Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Struktur kota yang ideal

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Struktur kota yang ideal"— Transcript presentasi:

1 Struktur kota yang ideal
Di dalam suatu wilayah kota kota hendaknya terdistribusi secara seimbang dengan mengikuti hirarki yang beraturan: keserasian dalam lingkup nasional, regional dan lokal; Efisiensi pengelolaan kota; Meningkatkan produktivitas fungsi kota NEGARA YANG DISTRIBUSI KOTANYA MENGIKUTI HIRARKI YANG TERATUR MEMPUNYAI TINGKAT KEMAKMURAN YANG LEBIH BAIK DAN LEBIH MERATA. DISTRIBUSI KOTANYA MENDEKATI KURVA LOG NORMAL (DIPEROLEH DARI PERBANDINGAN ORDE KOTA THD JUMLAH PENDUDUKNYA

2 SISTEM KOTA Merupakan suatu sistem kegiatan yang terpola secara spesifik sesuai dengan situasi, kondisi dan potensi wilayah tersebut. Diwujudkan oleh adanya kegiatan masyarakatnya (dominasi kegiatan ekonomi) dalam pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah (sektor utama pembangunan: perdagangan, industri, pertanian, perhubungan, pendidikan, kesehatan, perumahan, dsb) PERAN KOTA PERAN KOTA DITENTUKAN DARI SUMBANGANNYA DALAM KONSTELASI REGIONALNYA BAIK DALAM SKALA PROPINSI MAUPUN SKALA NASIONAL

3 INDONESIA: megapolitan (penduduk 5 juta jiwa ke atas), metropolitan (penduduk 1 sampai dengan 5 juta jiwa), Kotakota besar (dengan penduduk sekitar jiwa sampai dengan 1 juta jiwa), kota menengah (penduduknya berkisar antara sampai dengan jiwa), kota-kota kecil (penduduknya antara sampai dengan jiwa), serta pusat-pusat perdesaan dan permukiman lainnya (dengan penduduk ke bawah). PUSAT KEGIATAN NASIONAL PUSAT KEGIATAN WILAYAH PUSAT KEGIATAN LOKAL CITY SIZE (literature barat) Rural (Fewer than 5,000) Small Town (5,000-24,999) Large Town (25,000-74,999) Small City (75, ,999) Large City (Greater than 299,999)

4 FUNGSI KOTA MENGARAHKAN BAGAIMANA SISTEM KOTA MELAYANI AKTIVITAS KEHIDUPAN MASYARAKAT DI DALAMNYA  FUNGSI PRIMER DAN FUNGSI SEKUNDER FUNGSI PRIMER ADALAH FASILITAS PELAYANAN YANG KHUSUS MELAYANI KEBUTUHAN KOTA TERSEBUT FUNGSI SEKUNDER ADALAH FASILITAS PELAYANAN YANG SELAIN MELAYANI KEBUTUHAN PENDUDUK KOTA TERSEBUT JUGA MELAYANI PENDUDUK DI WILAYAH SEKITARNYA

5 ORGANISASI SISTEM PERKOTAAN
Organisasi sistem spasial mempunyai 3 komponen utama: Matriks atribut (ukuran, struktur ekonomi, karakter sosial); Matriks perilaku (pergerakan manusia, data, barang dan uang) dan Matriks saling ketergantungan (ekonomi ruang)

6 Saling ketergantungan
atribut perilaku Saling ketergantungan

7 PERENCANAAN STRUKTUR DAN ORGANISASI KOTA DIARAHKAN UNTUK:
Menghindari disparitas antara: wilayah yang berbeda sektor sektor pembangunan sektor perkotaan dan perdesaan kelompok-kelompok masyarakat TEORI GUNA LAHAN: SEE NEXT SLIDE!

8

9 CONSENTRIC ZONE MODEL (MODEL KONSENTRIS) DIKEMBANGKAN OLEH BURGESS 1925, YANG DITURUNKAN DARI PENGAMATAN TERHADAP KOTA CHICAGO. BURGESS MENGATAKAN BAHWA MODEL INI AKAN TERJADI BILA LANDSCAPE KOTANYA DATAR, SEHINGGA AKSESIBILITAS MENUNJUKKAN NILAI YANG SAMA KE SEGALA ARAH: ZONE 1 TERDIRI DARI CENTRAL RETAIL BUSINESS DISTRICT DAN WHOLESALE BUSINESS DISTRICT ZONE 2 TERJADI PENURUNAN KUALITAS PERMUKIMAN AKIBAT EKSPANSI DARI FUNGSI NON PERMUKIMAN, SEHINGGA KEPADATAN MENINGKAT UNTUK BISA MENAMPUNG LEBIH BANYAK PENDUDUK (BRIDGEHEADER – TEORI J. TURNER, 1970 TENTANG RESIDENTIAL MOBILITY) ZONE 3 MERUPAKAN ZONE PERUMAHAN PEKERJA YANG BERSTATUS ‘LOW-MEDIUM STATUS’ ZONA 4 DIHUNI OLEH PENDUDUK YANG BERSTATUS EKONOMI ‘MIDDLE-UP STATUS’ ZONE 5 ADALAH ZONE PENGLAJU (COMMUTERS ZONE)

