Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Hariadi Kartodihardjo Bogor, 12 Juni 2014

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Hariadi Kartodihardjo Bogor, 12 Juni 2014"— Transcript presentasi:

1 Hariadi Kartodihardjo Bogor, 12 Juni 2014
Pengarus-utamaan KPH: Solusi Masalah Tata Kelola & Penyesuaian Struktur Kehutanan Hariadi Kartodihardjo Bogor, 12 Juni 2014

2 Isi Presentasi Pendahuluan Konsep Mainstreaming
Mainstreaming KPH dalam Perizinan Arah ke Depan—Buku II KPH Penutup

3 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
Tiga faktor hambatan utama pengelolaan hutan: inefisiensi birokrasi, masalah status hutan negara, integrasi peran pusat-daerah-unit pengelolaan; Mainstreaming KPH diperlukan agar daya-guna manfaatnya segera dapat diwujudkan. Peran KPH sangat terkait dengan kemampuan negara untuk menguasai sumberdaya hutan: Pendapatan Pemerintah/Pemda Hak/akses bagi masy adat/lokal Pengembangan ekonomi bagi usaha besar Konservasi dan perlindungan SDH

4 Indikator/Sub Indikator
Progres Pembangunan dan Operasionalisasi 120 KPH Model Sampai dengan Januari 2014 No Kriteria Indikator/Sub Indikator Keluaran Hasil Keterangan  1.  Wilayah Penetapan Wilayah SK Menhut KPH Model 120 SK 42 KPHL: Ha 78 KPHP: Ha Jumlah : 2. Kelembagaan Organisasi Perda /Pergub/ Perbup/ Perwakot 9 Perda (6 SKPD, 2 UPTD, 1 Seksi pada Dinas) 103 Pergub / Perbup / Perwakot 8 Unit dalam proses (KPH: Malinau, Memberamo, Minas Tahura, Lintas Sumut, Bukit Barisan, Wae Tina, Flores Timur, Barsel ) Sarana dan Prasarana Kantor Bangunan 74 bangunan 2 Unit Gagal : KPHL Sungai Beram Hitam dan KPHP Kayan (dilanjutkan 2014) Kendaraan Roda 4 Mobil setiap KPH 89 mobil KPHL Maria (2014) Kendaraan Roda 2 Beberapa Motor (Unit KPH) 88 Unit KPH KPHL Maria dan KPHL Sorong Selatan (2014) Alat Kantor/ Survey Peralatan (Unit KPH) 90 Unit KPH  SDM Tenaga Terlatih Diklat Calon KKPH DIklat Perencanaan KPH Lokalatih Tata Hutan SDM Lulusan SMKK 4 Angkatan 1 Angkatan 2 kali 215 orang 47 orang SDM Lulusan SMKK: lulus tes CPNS Kemenhut, dan pindah antar KPH. 120 Basarhut dalam proses kontrak 3. Rencana Tata Hutan Buku dan Peta 87 Draf Rencana Pengelolaan 82 Draf 17 Dokumen disahkan

5 PNBP dari SDA dan Harapan Peran Hutan
Sumber: Grahat Nagara, 2014 PNBP dari SDA dan Harapan Peran Hutan “Jika dikalkulasi dengan luasan yang dikelola, pemanfaatan hutan menyumbang pemasukan ke negara ± Rp 70 ribu /Ha/th.” tahun 2013 (dalam milyar) 30 ribu desa hidup di dalam/sekitar hutan. Menggantungkan hidupnya dari hasil hutan. Indonesia defisit listrik hingga lebih dari 429 MW (2012) 51,2% rumah tangga petani di Indonesia menguasai tanah di bawah setengah hektar (2003) Penduduk miskin Indonesia mencapai 28,55 juta orang (2013)

