Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

DIII ADMINISTRASI PERPAJAKAN

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "DIII ADMINISTRASI PERPAJAKAN"— Transcript presentasi:

1 DIII ADMINISTRASI PERPAJAKAN
PENCEGAHAN KELOMPOK 7: Muhammad Syukron Fauzi (24) Novalita (25) Nur Kholis Arifin (26) Puput Waryanto (27) 2-F DIII ADMINISTRASI PERPAJAKAN

2 KHOLIS SYUKRON LITA PUPUT

3 DEFINISI

4 Berdasarkan UU PPSP, pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia. Wilayah Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah Negara Republik Indonesia yang meliputi darat, laut, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah pelabuhan, bandar udara, atau tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri sebagai tempat masuk atau ke luar wilayah Indonesia. 7/2F/Tax

5 Orang Asing adalah bukan Warga Negara Republik Indonesia.
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang- orang tertentu untuk ke luar dari wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang- orang tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Tindakan Keimigrasian adalah tindakan administratif dalam bidang keimigrasian di luar proses peradilan. Pasal 1 angka 20 UU PPSP 7/2F/Tax

6 DASAR HUKUM Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (selanjutnya disebut dengan UU Perubahan atas UU PPSP). Pasal 29 sampai dengan Pasal 32 UU Perubahan atas UU PPSP Pasal 11 sampai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 9 Tahun tentang Keimigrasian Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan 7/2F/Tax

7 Pasal 1 angka 13, Pasal 120 sampai dengan Pasal 137 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tanggal 24 Oktober 2007 yang telah mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300/KMK.01/2002 (terkait pencegahan: Pasal 117 s.d. 134) tanggal 13 Juni 2002 tentang Pengurusan Piutang Negara, dan kemudian pada 30 April 2009, PMK Nomor 128/PMK.06/2007 tersebut diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.06/2009 tentang Pengurusan Piutang Negara Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-43/PJ.045/2007 tanggal 28 Maret 2007 perihal Tata Cara Permintaan Pencegahan, Perpanjangan, dan Pencabutan Bepergian ke Luar Negeri. Surat Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak Nomor S- 158/PJ.75/2006 tanggal 30 Agustus 2006 perihal Permintaan Usulan Pencegahan Wajib Pajak/Penanggung Pajak Bepergian ke Luar Negeri. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ.04/2009 tanggal 27 Mei 2009 tentang Kebijakan Penagihan Pajak. 7/2F/Tax

8 GAMBARAN UMUM Sering terdapat utang pajak yang tidak dilunasi oleh Wajib Pajak Pelunasan utang pajak sebagai tujuan penting dari pelaksanaan proses penagihan pajak Pencegahan  upaya penagihan aktif  mencegah penanggung pajak tertentu keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Agar pelaksanaan pencegahan tidak sewenang-wenang maka pelaksanaan pencegahan sebagai upaya penagihan pajak diberikan syarat-syarat: Syarat kuantitatif, yakni harus memenuhi utang pajak dalam jumlah 100 juta rupiah Syarat kualitatif, yakni diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak, sehingga pencegahan hanya dilaksanakan secara “sangat efektif dan hat-hati”. Penjelasan Pasal 29 UU PPSP 7/2F/Tax

9 Objek Pencegahan dapat dikategorikan beritikad tidak baik dalam hal:
tidak pernah atau jarang memenuhi panggilan Kantor Pelayanan;                 belum pernah membayar atau pernah membayar dalam jumlah relatif kecil dibanding sisa hutangnya;                  menunda-nunda pembayaran tanpa alasan yang sah; dan/atau                  bergaya hidup mewah.      Pencegahan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan terhapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak Sekalipun terhadap Penagggung Pajak telah dilakukan pencegahan, tindakan penagihan pajak “tidak terhenti dan tetap dapat dilaksanakan” 7/2F/Tax

10 TATA CARA PELAKSANAAN PENCEGAHAN

11 Dasar Pelaksanaan Pencegahan
Pencegahan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 9 tahun tentang Keimigrasian. Keputusan pencegahan memuat sekurang-kurangnya: Identitas Penanggung meliputi: nama, umur, pekerjaan, alamat, jenis kelamin; dan kewarganegaraan Alasan untuk melakukan pencegahan Jangka waktu pencegahan Pasal 30 ayat (2) UU PPSP dan Pasal 12 ayat (2) UU Keimigrasian (Pasal 4 PP-30/1994) 7/2F/Tax

