beberapa saran yang kiranya dapat bermanfaat bagi perusahaan , yaitu PT. Telkom, Tbk. Unit Pelayanan Ambarawa harus memperbaiki kinerja pada dimensi emphaty, adanya penambahan anggaran untuk mempertahankan atau memperbaiki kienrja yang sudah ada, sosialisasi secara rutin terhadap produk layanan baik yang baru maupun yang lama. Sumber: ….. Diunduh 8/4/2012

95 Assistant Professor, University of Economics – Krakow, Poland
Applying the SERVQUAL and IPA Methods to a Cross Cultural Comparison of Quality Service Gaps Scott A. Rood Assistant Chair & Assistant Professor, Grand Valley State University, USA Joanna Dziadkowiec Assistant Professor, University of Economics – Krakow, Poland Objective This is an empirical comparison of methods study, to determine which method (Importance Performance Analysis or SERVQUAL) would produce the most relevant gaps analysis attuned to the needs of restaurant managers in Poland and the USA. Material & Methods This research used the Importance Performance Analysis technique to compare actual experience data with what customers had expected, in two different sample populations, (Poland and the USA). This paper is empirical and involves data from 200 restaurant visits in Poland and the USA. The sampling unit consists of 50 urban casual restaurants (25 per country), with each restaurant visited 4 times by different trained mystery shoppers. The data collection consists of a 2-part self administered questionnaire. The questionnaires contain 35 attributes that mystery shoppers answered, in order to compare their pre-visit expectation and post-visit satisfaction scores. Attributes were then sorted into classical SERVQUAL dimensions and analyzed. Quantitative analysis was performed within both the IPA and SERVQUAL techniques. Results SERVQUAL gap analysis seemed to suggest that results from Poland and the USA are similar. However, IPA grids revealed the most important differences between customer’s expectations (importance) and their experiences (performance). Methods like DINESERV and SERVQUAL are useful in comparing restaurant groups (such as cross culturally). However, the IPA method is a better way to analyze quality of service in individual restaurant enterprises, with its prioritized list of attributes managers can identify and address in training to reduce the gap between customer’s expectations and their experiences. Conclusions The researchers show that it is possible to combine both methods to reduce weaknesses and create a method attuned to the needs of restaurant businesses and other service providers. Sumber: ….. Diunduh 8/4/2012

96 KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY
Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta The performance of public transport in Jogjakarta is getting worst recently. Therefore both of the government as regulator and public transport company as operator and service provider must pay more attention to improve the condition. There must be an innovation to make public transport function optimally, can compete with private vehicle, and desired by service users. To provide satisfactory service, the regulator and service provider must know what the public transport users want to find the priority in transportation service. This research aim is to find the level of public transport user satisfaction by spreading 200 questionnaires to respondents. The questionnaire consisted of 10 indicators / questions. The answer used 5 (five) level scale or widely known as Likert scale. Likert scale was used in order to get real objective answer and objective opinion about the level of service provided. Importance Performance Analysis (IPA) and Customer Satisfaction Index (CSI) approaches are used to analyze the level of public transport users’ satisfaction. The result shows that level of service desired by the users based on 10 indicators is in the range of 27,02 % until 60,83 %, therefore it means very poor, based on CSI interpretation. Whereas, based on IPA, the level of users satisfaction is in the range of 1,35 - 2,65 and the level of users need is in the range of 3,86 - 5,00. In addition, indicators of safety and comfortability are located in quadrant I of Cartesian diagram, therefore serious attention must be paid on these indicators. Lastly, based on the research result, it can be concluded that the level of public transport users’ satisfaction is very poor. Furthermore, the improvement of public transport performance is absolutely required., and must be seriously considered by all relevant institutions.

97 Latar Belakang Permasalahan.
KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta Latar Belakang Permasalahan. Sektor transportasi dan jasa angkutan umum di perkotaan merupakan hal yang sangat penting terutama berkaitan dengan kinerja (performance) dalam memfasilitasi mobilitas orang dan barang. Sektor transportasi sudah merupakan kebutuhan mendasar (basic need) bagi manusia. Dalam dunia bisnis jasa, jika produknya tidak berorientasi kepada “kepuasan” pemakai (pelanggan) maka usaha jasa tersebut pasti akan ditinggalkan konsumennya. Hal ini berbahaya terhadap kelangsungan usaha tersebut dan juga terhadap investasi yang telah ditanamkan. Fenomena angkutan umum di Jogjakarta menunjukkan ketatnya persaingan antara kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Angkutan umum mulai ditinggalkan oleh kebanyakan masyarakat. Oleh karena itu pelayanan yang dapat memberi kepuasan kepada konsumen harus menjadi perhatian khusus bagi setiap pengusaha/operator jasa angkutan umum. Pengusaha/operator di bidang jasa angkutan umum harus mengetahui betul hal-hal apa saja yang dianggap penting oleh para pengguna jasa angkutan, agar kinerja pelayanan dapat memuaskan pelanggannya. Begitu pula kepada pemerintah sebagai regulator yang sekaligus sebagai pelayan masyarakat (public service). Setiap keputusan atau kebijakan semestinya berorientasi kepada faktor kepuasan masyarakat yang dilayani. Dalam hubungan ini, perlu dilakukan Analisis Kepentingan dan Kinerja, yang berorientasi pada kepuasan pengguna jasa (Importance-Performance Analysis/ IPA). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan pengguna jasa angkutan umum (bus kota) di Jogjakarta.

98 KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY
Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta . LANDASAN TEORI. Makna “Kepuasan” Oliver (1980) dalam Supranto (2006), menjelaskan bahwa “kepuasan” merupakan tingkat perasaan seseorang setelah melakukan perbandingan antara kinerja (performance) atau hasil yang dirasakannya terhadap apa yang diinginkannya. Dengan demikian tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja/pelayanan yang dirasakan dengan apa yang semestinya diharapkan. Jika kualitas kinerja/pelayanan yang diberikan masih di bawah harapan, maka hasilnya akan mengecewakan. Tetapi jika kinerja/pelayanan yang diberikan sama dengan atau sesuai dengan harapan, maka hasilnya akan tercapai kepuasan. Apalagi jika kinerja/pelayanan melebihi dari apa yang diharapkan maka hasilnya akan sangat puas. Untuk dapat memberikan kepuasan terhadap konsumen atau pengguna jasa transportasi, maka pemilik jasa/operator/pengusaha harus dapat mengetahui dan melaksanakan apa yang menjadi harapan/keinginan pengguna jasa dan hal ini harus dilakukan secara berkesinambungan dan terukur. Kinnear Philip Principles of Marketing-fifth edition,Prentice Hall International Editions. Kotler, Philip Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation & Control, Prentice Hall International Edition, Eighth Edition. Supranto Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Rineka Cipta, Jakarta. Undang-Undang No.14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Departemen Perhubungan, Jakarta.

99 KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY
Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta Pengertian “Jasa” Jasa atau pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, ia lebih dapat dirasakan daripada dimiliki. Kondisi suatu jasa/pelayanan yang ditawarkan/diberikan oleh pengusaha/operator, akan sangat tergantung kepada penilaian pengguna jasa itu sendiri. Menurut Kinnear (1991), dalam usaha pelayanan jasa, ada empat faktor yang harus diperhatikan untuk memberikan kepuasan kepada pengguna yaitu aspek kecepatan, keramahan, ketepatan, dan kenyamanan. Menurut Supranto (2006), paling tidak ada lima kriteria penentu kualitas jasa pelayanan agar pengguna dapat terpuaskan yaitu: Keandalan (reliability) yaitu suatu kemampuan untuk melaksanakan pemberian jasa yang dijanjikan dengan tepat, pasti dan terpercaya. Responsif (responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu pengguna dan memberikan jasa dengan cepat atau selalu tanggap. Keyakinan (confidence) yaitu mempunyai pengetahuan, kemampuan dan berlaku sopan terhadap pengguna jasa, sehingga timbul kepercayaan dan keyakinan terhadap pemberi jasa/operator/pengusaha. Empati (emphaty) yaitu memiliki keperdulian, perhatian terhadap pengguna jasa. Berwujud (tangible) yaitu memiliki penampilan berupa fisik apa saja yang dapat dirasakan langsung oleh pengguna jasa. Komponen-komponen tersebut diatas merupakan hal yang saling terkait dan terintegrasi dalam menentukan kualitas pelayanan dan mestinya harus menjadi perhatian khusus bagi setiap individu atau lembaga yang bergerak di bidang pelayanan jasa. Berikut ini dijelaskan bagan kriteria penentu kualitas jasa pada angkutan perkotaan:

100 KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY
Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta PENDEKATAN “IPA” Importance-Performance Analysis (IPA), merupakan alat bantu dalam menganalisis atau yang digunakan untuk membandingkan sampai sejauh mana antara kinerja/pelayanan yang dapat dirasakan oleh pengguna jasa dibandingkan terhadap tingkat kepuasan yang diinginkan. Untuk mengukur tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan/kinerja terhadap jawaban responden, digunakan skala 5 tingkat (Skala Likert). Dari hasil penilaian tingkat kepentingan dan hasil penilaian kinerja, maka akan diperoleh suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya oleh penyelenggara/operator penyedia jasa pelayanan. Tingkat kesesuaian merupakan hasil perbandingan antara skor kinerja pelaksanaan dengan skor kepentingan, sehingga tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan skala perioritas yang akan dipakai dalam penanganan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa transportasi di perkotaan. Untuk keperluan ini ada dua buah variabel yang akan menentukan tingkat kinerja penyedia jasa pelayanan yaitu dengan simbol “X” dan tingkat kepentingan pengguna jasa pelayanan dengan simbol “Y” sebagaimana dijelaskan dengan model matematik sebagai berikut : Tk = Tingkat kesesuaian responden; X = Skor penilaian pelaksanaan kinerja pelayanan jasa; Y = Skor penilaian kepentingan pengguna jasa; X = Skor rata-rata tingkat kepuasan/kinerja; Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan; N = Jumlah responden

