Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

BAB III HUKUM SEBAGAI OBYEK ILMU HUKUM

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "BAB III HUKUM SEBAGAI OBYEK ILMU HUKUM"— Transcript presentasi:

1 BAB III HUKUM SEBAGAI OBYEK ILMU HUKUM

2 TUJUAN HUKUM Pada fungsinya sebagai perlindungan manusia hukum mempunyai tujuan artinya mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah “menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan”. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat di harapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Saat mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antara perseorangan dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Berbagai pakar di bidang Hukum maupun di bidang ilmu sosial lainnya mengemukakan pendapatnya masing-masing tentang tujuan hukum, sesuai dengan titik tolak serta sudut pandang mereka. Namun dari keseluruhan pendapat tentang apa yang merupakan tujuan hukum, dapat diklasifikasikan ke dalam 3 aliran konvensional masing –masing, antara lain sebagai berikut :

3 1. Theori Etis. Menurut teori etis hukum semata-mata bertujuan tentang isi hukum ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang adil atau tidak. Menurut hukum ini hukum bertujuan merealisir atau mewujudkan keadilan. Tentang isi keadilan sukar memberikan bahasannya. Menurut “Aristoteles” membedakan ada 2 (dua) macam keadilan yaitu : a. Justitia Distributiva Menuntut bahwa setiap orang mendapatkan apa yang menjadi haknya “Suum Cuique Tribuere” ( to each his own) haknya ini tidak sama untuk setiap orangnya tergantung pada : kekayaan, kelahiran, pendidikan, kemampuan, dsb; sifatnya proposional justitia distributiva ini merupakan kewajiban pemerintah terhadap warganya, menentukan apa yang dapat dituntut oleh warga masyarakat, justitia distributiva ini merupakan kewajiban pembentukan undang-undang untuk diperhatikan dalam penyusunan UU. Keadilan ini memberikan kepada orang menuntut jasa & kemampuannya. Disini bukan kesamaan yang dituntut tetapi perimbangan. 3

4 Contoh : Pasal 30 ayat 1 UUD’45 yang isinya: Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara Pasal 6 ayat 1 UUD’45 yang isinya: Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan wakil Presiden.

5 Jusititia Distributiva
b. Justitia Commutativa Memberikan kepada setiap orang sama banyaknya. Disini yang dituntut adalah kesamaan, yang adil ialah apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan, dsb. Perbandingan : Jusititia Distributiva Justitia Commutativa Urusan Pembentukan UU Hakim Sifat Proposional Kesamaan

6 Menurut Prof. Van Apeldoorn teori etis ini berat sebelah, karena ia melebih-lebihkan kadar keadilan hukum, sebab ia tak cukup memperhatikankeadaan sebenarnya. Hukum menetapkan peraturan-peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-orang dalam pergaulan masyarakat. Jika hukum semata-mata menghendaki keadilan, jadi semata-mata mempunyai tujuan memberi tiap-tiap orang yang patut diterimanya, maka ia tak dapat membentuk peraturan umum. Jika tak peraturan umum berarti ketidaktentuan, mengenai apa yang disebut adil atau tidak adil, dan jika ketidaktentuan inilah yang selalu akan menyebabkan perselisihan antar anggota masyarakat, dan justru menjadi penyebab keadaan tidak teratur dan tentunya tidak tertib hukum. Dengan demikian hukum harus menentukan peraturan umum, harus menyamaratakan. Tetapi keadilan melarang menyamaratakan, keadilan menuntut supaya setiap perkara harus ditimbang sendiri yang mana ini merupakan tugas hakim.

7 2. Theori Utilitis (Eudaemonistis) → dengan tujuan Kemanfaatannya
2. Theori Utilitis (Eudaemonistis) → dengan tujuan Kemanfaatannya. Menurut teori ini hukum ingin menjamin kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya ( the grestest good of the greates number),. Pada hakekatnya menurut Jeremi Bentham teori ini tujuan hukum adalah menfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang terbanyak. Kepastian melalui hukum perseorangan merupakan utama daripada hukum. Padahal apa yang berfaedah bagi orang yang satu, mungkin merugikan orang lain. Pendapat Jeremy Bentham “dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum, namun tidak memperhatikan unsur keadilan”. Sebaliknya menurut Mr. J.H.P. Bellefroid dalam bukunya “Inleiding tot de Rechtswetens chap in Nederland” isi hukum harus ditentukan menurut dua asas yaitu asas keadilan dan faedah/ manfaat.

