Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

INVOLUSI PERTANIAN suatu kondisi di mana sektor pertanian seperti ”jalan di tempat” gejala pemelaratan masyarakat miskin proses berbagi kemiskinan.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "INVOLUSI PERTANIAN suatu kondisi di mana sektor pertanian seperti ”jalan di tempat” gejala pemelaratan masyarakat miskin proses berbagi kemiskinan."— Transcript presentasi:

1 INVOLUSI PERTANIAN suatu kondisi di mana sektor pertanian seperti ”jalan di tempat” gejala pemelaratan masyarakat miskin proses berbagi kemiskinan

2 Ciri-ciri Sektor pertanian yang involutif:
Produktivitas pertanian yang stagnan Kesejahteraan petani rendah Perkembangan pertanian jalan ditempat Riset yang mandeg (lembaga penelitian dan perguruan tinggi) Kemandegan institusi pertanian Kemandegan sistem penyuluhan pertanian Kemandegan lembaga penelitian pertanian Kemandegan birokrasi pertanian

3 proses pemiskinan yang terjadi di pedesaan Jawa, sebagai akibat pertumbuhan penduduk dan tekanan kolonialisme dalam bentuk sistem tanam paksa. Di samping menanam padi untuk memenuhi kebutuhan subsistennya, petani juga dipaksa menanam tanaman perkebunan (gula) sebagai pengganti pajak.

4 Pembayaran pajak dalam wujud hasil-hasil pertanian dianggap lebih menguntungkan dan lebih mudah dikumpulkan daripada pembayaran dalam bentuk uang. Sistem tanam paksa ini menghasilkan laba besar bagi Pemerintah Hindia Belanda, tetapi mendatangkan musibah bagi rakyat.

5 Agar bisa bertahan dari tekanan, rakyat memproduksi banyak anak
Agar bisa bertahan dari tekanan, rakyat memproduksi banyak anak. Terjadilah kemudian apa yang disebut sebagai pembagian kemiskinan (shared poverty). Petani yang lahannya sudah sempit membagi kesempatan kerja kepada tetangga dan kerabat. Dengan cara ini, kerja dalam tekanan kolonialisme dirasa tidak terlalu berat. Yang terjadi, lahan petani terfragmentasi dan produktivitas pertanian semakin menurun.

6 Pertanian di Jawa pada akhirnya tidak mampu menyerap hasil lebih dari investasi dalam perkebunan gula, karena nilai tambah dari gula diambil alih oleh Belanda. Kondisi inilah yang dilihat Geertz sebagai latar belakang terjadinya pemelaratan mendalam pada rakyat Jawa

7 Gambaran: Pertama, kebijakan kolonial Hindia Belanda ( ) adalah membawa produk pertanian dari Jawa yang subur ke pasar dunia, di mana produk-produk tersebut sangat dibutuhkan dan laku, tanpa mengubah secara fundamental struktur ekonomi pribumi. Namun, pemerintah kolonial tak pernah berhasil mengembangkan ekonomi ekspor secara luas di pasar dunia, seperti halnya Inggris pada masa yang sama, sehingga kepentingan utama Pemerintah Belanda tetaplah bertumpu pada koloninya: Hindia Belanda.

8 Kedua, upaya pemerintah kolonial untuk meraih pasar internasional adalah mempertahankan pribumi tetap pribumi, dan terus mendorong mereka untuk berproduksi bagi memenuhi kebutuhan pasar dunia. Keadaan ini mewujudkan struktur ekonomi yang secara intrinsik tidak seimbang, yang oleh JH Boeke (1958) disebut dualisme ekonomi.

9 Teori Dualistik Boeke (guru besar ekonomi Belanda), bahwa keadaan perekonomian dan kehidupan di Indonesia adalah begitu khas dan berbeda dgn keadaan dunia Barat. Pengertian dualisme sosial adalah citra masyarakat tertentu pada saat yg sama mempunyai dua system yg berbeda, dan keduanya hidup saling berdampingan. pada satu bagian masy terdapat system sosial yg lebih modern (Barat) sebgai akibat hub dagang. Sementara itu pada sebagian masy yg lain, pada saat yg sama system sosialnya tdk menagalami perubahan yg berarti (status quo).