101 KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY
Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta Selanjutnya tingkat unsur-unsur atau pemetaan dari atribut akan dijabarkan atau dikelompokkan dalam salah satu dari empat kuadran yang disebut dengan diagram kartesius yang dibatasi oleh sumbu X dan sumbu Y, seperti terlihat dari diagram dibawah ini ( Importance-Performance Grid Diagram Kartesius). Pengertian dari empat kuadran diagram kartesius tersebut diatas adalah sebagai berikut : Kuadran 1 : Importance tinggi sedangkan performance rendah, artinya pada kondisi ini, dari sisi kepentingan pengguna jasa, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan pada tingkat tinggi, sedangkan dari sisi kepuasan, konsumen merasakan tingkat yang rendah (tidak puas) sehingga menuntut adanya perbaikan atribut oleh pengusaha. Kuadran 2 : Importance tinggi sedangkan performance juga tinggi, artinya pada kondisi ini, dari sisi pengguna jasa, faktorfaktor yang mempengaruhi pelayanan pada tingkat yang tinggi, sedangkan kepuasan pengguna jasa juga pada tingkat yang tinggi (sudah puas). Dalam hal ini pengusaha/operator diharapkan dapat mempertahankan palayanan/kinerjanya. Kuadran 3 : Importance rendah sedangkan performance juga rendah, artinya pada kondisi ini, faktor-faktor yang berhubungan dengan pelayanan tidak penting bagi pengguna, kinerja pengusaha biasa-biasa saja dan juga pengguna tidak merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Kuadran 4 : Importance rendah sedangkan performance tinggi, artinya pada kondisi ini faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan tidak penting bagi pengguna, tapi pengguna sudah merasa puas.

102 Indek Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Index = CSI)
KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta Indek Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Index = CSI) Dalam menentukan atau mengukur tingkat kepuasan pelanggan dapat ditentukan dengan indikator nilai CSI yang mempertimbangkan tingkat harapan pengguna jasa terhadap faktor-faktor yang akan ditentukan. Berdasarkan rekomendasi yang diusulkan oleh balitbang-Dephub (Siswoyo, 2007), maka nilai indek kepuasan pelanggan adalah seperti di bawah ini : Rekomendasi nilai CSI : Siswoyo,B, 2007, Kajian Rencana Pelayanan Tiket Terpadu Angkutan Lanjutan di Jakarta, balitbang-Dephub, Jakarta.

103 KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY
Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta METODE PENELITIAN Objek penelitian di sini adalah kondisi pelayanan operator hubungannya dengan tingkat kepuasan yang diterima pengguna angkutan umum bus kota di perkotaan Jogjakarta. Untuk keperluan ini dilakukan penyebaran kuesioner secara tertutup maupun terbuka kepada responden (pengguna jasa) secara random terpilih. Jumlah responden 200 orang dan jawaban yang diharapkan memakai skala lima tingkatan (skala Likert). Skala Likert dipakai karena dimungkinkan responden memilih jawaban yang bukan hanya dalam bentuk ya atau tidak, tapi lebih banyak pilihan, sehingga hasilnya akan lebih mencerminkan (representatif) sesuai hati nurani responden dan akan lebih akurat seperti yang diharapkan dalam penelitian ini. Tingkat kepuasan pengguna jasa angkutan merupakan tanggapan (opini) dari responden yang dirasakan terhadap pelayanan, setelah meraka membandingkan kualitas jasa yang diterima terhadap harapan pelayanan jasa angkutan tersebut. Bentuk pertanyaan yang diajukan terhadap responden disiapkan dalam bentuk dua sisi yaitu dari aspek kualitas pelayanan serta tanggapan pengguna jasa dan masing-masing fariabel/dimensi mengandung beberapa indikator seperti berikut ini : Dari sisi kualitas pelayanan : a. Dapat dipercaya (reliability) dengan atribut: Ketersediaan moda sesuai yang dijanjikan Ketepatan waktu kedatangan dan pergi b. Tanggap (responsiviness) dengan atribut: Kesiapan/keperdulian pengemudi Pemberian petunjuk/impormasi yang dan tepat. Cepat. c. Jaminan (insurance) dengan atribut: Keselamatan pengguna Keamanan/kenyamanan pengguna d. Empati (emphaty) dengan atribut: Memberi perhatian terhadap pengguna Sopan/supel/ramah. e. Berwujud (tangibles) dengan atribut: Kebersihan/kerapihan Ketersediaan fasilitas 2. Dari sisi tanggapan pengguna jasa : Tingkat kepentingan (sangat penting, penting, cukup, kurang, tidak penting) Tingkat kinerja/kepuasan (sangat puas, puas, cukup, kurang, tidak puas) . Tahapan penelitian dapat dijelaskan berdasarkan pola pikir berikut ini

104 KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY
Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta Hasil analisis dari jawaban responden terhadap 10 indikator/atribut pelayanan angkutan umum bus kota yang dipertanyakan, maka berdasarkan interpretasi nilai Customer Satification Index – CSI, menunjukkan secara garis besar pelayanan yang diberikan masih sangat buruk, hal ini terlihat dari nilai rasio antara tingkat kinerja/kepuasan dengan tingkat kepentingan/harapan pengguna. Walaupun pada kenyataannya pengguna (demand) bus kota masih ada sampai saat ini, namun belum diminati oleh semua orang, terbatas hanya bagi yang tidak punya pilihan lain (Captif) serta kelas menengah ke bawah, jadi ada unsur keterpaksaan. Oleh karena itu harus ada terobosan dan inovasi baru yang dilakukan baik oleh pemerintah sebagai regulator maupun pengusaha/operator sebagai penyedia jasa, agar kepuasan pengguna jasa benar-benar dapat terpenuhi. Penilaian pengguna terhadap kinerja angkutan umum/tingkat kepuasan. Tingkat kepentingan/harapan pengguna terhadap indikator pelayanan angkutan umum

105 KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY
Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta Tingkat kesesuaian (rasio) antara penilaian kinerja dan penilaian kepentingan/harapan serta rata-rata bobot kinerja dan rata-rata bobot harapan Penilaian Yang Belum Sesuai dan Tingkat Kepuasan berdasarkan interpretasi CSI

106 KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY
Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta Diagram Kartesius Tingkat Kepuasan Pengguna Jasa Angkutan Umum Interpretasi penyebaran 10 indikator/atribut kedalam empat bagian diagram kartesius dapat dijelaskan sebagai berikut : Kuadran I : Atribut 5 (keselamatan) dan atribut 6 (keamanan dan kenyamanan) yang harus diperhatikan untuk memenihi kepuasan pengguna jasa angkutan umum dan penanganannya perlu mendapatkan prioritas utama oleh pengusaha/operator, sedangkan dari sisi pelaksanaannya masih belum memuaskan pengguna jasa. Kuadran II : Atribut 1 (ketersediaan moda) dan atribut 2 (ketepatan waktu dating dan pergi) perlu dipertahankan oleh pengusaha/operator dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa, karena harapan dan kepentingan pengguna telah dilaksanakan oleh pengusaha sehingga akan dapat memuaskan dalam pelayanan. Kuadran III : Atribut 3 (keperdulian pengemudi), 4 (pemberian informasi yang tepat), 8 (ramah/sopan/supel) tidak begitu penting oleh pengguna jasa, namun karena operator melaksanakan dengan baik maka pengguna merasakan ada kepuasan dalam pelayanan yang diberikan. Cuma resiko bagi pengusaha adalah biaya yang harus dikeluarkan terlalu besar untuk keperluan yang tidak begitu diharapkan oleh pengguna. Kuadran IV : Atribut 7 (memberi perhatian), 9 (kebersihan/kerapihan), 10 (ketersediaan fasilitas/interior). Faktor ini tidak begitu penting bagi pengguna jasa, sedangkan pelaksanaannya oleh pengusaha jasa/operator juga tidak begitu baik, sehingga pengguna pun tidak merasakan adanya kepuasan dalam pelayanan, hal semacam ini baik oleh pengguna maupun oleh pengusaha jasa angkutan umum tidak merupakan preoritas utama. Hasil pengelompokkan dari 10 atribut/indikator diatas hampir seluruhnya (> 50 %) belum sesuai dengan apa yang diinginkan pengguna jasa. Oleh karena itu bagi pengusaha/operator penting diperhatikan untuk melakukan inovasi yang bersifat strategis serta membuat kebijakan berdasarkan skala prioritas yang diharapkan pengguna jasa.