12 Pelaksanaan Pencegahan
Pelaksanaan atas keputusan pencegahan tersebut dilakukan oleh Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM) atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuknya. Berdasarkan keputusan pencegahan yang diterimanya dari Menteri Keuangan, Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM) memerintahkan Direktur Jenderal Imigrasi agar nama orang yang terkena pencegahan dimasukkan ke dalam Daftar Pencegahan dan melaksanakan pencegahan. Direktur Jenderal Imgrasi dalam waktu paling lama tujuh hari sejak tanggal menerima perintah tersebut langsung memasukkan nama orang yang dikenai pencegahan ke dalam Daftar Pencegahan dan mengirimkannya kepada Kepala Kantor Imigrasi di seluruh wilayah Republik Indonesia untuk melaksanakan pencegahan. Pasal 11 ayat (2) UU Keimigrasian 7/2F/Tax

13 Berdasarkan keputusan pencegahan tersebut, Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu ke luar wilayah Indonesia. Keputusan pencegahan disampaikan dengan surat tercatat kepada orang atau orang-orang sebagai Penangung Pajak yang dikenakan pencegahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penetapan Pasal 14 UU Keimigrasian 7/2F/Tax

14 Jangka Waktu Pencegahan
Jangka waktu pencegahan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan (Pasal 30 ayat (3) UU PPSP) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang untuk paling banyak 2 (dua) kali masing-masing tidak lebih dari 6 (enam) bulan (Pasal 13 UU NOMOR 9 TAHUN 1992) untuk pengurusan penagihan piutang Negara berupa pajak yang dilaksanakan oleh jajaran Departemen Keuangan, ketentuan yang dipakai adalah UU PPSP karena lex specialist derogate lex generalis Berdasarkan analisa kami mengenai hal tersebut, perpanjangan pencegahan hanya dapat dilakukan selama-lamanya dalam waktu total 6 bulan (berdasar UU PPSP) dan paling banyak 2 (dua) kali dalam 6 bulan tersebut 7/2F/Tax

15 Keputusan Perpanjangan & Pencabutan Pencegahan
Apabila tidak ada keputusan perpanjangan, pencegahan yang sudah ditetapkan berakhir demi hukum. Keputusan pencegahan atau penangkalan dinyatakan berakhir karena : Telah habis masa berlakunya Pencegahan berakhir demi hukum dalam hal:                     jangka waktu Pencegahan berakhir dan tidak ada perpanjangan; jangka waktu perpanjangan Pencegahan pertama berakhir dan tidak ada perpanjangan; atau jangka waktu perpanjangan pencegahan kedua berakhir. Dicabut oleh pejabat berwenang yang menetapkan; atau Dicabut berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara 7/2F/Tax

16 Keputusan pencabutan pencegahan itu disampaikan kepada:
Apabila keputusan pencegahan dinyatakan berakhir sebelum habis masa berlaku sebagaimana tercantum dalam surat keputusan pencegahan, yaitu apabila dicabut baik oleh Kepala KPP Pratama sebagai pejabat yang berwenang menetapkan, maupun dicabut berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, maka pencabutan tersebut harus dinyatakan dalam bentuk keputusan pencabutan. Keputusan pencabutan pencegahan itu disampaikan kepada: Penanggung Pajak yang dikenai pencegahan; Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM) 7/2F/Tax

17 Berdasarkan keputusan pencabutan pencegahan tersebut, Penanggung Pajak yang dikenai pencegahan dicoret dari Daftar Pencegahan. Direktur Jenderal Imigrasi dalam waktu paling lama tujuh hari sejak tanggal menerima keputusan pencabutan tersebut mencoret nama Penanggung Pajak yang dikenai pencegahan dari Daftar Pencegahan dan mengirimkannya kepada Kepala Kantor Imigrasi di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Pasal 16 ayat (3) PP-30/1994 7/2F/Tax

18 Tata Cara Permintaan Pencegahan
Pencegahan dilakukan berdasarkan permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri dari Kepala KPP di tempat Wajib Pajak terdaftar kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan menyampaikan data-data sebagai berikut: Data Penanggung Pajak Pertimbangan/alasan dilakukan pencegahan Data pendukung, yaitu: Untuk usulan Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi agar melengkapi data tambahan: 7/2F/Tax

19 Data tambahan tersebut berupa:
Upaya hukum yang telah dan sedang dilakukan Wajib Pajak dan melampirkan putusan (jika ada). Penjelasan dasar koreksi atas timbulnya utang pajak sesuai Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP). Mencantumkan nomor urut penunggak pajak terbesar di KPP/KPPBB yang bersangkutan dan apabila yang diusulkan bukan penunggak pajak terbesar, agar membuat penjelasan mengapa Wajib Pajak yang lebih besar peringkatnya tidak diusulkan. 7/2F/Tax

20 Grafik Pencegahan PP Menteri Keuangan Pejabat (Ka. KPP) meminta
Melaksanakan Pencegahan 7 hari memerintahkan Pejabat (Ka. KPP) Dirjen Imigrasi Surat Keputusan Pncegahan Dirjen Pajak Pejabat (Ka.KPP) 7 hari c.q. Daftar Pencegahan Dir. Pemeriksaan dan Penagihan meminta Men. Kehakiman Dikirimkan kepada Kepala Kantor Imigrasi di Seluruh Indonesia menyampaikan Kepala Daerah