10 Teori Booke tentang dualisme pembangunan pertanian (agricultural dualism) yakni adanya sektor pertanian moderen (maju) yang berjalan berdampingan dengan sektor pertanian tradisonal (tidak maju). Keduanya tidak ada interaksi sehingga sektor modern menjadi ”enclave” / daerah kantong bagi sektor tradisional.

11 Industri pertanian modern (agribisnis/agroindustri)
Industri input pertanian Industri pertanian Industri pengolahan hasil pertanian Usahatani komersial, dll. Usahatani kecil Usahatani subsisten Usahatani sakap dan buruhtani

12 Keberhasilan pembangunan pertanian akan sangat ditentukan oleh bagaimana menghilangkan kesenjangan diantara keduanya. Terdapat dua kemungkinan untuk mengatasi fenomena dualisme ini: (1) melalui kerjasama kemitraan antara keduanya dalam arti yang sesungguhnya atau (2) men-support habis2an terhadap sektor tradisional. Pengembangan kerjasama antara sektor moderen dengan sektor tradional sudah dilakukan melalui berbagai program seperti PIR, TRI, dll. Pengembangan sektor tradisional juga sudah dilakukan, akan tetapi hasilnya belum bisa dirasakan.

13 Konsep dualisme mempunyai 4 unsur pokok :
Dua keadaan yg berbeda dimana satu keadaan bersifat superior dan keadaan lainnya bersifat inferior yg bisa hidup berdampingan pada ruang dan waktu yang sama. Kenyataan hidup berdampingannya dua keadaan yg berbeda tersebut bersifat kronis dan bukan transisional.

14 3. Derajat superioritas atau inferioritas itu tidak menunjukkan kecenderungan yg menurun (tetap). 4. Keterkaitan antara unsur superior dan unsure inferior tsb menunjukkan bahwa keberadaan unsure superior tersebut hanya berpengaruh kecil sekali atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali dalam mengangkat derajat unsure inferior.

15 Ciri-ciri khusus masyarakat asli Indonesia dari segi ekonomi dikemukakan oleh J.H. Boeke sebagai berikut: 1.Mobilitas faktor-faktor produksi adalah rendah. Mobilitas faktor produksi rendah disebabkan karena sangat terpengaruh oleh tradisi. Masyarakat yang bersifat tradisional tingkah lakunya telah terikat dalam pola-pola tertentu. Penentuan upah, pembagian pekerjaan dan tugas, jam kerja, penggunaan peralatan modal, dan lain-lain bersifat tradisional.

16 2. Pemisahan yang tajam antara kota dan pedesaan
2.Pemisahan yang tajam antara kota dan pedesaan. Ketajaman tersebut sejajar dengan sifat masyarakat Timurnya sendiri. Karena peredaran uang dan ekonomi pasar belum menyusup ke masyarakat pedesaan, masyarakat pedesaan mempunyai sifat utama yaitu haus akan kredit. Pertentangan antara kota dan desa sekaligus merupakan pertentangan antara perdagangan dan industri dengan pertanian dengan kerajinan tangan.

17 3.Pertentangan antara rumah tangga atau perekonomian uang dengan perekonomian barang. Karena perbedaan ini maka pajak yang dikenakan terhadap masyarakat pedesaan yang harus dibayar dalam bentuk uang bersifat sangat memberatkan.

18 4.Yang satu bersifat mekanistik dan masyarakat pedesaan bersifat organik. Prinsipnya kehidupan masyarakat Barat sangat bersifat mekanistik dalam arti rasional zakelijk atau bersifat pamrih, obyektif dalam arti terutama melihat objek yang hendak dicapai dan kurang perhatian terhadap unsur-unsur subyektif, kenyatan-kenyataan yang bersifat metafisik, faktor berbagai macam perasaan dan lain-lain. Irama kehidupan masyarakat Timur sangat ditentukan oleh lingkungan fisik, lingkungan metafisik, maupun lingkungan sosialnya.

19 5.Masyarakat Barat, perekonomiannya bersifat produsen dan masyarakat Timur berperekonomian konsumen. Azas perusahaan modern belum meresap dalam masyarakat Jawa (masyarakat Timur) dan konsumen dikuasai oleh alasan non ekonomi. Seluruh kehidupan dikuasai oleh agama , kebiasaan dan tradisi sesuai agama, tingkah laku terutama ditentukan oleh kebutuhan untuk merasa senang dan kepuasannya secara ekonomis mutlak adalah hal yang sekunder.