107 KESIMPULAN KAJIAN “TINGKAT KEPUASAN” PENGGUNA ANGKUTAN UMUM DI DIY
Performance Level Analysis Of Public Transport User In Jogjakarta (dinamika TEKNIK SIPIL, Volume 9, Nomor 2, Juli 2009 : 189 – 196) Zilhardi Idris Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Jl. A. Yani No. 1, Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tersebut diatas, maka dapat disampaikan kesimpulan dan saran berikut. Secara umum pelayanan angkutan umum bus kota di Jogjakarta masih buruk, hal ini ditunjukkan oleh nilai tingkat kesesuaiannya masih dibawah nilai interpretasi Customer Satification Index-CSI.. Faktor yang merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan adalah yang berhubungan dengan keselamatan, keamanan dan kenyamanan. Faktor yang berhubungan dengan ketersediaan moda, ketepatan waktu datang dan pergi, menurut penilaian pengguna sangat penting untuk diperhatikan, oleh karena itu apa yang sudah diusahakan operator perlu ditingkatkan dan dipertahankan. Faktor yang berhubungan dengan keperdulian driver, pemberian informasi yang tepat, ramah/sopan/supel sudah dilaksanakan oleh operator, keinginan pengguna telah merasa diperhatikan, walaupun menurut pengguna faktor ini sesungguhnya tidak begitu penting. Faktor di kuadran VI ini tidak menjadi prioritas baik oleh pengguna maupun operator. The American Customer Satisfaction Index (ACSI) is an economic indicator that measures the satisfaction of consumers across the U.S. economy. It is produced by the American Customer Satisfaction Index, a private company based in Ann Arbor, Michigan. The ACSI uses two interrelated methods to measure customer satisfaction: customer interviewing and econometric modeling. Beginning with the interviewing, professional telephone interviewers working for a market research firm contracted by the ACSI and employing Computer Assisted Telephone Interviewing (CATI) technology collect data (in the form of survey responses) from randomly selected and screened customers of companies. The random-digit dial method of sampling is used to identify potential respondents, guaranteeing an accurate representation of the U.S. consumer population. In addition to these methods, the ACSI also collects a portion of its data using opt-in online interviewing and sampling from a representative Internet panel. Sumber: ….. Diunduh 8/4/2012

108 Service Quality RURAL TOURISM SERVICE QUALITY IN GREECE
Anestis Fotiadis and Chris Vassiliadis e-Review of Tourism Research (eRTR), Vol. 8, No. 4, It has been proved that tourism can contribute to rural revitalization, therefore rural communities and entrepreneurs have started to organize and develop themselves on a marketing level. Rural communities and entrepreneurs were basically aiming at satisfied and loyal customers who revisit the territories. However, due to their limited power to attract tourists, small rural communities sometimes create an image of the destination which is not real and at the end disappoints the tourists. A significant factor for the improvement of customer satisfaction is the offering of quality services. Providing superior customer value and satisfaction are crucial to the competitiveness of an enterprise. In our study we are trying to answer three important questions about the quality of services of rural tourism enterprises. which are the expectations of rural tourists? is there a gap between the importance and the performance of a rural territory? which strategies should rural territories follow to achieve a desirable level of development? Service Quality The five dimensions of the SERVQUAL model include: “tangibles” (the hardware infrastructure), “reliability” (the consistency of service as promised), “responsiveness” (the ability to update, adjust or customize the contents & delivery of the service), “assurance” (the capability of the service provider) and “empathy” (a caring and customer-centred environment). Many entrepreneurs and researchers have applied importance–performance analysis (IPA) in order to specify the critical performance factors in customer satisfaction .

109 IPA RURAL TOURISM SERVICE QUALITY IN GREECE
Anestis Fotiadis and Chris Vassiliadis e-Review of Tourism Research (eRTR), Vol. 8, No. 4, IPA IPA is a simple and effective tool that can help entrepreneurs in identifying improvement priorities and direct quality-based marketing strategies. The entrepreneurs apply IPA to analyze two dimensions of customer attributes: performance level (satisfaction); and importance to customers. Then the analyses of these attributes are incorporated into a matrix which assists a company to establish the critical factors of customer satisfaction and, depending on these findings, to set improvement priorities, and identify areas of „„possible overkill‟‟ and areas of “acceptable‟ disadvantage. In the practical application of the IPA technique the first step is to identify the attributes related to the choice situation examined. After the specification of these attributes which need to be investigated, consumers are asked two questions. The one refers to the salience of the attributes and the other to the performance of the company in offering these attributes. After the use of a central tendency e.g. mean, median or a rank-order measure, the importance and performance scores of the attribute are graded and classified into high or low categories; then by comparing these two sets of rankings, each attribute is set into one of the four quadrants of the importance-performance grid. Mean performance and importance scores are used as coordinates for plotting individual attributes on a two-dimensional matrix as shown in Figure 1 (Importance - Performance grid ).

110 RURAL TOURISM SERVICE QUALITY IN GREECE
Anestis Fotiadis and Chris Vassiliadis e-Review of Tourism Research (eRTR), Vol. 8, No. 4, As we can see in Figure 1, based on the value of Importance and the value of Performance, we place attribute in the importance – performance grid, where Cell I. Keep Up the Good Work: It means that customers are more interested in the service items in this cell and show a high level of satisfaction. The items in this category are usually the main sources that constitute the product‟s basic strength. Cell II. Focus Here: It means that customers are more interested in the service items in this cell, but they are not satisfied with the service performance. These service items are the obvious weak points of the product. The companies should concentrate on the items in this category and try to find solutions to the problems. Cell III. Low Priority: It means that customers are less interested in the service items in this cell, and they are not satisfied by this service performance. The items in this cell seem to be less important, but a new solution may be able to change the customer‟s attitude. Cell IV. Possible Overkill: It means that although customers are less interested in the service items in this cell, they are satisfied by this service performance. It probably means that companies over emphasize the role of these items. SERVQUAL or RATER is a service-quality framework that has been incorporated into customer-satisfaction surveys (e.g., the revised Norwegian Customer Satisfaction Barometer to indicate the gap between customer expectations and experience. The Kano model is a theory of product development and customer satisfaction developed in the 1980s by Professor Noriaki Kano that classifies customer preferences into five categories: Attractive, One-Dimensional, Must-Be, Indifferent, Reverse. The Kano model offers some insight into the product attributes which are perceived to be important to customers. Kano also produced a methodology for mapping consumer responses to questionnaires onto his model.

111 Case Study RURAL TOURISM SERVICE QUALITY IN GREECE
Anestis Fotiadis and Chris Vassiliadis e-Review of Tourism Research (eRTR), Vol. 8, No. 4, Case Study This research uses the market of Pieria as the study case. Surveys were conducted at rural tourism areas in Pieria. The study was conducted from October 2008 until December 2008, this period is the high season for rural areas in the Pieria Prefecture. The sample rate is based on the actual tourist volume in Pieria County during October, November and December of In order to identify the sample for our study, we used last year‟s data. According to Feng and Jeng (2005) if you desire to find the sample rate for an importance – performance analysis you have to use the following function: n = N / N (2d/Za/2) + 1 (N= Population size, n= sample size, d=error). In our research we use 15 attributes which are the same for importance and performance. For the development of attributes we used articles related either to service quality in general or service quality specifically in rural accommodations. Thirteen of the fifteen attributes were adopted from the articles of Saez, Fuentes and Montes (2007); Gopal et al. (2008); Wade and Eagles (2003); Hall et al. (2005). The attributes "nightlife" and "shopping facilities" were added arbitrarily by the authors for two reasons. Firstly, because we realised that in previous research there were no surveys to investigate how important these two attributes were and secondly, because during our previous studies in the same area, we realized that nightlife and shopping facilities were highly developed in the examined rural areas. Mean ratings of importance and performance of attributes of Pieria County:

112 RURAL TOURISM SERVICE QUALITY IN GREECE
Anestis Fotiadis and Chris Vassiliadis e-Review of Tourism Research (eRTR), Vol. 8, No. 4, Since we identified the importance and the performance for each one of the attributes for the tourists of the rural regions in Pieria, we placed the scores into an IPA grid. The results show the IPA grid with attribute ratings of all sample. Among the 15 variables related to rural tourism service quality in Pieria County, seven attributes were located in “keep the good work” quadrant, indicating that the attributes were perceived to be very important for tourists and at the same time the sample rated that Pieria County had a good performance. Importance – Performance Grid of Rural Tourism Services in Pieria County:

113 Importance – Performance Gap in Pieria County:
RURAL TOURISM SERVICE QUALITY IN GREECE Anestis Fotiadis and Chris Vassiliadis e-Review of Tourism Research (eRTR), Vol. 8, No. 4, The seven attributes are accommodation (1), climate (2), difference in customs (4), friendliness of local people (6), scenery – natural environment (12), tourist information and support (15). Rural tourism stakeholders in Pieria County should maintain the performance of these attributes, if they want to continue to provide quality services. Only cost (3), was firmly located on the “concentrate here” quadrant. Cost was very important for the tourists and visitors, but performance level was fairly low. Three attributes fell into “low priority” quadrant. Those were transportation (7), Relaxing atmosphere (11) and shopping facilities (14). Performance was low in this attribute and importance, too. Four attributes were located in “possible overkill” quadrant, indicating that these attributes had low importance but high performance. These attributes were nightlife (8), safety (9), quality of food (10) and activities (13). Six attributes were very close to entering a different quadrant. The authorities of the area undertake the necessary remedial measures which will improve the status of these attributes. Importance – Performance Gap in Pieria County:

114 Conclusion RURAL TOURISM SERVICE QUALITY IN GREECE
Anestis Fotiadis and Chris Vassiliadis e-Review of Tourism Research (eRTR), Vol. 8, No. 4, Conclusion In this study, the Importance-Performance attributes of a service quality were examined among tourists in Pieria. Through the application of the Importance-Performance tool, we managed to specify the attributes which are regarded as important by the tourists who visit Pieria. As we can see, for the rural tourists scenery/natural attractions, cost and friendliness of local people are the three most important components in quality service in a rural tourism area. Moreover, the analysis shows that the Prefecture of Pieria scores high in the friendliness of local people, safety and nightlife. Additionally, the importance-performance analysis has enabled us to answer our second question; whether there is a gap between importance and expectations. As we can observe the greatest positive gap is in nightlife, safety and quality of food, while there is a negative gap in scenery/natural attraction, cost and transportation. Deng, W. (2007). Using a revised importance–performance analysis approach: the case of Taiwanese hot springs tourism. Tourism Management, 28 (5), Matzler, K., Bailom, F., Hinterhuber, H., Renzl, B., and Pichler, J. (2004). The asymmetric relationship between attribute-level performance and overall customer satisfaction: A reconsideration of the importance–performance analysis. Industrial Marketing Management, 33, 271–277. Sampson, E., and Showalter, J. (1999). The performance-importance response function: Observations and implications. The Service Industries Journal, 19(3), 1–25. Slack, N. (1994). The importance–performance matrix as a determinant of improvement priority. International Journal of Operations & Production Management, 14(5), 59–75. Wade, D. J., and Eagles, P. (2003). The Use of Importance-Performance Analysis and Market Segmentation for Tourism Management in Parks and Protected Areas: An Application to Tanzania‟s National Parks, Journal of Ecotourism, 2, Zhang, Q., and Chow, I. (2004). Application of importance–performance model in tour guides‟ performance: Evidence from mainland Chinese outbound visitors in Hong Kong. Tourism Management, 25(1), 81–91.

