Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

PENGANTAR HUKUM INDONESIA M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "PENGANTAR HUKUM INDONESIA M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn."— Transcript presentasi:

1 PENGANTAR HUKUM INDONESIA M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn.
HUKUM ACARA PERDATA PENGANTAR HUKUM INDONESIA M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn.

2 HUKUM ACARA PERDATA P E N D A H U L U A N
PENGAJUAN GUGATAN DAN PERMOHONAN PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN P E M B U K T I A N P U T U S A N P E L A K S A N A A N P U T U S A N UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN

3 P E N D A H U L U A N

4 PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA
Sudikno Mertokusumo Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. Retnowulan Sutantio Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil

5 SIFAT HUKUM ACARA PERDATA
Bersifat mengikat / memaksa Adanya perkara bergantung pada inisiatif penggugat

6 SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
Sumber hukum  tempat kita menggali hukum Sumber Hukum Acara Perdata : HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) / Reglemen Indonesia yg diperbaharui : S no. 16, S no. 44  u/ daerah Jawa dan Madura Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten) / Reglemen daerah seberang : S no. 227  u/ luar Jawa dan Madura Rv (Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering) : S no. 52, S no. 63  u/ gol. Eropa RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in hed beleid der Justitie in Indonesie) / Reglemen tentang Organisasi Kehakiman : S no. 23 BW (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa WvK (Wetboek van Koophandel) UU 20/1947 yg mengatur mengenai hukum acara perdata dalam hal banding bagi Pengadilan Tinggi  u/ daerah Jawa dan Madura SEMA 3/1963 UU 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman UU 1/1974 tentang Perkawinan PP 9/1975 tentang Pelaksanaan UU 1/1974 tentang Perkawinan UU 7/1989 tentang Peradilan Agama jo. UU 3/2006 UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU 5/2004 UU 2/1986 tentang Peradilan Umum jo UU 8/2004 UU 5/1986 tentang PTUN UU 31/1997 tentang Peradilan Militer UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi Yurisprudensi Adat kebiasaan para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata Perjanjian Internasional, misal : Perjanjian Kerja Sama di bidang peradilan antara RI dgn Thailand Doktrin atau ilmu pengetahuan Instruksi & SEMA sepanjang mengatur hukum acara perdata & hukum perdata materiil

7 FUNGSI HUKUM ACARA PERDATA
Melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan negara (peradilan)

8 ASAS – ASAS HUKUM ACARA PERDATA
Hakim bersifat menunggu Hakim pasif Sifat terbukanya persidangan Mendengar kedua belah pihak Putusan harus disertai alasan – alasan Beracara dikenakan biaya Tidak ada keharusan mewakilkan

9 GUGATAN DAN PERMOHONAN
PENGAJUAN GUGATAN DAN PERMOHONAN

10 GUGATAN DAN PERMOHONAN
Ada 2 perkara yg diajukan yg diajukan ke pengadilan yaitu Gugatan dan permohonan GUGATAN PERMOHONAN Terdapat pihak penggugat & pihak tergugat Terdapat suatu sengketa atau konflik Diajukan o/ seorang pemohon/lebih scr bersama-sama Tidak ada suatu sengketa atau konflik

11 KEWENANGAN MUTLAK dan KEWENANGAN RELATIF
Dalam Hukum Acara Perdata dikenal 2 macam kewenangan : Kewenangan Mutlak (Absolute Competentie)  menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan u/ mengadili (attributie van rechtsmacht) Kewenangan relatif (Relative Competentie)  mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yg serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat  Ps. 118 HIR  azas “Actor Sequitur Forum Rei”  yg berwenang adalah PN tempat tinggal tergugat

12 GUGAT LISAN dan GUGAT TERTULIS
Ps. 118 HIR  gugatan harus diajukan secara tertulis dengan “surat gugatan” yg di-ttd o/ penggugat atau wakil/kuasanya yg sah. Ps. 120 HIR  bagi mereka yg buta huruf, gugatan dilakukan secara lisan melalui Ketua PN yg berwenang u/ mengadili perkara itu, Ketua PN akan membuat/menyuruh membuat gugatan tsb. Ps. 121 (4) HIR  Setelah surat gugatan atau gugat lisan dibuat, harus didaftarkan di Kepaniteraan PN yg bersangkutan serta membayar uang perkara.