6 Masalah-Masalah Tata Kelola
Sumber: Grahat Nagara, 2014 Masalah-Masalah Tata Kelola KAJIAN KERENTANAN KORUPSI PERIZINAN DI KEHUTANAN Ketimpangan pengelolaan hutan oleh kepentingan skala besar. Hanya 3,18% yang dialokasikan untuk rakyat. NILAI MANFAAT HUTAN KE MASY. LEBIH SECARA ILEGAL. Hampir seluruh proses perizinan rentan korupsi, sehingga usaha kehutanan mengalami biaya tinggi dan kecenderungan monopolistik. BIAYA TRANSAKSI TINGGI AKHIRNYA MENGHANCURKAN USAHA KEHUTANAN. Pengendalian dan pengawasan lebih mengandalkan dokumen. INFORMASI TAPAK SANGAT LEMAH. NO URAIAN JUMLAH (UNIT) LUAS (Ha) Alokasi (%) 1. IUPHHK-HA 272 2. IUPHHK-HTI 252 3. IUPHHK-RE 8 Usaha Skala Besar 96,82 4. IUPHHK-HTR 85 Koperasi, 6.230 Orang 5. IUPH-Sylvo Pastura 1 73 6. IUPHHBK 7 7. IUPHHK-HD & HKm 332 Usaha Skala Kecil 3,18 TOTAL 100 Potensi terjadinya suap/peras untuk satu izin HPH/HTI paling maksimal sebesar 22,6 milyar hingga 688 juta rupiah setiap tahun (KPK, 2014). KAJIAN SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN Ketidakpastian status 105,8 juta ha kawasan hutan (Penetapan baru 16,18% dari 120 juta ha – data Kemhut 2013) PNBP Pinjam Pakai tidak terpungut 15,9 trilyun (KPK, 2010)  Korsub Tambang ke 12 Propinsi Prioritas PEMBERIAN IZIN PRODUKSI HSIL HUTAN TATA USAHA PNBP WASDAL Indikasi state capture Potensi suap, pemerasan, penjualan pengaruh

7 Agenda NKB -12 Kementerian /Lembaga, Koord. KPK & UKP4 2013-2015
Agenda One Map, Klaim & Verifikasi, Review Kebijakan Perizinan

8 TEMA 1. Harmonisasi Kebijakan dan Peraturan Perundang Undangan SDA
Pengaturan berbagai instrumen perencanaan ruang yang ada dalam berbagai rezim sektoral belum jelas mengatur keterkaitan dan rekonsiliasinya. Sumber: Grahat Nagara, 2014 A.1.6. Penyusunan kriteria daya tampung dan daya dukung lingkungan Rencana Perkebunan RTR Pulau KLHS A Aturan penjelasan Rencana Perkebunan RTRSP A Regulasi perencanaan pemanfaatan ruang mengakomodasi semua sektor RDTRK A Kriteria penentuan kawasan budidaya perkebunan RTRWN A.1.5. Menyelesaikan aturan pelaksana UU 32/2009 RTRWK RTRWP A.1.2. Evaluasi pengukuhan kawasan Tata Batas A Harmonisasi regulasi dan kebijakan peruntukan ruang A.1.9. Kriteria penentuan WUP/WPN/WPR WUP/WPN/WPR TMKH KWS. Hutan Areal Pencadangan RKTN A Inventarisasi dan harmonisasi regulasi dan kebijakan terkait kawasan hutan WIUP/WIPR/WIUPK Penunjukan A.1.8. Mempercepat penyusunan WIUP/WIPR/WIUPK Pinjam Pakai A.1.7. Evaluasi wilayah usaha pertambangan Pelepasan A.1.1. Penyempurnaan aturan pengukuhan kawasan A.1.3. Menjabarkan RKTN A.1.4. Mempercepat pembentukan KPH

9 TEMA 2. Harmonisasi Kebijakan dan Peraturan Perundang Undangan SDA
Sistem perizinan yang ada saat ini lebih banyak menjadi alat transaksional ketimbang instrument pencegahan. TEMA 2. Harmonisasi Kebijakan dan Peraturan Perundang Undangan SDA Sumber: Grahat Nagara, 2014 A.3.5. & A.3.8. Pengaturan agar data izin disampaikan kepada BIG A.3.6. & A.3.9. & A Menyusun NPSK pengendalian perizinan A Menyusun NPSK pencabutan hak A.3.3. Pengaturan akses K/L terhadap data kebijakan pengelolaan SDA A.2.1. & A.2.3. Jika di hilir, IUP dapat menjadi instrumen pencegahan yang efektif, karena sudah dapat dipastikan bahwa usaha pengelolaan SDA sudah mendapatkan informasi yang lengkap mengenai lingkungan, lahan, dan peruntukannya. A.2.2. Evaluasi pelepasan kawasan Data kebijakan disampaikan ke BIG Penataan ulang pengelolaan SDA A.3.2. Menyusun kriteria tanah terlantar Izin Lokasi A.3.4. Evaluasi perizinan dan proses perizinan A.2.9. Membangun basis data izin lingkungan A.3.1. Mengkoordinasi pengembangan jaminan pelepasan A Basis data dan informasi perizinan sektoral Pelepasan Kawasan Hak Guna Usaha Izin Usaha Perkebunan Operasionalisasi penegakan hukum Izin Lingkungan A Melaksanakan pengendalian perizinan dan hak A.2.5. Harmonisasi regulasi pinjam pakai dan pelepasan kawasan Pinjam Pakai Kawasan Izin Usaha Pertambangan A.2.8. Sosialisasi dan internalisasi izin lingkungan A.2.6. & A Penegakan hukum A.2.4. Evaluasi pinjam pakai kawasan