8 3. Theori Yuridis → Dogmatik dengan kepastian hukumnya Aliran ini bersumber dari pemikiran Pasitivis di dunia hukum yang cenderung melihat hukum sebagai suatu yang otonom, mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tidak laij hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya Kepastian Hukum. Bagi penganut aliran ini, kepastian hukum ini diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum. Contoh : Barang siapa mengambil barang milik orang lain dengan maksud ingin memiliki dengan cara melawan hak, dapat dihukum (Pasal 362 KUHPid).

9 Perkataan “barang siapa” pada pasal itu menunjukan pengaturannya yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau manfaat melainkan semata-mata untuk Kepastian. Menurut penganut teori ini meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil atau tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal, asalkan kepastian hukum terwujud. Hukum identik dengan kepastian. Bagi penganut aliran ini “Tujuan Hukum” yang tertuang dalam rumusan aturan tadi merupakan “kepastian” yang harus diwujudkan atau tepatnya “Janji Hukum” adalah sesuatu yang “seharusnya” → Ingat bahwa apa yang seharusnya (Sollen) belum tentu. Hal tersebut aturan hukum dibuat dan diterapkan oleh manusia yang terpengaruh dengan berbagai aspek kemanusiaan, faktor manusia dalam penerapannya memberikan porsi keadilan maupun kemanfaatannya secara kasuistik. 9

10 4. Tujuan Hukum menurut Pakar Hukum di Indonesia a
4. Tujuan Hukum menurut Pakar Hukum di Indonesia a. Menurut Mochtar Kusumaadmadja : Tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok (Fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur, disamping ketertiban tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda- beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. b. Menurut Prof. Subekti : Hukum itu mengabdi pada Tujuan Negara yaitu “mendatangkan kemakmuran dari kebahagiaan para rakyatnya” dalam mengabdi kepada tujuan negara dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban. c. Menurut Pendapat Achmad Ali, kedua aliran tersebut disebut aliran konvensional yang ekstrem dan sangat sulit untuk di anut dalam masyarakat hukum yang kompleks ini.

11 Menurut Achmad Ali, tujuan hukum dapat dikaji melalui 3 sudut pandangan antara lain :
Dari sudut pandang Ilmu Hukum Positif Normatif atau Yuridis Dogmatik, unsur tujuan hukum dititik beratkan pada segi Kepastian Hukum. Dari sudut pandang Filasfat Hukum, dominan tujuan hukum dititik beratkan pada segi Keadilan. Dari sudut pandang Sosiologi Hukum, tujuan hukum dititik beratkan pada segi Manfaatnya. Menurut apa yang sebenarnya yang dinamakan tiga nilai dasar hukum oleh Radbruch dapat disebut sebagai tujuan hukum dalam makna yang lain adalah: a. Keadilan ; b. Kemanfaatan ; c. Kepastian. Secara khusus masing-masing bidang hukum mempunyai tujuan yang spesifik. Contohnya adalah Hukum Pidana dan Hukum Perdata.

12 FUNGSI HUKUM Fungsi Hukum menurut Joseph Raz Untuk mencapai tujuannya, hukum harus difungsikan menurut fungsi-fungsi tertentu. Apakah fungsi dari hukum? Jawabnya tergantung yang ingin kita capai apa, karena fungsi hukum itu luas, tergantung tujuan-tujuan hukum umum dan tujuan yang khusus dan seyogianya hukum dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan yang dimaksudkan. Menurut Joseph Raz : melihat fungsi hukum sebagai fungsi sosial yang dibedakannya hukum ke dalam : a. Fungsi Langsung ; b. Fungsi tidak Langsung.