21 Tata Cara Permintaan Perpanjangan Pencegahan
Perpanjangan dilakukan berdasarkan permintaan perpanjangan pencegahan bepergian ke luar negeri dari Kepala KPP di tempat Wajib Pajak terdaftar kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan paling lambat 1 bulan sebelum pencegahan berakhir, dengan menyampaikan data-data pendukung sebagai berikut: Ikhtisar pencegahan ke luar negeri Fotokopi Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak (print out data tunggakan pajak) 7/2F/Tax

22 Tata Cara Permintaan Pencabutan Pencegahan
Pencabutan Pencegahan terhadap objek Pencegahan dilakukan dlm hal:           Piutang Negara dinyatakan lunas/selesai;                 objek Pencegahan telah meninggal dunia;   Pencabutan Pencegahan atau masa Pencegahan tidak diperpanjang dapat dilakukan dalam hal: terdapat perubahan susunan kepengurusan perusahaan secara sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; objek Pencegahan telah menunjukkan itikad baik dengan: 1. melakukan pembayaran ke arah pelunasan; dan 2. mengajukan rencana penyelesaian hutangnya secara jelas. 7/2F/Tax

23 Fotokopi Keputusan Menteri Keuangan mengenai pencegahannya
Pencabutan dilakukan berdasarkan permintaan pencabutan pencegahan bepergian ke luar negeri dari Kepala KPP di tempat Wajib Pajak terdaftar kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. Apabila terdapat pembayaran oleh Wajib Pajak, maka segera dilakukan konfirmasi atas SSP lembar ke-3 yang diterima KPP kepada Kantor Penerima Pembayaran (Bank Persepsi atau Kantor Pos). Hasil konfirmasi tersebut langsung diinformasikan ke Direktorat Pemerikasaan dan Penagihan. Surat Permintaan Pencabutan Pencegahan dibuat dengan menyertakan data-data pendukung di bawah ini: Fotokopi Keputusan Menteri Keuangan mengenai pencegahannya Fotokopi SSP/Bukti Pbk/Putusan Keberatan dan/atau Banding Fotokopi MPN/MP3 Fotokopi Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak (print out data tunggakan pajak) 7/2F/Tax

24 Grafik Pencabutan PP Menteri Keuangan Pejabat (Ka. KPP) meminta
Melaksanakan Pencegahan memerintahkan Pejabat (Ka. KPP) Dirjen Imigrasi Surat Keputusan Pencabutan Dirjen Pajak 7 hari c.q. Mencoret dari Daftar Pencegahan Dir. Pemeriksaan dan Penagihan meminta Men. Kehakiman Dikirimkan kepada Kepala Kantor Imigrasi di Seluruh Indonesia menyampaikan

25 Izin Ke Luar Wilayah Republik Indonesia

26 Izin ke luar wilayah Republik Indonesia dalam jangka waktu Pencegahan atau perpanjangan Pencegahan dapat diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.        Permohonan izin tersebut diajukan oleh objek Pencegahan dengan dilengkapi bukti-bukti yang mendukung alasan ke luar wilayah Republik Indonesia.  7/2F/Tax

27 Pertimbangan Pemberian Izin
Izin ke luar wilayah Republik Indonesia diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa objek Pencegahan:                     menjalankan tugas negara atau mewakili kepentingan negara di forum internasional;                 menjalankan ibadah haji;                 memerlukan perawatan atau pengobatan kesehatan keluar wilayah Republik Indonesia yang didukung oleh rekomendasi dokter ahli di Indonesia; melakukan kerjasama dengan mitra luar negeri untuk kegiatan usaha dalam rangka menyelesaikan hutangnya; atau                 memerlukan pergi ke luar wilayah Republik Indonesia karena alasan kemanusiaan.  Alasan kemanusiaan tersebut antara lain objek Pencegahan membesuk atau mendampingi orang tua/suami/istri/anak yang memerlukan pengobatan/perawatan.                  7/2F/Tax

28 Pencegahan Kaitannya dengan > 1 Kasus Piutang Negara

29 Sepanjang masih dalam koridor jangka waktu hak mendahulu pajak dan daluwarsa penagihan pajak belum kadaluwarsa, maka hak pencegahan tetap berada pada DJP paling awal oleh karena hak mendahulu utang pajak berada di atas utang-utang lainnya. Apabila objek Pencegahan mempunyai kewajiban menyelesaikan hutang lebih dari satu kasus Piutang Negara dan telah dicegah pada salah satu kasus, tidak dilakukan Pencegahan kembali untuk kasus yang lain sepanjang jangka waktu Pencegahan dan/atau perpanjangan Pencegahan masih berlaku.   Setelah itu, jika jangka waktu Pencegahan dan/atau perpanjangan Pencegahan telah berakhir, objek Pencegahan dapat dicegah untuk kasus yang lain. (Pasal 126 PMK Nomor 128/PMK.06/2007 s.t.d.d. PMK Nomor 88/PMK.06/2009) 7/2F/Tax