10

11 RAPAT KONSOLIDASI Tim NKB 12 KL Penyelesaian Agenda B09/Sept, 2013
Jakarta 11-12 Okt 2013 Sumber: Tim Koordinasi dan Supevisi Monitoring dan Evaluasi NKB 12 KL

12 KPH dalam program NKB/KPK
Review peraturan perizinan (Ditjen BUK) dan penguatan lembaga pengawasan (legal, sosial, lingkungan, PNBP)+ izin tambang dan kebun; Peran KPH untuk meningkatkan efisiensi dan pusat informasi perizinan Re-strukturisasi dan re-organisasi lembaga (Kemenhut, Pemda), ketepatan ukuran kinerja;

13 Konsep Mainstreaming 2 Pemahaman KPH secara individu—baik bagi pengambil keputusan, pelaku usaha kehutanan, LSM, akademisi maupun masyarakat; Dapat dimasukkannya peran KPH kedalam berbagai tingkat kebijakan dan perencanaan pembangunan, baik di tingkat nasional, propinsi, kab/kota; Pengarus-utamaan KPH—memperjelas tiga peran tata-kelola hutan, yaitu:

14 Administrasi hutan oleh Pemerintah/Pemda;
Manajemen hutan yang dilaksanakan oleh KPH; Perencanaan hutan, yang dilakukan pada tingkat yang lebih tinggi, misalnya dalam lingkup kab/prop, regional/pulau atau nasional. Proses pergeseran institusi (institutional change). Perubahan fundamental yang menjadi perubahan filosofi dasarnya, yatu: Perubahan nilai (value system) dan cara berpikir Perubahan batas yurisdiksi (jurisdiction boundary) Pengelolaan yang berbasis output secara nyata Peningkatan transparansi dan akuntabilitas

15 Prinsip Perubahan Peraturan
Meletakkan secara tepat basis peran administrasi, manajemen, dan perencanaan hutan sebagai dasar distribusi kewenangan. Menjadikan fungsi KPH sebagai sumber informasi alokasi pemanfaatan hutan melalui tata hutan yang telah di bangun, sehingga menjadikan pelaksanaan administrasi pemanfaatan hutan lebih efisien. Meminimumkan kawasan hutan yang “open akses” dengan mengelola kawasan hutan yang tidak dikelola pemegang izin. Bersama-sama dengan pihak lain, KPH dapat menyiapkan kapasitas masyarakat untuk melakukan pengelolaan dan pemanfaatan hutan baik melalui skema perizinan ataupun skema kemitraan.

16 Lingkup Mainstreaming KPH
c). a). INFRASTRUKTUR, SDM, NETWORK NKB-KPK, KOORDINASI PENGUATAN KAPASITAS INTERNAL KPH REGULA- SI DAN PERENCA-NAAN PROGRAM KEMENHUT DAN PEMDA DI KPH b). STRUKTUR ORGANISASI, TUPOKSI, IKU K/L

17 3 Mainstreaming KPH (kasus Perizinan) 3.1. Arah Kebijakan
Urusan Pemerintah dan Pemda untuk memastikan lokasi izin diselesaikan terlebih dahulu (pelaksanaan PP 38/07), sehingga calon pemegang izin tidak perlu mendapat rekomendasi Bup/Gub. KPH menentukan calon lokasi izin (yang disahkan dalam RJP) dan Rencana Tahunan. Lokasi ini sekaligus sebagai penetapan areal kerja (working area) oleh DitjenPlan. Pengembangan kapasitas masyarakat adat/lokal agar dapat bermitra dengan pemegang IUPHHK atau memperoleh izin didampingi KPH dan/atau LSM atau bermitra dng KPH.