10 MULTIPLE NUCLEI (CELLULAR STRUCTURE) DIKEMBANGKAN OLEH MC KENZIE, HARISS & ULLMAN
AGLOMERASI ATAUPUN DISAGLOMERASI DISEBABKAN OLEH: FASILITAS KHUSUS TERTENTU FAKTOR EKONOMI EKSTERNAL FAKTOR SALING MERUGIKAN ANTAR FUNGSI YANG TIDAK SAMA FAKTOR KEMAMPUAN EKONOMI YANG BERBEDA

11 PROSES PERENCANAAN UU NO 25 TH 2004 PENDEKATAN: POLITIK TEKNOKRATIK
PARTISIPATIF TOP DOWN BOTTOM UP TAHAPAN PERENCANAAN: PENYUSUNAN RENCANA PENETAPAN RENCANA PENGENDALIAN PELAKSANAAN RENCANA EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA

12 TATA RUANG WILAYAH PROPINSI
KEPMENKIMPRAWSIL NO 327 TH 2002 TATA RUANG WILAYAH PROPINSI TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TATA RUANG WILAYAH KAWASAN PERKOTAAN

13 KESEIMBANGAN WILAYAH >< disparitas
Par = tidak tepat (pada nilai atau keadaan yang dikehendaki) Untuk mencapai keseimbangan diperlukan equilibrium  tercapainya suatu masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur Perkembangan industrialisasi mendorong tumbuhnya wilayah karena potensinya (alam, fisik, sosial budaya) yang berbeda sehingga menghasilkan kecepatan pertumbuhan yang berbeda KAWASAN BARAT INDONESIA (KBI) >< KAWASAN TIMUR INDONESIA (KTI) Pulau Jawa >< Pulau lain di luar Jawa, dst

14 AKUMULASI PERTUMBUHAN  TERKONSENTRASI DI PUSAT PERKOTAAN
MENGAKIBATKAN PROSES SIKLUS KUMULATIF Industri besar dan industri baru Threshold baru pada tingkat lokal maupun regional Kemungkinan perubahan, penemuan dan inovasi Multiplier effect awal Invention atau inovasi Circular and cumulative causation (Myrdal, 1957)

15 Pergeseran ekuilibrium ini menghasilkan beberapa teori di antaranya adalah:
Teori Kutub Pertumbuhan (Perreoux, 1955) dan Teori Inti dan Pinggiran (Friedmann, 1964) Teori kutub pertumbuhan didasarkan pada pemikiran bahwa kegiatan ekomoni cenderung beraglomerasi di sekitar beberapa titik fokal. Teori ini menitik beratkan pentingnya inovasi kewirausahaan yang menggambarkan kaitan erat antara: skala operasi dominasi dorongan untuk melakukan inovasi  industri pendorong (propulsive industry )

16 Kritik thd teori kutub:
Besarnya suatu industri secara mandiri tidak cukup menjamin pertumbuhan ekonomi peran industri pendorong seringkali ditafsirkan berlebihan proses aglomerasi seringkali tidak terkait dengan teori kutub pertumbuhan

17 TEORI INTI DAN PINGGIRAN
DIHASILKAN DARI PERBEDAAN PRINSIP ANTARA: DAERAH INTI (CENTER, KOTA BESAR, METROPOLIS ATAU MEGALOPOLIS) DAERAH PINGGIRAN (PERIPHERY, DAERAH BELAKANG, HINTERLAND, PEDALAMAN) TERHADAP PENGARUH P PINGGIRAN USAT INFORMASI PSIKOLOGIS RANTAI MATA PRODUKSI DOMINASI

18 Konsep Friedmann ini dapat menjelaskan keterhubungan dan ketergantungan antara pusat dan pinggiran.
Untuk selanjutnya klasifikasi dikembangkan menjadi: DAERAH METROPOLITAN DAERAH POROS PEMBANGUNAN (DEVELOPMENT AXES): merupakan perluasan daerah metropolitan dan merupakan embrio dari megapolitan DAERAH PERBATASAN (FRONTIER REGION): termasuk kategori daerah pinggiran, yang memiliki pusat pusat kecil yang akan berkembang di masa mendatang DAERAH TERTEKAN (DEPRESSED REGION) Untuk mencapai keseimbangan wilayah dan menghindari ekses aglomerasi yang negatif diperlukan integrasi perencanaan kota yang didasarkan pada siklus: perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian  Lihat konsep perencanaan ruang nasional (indonesia)