115 Jiawen Chen, SonjaWilhelm Stanis, Carla Barbieri, Shuangyu Xu
AN APPLICATION OF IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS TO RECREATIONAL STORM CHASING Jiawen Chen, SonjaWilhelm Stanis, Carla Barbieri, Shuangyu Xu Proceedings of the 2010 Northeastern Recreation Research Symposium GTR-NRS-P-94 Since the release of the movie “Twister” in 1996, storm chasing has become an increasingly popular form of recreation. Storm chasing tour agencies have emerged to provide technical assistance and guidance to individuals wishing to participate in this activity. However, little is known about the participants’ perceptions of their storm chasing tours The Importance-Performance Analysis (IPA) was conducted to examine recreational storm chasers’ perceptions of 22 tour operational attributes. The three-page, self-administered questionnaire gathered information on the importance and performance of tour operational attributes, as well as motivations, storm chasing experience, and socio-demographic characteristics. Twenty-one items from the Recreation Experience Preference scales were selected, representing six motivational dimensions: Enjoying Nature, Learning, Stimulation, Similar People, Taking Risks, and Achievement. Respondents rated the importance of each item on a five-point Likert Scale ranging from 1 = “very unimportant” to 5 = “very important”. The perceived importance and performance of tour operational attributes were examined with 22 items representing four business components: Tour Operator, Tour Package, Logistics, and Education and Information. Recreational storm chasers were asked to rate the importance of each attribute as well as the performance of their tour operator on five-point scales ranging from 1 (very unimportant/very unsatisfied) to 5 (very important/very satisfied). Given that respondents rated tour operational attributes highly in both importance and performance indicators, examining these scores alone does not provide much guidance in where to place future efforts. However, using IPA to contrast both the importance and performance of the tour operational attributes identifies both strengths and areas to focus on for improvement. Therefore, this study builds on previous literature demonstrating the utility of IPA in outdoor recreation applications. Given that responses to the importance and performance questions would likely vary across different tour operators, future research could examine findings specific to each individual agency as the small sample size in the present study prevented this analysis. In addition, future research could also examine differences and influences of socio-demographic characteristics such as age, gender, or income on responses to the importance and performance of tour operational attributes.

116 Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles
THE USE OF IMPORTANCE–PERFORMANCE ANALYSIS AND MARKET SEGMENTATION FOR TOURISM MANAGEMENT IN PARKS AND PROTECTED AREAS: AN APPLICATION TO TANZANIA’S NATIONAL PARKS Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles JOURNAL OF ECOTOURISM Vol. 2, No. 3, 2003 This paper presents an application of the IPA technique, coupled with market segmentation, to a sample of visitors to Tanzania’s National Parks. The utility of the technique in a protected area context is highlighted, by comparing it with the results from three programme perspectives – non-segmented data (a homogeneous IPA programme), segmented data that look at performance measurements only (a segmented performance-only programme), and segmented data (a segmented IPA programme). A few examples of non-parametric statistical analysis are presented to highlight the flexibility of the technique. When combined with market segmentation, IPA is a superior technique to that of a non-segmented approach, which views the sample as homogeneous and can lead to the displacement of visitors. It is also superior to that of a performance-only approach. The technique is achievable for a protected area agency with limited resources and expertise and is also a good starting point for agencies with suitable resources and expertise. For many nations, particularly in the developing world, protected area tourism either generates, or has the potential to constitute, a significant proportion of national GDP, foreign exchange earnings and employment figures. Many protected area agencies, which oversee these tourism estates, face decreasing levels of public funding and an increasing dependence on internal capital generation. As a result, many of these bodies have changed their management structure from that of a traditional government agency, to that of a crown corporation or parastatal which retains its revenues. This scenario has created an increased managerial focus and reliance on tourist client satisfaction. Most park agencies, however, lack experience and expertise in client satisfaction measurement and other types of marketing research. Not all park agencies monitor park visitor satisfaction, and many base standards of satisfaction on the expert judgement of management. For those agencies that have developed a visitor survey, satisfaction measurement can consist of a ‘performance only program’, which looks purely at service ratings but not at the importance of services to clients. Studies and practice have shown that while client input is essential in regards to rating the performance of service ratings, a park agency must also know what patrons expect from a service and the aspects they feel are important.

117 Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles
THE USE OF IMPORTANCE–PERFORMANCE ANALYSIS AND MARKET SEGMENTATION FOR TOURISM MANAGEMENT IN PARKS AND PROTECTED AREAS: AN APPLICATION TO TANZANIA’S NATIONAL PARKS Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles JOURNAL OF ECOTOURISM Vol. 2, No. 3, 2003 IPA One technique available to the protected area professional is Importance–Performance Analysis (IPA). The application of IPA, introduced by Martilla and James (1977) is well documented, and has shown the capability to provide service managers with valuable information for both satisfaction measurement and the efficient allocation of resources, all in an easily applicable format. In brief, importance and performance scores attained from survey instrument Likert scales are plotted onto a two-dimensional matrix, where arbitrary gridlines are established that reflect standards of service quality and managerial goals. Importance questions may read something like Please rate how important the following services are to you while at our establishment, while performance questions may read as How did we perform on the following service aspects? All points fall into one of four quadrants: Keep up the good work: Importance and performance ratings both meet or exceed service quality standards; Concentrate here: Importance and performance ratings both fall short of service quality standards; Low priority: Performance scores do not meet the service quality standard, but respondents do not place a high level of importance on the service; Possible overkill: Performance scores meet or exceed service quality standards, but a low level of importance is assigned to this particular service. An example of an IPA grid is shown in Figure 1 (Importance–Performance matrix).

118 THE USE OF IMPORTANCE–PERFORMANCE ANALYSIS AND MARKET SEGMENTATION FOR TOURISM MANAGEMENT IN PARKS AND PROTECTED AREAS: AN APPLICATION TO TANZANIA’S NATIONAL PARKS Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles JOURNAL OF ECOTOURISM Vol. 2, No. 3, 2003 Purpose This paper presents an application of the IPA technique coupled with market segmentation to a sample of visitors to Tanzania’s National Parks. The utility of IPA as a viable client satisfaction measurement instrument for the protected area manager is highlighted, by comparing the matrix results and interpretations with those attained from other techniques. Specifically, the study data are compared and contrasted with three program perspectives – non-segmented data (a homogeneous IPA programme), segmented data that look at performance measurements only (a segmented performance-only programme), and segmented data (a segmented IPA programme). A few examples of non-parametric statistical analysis will also be presented to highlight the flexibility of the technique. Methodology Case study nation – Tanzania Tanzania, located in East Africa, contains a world-class system of national parks and game reserves. Tourism, which is largely based on these parks, has developed to become the nation’s second leading foreign exchange earner. In order to illustrate various aspects of the IPA and segmentation technique (which will be referred to as a ‘segmented IPA programme’), examples from samples of two national parks (Kilimanjaro and Serengeti) and a sample representing the system of parks will be presented. The details of the samplesC and market segments are presented in the results sections. Development of survey instrument and segments Satisfaction variables and market segments for each park were identified through a series of focus groups conducted with various TANAPA staff both at the agency headquarters and individual parks, in addition to consultations with a number of knowledgeable tourism personnel in various sectors of the tourism industry, and some visitors. A series of park-specific and standardised variables for all surveys were developed and incorporated onto a survey instrument. Questions asking respondents demographic, socio-economic, trip characteristic, travel motivation, and expenditure information were also present. Importance-Performance variables were measured on a 5-point Likert scale and limited to an approximate total of 15 depending on the park, in order to maintain an average time of 15 minutes to fill in the questionnaire. While some IPA studies develop surveys containing over 100 variables, and subsequently conduct factor analysis to narrow them down, this was deemed as too complex for an introductory study in an agency with little social science experience.

119 Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles
THE USE OF IMPORTANCE–PERFORMANCE ANALYSIS AND MARKET SEGMENTATION FOR TOURISM MANAGEMENT IN PARKS AND PROTECTED AREAS: AN APPLICATION TO TANZANIA’S NATIONAL PARKS Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles JOURNAL OF ECOTOURISM Vol. 2, No. 3, 2003 ANALYSIS PARAMETERS Since the goal of Tanzanian tourism is to position itself as a high end, high service quality destination, gridlines were placed at values of 4.0 to reflect standards of ‘extremely important’ and ‘excellent’ performance. Some debate exists in the literature as to whether mean or median values are better for the importance and performance ratings. Mean values were chosen for this study, since they are easily derived. In addition, the study followed the example of Hudson and Shepherd (1998) and did not ‘force’ variables into all quadrants. The examples are analysed from the following three program perspectives: the Homogeneous IPA programme where importance and performance measures are present, but no market segments are identified within the sample; the Segmented performance-only programme where market segments are identified but results are only attained for performance measures only; and the Segmented IPA programme where market segments are identified and measures of both importance and performance are present. In addition, a few results of significant non-parametric statistical will be presented to highlight its compatibility with importance–performance analysis.