18 3.2. Arah Mainstreaming KPH pada Perizinan
Prinsip Perizinan terkait Peran KPH Lokasi izin usaha besar Lokasi izin bagi usaha kecil Penguatan kapasitas masy lokal/adat Ketepatan Tupoksi KPH menetapkan lokasi izin usaha besar dalam RJP dan sudah disetujui Kemenhut, dan Dinas Kehutanan Kemenhut dan Pemda dibatasi berperan dalam administrasi hutan KPH melaksanakan dialog dan strategi penyelesaian status lokasi masyarakat adat/lokal, keputusan penetapan dilakukan Kemenhut Efisiensi administrasi perizinan Rekomendasi izin dilakukan antar lembaga/unit kerja pemerintah/pemda—KPH dan tidak melibatkan calon pemegang izin KPH merekomendasi lokasi izin bagi masyarakat lokal/adat KPH menguatkan lembaga masy adat/lokal Meminimum-kan open akses Kerjasama KPH dan pemegang izin usaha besar untuk melakukan perlindungan hutan di wilayah KPH KPH dan masyarakat lokal/adat mengembangkan hubungan dengan lembaga-lembaga masyarakat formal-informal untuk melakukan perlindungan hutan KPH dapat mengembangkan skema kemitraan dengan masyarakat Meningkatkan kapasitas masyarakat Kerjasama KPH dan pemegang izin dalam penguatan modal sosial masyarakat Pengembagan mekanisme penetapan tata hutan yang terkait dengan lokasi usaha/izin masyarakat lokal/adat KPH bersama pihak lain menyiapkan masyarakat untuk siap mengurus izin

19 3.3. Permenhut P.50/2010 jo P.26/2012 No Aspek Deskripsi 1
Arah Perubahan Arah perubahan ini diharapkan dapat memenuhi prinsip efisiensi, meminimumkan biaya transaksi serta pemenuhan tugas pokok fungsi lembaga/unit kerja Pemerintah/Pemda secara tepat 2 Perubahan Pasal A Pasal-pasal yang perlu dirubah Pasal 4(1.g): Dapat menjadi pasal 4(2), yang berisi pengaturan rekomendasi gubernur. Rekomendasi Gubernur tidak menjadi persyaratan yang diurus oleh pemohon, tapi diselesaikan oleh pemerintah melalui rangkaian KPH – Dinas Kehutanan – Bupati – Gubernur. Pasal 4(1.g.1.): Menjadi bagian dari pasal 4(2), dimana pembuatan pertimbangan tehnis dapat dilimpahkan kepada KPH (Bila sdh ada KPH) Pasal 5(1): KPH perlu mendapat tembusan permohonan IUPHHK Pasal 12(5): KPH perlu mendapat tembusan permohonan perluasan IUPHHK B Pasal-pasal yang perlu diadakan Perlu ditambahkan pasal 3A, yang mengatur penyiapan areal kerja (working area) oleh KPH 3 Aspek Implementasi dan Dampak Implikasi perubahan terhadap tata hubungan kerja Perubahan ini akan menggeser tata hubungan kerja, yangmana urusan teknis penetapan lokasi izin dilaksanakan oleh KPH dan telah disetujui dan disahkan melalui RJP oleh Bupati/Gubernur/Menteri. Dengan skema perubahan ini, calon pemegang izin tidak lagi mengurus rekomendasi izin dari Bupati/Gubernur serta tidak ada lagi mengurus skema working area yang ditetapkan oleh Kemenhut. Tata hubungan kerja sesudah pemungsian KPH dapat dilihat dengan membandingkan skema pada berikut.

20 No Aspek Deskripsi B Kesiapan organisasi KPH dan instansi terkait Penerapan kebijakan ini dapat dilakukan secara bertahap sejalan dengan kesiapan berfungsinya KPH. C Implikasi terhadap anggaran Untuk mempercepat pelaksanaan kebijakan ini, upaya untuk mempercepat berfungsinya KPH sangat diperlukan. Anggaran untuk ini perlu diprioritaskan. D Implikasi terhadap beban masyarakat/pemegang izin Diharapkan dengan diberlakukannya kebijakan ini, beban masyarakat dan swata akan berkurang karena akan meningkatkan kecepatan dan efisiensi perizinan E Dampak perubahan terhadap mekanisme dalam tata kelola hutan Diterimanya kebijakan ini juga perlu didukung oleh perubahan struktur dan fungsi organisasi kehutanan secara umum. Karena arah kebijakan ini adalah mengutamakan penguatan pengelolaan hutan oleh negara dan bukan oleh pemegang izin yang selama ini berjalan.