13 A. Fungsi Langsung a. Fungsi langsung yang bersifat primer, mencakup : 1. Pencegahan perbuatan tertentu dan mendorong dilahirkannya perbuatan tertentu ; 2. Penyediaan fasilitas bagi rencana-rencana privat; 3. Penyediaan servis dan pembagian kembali barang- barang. 4. Penyelesaian perselidihan di luar jalur reguler. b. Fungsi langsung yang bersifat sekunder, mencakup : 1. Prosedur bagi perubahan hukum ; 2. Prosedur bagi pelaksanaan hukum.

14 B. Fungsi Tidak Langsung Adalah memperkuat atau memperlemah kecenderungan untuk menghargai nilai-nilai moral tertentu, contoh : 1. Kesucian hidup ; 2. Memperkuat atau memperlemah penghargaan terhadap aturan umum ; 3. Mempengaruhi perasaan kesatuan nasional ; 4. Dsb.

15 Sedangkan menurut “Achmad Ali” Fungsi hukum dibedakan menjadi:
Fungsi hukum sebagai “a tool social control” (Law is a tool of social control) Menurut Ronny Hantijo Sumitro, Kontrol Sosial merupakan aspek normatif dari kehidupan sosial atau dapat disebut sebagai pemberi definisi dari tingkah laku yang menyimpang serta akibat-akibatnya, seperti larangan-larangan, tuntutan-tuntutan pendanaan dan pemberi ganti rugi. Dari Ronny Hantijo Sumitro, kita dapat menangkap “isyarat” bahwa hukum bukan satu-satunya alat pengendali atau pengontrol sosial. Hukum hanya sebagai salah satu kontrol sosial di dalam masyarakat. Jadi fungsi hukum sebagai alat pengendali sosial dapat diterangkan sebagai fungsi hukum untuk menetapkan tingkah laku mana yang dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum dan apa sanksi atau tindakan yang dilakukan oleh hukum jika terjadi penyimpangan tersebut.

16 Sehingga Ronny menjelaskan :
Tingkah laku yang menyimpang merupakan tindakan yang tergantung pada kontrol sosial. Ini berarti kontrol sosial menentukan tingkah laku bagaimana yang merupakan tingkah laku yang menyimpang. Maka tergantung tingkah laku itu pada kontrol sosial makin berat nilai penyimpangan pelakunya. Berat ringannya tingkah laku menyimpang tergantung : dari masing-masing masyarakat berbeda kuantitas sanksi terhadap suatu penyimpangan tertentu terhadap hukum. Contoh : “hukuman bagi perintah“ Hukum Islam → lebih ringan KUHPidana → lebih ringan Dengan demikian jika dilihat dari uraian diatas jika fungsi hukum sebagai pengendalian sosial. Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial, tidaklah sendirian di dalam masyarakat, melainkan fungsi itu bersama-sama dengan pranata- pranata sosial lainnya yang juga melakukan fungsi pengendalian sosial. Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial merupakan fungsi “pasif” disini artinya hukum-hukum menyesuaikan diri dengan kenyataan masyarakat.

17 2. Fungsi hukum sebagai “a tool of social Engineering” (Law is a tool social engineering) a. Konsep hukum sebagai “a tool of social engineering” dianggap suatu konsep yang netral, yang dicetuskan oleh Roscoe Pound. b. Konsep “a tool of social engineering” ada yang diajarkan oleh aliran Historis dari Frederich Karl Von Savigny”. Aliran historisnya Savigny mengatakan “das recht wird nicht Gemachtes ist Undwird mit dem Valke” artinya hukum itu tidak dibuat tetapi ada dan berkembang bersama- sama ditengah-tengah masyarakat karena hukum itu sendiri sebagai jiwa masyarakat (Volkgist), hal ini diperjelas dengan adeguim “Ubi Sacietas ibi uis” (dimana ada masyarakat disitu ada hukum) maksudnya, hukum pada awalnya lahir dari kebiasaan dan kesadaran hukum masyarakat, kemudian dari putusan hakim, tetapi bagaimanapun juga diciptakan oleh kekuatan-kekuatan dari dalam yang bekerja secara diam- diam dan tidak oleh kemauan dari badan legeslatif.