19 Sistem perencanaan pembangunan nasional (UU No 25 th 2004)
RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang (periode 20 tahun) RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah (periode 5 tahun) Renstra – SKPD Rencana strategis kementrian / lembaga (periode 5 tahun) RKP Rencana Kerja Pembangunan (periode 1 tahun) RKPD Rencana Kerja Pemerintah Daerah (periode 1 tahun) Renja - KL Rencana Kerja Kementerian / Lembaga (periode 1 tahun) Renja - SKPD Rencana Kerja Satuan kerja perangkat daerah (Periode 5 tahun) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (periode 1 tahun) SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

20 Kelembagaan perenc. Pemb. Nas. (UU No 25 Th 2004)
Presiden menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas Perencanaan Pembangunan Nasional Menteri menyelenggarakan perencanaan pembangunan sesuai dengan tugas dan kewenangannya Gubernur Kepala Daerah menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan Daerah didaerahnya. Kepala Bappeda Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah Menyelenggarakan perencanaan pembangunan Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

21 Penataan ruang sbg bagian dari perencanaan pembangunan (lihat UU No 26 Th 2007)
Berdasarkan SISTEM, terdiri dari Sistem Wilayah dan Sistem Internal Perkotaan Berdasarkan FUNGSI, terdiri dari : Kawasan Lindung dan Kawasan Budi Daya Berdasarkan WILAYAH ADMINISTRASI, terdiri dari : Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota Berdasarkan KEGIATAN KAWASAN, terdiri atas : Kawasan Perkotaaan dan Kawasam Pedesaan Berdasarkan NILAI STRATEGIS KAWASAN, terdiri dari : Kawasan Strategis Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

22 Perenc. Tata ruang (UU No 26 Th 2007)
Perencanaan Tata Ruang Rencana Umum Tata Ruang (mencangkup ruang darat, laut, udara dan di dalam bumi) Rencana Rinci Tata Ruang (perangkat operasionalisasi Rencana Umum Tata Ruang) Rencana tata ruang wilayah nasional Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan wilayah kota RTR pulau/ kepulauan dan RTRK strategis nasional RDTR kab/ kota dan RTRK strategis kab/ kota RTRK strategis propinsi Rencana tata ruang wilayah propinsi Sebagai dasar penyusunan peraturan zonasi Sebagai penguat dasar RUTR dalam pelaksanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang Sebagai perinci RUTR dalam hal perencanaan luas dan skala peta sebelum operasi

23 Muatan rencana (UU No 26 Th 2007)
Muatan Rencana Tata Ruang Rencana Struktur Ruang Rencana pola ruang: Pelestarian lingkungan Sosial Budaya Ekonomi Pertahanan Rencana sistem pusat permukiman: Dalam sistem wilayah yaitu, kawasan yang merupakan pusat kegiatan sosial ekonomi masyarakat, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Dalam sistem internal perkotaan yaitu, pusat pelayanan kegiatan perkotaan Rencana sistem jaringan prasarana: Sistem jaringan transportasi Sistem jaringan energi dan kelistrikan Sistem jaringan telekomunikasi Sistem persampahan dan sanitasi Sistem jaringan sumber daya air. Peruntukkan Kawasan Lindung Peruntukkan Kawasan Budidaya

24 Jenis perenc. tata ruang wilayah:
Syarat RTRW Nasional - RTRW Propinsi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pedoman bidang penataan ruang Rencana pembangunan jangka panjang daerah. RTRW Kabupaten dan RTRW Kota Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang Sumber: (UU No 26 Th 2007)

25 Pemanfaatan ruang Perencanaan Tata Ruang
Pelaksanaan program pemanfaatan ruang vertikal dan di dalam bumi Pembiayaan melalui indikasi program utama yang termuat dalam RTRW Dilaksanakan bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang Pelaksanaan pemanfaatan disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya. Pemanfaatan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana. Pemanfaatan ruang pada fungsi ruang dalam RTRW yaitu mengembangkan: Penatagunaan tanah Penatagunaan air Penatagunaan udara Penatagunaan sumberdaya alam lainnya Hak prioritas pertama bagi pemerintah dan pemerintah daerah bila: Penatagunaan tanah pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum Pemanfaatan ruang yang berfungsi lindung

26 Pemanfaatan ruang wilayah
Perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis Pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis Pengembangan kawasan terpadu Kawasan budidaya yang dikendalikan Kawasan budidaya yang didorong perkembangannya

27 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Intensif dan disintensif
Sistem Zonasi Perijinan Intensif dan disintensif Sanksi tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing Insentif: perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang Sistem zonasi ini berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.