120 Results: Kilimanjaro National Park visitors
THE USE OF IMPORTANCE–PERFORMANCE ANALYSIS AND MARKET SEGMENTATION FOR TOURISM MANAGEMENT IN PARKS AND PROTECTED AREAS: AN APPLICATION TO TANZANIA’S NATIONAL PARKS Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles JOURNAL OF ECOTOURISM Vol. 2, No. 3, 2003 Results: Kilimanjaro National Park visitors Figure illustrates the importance-performance grid results for a non-segmented sample of climbers to Kilimanjaro National Park (n = 129). Based on this homogeneous group, the (D) friendliness of guides and (E) group harmony are strengths in the visitor experience. Importance–Performance grid for Kilimanjaro users:

121 Importance–Performance grid for Marangu and camping climbers at
THE USE OF IMPORTANCE–PERFORMANCE ANALYSIS AND MARKET SEGMENTATION FOR TOURISM MANAGEMENT IN PARKS AND PROTECTED AREAS: AN APPLICATION TO TANZANIA’S NATIONAL PARKS Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles JOURNAL OF ECOTOURISM Vol. 2, No. 3, 2003 Figure illustrates the differences in the importance–performance grid when the Kilimanjaro climber sample is segmented into Marangu climbers (which represent 85% of park visitors and climb along the main Marangu route, staying in the park huts), and Camping climbers (which represent 15% of users and climb along one of the alternative routes in the park, and for the most part camp in tents). Importance–Performance grid for Marangu and camping climbers at Kilimanjaro national park:

122 Serengeti National Park visitors
THE USE OF IMPORTANCE–PERFORMANCE ANALYSIS AND MARKET SEGMENTATION FOR TOURISM MANAGEMENT IN PARKS AND PROTECTED AREAS: AN APPLICATION TO TANZANIA’S NATIONAL PARKS Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles JOURNAL OF ECOTOURISM Vol. 2, No. 3, 2003 Serengeti National Park visitors Four market segments were identified for the sample of visitors: lodge safari visitors who stay at one of the lodges or hotels in the park; special campers who as part of a luxury safari camp in one of the special campgrounds; camping safari visitors who arrive in groups of about three or four and camp in the public campgrounds; and overland safari visitors who travel throughout Africa in trucks holding groups of 10 people or more and who camp in the public campgrounds. Figure illustrates the importance and performance grid for the nonsegmented sample of visitors to Serengeti National Park (n = 235). Based on this visual analysis, (C) security from theft and (D) levels of crowdedness are the areas where management should concentrate their efforts. Visitors are satisfied with the (A) knowledge and (B) friendliness of the guides and (E) group harmony. The interpretation of results changes when the segments are identified within the homogeneous sample, and examples are displayed below. Importance–Performance grid for Serengeti users:

123 Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles
THE USE OF IMPORTANCE–PERFORMANCE ANALYSIS AND MARKET SEGMENTATION FOR TOURISM MANAGEMENT IN PARKS AND PROTECTED AREAS: AN APPLICATION TO TANZANIA’S NATIONAL PARKS Derek J. Wade and Paul F.J. Eagles JOURNAL OF ECOTOURISM Vol. 2, No. 3, 2003 Conclusion Importance–performance analysis coupled with market segmentation is a useful exercise for protected area managers to measure service quality. This technique is achievable for agencies lacking expertise and resources such as TANAPA, and provides a simple and visual aid for the diagnosis of tourism service quality in protected areas. It is also a good starting point for agencies with suitable resources and expertise. It can be complemented with other methods such as non-parametric statistical analysis, and segments can be profiled with demographic and economic information to improve the quality of data further. It is a superior method to that of a non-segmented approach that views the sample as homogenous. Displacement of niche visitors can be avoided and the effects of managerial decisions on different groups understood when visitors are segmented. In addition, this technique is superior to that of a performance-only approach, which can lead to incorrect interpretive assumptions and ultimately a misallocation of funds, since the importance dimension is not measured. Burns, T. (1988) Using Importance–Performance Analysis to measure the opinions of national park concessioners. Proceedings of the 19th Conference on Tourism Research: Expanding Boundaries. Montreal: Travel and Tourism Research Association. Duke, C.R. and Persia, M.A. (1996) Performance–Importance Analysis of escorted tour evaluations. Journal of Travel & Tourism Marketing 5, 207–223. Ennew, C.T., Reed, G.V. and Binks, M.R. (1993) Importance–Performance Analysis and the measurement of service quality. European Journal of Marketing 27, 59–70. Guadagnolo, F. (1985) The Importance–Performance Analysis: An evaluation and marketing tool. Journal of Park and Recreation Administration 3, 13–22. Hollenshorst, S., Olson, D. and Fortney, R. (1992) Use of Importance–Performance Analysis to evaluate state park cabins: The case of the West Virginia state park system. Journal of Park and Recreation Administration 10, 1–11. Martilla, J.A. and James, J.C. (1977) Importance–Performance Analysis. Journal of Marketing 41, 13–17. Martin, D.W. (1995) An Importance/Performance Analysis of service providers. Perception of Quality Service in the in the Hotel Industry 3, 5–17. Mengak, K.K., Dottavio, F.D. and O’Leary, J.T. (1986) Use of Importance–Performance Analysis to evaluate a visitor center. Journal of Interpretation 11, 1–13. Vaske, J.J., Beamen, J., Stanley, R. and Grenier, M. (1996) Importance–Performance and segmentation: Where do we go from here? Journal of Travel and Tourism Marketing 5, 161–185.

124 DESTINATION COMPETITIVENESS: an overview of some issues
Prof. Larry Dwyer (School of Marketing University of New South Wales, Australia) Importance-Performance Framework One approach to assess destination competitiveness is to employ the importance-performance analysis (IPA) framework, a tool to develop management strategies. IPA is diagnostic in nature, facilitating the identification of attributes for which, given their importance, a product or service underperforms or over performs. IPA combines measures of attribute importance and performance into a two-dimensional grid to ease data interpretation and derive practical suggestions. Performance is then measured using the same set of attributes so that importance and performance can be directly compared within the same attributes via the IPA grid. IPA = ANALISIS TINGKAT KEPENTINGAN DAN KINERJA Metode analisis ini dapat digunakan untuk (1) mengetahui seberapa besar hubungan dimensi-dimensi kualitas jasa dengan kepuasan pelanggan / konsumen jasa, termasuk wisatawan, dan (2) untuk mengetahui dimensi-dimensi yang harus diperbaiki kinerjanya sesuai dengan harapan pelanggan / konsumen/ wisatawan. Sumber: Diunduh 10/4/2012

125 IPA GRID DESTINATION COMPETITIVENESS: an overview of some issues
Prof. Larry Dwyer (School of Marketing University of New South Wales, Australia) IPA GRID In the North West quadrant, the importance is high but relative performance is low. This quadrant is often labelled as “Concentrate Here”. In the present study such a placement would indicate that the destination needs to focus on improving its performance on these particular attributes, as their neglect could exacerbate strategic drift Items in the North East quadrant indicate items of high importance and in which the destination performs relatively well. It indicates those efforts that the destination should strive to maintain or ‘keep up the good work’’ or at least to maintain the status quo. The South East quadrant includes items that are low in importance but relatively high in performance. This indicates areas where there may be ‘‘wasted effort’’ on strategy development, given the relatively low importance of the items. The quadrant is often labelled as ‘possible overkill’ as some of the resources invested in enhancing performance may be ‘wasted effort’ and better diverted elsewhere. The South West quadrant identifies attributes of relatively low importance and also where the destination is performing relatively poorly. These items should receive a ‘low priority’ in resource allocation decisions.

126 DESTINATION COMPETITIVENESS: an overview of some issues
Prof. Larry Dwyer (School of Marketing University of New South Wales, Australia) KEGUNAAN METODE IPA An IPA grid can be constructed for a particular destination a particular special interest tourism market (for example, adventure tourism, nature based tourism, heritage tourism), travel motivation (for example, business travel, conventions market). Dari analisis CSI (Customer Satisfaction Index) dapat dirumuskan tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut - atribut produk secara umum. Dari hasil analisis uji beda dan crosstabs akan merumuskan kecenderungan kepuasan konsumen terhadap atribut produk berdasarkan jenis kelamin konsumen. Dari analisis IPA (Importance Performance Analysis) dapat dirumuskan suatu strategi pemasaran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan usaha unt uk memperbaiki kinerja produk Kubil Sport di masa mendatang. Analisis kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan konsumen dilakukan dengan membuat diagram kartesius. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor k inerja dengan skor kepentingan. Sumber: ….. Diunduh 10/4/2012

127 DESTINATION COMPETITIVENESS: an overview of some issues
Prof. Larry Dwyer (School of Marketing University of New South Wales, Australia) SURVEY OF SLOVENIAN TOURISM STAKEHOLDERS An on-line questionnaire was developed for the purpose of this study and was sent to 163 tourism stakeholders in Slovenia across different sectors of the industry. The questionnaire was based on 49 items indicating actions that could be undertaken by the Slovene tourism industry to meet the challenges of global trends. The survey required respondents to first rank the importance of each action for tourism development in general and then to rank the performance of Slovenia regarding each action. A five point Likert scale ranging from 1 ‘strongly disagree’ to 5 ‘strongly agree’ was used for importance statements A five point Likert scale 1 ‘poor performance’ to 5 ‘high performance’ was used for performance statements. Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan (Importance-Performance Analysis) Merupakan suatu metode penerapan untuk mengukur atribut menurut tingkat kepentingan dan kinerja atau tingkat kepuasan, berguna untuk pengembangan strategi pemasaran yang efektif bagi perusahaan. Skala yang digunakan dalam pertanyaan kuesioner adalah skala Likert, dimana responden menyatakan tingkat setuju atau tidak setuju mengenai pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Bobot dalam skala Likert dibuat ke dalam lima penilaian, yaitu : Jawaban sangat penting atau sangat puas diberi bobot 5. Jawaban penting atau puas diberi bobot 4. Jawaban cukup penting atau cukup puas diberi bobot 3. Jawaban tidak penting atau tidak puas diberi bobot 2. Jawaban sangat tidak penting atau sangat tidak puas diberi bobot 1. Sumber: ….. Diunduh 10/4/2012

128 DESTINATION COMPETITIVENESS: an overview of some issues
Prof. Larry Dwyer (School of Marketing University of New South Wales, Australia) SELECTION OF ATTRIBUTES A careful selection of attributes for measuring importance and performance is critical to development of an action agenda for Slovenia. Consequently, the survey instrument extends the work on the key success elements in the tourism industry that fashion tourism development for any given destination in the future. These statements were grouped into six categories: Sustainable Tourism Development Marketing Crisis Management Climate Change, Innovation and Product Development Tourism and Hospitality Education. “Kualitas jasa “ merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut, untuk memenuhi keinginan pelanggan.” Kualitas jasa (kualitas pelayanan) berdasarkan pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan, serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Pelanggan berusaha menilai kualitas jasa berdasarkan apa yang dirasakannya, yaitu atribut-atribut yang mewakili kualitas proses dan kualitas pelayanan, yaitu: “Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy dan Tangible, merupakan atribut yang dipakai oleh konsumen atau pelanggan dalam mengevalusi kualitas jasa.