21 Skema Perizinan Setelah ada Peran KPH

22 Operasional—Lapangan
Potensi KPH dan RPH-Jangka Pendek RKT pemegang izin  RPH-JP  penugasan Dishut Ada identifikasi lokasi dan pihak-3 Identifikasi kegiatan (BP2HP)  RPH-JP Dishut—KPH (inisiator)  Pemda/Gub/Bup KPH (interpreneur)  Pihak-3 (Mitra) Legalitas (Perlu NSPK—SOP) Legitimate (proses komunikasi) Maintain: penguasaan wilayah dan pemeliharaan hubungan kerja (SDM, Dana, Fasilitas KPH)

23 Operasional—Lapangan
Pengelolaan resiko: Komunikasi: relasi pimpinan daerah-kph-swasta-lsm-masyarakat-akademisi State capture: pihak-pihak pengganggu Pemda sbg pemegang wewenang HP & HL: proses administrasi (?) Hutan sebagai (manajemen) asset: MRV dan proses pengawasan/pengendalian Gap kapasitas KPH dan beban: SDM, leadership Anggaran: sumber dari luar APBN/APBD—network, donor.

24 4 B U K U II — KPH — gambar besar ke depan “Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Struktural Kehutanan Indonesia”

25 Penutup 5 Pengarus-utamaan KPH perlu disertai dengan perubahan sistem nilai (paradigm shift) menuju restrukturisasi kehutanan. Sistem nilai tersebut—dalam hal penguatan pengelolaan hutan—ditujukan untuk melakukan efisiensi dan keterbukaan pelayanan publik terhadap proses dan penetapan perizinan, RHL, konservasi, dll.

26 Mainstreaming KPH akan disertai penyesuaian struktur organisasi-organisasi yg membidangi kehutanan.
Agenda dan rencana aksi 12 K/L (NKB-KPK) dapat digunakan untuk melakukan pengarus-utamaan KPH, terutama untuk menselaraskan kepentingan sektor lain dan/atau daerah yang terkait upaya mengoperasikan KPH. Segera melengkapi NSPK-SOP dan proses-proses komunikasi.

27 T e r i m a k a s i h

28 DAFTAR ISI DESKRIPSI I.   PENDAHULUAN Peran KPH Perkembangan KPH dan catatan tantangannya.   Arah, kebijakan dan langkah-langkah pelaksanaan KPH ke depan, termasuk pentingnya penyesuaian peraturan-perundangan dan organisasi kehutanan saat ini. Peraturan KPH dan yang terkait KPH, ringkasan isinya, dasar pemikiran “no KPH no budget”. Mengapa buku ini disusun serta kerangka isinya. Hubungan Buku I dan Buku II II.  KPH: URGENSI DAN TRANSFORMASI PERUBAHAN STRUKTURAL KEHUTANAN INDONESIA  Perubahan tata nilai dan mindset Kayu sebagai keutamaan hasil hutan, perizinan, ekonomi biaya tinggi, kebijakan secara adil dan masalah-masalah osial. Perubahan mindset diperlukan dan dijalankan pada tingkat kelembagaan dan kebijakan, karena terbukti gagal apabila perubahan dilakukan hanya di tingkat operasional saja. Perubahan tata-kepemerintahan kehutanan Masalah tata-kepemerintahan hutan dan lahan (UNDP, 2013) serta persoalan pengurusan dan pelaksanaan izin (KPK, 2013). Hubungan antara masyarakat/pengusaha dan Pemerintah/Pemda dalam pengelolaan hutan tidak efektif. Pemisahan fungsi administrasi, manajemen dan perencanaan dilakukan untuk mewujudkannya pembaruan kelembagaan. Efektifitas dan efisiensi peran organisasi kehutanan daerah dan organisasi perencanaan. Perubahan kelembagaan kehutanan Arah struktur organisasi kehutanan di Pusat Peran KPH sebagai instrumen penting di tingkat tapak. Kelembagaan kehutanan pada tingkat propinsi dan kabupaten. Kesepakatan nasional sudah mengarahkan KPH sebagai instrumen utama pembenahan kelembagaan kehutanan tersebut. Perubahan sistem pengelolaan sumberdaya hutan Penguatan fungsi konservasi, lindung dan produksi dikaitkan dengan ekoregion (landscape management). Penjelasan teknis penyelarasan RKTN-RPTP-RKTK-RJPKPH dalam hubungan spasial dengan tata ruang dan rencana pembangunan daerah. Konsep “No KPH, No permit” serta RHL dalam KPH. III. MAINSTREAMING PERATURAN DAN PERUNDANGAN KEHUTANAN Kondisi Pengelolaan Hutan Kondisi dan masalah pokok pengelolaan hutan konservasi, lindung dan produksi untuk memberi gambaran fungsi KPH sebagai instrumen untuk memperbaikinya Konsep dan Prinsip Pengarus-utamaan KPH KPH bagian dari ‘institutional change” disamping sesuai peraturan dan infrastruktur/sarana fisik, juga distribusi power, komunikasi, peran aktor dan jaringan. [Dua disertasi yang fokus pada komunikasi dan arena aksi pembangunan KPH] Arah Perubahan/ Transformasi Kebijakan Pelaksanaan pengelolaan hutan jangka pendek, menengah dan panjang dan peran KPH baru dibentuk dan yang sudah beroperasi. Transformasi kelembagaan dan kebijakan untuk KPHK Pengelolaan KPHK perlu transformasi yang spesifik karena menyangkut kekhasan landasan undang-undang dan kekhasan kewenangan, serta kekhasan pengelolaan di tingkat tapak