20 Ketiga, pada sektor domestik, ada satuan pertanian keluarga, industri rumah tangga, dan perdagangan kecil. Kalau pada sektor ekspor terjadi peningkatan yang dipicu oleh harga komoditas dunia, maka sektor domestik justru mengalami kemerosotan dan kemunduran. Tanah dan petani semakin terserap ke sektor pertanian komersial yang dibutuhkan Pemerintah Hindia Belanda untuk perdagangan dunia.

21 Keempat, akibatnya adalah semakin meningkatnya populasi petani yang berupaya melakukan kompensasi penghasilan uang—hal ini semakin dimantapkan menjadi kebiasaan— dengan intensifikasi produksi pertanian subsisten. Proses pemiskinan di pedesaan Jawa dijelaskan Geertz dalam konteks ini. Kemiskinan di Jawa adalah produk interaksi antara penduduk pribumi (petani di Jawa) dan struktur kolonial pada tingkat nasional dalam konteks politik-ekonomi

22 Ciri-cirinya : kemiskinan di pedesaan yang tinggi,
produktivitas pertanian stagnan, perkembangan sektor pertanian cenderung menurun.

23 Akibatnya, sistem pangan kita terganggu
Berdampak lebih parah apabila institusi pertanian pun involutif. Hal ini misalnya tampak dari: gejala riset yang mandek, sistem penyuluhan pertanian yang lesu, sistem birokrasi pertanian yang pincang, serta sistem distribusi yang tidak efisien. Maka, sektor pangan menerima efek luar biasa, baik dalam hal sistem produksi, distribusi, maupun konsumsi.

24 Teori Geertz tentang involusi pertanian itu dinilai terlalu menyederhanakan kenyataan. Teori itu menempatkan budaya Jawa sebagai sumber involusi pertanian. Budaya Jawa yang menonjolkan keselarasan menghasilkan petani yang statis, menyesuaikan diri ke dalam dan tunduk pada sistem. Geertz juga membayangkan orang Jawa itu saleh, baik hati, sudah hidup susah, tetapi masih mau berbagi. Konsep involusi pertanian mengesampingkan fakta bahwa orang ketika ada peluang justru saling mencuri, saling menikam, dan saling memangsa. Di sinilah letak kritik terhadap involusi pertanian.

25 Di era liberalisasi ekonomi dan korupsi, membaca fenomena pemelaratan kaum miskin sebagai fenomena berbagi kemiskinan tak lebih sebagai ilusi. Sebab yang terjadi bukanlah fenomena pembagian kesempatan kerja, ruang kehidupan ataupun pemerataan kemiskinan, tetapi kesenjangan yang semakin dalam. Rakyat miskin menjadi semakin miskin bukan karena mereka berbagi kemiskinan dengan para kerabat dan tetangga. Mereka menjadi semakin miskin karena tak lagi punya akses atas sumber daya.

26 Sumber daya yang ada ludes dijarah dan dirampok oleh mereka yang punya kuasa. Kalaupun ada yang masih tersisa, sumber daya itu pun diperebutkan oleh semakin banyak kaum miskin. Bukan pembagian kemiskinan di antara kelompok miskin yang terjadi, melainkan pemaksaan pemelaratan oleh perilaku korup para penguasa politik dan ekonomi.

27 Kalau yang terjadi pada masyarakat ini adalah berbagi kemelaratan, sebagaimana dilihat Geertz, tentulah tidak akan kita temui beragam kasus bunuh diri di kalangan kaum miskin yang semakin fenomenal. Demikian juga dengan anak gizi buruk dan busung lapar, tak akan semakin menggejala dan dianggap hal biasa.

28 Selama enam bulan pertama pada tahun 2003, misalnya, di Jakarta saja dilaporkan 62 kasus bunuh diri karena tekanan ekonomi. Jumlah kasus ini meningkat 300 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tragisnya, bunuh diri juga menyebar di kalangan anak-anak, yang angka kasusnya meningkat 30 persen.

29 Berkembangnya kasus bunuh diri dan busung lapar adalah indikator minimnya solidaritas dan lemahnya kapasitas masyarakat untuk berbagi.