129 DESTINATION COMPETITIVENESS: an overview of some issues
Prof. Larry Dwyer (School of Marketing University of New South Wales, Australia) HASIL PENELITIAN DI SLOVENIA The most important issues for Slovene tourism stakeholders are, in order, those related to: Sustainable development and climate change Tourism/hospitality education, Marketing, Innovation and product development Risk management Slovenia performs best in respect actions related to: Marketing, Innovation and product development, climate change Sustainable development Tourism/hospitality education The largest gap between importance and performance was identified as relating to tourism/hospitality education. Lessons for the Algarve??? RISK MANAGEMENT Risk management is the identification, assessment, and prioritization of risks (defined in ISO as the effect of uncertainty on objectives, whether positive or negative) followed by coordinated and economical application of resources to minimize, monitor, and control the probability and/or impact of unfortunate events or to maximize the realization of opportunities. Risks can come from uncertainty in financial markets, project failures (at any phase in design, development, production, or sustainment life-cycles), legal liabilities, credit risk, accidents, natural causes and disasters as well as deliberate attack from an adversary, or events of uncertain or unpredictable root-cause. Several risk management standards have been developed including the Project Management Institute, the National Institute of Standards and Technology, actuarial societies, and ISO standards. Sumber: ….. Diunduh 10/4/2012

130 DESTINATION COMPETITIVENESS: an overview of some issues
Prof. Larry Dwyer (School of Marketing University of New South Wales, Australia) Sustainable tourism Sumber: ….. Diunduh 10/4/2012

131 DESTINATION COMPETITIVENESS: an overview of some issues
Prof. Larry Dwyer (School of Marketing University of New South Wales, Australia) WISATA BERKELANJUTAN Sustainable tourists can reduce the impact of tourism in many ways: Informing themselves of the culture, politics, and economy of the communities visited Anticipating and respecting local cultures, expectations and assumptions Contributing to intercultural understanding and tolerance Supporting the integrity of local cultures by favoring businesses which conserve cultural heritage and traditional values Supporting local economies by purchasing local goods and participating with small, local businesses Conserving resources by seeking out businesses that are environmentally conscious, and by using the least possible amount of non-renewable resources. Sumber: ….. Diunduh 14/4/2012

132 DESTINATION COMPETITIVENESS: an overview of some issues PEMASARAN
Prof. Larry Dwyer (School of Marketing University of New South Wales, Australia) PEMASARAN

133 DESTINATION COMPETITIVENESS: an overview of some issues
Prof. Larry Dwyer (School of Marketing University of New South Wales, Australia) CRISIS MANAGEMENT

134 DESTINATION COMPETITIVENESS: an overview of some issues
Prof. Larry Dwyer (School of Marketing University of New South Wales, Australia) INOVASI DAN PENGEMBANGAN PRODUK

135 EGYPT COMPETITIVE ADVANTAGES: INTRODUCING ATTRIBUTE IMPORTANCE AND PERFORMANCE
Dalia Zaki (Pharos University, Faculty of Tourism and Hotel Management, Department of Tourism, Alexandria, Egypt. Egypt had succeeded as a vacation destination over the past twenty years, but it has not achieved its tourism goals despite its rich tourism resources. The purposes of this study were to explore tourists‘ perception of Egypt tourism product in terms of importance and performance by the tourists' country of origin and to supply the results to the importance and performance grid. The results suggested that, in general, the overall tourists' perception of Egypt was similar; however, there were some differences in the attributes seen as important as well as in the levels of performance according to the tourists' country of origin.

136 DESTINATION COMPETITIVE ADVANTAGES
EGYPT COMPETITIVE ADVANTAGES: INTRODUCING ATTRIBUTE IMPORTANCE AND PERFORMANCE Dalia Zaki (Pharos University, Faculty of Tourism and Hotel Management, Department of Tourism, Alexandria, Egypt. Tourism is witnessing a profound change in the next decades due to new mega trends characterizing typologies, demand, product development, environmental safeguards, community participation and sustainability requirements. Moreover, quality services more than pricing policy are becoming decisive in the choice of destinations. Thus, the study aimed to identify Egypt competitive advantages through tourists' perception of Egypt tourism product in terms of importance and performance according to the tourists' country of origin. Whereas, the primary objectives of this study were to determine Egypt relative strengths and weaknesses and the unique and differentiating characteristics of its tourism product that would enable it to win a competitive advantage. DESTINATION COMPETITIVE ADVANTAGES The competitiveness of a destination is a critical determinant of how well it performs in the tourism market. Destination's competitiveness can be assessed both quantitatively and qualitatively. Quantitative competitiveness of a destination can be measured by looking at such data as tourists‘ arrivals and tourism income (hard data). However, there is also a need to take into account the relative qualitative aspects of destination's competitiveness (soft data), as these ultimately drive quantitative competitiveness. A destination has a variety of attributes that contribute to determining its competitive advantages and levels of tourists' satisfaction with its tourism product, which will have a significant role in determining repeat visitors and positive word-of-mouth. Thus, the competitive advantage of a destination could be reached if the tourists' perception of it is surpassing to that of competitor destinations. Therefore, the basic task for a destination is to understand how destination's competitiveness can be developed and sustained.

137 IMPORTANCE AND PERFORMANCE ANALYSIS
EGYPT COMPETITIVE ADVANTAGES: INTRODUCING ATTRIBUTE IMPORTANCE AND PERFORMANCE Dalia Zaki (Pharos University, Faculty of Tourism and Hotel Management, Department of Tourism, Alexandria, Egypt. IMPORTANCE AND PERFORMANCE ANALYSIS Delivering tourists' satisfaction is crucial to the competitiveness of a destination. Undoubtedly, tourists' satisfaction is a principal driver of the destination performance; therefore, improving it is a critical issue for destinations in today's competitive global marketplace, in order to stay abreast of competitors. In recognition of the fact that tourists' satisfaction is a function of both expectations related to certain important attributes and judgments of attribute performance, Martilla and James (1977) introduced importance and performance analysis (IPA) as a technique for evaluating the elements of promotion efforts. Even though, destinations strive to determine the correct competitive advantages, they rarely query whether the attributes captured by the promoting messages are actually important to tourists. IPA uses a three-step process either to develop a new promoting strategy or to evaluate an existing one: First, a set of product attributes or features is identified through techniques such as literature review or focus group interviews. Second, tourists are asked two questions about each attribute: ‘how important is it?’ and ‘how well did the product or service perform?’ Third, importance and performance mean scores for each attribute are calculated.

138 EGYPT COMPETITIVE ADVANTAGES: INTRODUCING ATTRIBUTE IMPORTANCE AND PERFORMANCE
Dalia Zaki (Pharos University, Faculty of Tourism and Hotel Management, Department of Tourism, Alexandria, Egypt. These values provide x and y co-ordinates, which are hen placed on a two-dimensional plot called an IPA grid. The importance and performance scores are plotted on the vertical and horizontal axes respectively. By plotting the numerical results in this way, the components are effectively sorted into a four-cell typology. Based on the cell location, tourism product attributes are deemed as major or minor strengths and weaknesses. The typology OF categorizes importance and performance on a scale of high or low, so four combinations are possible: Quadrant 1; will comprise attributes that were held high in importance but on which the respondents rate the performance as low and thus it identified critical areas for improvement where decisions are recommended. These attributes are major weaknesses (concentrate here). Quadrant 2; will comprise attributes that were held high in importance and on which the respondents rate the destination’s performance as high. This indicates the attributes that the destination should strive to maintain competitive advantage (keep up the good work). Quadrant 3; will comprise attributes characterized by the respondents as being of low importance and whose performance was also rated low, including areas in which the destination was not particularly competitive. These attributes are minor weaknesses and do not require additional effort (low priority). Quadrant 4; will comprise attributes that were held in low importance but on which the destination’s performance was perceived by the respondents to be high and thus identifies areas where the efforts and resources committed to these attributes may be wasted and should be deployed elsewhere. These attributes are minor strengths (possible overkill).

139 EGYPT COMPETITIVE ADVANTAGES: INTRODUCING ATTRIBUTE IMPORTANCE AND PERFORMANCE
Dalia Zaki (Pharos University, Faculty of Tourism and Hotel Management, Department of Tourism, Alexandria, Egypt. IPA could provide an insight into tourists' evaluations on critical issues in the tourism industry. The comparison between perceived importance and performance on the IPA grid allows destinations to identify the relative features of successful tourism industry. As a result, destinations faced with the challenge of identifying the one or few advantages that could be developed, leveraged and heavily promoted to differentiate their tourism product in a meaningful way to the tourists from their competitors in target market segments and give them a competitive advantage.