13 PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN

14 Penetapan & Penunjukann Majelis Hakim o/ Ketua PN
Penggugat mengajukan gugatan & melunasi biaya perkara Didaftar Kepaniteraan PN Penetapan & Penunjukann Majelis Hakim o/ Ketua PN Majelis Hakim : 1. Menetapkan tgl. Hari sidang; 2. Memanggil para pihak pd hari sidang dgn membawa saksi-saksi & bukti-bukti. Penyerahan Surat Panggilan Sidang & Salinan Surat Gugatan kpd Para Pihak o/ Juru Sita. Juru Sita menyerahkan Risalah (Relaas) Panggilan kpd Majelis Hakim. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN

15 PUTUSAN GUGUR Suatu perkara perdata dpt diputus scr :
1. contradictoir (kedua belah pihak hadir di persidangan); atau 2. di luar hadirnya salah 1 pihak yg berperkara. merealisir asas : “audi et alteram partem”  kepentingan kedua pihak harus diperhatikan Apabila penggugat tdk datang pd hari sidang yg ditetapkan & tdk pula mengirim wakilnya menghadap meski telah dipanggil scr patut o/ Juru Sita, maka dapat dilakukan pemanggilan kedua. (Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rv) Apabila setelah pemanggilan kedua, penggugat/wakilnya tdk hadir sedang tergugat hadir, maka u/ kepentingan tergugat, haruslah dijatuhi putusan. Dalam hal ini gugatan penggugat dinyatakan gugur serta dihukum membayar biaya perkara (Ps. 124 HIR; Ps. 148 Rbg). Dlm putusan gugur, isi gugatan tdk diperiksa, shg putusan gugur itu tdk mengenai isi gugatan. Kpd penggugat diberi kesempatan u/ mengajukan gugatan lg dgn membayar biaya perkara. Apabila penggugat pd hr pertama sidang hadir, tp pd hr sidang berikutnya tdk hadir, mk perkara diperiksa scr contradictoir.

16 VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR)
Apabila tergugat tdk hadir stl dipanggil scr patut, mk gugatan dikabulkan dgn putusan diluar hadir atau verstek, kecuali kalau gugatan itu melawan hak atau tdk beralasan. Kapan boleh dijatuhkan putusan verstek ? Ps. 125 HIR; Ps. 149 Rbg  ada 2 pendapat : 1. pd hr sidang pertama; 2. tdk hanya pd hr sidang pertama; Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rbg  memberi peluang pemanggilan kedua. “HIR tdk mewajibkan tergugat u/ datang di persidangan.”

17 Lanjutan ….. VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR)
Putusan verstek tdk berarti selalu dikabulkannya gugatan penggugat. Krn pd hakekatnya lembaga verstek bertujuan merealisir asas “audi et alteram partem”, shg seharusnya scr ex officio hakim harus mempelajari isi gugatan. Jika gugatan tdk bersandarkan hukum, yaitu apabila peristiwa2 sbg dasar tuntutan tdk membenarkan tuntutan, mk gugatan akan dinyatakan tdk diterima. Putusan tdk diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok perkara, shg di kmd hr penggugat masih dpt mengajukan lg gugatannya. Jika gugatan tdk beralasan, yaitu apabila tdk diajukan peristiwa2 yg membenarkan tuntutan, mk gugatan akan ditolak. Penolakan mrpk putusan stl hakim mempertimbangkan pokok perkara, shg tdk terbuka lg kesempatan u/ mengajukan gugatan tsb u/ kedua kalinya kpd hakim yg sama (nebis in idem). Dlm putusan verstek dimana penggugat dikalahkan, penggugat dpt mengajukan banding. Dalam putusan verstek, kalau tergugat hadir pd sidang pertama tp tdk hadir pd sidang berikutnya, mk perkaranya diperiksa scr contradictoir.