29 DAFTAR ISI DESKRIPSI IV. MAINSTREAMING PENGURUSAN HUTAN DI DAERAH Tupoksi Prop. dan Kab. dan hubungan tata kerja dengan KPH Meringkas dan memaknai peraturan-perundangan yang terkait dengan tupoksi kehutanan di tingkat Propinsi dan Kabupaten serta peran KPH di dalamnya. Memaparkan alternatif hubungan tata kerja KPH dan Pemegang Izin Menjabarkan fungsi-fungsi khusus KPH yang mengkaitkan manajemen hutan dan perencanaan hutan oleh pemegang izin [Memperhatikan konsep Ditjen BUK dalam mentransformasikan sistem perizinan ke operasionalisasi KPH—bahan dalam pelaksanaan Renaksi NKB-KPK]. Peluang reformasi relasional KPH-BUMN (Inhutani) Mewujudkan Pemisahan Peran Administrasi, Manajemen dan Perencanaan Hutan secara Bertahap di Daerah Dengan menggunakan Rencana Jangka Panjang KPH, Pemda dapat menetapkan target-target pembangunan kehutanan daerah, baik target fisik, insfrastruktur ekonomi dan sosial, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi hutan dan lahan serta pemulihan daya dukung lingkungan. Pembangunan tersebut disejalankan dengan RPJM dan Renstra Instansi Kehutanan yang ada Pengalaman empirik KPH dan pembangunan daerah Tatahubungan kerja KPHK dan pemerintah daerah Masalah intensitas hubungan kerja antara manajemen kawasan konservasi dengan pemerintah daerah Setting KPH, dan perbaikan tata hubungan kerja V. PEMBELAJARAN DARI PEMBENTUKAN DAN OPERASIONALISASI KPH Pembelajaran dari KPHP dan KPHL: Pembelajaran dari Sumatra Pembelajaran dari Kalimantan Pembelajaran dari Jawa dan Nusra Pembelajaran dari Sulawesi Pembelajaran dari Maluku Pembelajaran dari Papua Pembelajaran operasionalisasi KPHK Untuk setiap daerah memuat isi pembalajaran, yang terdiri dari tetapi tidak terbatas pada: Tema/fokus pembelajaran Proses dan hasil kerja Pemahaman pihak-pihak terhadap KPH Hambatan utama, termasuk kelemahan kebijakan Faktor kunci keberhasilan Peran pendampig dan jaringan VI. MENUJU KPH MANDIRI - APA YANG HARUS DILAKUKAN? Konsep pemandirian institusi Dijelaskan bagaimana institusi dapat mandiri baik secara struktural maupun fungsional [Peter Guy, 2000] serta berkemampuan membangun jaringan [Max Krott, 2005]. Keselarasan antara potensi/kekayaan SDH, “sistem” dan “orang” Mengenali kekayaan SDH sebagai landasan menjalankan (pembaruan) sistem pengelolaan hutan serta bekerjanya SDM “melampaui” struktur yang telah ditetapkan Pengalaman penyiapan PPK-BLUD KPH KPH sebagai unit pelayanan publik dan sebagai unit produksi. Ringkasan Buku PPK BLUD. Potret dan dinamika usaha oleh KPH dan penyiapan PPK BLUD