140 The research procedures comprised three phases:
EGYPT COMPETITIVE ADVANTAGES: INTRODUCING ATTRIBUTE IMPORTANCE AND PERFORMANCE Dalia Zaki (Pharos University, Faculty of Tourism and Hotel Management, Department of Tourism, Alexandria, Egypt. Research Procedures The research procedures comprised three phases: Firstly, a review of the relevant literature was conducted to develop a master list of attributes, where features of a destination can be classified under two main headings; primary features include climate, culture, ecology and traditional architecture. Secondary features are those introduced specially for tourism such as recreational facilities, accommodation facilities, catering and transportation. During this phase, various faculty members and practitioners in the field of tourism and hospitality were consulted, and 21 attributes were adapted as the most relevant to the research objectives. Based upon that, a questionnaire was developed which was divided into two parts: the first part included socio-demographic information about the respondents and the second part comprised a list of 21 attributes of Egypt tourism product. Furthermore, prior to the formal survey, a pilot test was conducted among 30 tourists to modify any ambiguous or misleading attributes. 2. Secondly, tourists visiting Egypt were asked to rate the importance of each of these attributes on a scale of one to five (where: 1= not important at all, 2= not important, 3= somewhat important, 4= important, 5= very important). In the second instance, tourists were asked to rate level of Egypt performance with respect to these attributes on a scale of one to five (where: 1= very bad , 2= bad , 3= neither bad / nor good , 4= g o o d , 5= very good ). 3. Finally, the mean scores of importance and performance were calculated for each attribute. These scores were then used to form the IPA grid representing importance and performance results. The placement of each attribute on the grid was determined by using the means of importance and performance as the coordinates.

141 Sample Size and Data Collection
EGYPT COMPETITIVE ADVANTAGES: INTRODUCING ATTRIBUTE IMPORTANCE AND PERFORMANCE Dalia Zaki (Pharos University, Faculty of Tourism and Hotel Management, Department of Tourism, Alexandria, Egypt. Sample Size and Data Collection The population consisted of tourists from Russia, Germany and Britain, the largest tourism markets in Egypt generating approximately tourists (Ministry of Tourism, 2007). The sample size was calculated by 334 tourists using the power analysis table provided by Cohen (1988). The data was gathered by a questionnaire that was distributed randomly in accommodation facilities during the month of April 2008 in Alexandria and Sharm El Sheik; main tourists' destinations in Egypt. A total of 350 questionnaires were distributed and 278 were collected representing 79% response rate. Only 166 questionnaires were valid for analysis after the elimination of the incomplete ones. Data Analysis The data was analyzed using SPSS (Statistical Package for Social Science) version 15 by calculating frequency, mean and standard deviation. Cronbach's alpha was calculated to test the reliability of the attributes selected. The Cronbach's alpha values ranged from 0.82 to 0.86, which demonstrate that the scales of the questionnaire have considerable reliability. A factor analysis was conducted to test the validity of the questionnaire. The factor loadings were exceeding 0.5. Consequently, the construct validity of the questionnaire was good. Mean scores rating importance and performance of the attributes were computed to access the importance of each item respectively. Then, the mean scores of the 21 attributes were plotted on the IPA grid according to their importance and performance as perceived by the tourists.

142 Importance and performance of Egypt as perceived by all respondents
EGYPT COMPETITIVE ADVANTAGES: INTRODUCING ATTRIBUTE IMPORTANCE AND PERFORMANCE Dalia Zaki (Pharos University, Faculty of Tourism and Hotel Management, Department of Tourism, Alexandria, Egypt. Importance and performance of Egypt as perceived by all respondents All 21 attributes had a mean score ranging from 4.84 to The top five attributes according to the respondents were “climate (M=4.84)”, “accommodation facilities (M=4.72)”, “safety (M=4.69)”, “scenery and landscape (M=4.63)” and “cleanliness (M=4.59)”. Relatively, “national parks (M=3.56)”, “sports activity (M=3.90)”, “internet and ATM access (M=3.95)”, “well-known landmarks (M=4.13)” and “cuisine (M=4.24)” were perceived as the least important attributes. Mean Scores of Importance and Performance of Egypt by all Respondents:

143 EGYPT COMPETITIVE ADVANTAGES: INTRODUCING ATTRIBUTE IMPORTANCE AND PERFORMANCE
Dalia Zaki (Pharos University, Faculty of Tourism and Hotel Management, Department of Tourism, Alexandria, Egypt. The mean scores for importance and performance were used for the placement on the grid. As shown in figure , six attributes were identified in the "Concentrate Here Quadrant", sports activity, shopping facilities, climate, accommodation facilities, nightlife entertainment and local transportation services. They were rated above average for importance but below average on performance. Therefore, improvement efforts and special attention should be directed at and concentrated on these attributes improvement. This also sends an important message to the industry that resources should be directed to raise the quality of service offered. Although, the attribute of climate is allocated in this quadrant, as the mean score rating of performance was lower than that of the importance rating, perhaps due to the seasonal dust storm that occurs often between February and June (El Khamasine).

144 EGYPT COMPETITIVE ADVANTAGES: INTRODUCING ATTRIBUTE IMPORTANCE AND PERFORMANCE
Dalia Zaki (Pharos University, Faculty of Tourism and Hotel Management, Department of Tourism, Alexandria, Egypt. Importance and performance of Egypt as perceived by the respondents according to country of origin The German respondents gave high rates of importance to attributes “recreational facilities (M=5)”, “good restaurants (M=5)”, “shopping facilities (M=5)”, “local transportation services (M=4.93)” and “cleanliness (M=4.92)”. Comparison of Mean Scores of Importance and Performance of Egypt by Country of Origin:

145 EGYPT COMPETITIVE ADVANTAGES: INTRODUCING ATTRIBUTE IMPORTANCE AND PERFORMANCE
Dalia Zaki (Pharos University, Faculty of Tourism and Hotel Management, Department of Tourism, Alexandria, Egypt.

146 CONCLUSION The study had examined 21 attributes of the Egyptian tourism product and used IPA to compare them according to their perceived importance and performance by tourists' country of origin. The use of the IPA offers a method of analysis that is common in tourism destination research but not in the generic competitiveness literature (Enright and Newton, 2004). Hence, the present study may contribute to the literature on Egypt's competitiveness, as it had introduced a promising research methodology that had implied Egypt competitive advantages in a useful way for researchers, tourism industry and decisions makers. The results of this study reveal that Egypt unique and differentiating characteristics that would enable Egypt to win a competitive advantage in the tourism market would rely especially in attributes beaches and sun, recreational facilities, good restaurants, cleanliness and safety. The results indicate that Egypt should improve its performance in local transportation services, as it is suggested that this attribute should be the core of Egypt efforts. In addition, the Ministry of Tourism should play a more active role in monitoring the service standards in the tourism industry. As it seems to be an inappropriate strategy to ignore quality control on the products and services provided. It is suggested that more urgently and importantly a monitoring system should be in place to measure and monitor the tourism industry to ensure its quality and performance. Relatively, Egypt competitive advantages in the German market would be built on attributes recreational facilities, good restaurants, cleanliness, shopping facilities and nightlife entertainment. For the British market, these attributes are not sufficient. Egypt competitive advantages highlight attributes nightlife entertainment, history and culture, sports activity and cuisine.

147 Measuring the Relationship between Customers’ Satisfaction and Cognitions: A Case of Janfusun Fancyworld in Taiwan Wan-Yu Liu, Yen-Hsiang Liu, Shing-Yi Huang, and Hao-Zhi Wen World Academy of Science, Engineering and Technology The private theme parks are gradually surpassing public-owned scenic areas after many years of development and have become a mainstream choice for domestic tourists. Previous studies show that visitors from different backgrounds differ in consumer behavior and satisfaction factors. An understanding of visitor satisfaction is therefore of extreme importance to operators of privately-owned theme parks. Importance-Performance Analysis (IPA) is used to measure consumer's potential satisfaction with services and has become a widely used management tool for strength and weakness analysis for brands, products, services and point of sales. As IPA has so far not been used to evaluate the visitor satisfaction with privately-owned theme parks, in this study the IPA method is used to analyze visitor satisfaction with Janfusun Fancyworld (one of the most popular private theme parks in Taiwan) and to rank visitor focus and satisfaction on/in theme park facilities and services. Results of the analysis provide private theme park operators with an understanding of user or consumer demands as well as an assessment of the quality of services currently offered.

148 PENGKURAN KEPUASAN KONSUMEN
Measuring the Relationship between Customers’ Satisfaction and Cognitions: A Case of Janfusun Fancyworld in Taiwan Wan-Yu Liu, Yen-Hsiang Liu, Shing-Yi Huang, and Hao-Zhi Wen World Academy of Science, Engineering and Technology PENGKURAN KEPUASAN KONSUMEN To measure consumer's potential satisfaction with services, Importance-Performance Analysis (IPA) is used for the strength and weakness analysis for brands, products, services and point of sales. However, IPA has not been used to evaluate satisfaction with privately-owned theme parks. As a result, this study applies the IPA method to analyzing visitor satisfaction with Janfusun Fancyworld, which is one of the most popular privately-owned theme parks in Taiwan, and to rank visitor focus and satisfaction on/in theme park facilities and services. Customer satisfaction refers to a positive response to consumer experience . Other academic researchers later proposed related definitions and models. The most crucial theory would be the “Disconfirmation of Expectation Model” . This model shows that “customer satisfaction” is closely linked to the level of “disconfirmation”. The level of disconfirmation is in turn measured based on the difference in between customers’ expectations for a product or service before consumption and their perception of the actual experience after consumption. There are three perspectives generated by using the causes of customer satisfaction to define customer satisfaction. These are the Cognitive perspective , the AffectIve perspective and the Synthetic perspective .