18 PERDAMAIAN Apabila pd hr sidang pertama kedua belah pihak hadir, mk hakim harus berusaha mendamaikan mereka (Ps. 130 HIR; Ps. 154 Rbg) Demi perdamaian ini, hakim akan mengundur sidang, & pd hr sidang berikutnya apabila tjd perdamaian, mk harus dinyatakan dlm surat perjanjian dibawah tangan yg ditulis di atas kertas bermeterai. Demikian sbg dasar bg hakim menjatuhkan putusan, yg isinya menghukum kedua belah pihak u/ memenuhi isi perdamaian yg telah dibuat diantara pr pihak. Apabila tjd perdamaian, mk tdk dimungkinkan u/ dilaksanakan banding. Usaha perdamaian terbuka sepanjang pemeriksaan di persidangan.

19 JAWABAN Ps. 121 ayat 2 HIR; Ps. 145 ayat 2 Rbg  tergugat dpt menjawab baik scr tertulis maupun lisan. Bentuk Jawaban : 1. Pengakuan  membenarkan isi gugatan penggugat, baik sebagian maupun seluruhnya. 2. bantahan (verweer)  pd hakekatnya bertujuan agar gugatan penggugat ditolak. Bantahan ada 2 macam : a. Tangkisan/Eksepsi  suatu sanggahan / bantahan dr pihak tergugat thd gugatan penggugat yg tdk langsung mengenai pokok perkara, yg berisi tuntutan batalnya gugatan. b. Sangkalan  sanggahan yg berhubungan dgn pokok perkara. Akibat hukum dr adanya jawaban : penggugat tdk diperkenankan mencabut gugatannya, kecuali dgn persetujuan tergugat.

20 P E M B U K T I A N

21 A R T I “Membuktikan” mengandung beberapa pengertian :
Dalam arti logis  memberi kepastian yg bersifat mutlak, krn berlaku bagi setiap orang & tdk memungkinkan adanya bukti lawan. Dalam arti konvensionil  memberi kepastian yg bersifat nisbi/relatif, baik berdasarkan perasaan belaka maupun pertimbangan akal. Dalam hukum acara perdata mempunyai arti yuridis  memberi dasar-dasar yg cukup kpd hakim yg memeriksa perkara guna memberi kepastian ttg kebenaran peristiwa yg diajukan  hanya berlaku bagi pihak-pihak yg berperkara atau yg memperoleh hak dari mereka  tdk menuju kpd kebenaran mutlak  mrpk pembuktian historis

22 T U J U A N Tujuan Pembuktian  putusan hakim yg didasarkan atas pembuktian tsb

23 BEBAN PEMBUKTIAN Hakim membebani para pihak dengan pembuktian (bewijs last, burden of proof) Asas pembagian beban pembuktian  “barang siapa yg mengaku mempunyai hak atau yg mendasarkan pada suatu peristiwa u/ menguatkan haknya itu atau u/ menyangkal hak orang lain, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”  Ps. 163 HIR (Ps. 283 Rbg, Ps BW) artinya : baik penggugat maupun tergugat dpt dibebani dgn pembuktian, terutama penggugat wajib membuktikan peristiwa yg diajukannya, sedang tergugat berkewajiban membuktikan bantahannya.

24 ALAT – ALAT BUKTI Paton  alat bukti dapat bersifat oral, documentary atau material. Macam-macam alat bukti dalam hukum acara perdata (Ps. 164 HIR, 284 Rbg, 1866 BW), a.l. : Alat Bukti Tertulis Saksi-saksi Persangkaan Pengakuan (Bekentenis Confession) Sumpah Alat bukti lain : Pemeriksaan setempat (descente) Keterangan Ahli (Expertise)

25 Alat Bukti Tertulis Dasar hukum : Ps. 138, 165, 167 HIR; Ps. 164,
285 – 305 Rbg; S 1867 no. 29; Ps – 1894 KUHPerdata; Ps. 138 – 147 Rv. Alat bukti tertulis  surat SURAT AKTA BUKAN AKTA DIBAWAH TANGAN AKTA OTENTIK