28 Perencanaan tata ruang nasional: I. Visi dan Misi
Terwujudnya Ruang Nusantara yang nyaman dan berkelanjutan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia MISI Mewujudkan kepastian pola pemanfaatan dan struktur ruang wilayah nasional yang responsive terhadap dinamika pembangunan utk. meningkatkan kualitas lingkungan kehidupan masyarakat Mewujudkan standar kualitas penyelenggaraan penataan ruang dengan mendayagunakan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan metoda pendukung yang tepat guna dalam penyelenggaraan penataan ruang. Menyelenggarakan penataan ruang yang responsive terhadap keunggulan geografis yang bermuatan kearifan lokal. Mewujudkan penataan ruang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Mewujudkan transparansi yang didukung oleh koordinasi di tingkat pusat dan daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang. Mewujudkan penegakan hukum dalam pemanfaatan ruang. Memantapkan kelembagaan penataan ruang di tingkat nasional, daerah dan masyarakat dalam operasionalisasi penataan ruang wilayah pulau, provinsi, kabupaten, kota dan kawasan.

29 II. SIKLUS PENATAAN RUANG
PERENCANAAN TATA RUANG PEMANFAATAN RUANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

30 III. SISTEM PERENCANAAN TATA RUANG
Strategic Development Framework Hirarki Sistem Perencanaan Tata Ruang Nasional Sistem Perencanaan Tata Ruang Provinsi Sistem Perencanaan Tata Ruang Kab/Kota Rencana Umum TR RTRWN RTRWP RTRWK RTR Pulau, Kawasan Tertentu, Kawasan Perbatasan, Kawasan Terpencil Operasionalisasi/tingkat kedalaman Rencana Detail TR Renc. “Detail” TRWP RDTR Kab/Kota Rencana Teknik Ruang Renc. “Teknik” RWP RTR RTR Kawasan

31 IV. SISTEM PENATAAN RUANG NASIONAL
RTRW Nasional RTR – Pulau SISTEM NASIONAL Pengemb. Kaw. Prioritas (Kaw. Tertentu, Perbatasan, Terpencil, dll) Pengemb. Sistem Perkotaan Pengemb. Sistem Prasarana Strategis Pengembangan Sistem Perlindungan thd. Bencana Alam Ditjen Penataan Ruang Pereencanaan Peninjauan RTR Pengendalian I P Strategis (5 Tahun) Rencana Induk Jalan Rencana Induk SDA Rencana Induk Air Bersih Pembangunan Perkotaan Pembangunan Perkotaan Rencana Induk Sektor Lain Pemanfaatan Sektor P e r w u j u d a n Pemantauan

32 VI. KELEMBAGAAN (INSTITUSI DAN TATA LAKSANA)
DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG SETDITJEN Bagian Kepegawaian dan Ortala Bagian Hukum Bagian Umum dan Keuangan Bagian Program DIREKTORAT PENATAAN RUANG NASIONAL DIREKTORAT PENATAAN RUANG WILAYAH I DIREKTORAT PENATAAN RUANG WILAYAH II DIREKTORAT PENATAAN RUANG WILAYAH III DIREKTORAT PENATAAN RUANG WILAYAH IV Subbag TU Subbag TU Subbag TU Subbag TU Subbag TU Subdit Kebijakan Penataan Ruang Nasional dan Pulau Subdit Lintas Wilayah Subdit Lintas Wilayah Subdit Lintas Wilayah Subdit Lintas Wilayah Subdit Kerjasama Lintas Sektor Subdit Pengembangan Kawasan Subdit Pengembangan Kawasan Subdit Pengembangan Kawasan Subdit Pengembangan Kawasan Subdit Pedoman Penataan Ruang Subdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Provinsi dan Kabupaten Subdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Provinsi dan Kabupaten Subdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Provinsi dan Kabupaten Subdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Provinsi dan Kabupaten Subdit Pedoman Pengembangan Kawasan Subdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan dan Metropolitan Subdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan dan Metropolitan Subdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan dan Metropolitan Subdit Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan dan Metropolitan Subdit Informasi dan Bina Masyarakat Subdit Pembinaan Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Subdit Pembinaan Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Subdit Pembinaan Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Subdit Pembinaan Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL


Download ppt "Struktur kota yang ideal"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google