18 Konsep hukum ini jika dikaitkan dengan masyarakat yang masih sederhana memang masih tepat hukum kebiasaan menonjol pada masyarakat yang sederhana disini hukum sebagai gejala sosial. Menurut Scholten : Undang-undang adalah sebagian dari hukum dan tidak semua yang tergantung dalam UU adalah hukum. Contoh : 1. Barang siapa yang memperlihatkan gambar atau alat kontrasepsi kepada masyarakat belum berumur 17 tahun, sesuatu gambar atau sesuatu cara yang dipergunakan untuk mencegah atau mengganggu hamil, dihukum penjara dan denda sebanyak-banyaknya Rp ,- 2. Pasal 530 KUH Pidana Pemuka agama yang melakukan sesuatu upacara agama dalam menikahkan orang yang hanya boleh dinikahkan di muka pejabat burgelijk staad (BS). Sebelum kedua belah pihak menyatakan bahwa mereka telah kawin dihadapan pejabat dihukum denda sebanyak- banyaknya Rp ,-

19 Ini sebagai bukti bahwa tidak semua yang tertuang dalam UU adalah Hukum. Berhadapan dengan aliran historis ini, maka Roscoe Pound mengemukakan konsep “a Tool of Social Engineering” yang memberikan dasar bagi kemungkinan digunakannya hukuman secara sadar untuk mengadakan perubahan masyarakat. Kemudian Pengertian “a Tool of Social Engineering” oleh Soerjono Soekanto adalah : Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat dalam arti bahwa hukum mungkin digunakan sebagai alat oleh Agent of Change. Agent of change atau pelopor perubahan adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin atau lebih lembaga-lembaga masyarakat. Pelopor perubahan memimpin masyarakat dalam tekanan-tekanan untuk mengadakan perubahan, dan bahkan mungkin menyebabkan perubahan-perubahan pula pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Suatu perubahan sosial yang dikehendaki atau direncanakan selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan pelopor perubahan tersebut. Cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan “ Social Engineering” atau “ planning”. Tentunya sebelum menggunakan hukum sebagai “ a Tool of Social Engineering “, harus diperhatikan berbagai aspek non hukum agar nantinya peraturan hukum yang dibuat dan dipergunakan itu dapat mencapai tujuan yang menjadi sasarannya. Kalau tidak, mungkin hal sebaliknya yang bakal terjadi.

20 3. Fungsi hukum sebagai Simbol. L. B
3. Fungsi hukum sebagai Simbol. L.B. Curzon yang dimaksud simbolis : Simbolis itu mencakupi proses-proses dalam mana seseorang menerjemahkan atau menggambarkan atau mengartikan dalam suatu istilah yang sederhana tentang perhubungan sosial serta fenomena lainnya yang timbul dari interaksinya dengan orang lain. “Involves the process where by persons consider in simple term the social relation ships and other phenomena arising from their interaction” Contoh : seseorang yang mengambil barang milik orang lain dengan maksud memiliki dengan jalan melawan hukum, oleh hukum pidana disimbolkan sebagai Tindakan Pencurian.

21 4. Fungsi Hukum sebagai Alat Politik Hukum dan politik sulit dipisahkan, khususnya hukum tertulis mempunyai kaitan langsung dengan negara. Bahwa pemisahan politik secara tegas sebagaimana dituntut ajaran murni tentang hukum, hanya berkaitan dengan ilmu hukum, dan bukan dengan obyeknya yaitu hukum. Dengan tegas dikatakan hukum tidak dapat dipisahkan dengan politik. Demikian juga pendapat lain yang manyatakan hukum tidak mungkin dipisahkan dengan politik. Terutama pada masyarakat yang sedang membangun, dimana pembangunan tidak lain merupakan keputusan politik, sedangkan pembangunan jelas membutuhkan legalitas dari sektor hukum Mac Iver, melihat bahwa dalam negara ada 2 (dua) jenis hukum, yaitu : (1). Ada hukum yang mengemudikan negara ; (2). Ada hukum yang digunakan negara sebagai alat untuk memerintah. Hukum yang mengendalikan negara adalah hukum konstitusi, sedang yang lainnya untuk kepentingan pembedaan, kita sebut “hukum biasa (ordinary law)”.