26 Saksi-saksi Dasar Hukum : Ps , HIR; Ps Rbg; Ps. 1895, BW Kesaksian adalah kepastian yg diberikan kpd hakim di persidangan tentang peristiwa yg disengketakan dgn jalan pemberitahuan secara lisan & pribadi o/ orang yg bukan salah 1 pihak dlm perkara, yg dipanggil di persidangan Ps. 139 HIR, 165 Rbg, 1909 BW  setiap orang yg bukan salah 1 pihak dapat bertindak sbg saksi, kecuali : I. segolongan orang yg dianggap tdk mampu bertindak sbg saksi : a. tidak mampu secara mutlak (absolut) 1. keluarga sedara & keluarga semenda menurut keturunan yg lurus dr salah pihak  Ps. 145 (1) sub 1 HIR, 172 (1) Sub 1 Rbg, 1910 alinea 1 BW 2. suami/istri salah 1 pihak, meski sudah cerai  Ps. 145 (1) sub 2 HIR, 172 (1) Sub 3 Rbg, 1910 alinea 1 BW b. tidak mampu secara nisbi (relatif) 1. anak-anak dibawah 15 th  Ps. 145 (1) sub 3 jo. (4) HIR, 172 (1) Sub 4 jo Rbg, 1912 BW 2. orang gila  Ps. 145 (1) sub 4 HIR, 172 (1) Sub 5 Rbg, 1912 BW II. Segolongan orang yg a/ permintaan mereka sendiri dibebaskan memberi kesaksian  hak ingkar (verschoningsrecht)  Ps. 146 HIR, 174 Rbg, 1909 alinea 2 BW : a. saudara pa & pi serta ipar pa & pi dr salah 1 pihak b. keluarga sedarah menurut keturunan yg lurus & saudara pa & pi dr suami/istri salah 1 pihak c. semua orang yg krn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah wajib mempunyai rahasia sehubungan dgn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah itu Ps. 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW  azas “unus testis nullus testis”  satu saksi bukan saksi Ps. 171 (2) HIR, 308 (2) Rbg, 1907 BW  keterangan yg diberikan o/ saksi harus tentang peristiwa atau kejadian yg dialaminya sendiri Kewajiban seorang saksi : menghadap, bersumpah, memberi keterangan Sifat kesaksian sbg alat bukti : tidak memaksa

27 Persangkaan Dasar Hukum : Ps. 164, 173 HIR; Ps. 284, 310 Rbg; Ps. 1866, KUHPerdata. Pasal 1915 KUHPerdata  Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum. Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang- undang. Ps. 173 HIR (Ps. 310 Rbg)  hanya mengatur persangkaan yg didasarkan a/ kenyataan atau praesumptiones facti (feitelijke atau rechterlijke vermoedens).

28 Pengakuan (Bekentenis Confession)
Dasar hukum : HIR (Ps. 174, 175, 176), Rbg (Ps. 311, 312, 313), BW (Ps – 1928). Pengakuan mrpk keterangan yg membenarkan peristiwa, hak atau hubungan hukum yg diajukan o/ lawan. Ps BW membedakan antara pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan (Ps. 174 HIR, 311 Rbg, 1925 & 1926 BW) & pengakuan yg diberikan di luar persidangan (Ps. 175 HIR, 312 Rbg, 1927 & 1928 BW). Ps. 176 HIR, Ps. 313 Rbg, Ps BW  pengakuan tdk boleh dipisah- pisahkan (onsplitsbare aveu). Ilmu pengetahuan membagi pengakuan mjd 3 : Pengakuan murni (aveu pur et-simple), ialah pengakuan yg sifatnya sederhana & sesuai sepenuhnya dgn tuntutan pihak lawan. Pengakuan dgn kualifikasi (gequalificeerde bekentenis, aveu qualifie), ialah pengakuan yg disertai dgn sangkalan thd sebagian dr tuntutan. Pengakuan dgn klausula (geclausuleerde bekentenis, aveu complexe), ialah suatu pengakuan yg disertai dgn keterangan tambahan yg bersifat membebaskan. Pengakuan dgn kualifikasi maupun dgn klausula harus diterima dgn bulat & tdk boleh dipisah-pisahkan dr keterangan tambahannya  onsplitsbare aveu.