30 DAFTAR ISI DESKRIPSI Penyiapan Business Model KPH dan Business Plan Penetapan Kelas Perusahaan dan internalisasinya ke dalam RP KPH. Prospek bisnis KPH. Penyiapan rencana invrestasi melalui business plan untuk kelas perusahaan tertentu Penyiapan kelembagan bisnis KPH Perubahan tata nilai management KPH dari manajemen pemberi dan pegawas ijin menjadi manajemen enterpreneur. Pembangunan kapasitas lembaga untuk menjalankan bisnis profesional Kemitraan bisnis komersial Tipe-tipe kerjasama bisnis antara KPH dengan pelaku usaha. Pertimbangan untuk menetapkan kerjasama bisnis. Negosiasi dan transaksi VII. MEMBANGUN PROFESONALISME SDM KPH Urgensi SDM profesional di KPH, baseline status SDM KPH, tantangan yang dihadapi Penguasaan terhadap masalah dan akar masalah pengelolaan hutan UU ASN dan urgensinya bagi KPH SDM KPH perlu memahami apa yang tersurat dan tersirat dalam menjalankan organisasi. Pengetahuan untuk menetapkan akar masalah agar mampu memecahkan masalah secara efektif. Pemberlakuan AEC 2016 Mempratekkan hasil pendidikan dan latihan dalam dunia nyata Pengatahuan dan keterampilan selamanya hanya sebagai “potensi” apabila tidak diikuti dengan pengetahuan mengenai “arena aksi” dan strategi menjalankan pengetahuan dan keterampilan tersebut. Sertifikasi kompetensi termasuk standardnya Standar kompetensi dan strategi pencapaiannya  Kompetensi membangun jaringan Organisasi saat ini tidak dapat hanya bersifat myopic ke dalam namun juga harus dapat memanfaatkan sumberdaya di luarnya. Prinsip-prinsip membangun jaringan diperlukan bagi tenaga profesiaonal KPH. VII. KEMITRAAN KPH DAN MASYARAKAT Hubungan Masyarakat dan Hutan Setiap hubungan antara hutan dan masyarakat mempunyai karakteristik tertentu yang harus fihahami. Sifat-sifat hubungan ini menjadi landasar utama dalam proses dan pelaksanaan kemitraan Konsep dan Prinsip Kemitraan Terdapat konsep collective actions dan hubungan principal-agent yang perlu difahami dalam pelaksanaan kemitraan Langkah-langkah pelaksanaan kemitraan Model-model kemitraan. Prospek kemitraan melalui skema perijinan HKm, HD, HTR, HA. Tahapan dan perhatian-perhatian penting dalam menginisiasi dan menjalankan kemitraan antara KPHdan masyarakat di wilayah tertentu. Community venturing Membangun kerjasama usaha (joint venture) dengan UKN kehutanan di KPH VIII. STANDARD KINERJA KPH  Konsep dan Prinsip Penetapan Kinerja KPH Mendefinisikan lingkup pembangunan dan kinerja KPH, mengetahui kondisi/situasi kunci yang perlu diukur dalam penilaian pelaksanaan pembangunan dan kinerja KPH Kriteria dan Indikator Pembangunan dan Kinerja KPH Menyajikan hasil telaah kriteria dan indikator pembangunan dan kinerja KPH Implikasi bagi Manajemen KPH Strategi dan langkah-langkah Kepala KPH menggunakan hasil penilaian standar kinerja KPH IX.    STRATEGI KE DEPAN Lessons learned pembangunan KPH Perubahan konteks strategis Strategy map pembangunan KPH ke depan. Pokok-pokok roadmap pembangunan KPH beserta implikasi kebijakan, kelembagaan, pendanaan, dan hubungan pusat-daerah-KPH.


Download ppt "Hariadi Kartodihardjo Bogor, 12 Juni 2014"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google