30 Geertz memaknai proses pemelaratan kaum miskin sebagai proses pembagian kemiskinan karena ia abaikan terhadap problem kekuasaan dan polarisasi yang terjadi dalam masyarakat. Padahal kenyataannya, di pedesaan terdapat hubungan antara petani lapis atas, petani gurem, dan buruh tani. Dalam kondisi involusi pertanian sekalipun, petani lapis atas mampu menguasai modal, teknologi, informasi, dan pasar. Sementara petani gurem dan buruh tani yang berada di posisi marjinal semakin tertinggal. Jadi, kalaupun ada fenomena pembagian kemiskinan, fenomena itu cenderung terjadi di lapis bawah yang paling lemah dalam posisi tawar.

31 Dampaknya adalah kian mengentalnya fenomena ”dualisme ekonomi” seperti disinyalir JH Boeke (1958), yakni marjinalisasi hak masyarakat dan penumbuhan enclave (daerah kantong) kemakmuran warga perusahaan di tengah kemiskinan masyarakat pedesaan. Kelompok termarjinalkan ini terutama petani gurem dan buruh tani. Jika involusi pertanian terus berlangsung, proses ”pemiskinan” pada kelompok ini akan kian intens.

32 Pemberdayaan dan pendidikan bisnis
3 strata masyarakat di pedesaan petani miskin sekali karena memang tidak memiliki sumberdaya terutama lahan sebagai asset penting (landless farmers), petani subsisten (usahataninya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari) petani yang berskala bisnis.

33 Strata kedua dan ketiga:
Starta (1): melalui pemberdayaan yang terarah target program landreform Strata kedua dan ketiga: diperlukan pendekatan pembangunan dalam arti ‘pengembangan’ menuju kearah peningkatan kemampuan berusahatani yang lebih komersial (agribisnis). pentingnya pendidikan bisnis bagi petani

34 Menumbuhkan wirausahawan sejati di pedesaan
Wirausahawan-wirausahawan ini dibutuhkan untuk menggerakkan kelompok masyarakat pada strata (2) dan (3). Menumbuhkan intrapreneurship dalam birokrasi pertanian

35 Untuk mengatasinya perlu upaya radikal (revolusi pertanian):
PERTAMA, kebijakan makro (ekonomi dan politik yang memihak pada pertanian dan petani). Keberpihakan kebijakan ekonomi dan politik terhadap sektor pertanian berupa program pengembangan sistem pertanian yang mengandalkan kekuatan lokal menjadi amat penting. Hal ini dalam rangka menuju kemandirian bangsa di sektor pertanian sekaligus kemandirian petani.

36 KEDUA, pendidikan dan penelitian yang arahnya jelas (menuju kemandirian). Pendidikan terutama diarahkan bagi petani melalui sistem penyuluhan yang lebih sesuai dengan era kompetisi global sehingga petani memiliki daya saing yang tinggi. Pendidikan bisnis bagi petani mutlak diperlukan. Pengembangan wirausahawan sejati di pedesaan menjadi prasyarat penting dalam menciptakan ekonomi desa dan meningkatkan daya beli.

37 Penelitian perlu difokuskan pada sumber daya (daerah, lahan, dan manusia) marjinal. Pengalaman China menunjukkan, peningkatan produktivitas lahan kering bisa mencapai 50 persen, yang membuat negara itu memiliki ketahanan pangan tinggi. Lembaga penelitian milik Departemen Pertanian harus didorong dan diberdayakan semaksimal mungkin sebagaimana saat gerakan revolusi hijau digalakkan.

38 KETIGA, reformasi birokrasi.
perlu dibangun spirit entrepreneurs bagi para birokrat pertanian, mulai dari pusat hingga jajaran birokrasi paling bawah di daerah. Perubahan radikal juga dilakukan dalam rangka menghilangkan ”ganjalan” birokrasi antara Departemen Pertanian dan dinas pertanian yang ada di daerah yang selama ini sering tidak sinkron. menghilangkan kebiasaan kepala daerah menggunakan pendapatan asli daerah sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan karena sektor pangan akan selalu inferior terhadap sektor lain yang lebih menjanjikan PAD besar

39 KEEMPAT, kepemimpinan dan komitmen yang kuat kepemimpinan dan komitmen kuat dari pemimpin bangsa ini. Tanpa komitmen tinggi, hanya akan menjadi ”janji kosong” sebagaimana diucapakan pada saat kampanye pilpres yang kini mulai terdengar kencang sekali


Download ppt "INVOLUSI PERTANIAN suatu kondisi di mana sektor pertanian seperti ”jalan di tempat” gejala pemelaratan masyarakat miskin proses berbagi kemiskinan."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google