29 Lanjutan … Pengakuan : Pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan
Pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan (gerechtelijke bekentenis), mrpk keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yg tegas & dinyatakan o/ salah 1 pihak dalam perkara di persidangan, yg membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dr suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yg diajukan o/ lawannya, yg mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut o/ hakim mjd tidak diperlukan. Ps BW  pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila terbukti bahwa pengakuan itu adalah akibat dr suatu kesesatan atau kekeliruan.

30 Lanjutan … Pengakuan : Pengakuan yg diberikan di luar persidangan
Pengakuan yg diberikan di luar persidangan adalah keterangan yg diberikan o/ salah 1 pihak dlm suatu perkara perdata di luar persidangan u/ membenarkan pernyataan-pernyataan yg diberikan o/ lawannya. Pengakuan yg diberikan di luar persidangan : Lisan  kekuatan pembuktian diserahkan pd pertimbangan hakim  bukan mrpk alat bukti  masih harus dibuktikan di persidangan Tertulis  kekuatan pembuktiannya bebas  mrpk alat bukti disamping alat bukti tertulis Pengakuan yg diberikan di luar persidangan dapat ditarik kembali.

31 Sumpah Dasar hukum : HIR (Ps , 177), Rbg (Ps , 314), BW (Ps ) HIR mengenal 3 macam sumpah sebagai alat bukti : Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir) Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed) Sumpah pemutus (decisoir)

32 Lanjutan … Sumpah : Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir)
Dasar hukum : Ps. 155 HIR, 182 Rbg, 1940 BW Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir) adalah sumpah yg diperintahkan o/ hakim krn jabatannya kpd salah 1 pihak u/ melengkapi pembuktian peristiwa yg menjadi sengketa sbg dasar putusannya Syarat : harus ada pembuktian permulaan yg lengkap terlebih dahulu Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih memungkinkan pembuktian lawan Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap selesai & hakim tinggal menjatuhkan putusannya

33 Lanjutan … Sumpah : Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed)
Dasar hukum : Ps. 155 HIR, Ps. 182 Rbg, Ps BW Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed) adalah sumpah yg diperintahkan o/ hakim karena jabatannya kpd penggugat u/ menentukan jumlah uang ganti kerugian, demikian apabila penggugat telah dapat membuktikan haknya a/ ganti kerugian itu serta jumlahnya masih belum pasti & tdk ada cara lain u/ menentukan jumlah ganti kerugian tsb kecuali dgn taksiran Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih memungkinkan pembuktian lawan

34 Lanjutan … Sumpah : Sumpah pemutus (decisoir)
Dasar hukum : Ps. 156 HIR, Ps. 183 Rbg, Ps BW Sumpah pemutus (decisoir) adalah sumpah yg dibebankan atas permintaan salah 1 pihak kpd lawannya u/ memutuskan persoalan, menentukan siapa yg harus dikalahkan & siapa yg harus dimenangkan Tidak memerlukan pembuktian permulaan terlebih dahulu, sehingga dapat dilakukan setiap saat selama pemeriksaan di persidangan Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap selesai & hakim tinggal menjatuhkan putusannya

35 Pemeriksaan setempat (descente)
Pemeriksaan setempat (descente) adalah pemeriksaan mengenai perkara o/ hakim karena jabatannya yg dilakukan diluar gedung atau tempat kedudukan pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yg memberi kepastian ttg peristiwa yg menjadi sengketa. Yang diperiksa adalah barang tetap, karena tidak bisa dibawa/diajukan di persidangan yg berlangsung di gedung pengadilan, misal : pemeriksaan letak gedung, batas tanah Dasar hukum : Ps. 153 HIR Kekuatan pembuktian diserahkan kpd pertimbangan hakim.