22 5. Fungsi Hukum sebagai Mekanisme Integrasi Setiap manusia mempunyai kepentingan, kadang-kadang kepentingannya selaras namun kadang karena kepentingan yang berbeda menimbulkan konflik. Untuk menyelesaikan konflik, ada yang berpendapat hukum itu hanya berfungsi untuk menyelesaikan konflik, hal tersebut adalah tidak benar, karena hukum berfungsi : a. sebelum terjadinya konflik ; b. sesudah terjadinya konflik. Atau dapat dikatakan ada 2 (dua) jenis penerapan hukum, yaitu : a. Penerapan hukum dalam hal tidak ada konflik ; contoh : dalam hal jual beli barang, si penjual menyerahkan barangnya sedangkan si pembeli telah membayar harga barang secara lunas. b. Penerapan hukum dalam hal terjadi konflik ; contoh : barang yang telah dijual belum diserahkan kepada pembeli sedang pembeli tidak mau membayar lunas harga barangnya.

23 Hal tersebut menunjukkan hukum berfungsi sebagai “mekanisme untuk melakukan integrasi” terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat, baik tidak ada konflik maupun setelah/waktu terjadi konflik dalam masyarakat, namun bukan hanya hukum satu-satunya sarana pengintegrasi, melainkan masih terhadap sarana pengintegarsi lain, seperti : kaidah agama, kaidah moral, dsb.

24 ASAS HUKUM DAN SISTEM HUKUM
I. ASAS HUKUM Tentang batasan asas hukum ada berbagai pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli hukum antara lain : a. Pendapat Bellefroid : Asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum umum merupakan pengendapan dari hukum positif. b. Pendapat Paul Scholten : Asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang diisyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan merupakan sifat-sifat umum dengan keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi harus ada.

25 d. Pendapat Satjipto Raharjo :
c. Pendapat Eikema Hommes : Asas hukum bukanlah norma-norma hukum konkrit tetapi sebagai dasar-dasar pikiran umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku. Asas hukum adalah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentuk hukum positif d. Pendapat Satjipto Raharjo : Asas hukum adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan hukum karena ia merupakan landasan paling luas bagi lahirnya peraturan hukum atau ia adalah “rasio legisnya peraturan hukum dan pada akhirnya peraturan-peraturan hukum itu harus dikendalikan kepada asas tersebut”

26 Undang-Undang tidak berlaku surut secara tegas tercantum dalam Pasal 2 AB (Algemene Bepalingen Van Wetqewing) = Undang-undang itu hanya berlaku bagi masa yang akan datang dan tidak mempunyai kekuatan berlaku surut. Hal tersebut dapat pula disimpulkan dalam pasal 1 ayat (1) KUH Pidana “ Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”. ASAS :”Nullum delectum noella poena suie praevia legi paenalle”. Contoh : Sebelum dikeluarkan UU Korupsi, UU tentang Tindak Pidana Korupsi. Maka orang yang melakukan perbuatan korupsi tidak dapat dipidana, sebab belum ada UU yang mengaturnya.

27 Contoh: a. buku I BW → tentang Perkawinan yaitu tidak berlaku
1. Lex pasteriore derogat lex priore artinya : Bahwa Undang-Undang yang baru itu merubah, meniadakan undang-undang yang lama yang mengatur materi yang sama. Contoh: a. buku I BW → tentang Perkawinan yaitu tidak berlaku lagi setelah dikeluarkannya UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. b. HIR _ KUHAP 2. Lex Specialis derogat lex generalis artinya : Undang–undang yang bersifat khusus mengesampingkan Undang-undang yang bersifat Umum. Contoh: Pasal 1 KUH Dagang → KUH Perdata berlaku juga terhadap suatu hal yang diatur oleh KUHD, sekedar dalam KUHD tidak mengatur secara khusus menyimpang.

28 Dari pengertian tentang asas hukum yang dikemukakan oleh ke empat orang ahli hukum tersebut, maka dapat di ambil kesimpulan : “Asas hukum adalah dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum dan dasar-dasar umum tersebut adalah merupakan sesuatu yang mengandung nilai-nilai etis” “Peraturan hukum adalah peraturan konkrit tentang cara berperilaku di dalam masyarakat dan peraturan hukum merupakan konkritisasi dari asas hukum”. Satjipto Raharjo mengemukakan : “ Asas hukum bukanlah norma hukum konkrit karena asas hukum adalah jiwanya norma hukum”.