149 Importance-Performance Analysis
Measuring the Relationship between Customers’ Satisfaction and Cognitions: A Case of Janfusun Fancyworld in Taiwan Wan-Yu Liu, Yen-Hsiang Liu, Shing-Yi Huang, and Hao-Zhi Wen World Academy of Science, Engineering and Technology Importance-Performance Analysis The Importance-Performance Analysis (IPA) method is a way of measuring the level of “importance” to the consumers and the quality of “performance” as perceived by the consumer and the measurements are used to rank the priorities of certain factors that characterize the products and services . In this study, IPA is assumed to be “visitor satisfaction” in the attributes of products and services arise from visitor expectations and evaluations of related performances. IPA therefore serves as an analytical tool for measuring “importance” and “satisfaction”. IPA presents the results of analysis in four quadrants. The main attributes in each quadrant provide an explanation to the characteristics of “importance” and “satisfaction” in the purchasing decision made by the visitors. The distribution of attributes can be used to derive practical suggestions. Many local and overseas academic researchers have used the total means of “importance” and “satisfaction” from IPA as separators to define four quadrants, as shown in Fig. 1. The meaning of each quadrant is as shown in Table 1. The implicit assumption in IPA is that consumer's levels of satisfaction in the attributes examined are based on the consumers’ expectations and evaluation on the performance of products or services.

150 TABLE 1. MEANING OF EACH QUADRANT IN IPA
Measuring the Relationship between Customers’ Satisfaction and Cognitions: A Case of Janfusun Fancyworld in Taiwan Wan-Yu Liu, Yen-Hsiang Liu, Shing-Yi Huang, and Hao-Zhi Wen World Academy of Science, Engineering and Technology Fig. 1 Coordinate distribution of importance-satisfaction TABLE 1. MEANING OF EACH QUADRANT IN IPA

151 Measuring the Relationship between Customers’ Satisfaction and Cognitions: A Case of Janfusun Fancyworld in Taiwan Wan-Yu Liu, Yen-Hsiang Liu, Shing-Yi Huang, and Hao-Zhi Wen World Academy of Science, Engineering and Technology Research Framework A conceptual framework is defined based on the research objective and study of past literature, as shown in Fig. 2. This framework is then used to develop the survey questions and establish three research hypotheses. The following research hypotheses were proposed based on the research framework shown in Fig. 2. H1: Level of “Importance” placed on Janfusun’s facilities and services varies significantly from visitor to visitor due to the differences in personal attributes. H2: Satisfaction in Janfusun’s facilities and services varies significantly from visitor to visitor due to the differences in personal attributes. H3: Higher visitor satisfaction in Janfusun’s facilities and services indicates high overall satisfaction to the recreational experiences.

152 Questionnaire Design Data Analysis
Measuring the Relationship between Customers’ Satisfaction and Cognitions: A Case of Janfusun Fancyworld in Taiwan Wan-Yu Liu, Yen-Hsiang Liu, Shing-Yi Huang, and Hao-Zhi Wen World Academy of Science, Engineering and Technology Questionnaire Design The questionnaire for this study was divided into four parts. The first part surveys visitors’ travel characteristics and repeat visit behavior, in which, the portion involved repeat visit behavior is measured through two factors: “inclination for repeat visit” and “inclination to recommend”. The second part surveys the customer focus (importance) on Janfusun facilities and services in four factors: Facilities, Service, Information and Activities. This section consists 42 questions and was measured using the Likert 5-point scale with score “1” being very unimportant and “5” being very important. The third part looks at visitors' satisfaction in Janfusun’s facilities and services in four factors: Facilities, Service, Information and Activities. This section consists of 42 questions and was measured using the Likert 5-point scale with score “1” being very dissatisfied and “5” being very dissatisfied. The fourth Part looks at the basic data of the visitors. Data Analysis The IPA method was used in this study. Descriptive statistical analysis was first conducted on the structure of visitor sample data and the mean, standard deviation, frequency distribution and percentages are used to express the distribution of the survey samples. IPA was then used to analyze “importance” and “satisfaction” visitors have on/in the theme park facilities and services, and the means are used as the separator for the x-y axes. The level of importance (customer focus) placed on Janfusun facilities and services by the visitor were used as the horizontal axis (x-axis) while their satisfaction in the facilities and services forms the vertical axis (y-axis). The overall means were then used to divide the coordinate space into the 1st, 2nd, 3rd and 4th quadrants.

153 Coordinate distribution of importance-satisfaction (42 dimensions):
Measuring the Relationship between Customers’ Satisfaction and Cognitions: A Case of Janfusun Fancyworld in Taiwan Wan-Yu Liu, Yen-Hsiang Liu, Shing-Yi Huang, and Hao-Zhi Wen World Academy of Science, Engineering and Technology IPA analysis on “importance” (visitor focus) and “satisfaction” targeting on the services and facilities of Janfusun Fancyworld. In this study, “importance” is the visitor's expectations in Janfusun’s facilities and services, while “satisfaction” is the perceived satisfaction after experiencing Janfusun’s facilities and services. IPA analysis is conducted through a questionnaire with 42 questions (as shown below) relating to “importance” and “satisfaction” on/in Janfusun’s facilities and services. The results are expressed as a coordinate diagram with “importance” being the horizontal x-axis and “satisfaction” being the vertical y-axis. Coordinate distribution of importance-satisfaction (42 dimensions):

154 Measuring the Relationship between Customers’ Satisfaction and Cognitions: A Case of Janfusun Fancyworld in Taiwan Wan-Yu Liu, Yen-Hsiang Liu, Shing-Yi Huang, and Hao-Zhi Wen World Academy of Science, Engineering and Technology Fig. 3 shows that 15 variables relating to Janfusun’s facilities and services fall into the 1st quadrant, as shown in Table IV. The quality attributes of this quadrant are high in both the level of importance and satisfaction. It means that visitors attached great importance to these facilities and services and are also being very satisfied with them. Quality attributes of high importance and high satisfaction serve as an indicator of visitor satisfaction and can be used as a key selling point to attract visitors. Janfusun should therefore continue to maintain or even fortify these areas of strength. TABLE IV. ANALYSIS OF IPA QUADRANTS – 1ST QUADRANT

155 Measuring the Relationship between Customers’ Satisfaction and Cognitions: A Case of Janfusun Fancyworld in Taiwan Wan-Yu Liu, Yen-Hsiang Liu, Shing-Yi Huang, and Hao-Zhi Wen World Academy of Science, Engineering and Technology CONCLUSION Results of the questionnaire survey implemented for this study indicate that most visitors to Janfusun Fancyworld were traveling with their family. The frequency of family trips was once in every 6 months, with most of them taken the trip for recreational purposes and received their information from media advertising. Janfusun's recreational facilities were the most important and most satisfying factors to the visitors, and overall the visitors were satisfied with their visits to the park. Most visitors were also willing to visit Janfusun Fancyworld again in the future. Results of the IPA analysis supply to the business operator information relating to user or consumer demands as well as an assessment on the quality of the services currently offered in the park. This can be then used as a reference to determine whether to continue or discontinue further development and provide the business operator very useful information. Results of the analysis indicate that : A total of 15 variables fall into the first quadrant for “Maintain”. These quality attributes is detrimental to the level of importance and satisfaction. Janfusun can use these 15 variables as key selling points to attract visitors or as a reference for maintenance or further strengthening of these advantages. A total of 8 variables fall into the second quadrant of “Over-supply”, which characterizes quality attributes of low in importance and high in satisfaction. This implies that Janfusun's active delivery of these services has already satisfied customer expectations and begun established as competitive advantages in the market. A total of 11 variables fall into the third quadrant, which are deems as lower in priority. The variables have quality attributes characterized as low in importance and low in satisfaction. Janfusun does not need to prioritize these variables but should not overlook the need to maintain their quality either. These are therefore counted as secondary projects in the list of improvement. A total of 8 variables fall into the fourth quadrant-“areas requiring improvement”, which contains quality attributes characterized by high level importance and low level satisfaction. Janfusun should prioritize improvements on these variables and develop improvement strategies as soon as possible to boost visitor satisfaction.

156 Measuring the Relationship between Customers’ Satisfaction and Cognitions: A Case of Janfusun Fancyworld in Taiwan Wan-Yu Liu, Yen-Hsiang Liu, Shing-Yi Huang, and Hao-Zhi Wen World Academy of Science, Engineering and Technology References Chiang, C. H., “Evaluation of Importance and Performance of the Interpretation of Marine Environment - A Case Study of Penghu Aquarium,” Master Thesis, Chinese Culture University. Chiang, Y. C., “Using the Technique of Importance-Performance Analysis to Evaluate Interpreters and Interpretive Media in National Science and Technology Museum,” Master Thesis, Taichung Teachers College. Hollenhorst, S., D. Olson, and R. Fortney, Use of importance-performance analysis to evaluate state park cabins: The case of the West Virginia State Park Syste,” Journal of Park and Recreation Administration. 10(1): 1-11. Huang, C. C., S. H. Li, and C. H. Hou, “Using importance-performance analysis to confer teenagers' demand for tourism and recreation,” Leisure, Recreation and Tourism Research Symposium. pp The Outdoor Recreation Association of R.O.C.. Martilla, J. A. and J. C. James, “Improtance-Performance analysis,” Journal of Marketing. 41(1): Wang, H. C., “An Importance-Performance Analysis of the Quality of the Museum - Case Study of the National Palace Museum,” Master Thesis, Chinese Culture University.

157 ….. dan seterusnya bagaimana
IPA ………


Download ppt "IMPORTANCE- PERFORMANCE ANALYSIS"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google