36 Keterangan Ahli (Expertise)
Keterangan ahli adalah keterangan pihak ke 3 yg obyektif dan bertujuan u/ membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri. Dasar hukum : Ps. 154 HIR (Ps. 181 Rbg, 215 Rv) Ps. 154 HIR tdk menegaskan apa & siapa ahli itu Ahli diangkat o/ hakim selama pemeriksaan berlangsung. Ahli wajib disumpah u/ menjamin obyektivitas keterangannya. Ahli dapat menunjuk ahli lain sbg gantinya atau hakim dapat mengangkat seorang ahli secara ex officio  Ps. 222 Rv Seorang ahli yg telah disumpah u/ memberikan pendapatnya kmd tdk memenuhi kewajibannya dapat dihukum u/ mengganti kerugian  Ps. 225 Rv

37 Lanjutan … Keterangan Ahli (Expertise)
Perbedaan antara saksi dengan ahli : S A K S I A H L I Kedudukannya tidak dapat diganti dgn saksi lain Kedudukannya dapat diganti dgn ahli lain Satu saksi bukan saksi Satu ahli cukup u/ didengar mengenai satu peristiwa Tidak diperlukan mempunyai keahlian Mempunyai keahlian ttt yg berhubungan dgn peristiwa yg disengketakan Saksi memberi keterangan yg dialaminya sendiri sebelum terjadi proses Ahli memberi pendapat/kesimpulan ttg peristiwa yg disengketakan selama terjadinya proses Saksi harus memberikan keterangan secara lisan, keterangan saksi yg tertulis mrpk alat bukti yg tertulis Keterangan ahli yg tertulis tidak termasuk dalam alat bukti tertulis Hakim terikat u/ mendengarkan keterangan saksi Hakim bebas u/ mendengar atau tidak

38 P U T U S A N

39 Definisi Putusan Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yg o/ hakim, sbg pejabat negara yg diberi wewenang u/ itu, diucapkan di persidangan & bertujuan u/ mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. (Sudikno Mertokusumo) Putusan ≠ Penetapan Putusan  penyelesaian perkara dalam peradilan contentius Penetapan  penyelesaian perkara dalam peradilan voluntair

40 Ps. 185 ayat 1 HIR (Ps. 196 ayat 1 Rbg), jenis – jenis putusan :
Putusan akhir adalah putusan yg mengakhiri suatu sengketa atau perkara dalam suatu tingkatan peradilan ttt. Putusan yg bukan putusan akhir/putusan sela/putusan antara adalah putusan yg fungsinya tdk lain u/ memperlancar pemeriksaan perkara.

41 Putusan Akhir Jenis – jenisnya :
Putusan Condemnatoir adalah putusan yg bersifat menghukum pihak yg dikalahkan u/ memenuhi prestasi. Putusan Constitutif adalah putusan yg meniadakan atau menciptakan suatu kedaan hukum, misal : pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, pemberian pengampuan, pernyataan pailit, pemutusan perjanjian, dsb. Putusan Declaratoir adalah putusan yg isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yg sah, misal : putusan dalam sengketa mengenai anak sah. Pd hakekatnya semua putusan baik condemnatoir maupun constitutif bersifat declaratoir.

42 Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan Sela/Putusan Antara
Putusan sela tetap harus diucapkan di dalam persidangan tdk dibuat scr terpisah, tetapi ditulis dlm berita acara persidangan. (Ps. 185 ayat 1 HIR; Ps. 196 ayat 1 Rbg) Putusan sela hanya dapat dimintakan banding bersama-sama dengan permintaan banding thd putusan akhir. (Ps. 190 ayat 1 HIR; Ps. 201 ayat 1 Rbg)

43 Jenis – jenis Putusan Sela/Putusan Antara :
Lanjutan ….. Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan Sela/Putusan Antara Jenis – jenis Putusan Sela/Putusan Antara : Putusan Praeparatoir adalah putusan sbg persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai pengaruh a/ pokok perkara atau putusan akhir, misal : putusan u/ menggabungkan 2 perkara, putusan u/ menolak diundurkannya pemeriksaan saksi. Putusan Interlocutoir adalah putusan yg isinya memerintahkan pembuktian, misal : putusan ini dpt mempengaruhi putusan akhir, misal : putusan u/ dilaksanakannya pemeriksaan saksi atau pemeriksaan setempat (rekonstruksi). Putusan Insidentil adalah putusan yg berhubungan dgn insident, yaitu peristiwa yg menghentikan prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dgn pokok perkara. Putusan Provisionil adalah putusan yg menjawab tuntutan provisionil, yaitu permintaan pihak ybs agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah 1 pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan.