29 Perbedaan antara asas dan norma adalah :
a. Asas merupakan dasar pemikiran yang umum & abstrak sedangkan norma merupakan aturan yang riil; b. Asas adalah suatu ide atau konsep sedangkan norma adalah penjabaran dari ide tersebut ; c. Asas tidak mempunyai sanksi sedangkan norma mempunyai sanksi. Contoh : ● Asas Presumption of Innocence (praduga tak bersalah), yaitu : bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada keputusan hakim yang menyatakan bahwa ia bersalah & keputusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. ● Asas “In dubio pro reo” dlam keraguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi terdakwa. ● Asas “Sinuili Sinuilibus” ialah bahwa perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama (serupa). ● Asas “pacta Sumt Servanda” bahwa perjanjian yang sudah disepakati berlaku sebagai UU bagi pihak-pihak yang bersangkutan.

30 Asas Hukum menurut Bellefroid
“Adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan- aturan yang Umum” Eikema Hommes ( Notoamidjojo ) : dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. Scholten : asas hukum adalah kecenderungan- kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya tetapi tidak boleh hal ini harus ada.

31 Simpulan : asas hukum = - bukan merupakan hukum konkrit - merupakan dasar yang umum dan abstrak - merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam dan belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan/ putusan hakim yang merupakan hukum positif. Asas Hukum mempunyai 2 (dua) Landasan: Riil → berakar pada kenyataan masyarakat. Idiil→ berakar pada nilai-nilai yang dipilih sebagai pedoman oleh kehidupan bersama. Asas hukum bersifat dinamis, berkembang menurut kaidah hukum dan kaidah hukum berubah mengikuti perkembangan masyarakat, jadi terpengaruh waktu dan tempat ( Historische bestimmat) Ada Asas hukum yang bersifat Universal dimana asas ini meliputi : a). asas Kepribadian d). asas Kewibawaan b). asas Persekutuan e). asas Pemisahan antara yang c). asas Kesamaan baik dan buruk

32 II. SISTEM HUKUM Sistem Hukum : (Suroyo W) Suatu rangkaian kesatuan peraturan-peraturan hak yang disusun secara tertib menurut asas-asasnya Sistem Hukum : (Subekti) Suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana/ pola Menurut Sudikno Mertokusumo : Adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur- unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap komplex unsur-unsur yuridis seperti : peraturan hukum, asas hukum dan pengertian hukum.

33 Sistem Hukum di Dunia a. Sistem Hukum EROPA KONTINENTAL → di Perancis kemudian diikuti negara Eropa Barat →Belanda, Jerman, Belgia, Swiss, Italia, Amerika Latin → Indonesia Hukum memperoleh kekuatan mengikat karena diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang. Tujuannya adalah untuk Kepastian Hukum ; b. Sistem Hukum ANGLO SAXON ; sistem ini → Hakim di Pengadilan menggunakan prinsip “membuat hukum sendiri”. c. Sistem Hukum ADAT ; d. Sistem Hukum ISLAM.

34 Hukum → Dikatakan sebagai sistem → (Fuller) jika memenuhi 8 asas → (Principles of Legality).
Secara sistematik harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh mengandung keputusan ad hoc ; peraturan-peraturan yang telah dibuat harus di umumkan ; peraturan-peraturan tidak boleh ada yang berlaku surut ; peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti ; suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain ; peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan ; tidak boleh sering mengubah peraturan sehingga menyebabkan kehilangan Orientasi ; harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya.

35 Asas hukum mengemban 2 (dua) fungsi ganda :
1. sebagai fondasi dari sistem hukum positif; 2. sebagai batu uji kritis terhadap sistem hukum. Hukum oleh Bruggink didefinisikan sebagai suatu sistem konseptual aturan hukum dan putusan hukum.

36 Sumber : MODUL PIH KELAS A,B,C,D,E dan F
SELESAI Sumber : MODUL PIH KELAS A,B,C,D,E dan F


Download ppt "BAB III HUKUM SEBAGAI OBYEK ILMU HUKUM"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google