44 PELAKSANAAN PUTUSAN

45 Hakekat Pelaksanaan Putusan
Pelaksanaan Putusan/Eksekusi pd hakekatnya adalah realisasi drpd kewajiban pihak ybs u/ memenuhi prestasi yg tercantum dlm putusan tsb. Putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan u/ dilaksanakan apa yg ditetapkan dalam putusan itu secara paksa o/ alat2 negara. “Demi Keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa” Hanya putusan Condemnatoir sj yg dapat dilaksanakan scr paksa o/ pengadilan. Putusan declaratoir & constitutif tdk memerlukan sarana pemaksa dlm melaksanakannya, krn tdk memuat hak a/ suatu prestasi.

46 Jenis – jenis Pelaksanaan Putusan
Eksekusi putusan yg menghukum pihak yg dikalahkan u/ membayar sejumlah uang. (Ps. 196 HIR; Ps. 208 Rbg) Eksekusi putusan yg menghukum orang u/ melakukan suatu perbuatan. Orang tdk dpt dipaksakan u/ memenuhi prestasi yg brp perbuatan. Akan tetapi pihak yg dimenangkan dpt meminta kpd hakim agar kepentingan yg akan diperolehnya dinilai dgn uang. (Ps HIR; Ps. 259 Rbg) Eksekusi Riil, mrpk pelaksanaan prestasi yg dibebankan kpd debitur o/ putusan hakim scr langsung. (Ps RV; Ps. 200 ayat 11 HIR; Ps. 218 ayat 2 Rbg) Eksekusi langsung (Parate Executie), tjd apabila seorang kreditur menjual barang2 ttt milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial (Ps ayat 2 KUHPerdata)

47 UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN

48 Upaya hukum adalah upaya atau alat u/ mencegah atau memperbaiki kekeliruan dlm suatu putusan.
ISTIMEWA BIASA KASASI BANDING PERLAWANAN / VERZET PENINJAUAN KEMBALI / REQUEST CIVIL PERLAWANAN PIHAK KE-3 / DERDENVERZET

49 PERLAWANAN / VERZET Dasar hukum : Ps. 125 ayat 3 jo. 129 HIR; Ps ayat 3 jo. 153 Rbg. Perlawanan mrpk upaya hukum thd putusan yg dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Perlawanan pd asanya disediakan bg pihak tergugat yg umumnya dikalahkan.

50 BANDING UU 4/2004 Ps. 21 (1) : Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak- pihak yang bersangkutan, kecuali undang- undang menentukan lain.

51 KASASI UU 4/2004 Ps. 22 : Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.

52 PENINJAUAN KEMBALI / REQUEST CIVIL
UU 4/2004 Ps. 23 ayat (1) : Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihakpihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undangundang. Yang dimaksud dengan ”hal atau keadaan tertentu” dalam ketentuan ini antara lain adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan hukumnya.

53 PERLAWANAN PIHAK KE-3 / DERDENVERZET
Asas : Putusan hanya mengikat para pihak yg berperkara & tdk mengikat pihak ke-3 (Ps KUHPerdata). Apabila ada PPihak ke-3 yg hak2 nya dirugikan o/ suatu putusan, mk ia dpt mengajukan perlawanan thd putusan tsb (Ps. 378 Rv). Perlawanan ini diajukan kpd hakim yg menjatuhkan putusan yg dilawan itu dgn menggugat pr pihak ybs dgn cara biasa (Ps. 379 Rv). Apabila derdenverzet dikabulkan, mk putusan yg dilawan itu diperbaiki sepanjang merugikan pihak ke-3 (Ps. 382 Rv).

54 Thank You ! M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn.


Download ppt "PENGANTAR HUKUM INDONESIA M. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google