30 www.Kelompok 7/2F/Tax Of @STAN.co.id

31 Kesimpulan Negara merupakan kreditur preferen yang harus didahulukan pelunasannya oleh WP/PP. Berbagai langkah dapat ditempuh oleh aparat pajak dalam rangka mengamankan penerimaan negara tersebut. Salah satu upaya penagihan aktif adalah pencegahan. Pencegahan adalah larangan sementara terhadap PP tertentu untuk keluar dari wilayah Negara RI berdasar aturan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan. Pencegahan menjadi kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan karena menyangkut piutang negara berupa pajak. Pencegahan harus dilakukan secara selektif dan hati-hati karena merupakan tindakan hukum yang lebih terkesan pembatasan hak. Oleh karena itu, agar tidak sewenang-wenang, ada dua syarat kumulatif: Syarat Kuantitatif: jumlah utang pajak ≥ Rp ,00 Syarat Kualitatif: diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. 7/2F/Tax

32 Kesimpulan Pencegahan tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan tidak menghentikan tindakan penagihan. Utang pajak hanya bisa terhapus apabila Sudah dibayar lunas, atau Karena daluwarsa. Tujuan utama: PP tidak kabur untuk selama-lamanya ke LN shingga pelunasan utang pajak dapat dilakukan. Jangka waktu pencegahan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama- lamanya 6 bulan. Keputusan pencegahan dapat dicabut oleh pejabat yang berwenang menetapkan atau oleh PTUN sebelum masa berlaku habis PP dapat memohon izin ke luar negeri 7/2F/Tax

33 Saran Pencegahan dilaksanakan oleh Menteri Hukum dan HAM atau pejabat imigrasi yang ditunjuk olehnya sedangkan kewengan dan tanggung jawab berada pada Menteri keuangan sehingga beberapa posisi ini berada pada sisi yang berbeda departemen. Dengan demikian diperlukan adanya sistem koordinasi yang baik antardepartemen yang bersangkutan agar tidak teradi miskomunikasi dan miskoordinasi yang berakibat fatal pada larinya WP/PP ke LN dan penerimaan negara lepas. Berdasarkan UU PPSP, jangka waktu pencegahan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6 bulan. Di sini tidak adanya ketegasan dalam penentuan jangka waktu pencegahan sebaiknya diklasifikasikan dan juga tidak diatur mengenai berapa kali perpanjangan pencegahan dilakukan. Perlu diketahui bahwa dalam PP Nomor 30/1994 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penagkalan, telah ditegaskan mengenai berapa kali perpanjangan pencegahan dapat dilakukan yaitu sebanyak dua kali, masing-masing maksimal 6 bulan. Sedangkan di UU PPSP hanya diatur mengenai jangka waktu penrpanjangan pencegahan yaitu maksimal 6 bulan. Untuk keperluan penagihan piutang negara yang khusus berupa pajak, memang UU PPSP-lah yang terutama dipakai. Ketidakjelasan ini menyebabkan penafsiran yang berlainan antarpejabat jika memang tak ada koordinasi yang menafsirkan perbedaan ini secara serentak. Sebenarnya dari keduanya dapat dikombinasikan di mana maksimal waktu perpanjangan tetap 6 bulan, sedangkan kali perpanjangannya mengambil dari PP 30/1994 yaitu 2 kali karena alasan belum diatur di UU PPSP sehingga dipakailah PP tersebut selama tidak bertentangan dengan UU PPSP. Akan tetapi, kecenderungan enerapan adalah langsung dengan ketentuan UU PPSP saja atau dengan PP 30 saja dan hendaknya segera diperbaiki. 7/2F/Tax

34 Saran Sebaiknya dipahami bahwa pencegahan ”dapat” dilakukan atau dilanjutkan dengan tindakan penagihan lainnya termasuk penyanderaan terkait dengan persyaratan-persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pertanyaan sederhana adalah apakah seorang PP yang melunasi utang pajaknya sebelum habis masa pencegahannya, dia disandera? Tentu tidak. Pencegahannya saja dicabut. Sudah pasti penyanderaannya tidak dilakukan. Itikad baik dapat menjadi subjektifitas mutlak kepala KPP sebagai pejabat jika aturan atau standardisasi menganai itkad baik tersebut tidak jelas sehingga memungkinkan pemberian keputusan yang salah tidak sesuai dengan maksud pembuat Undang-Undang/Peraturan. Meskipun atas dasar keputusan yang diterbitkan oleh menteri keuangan atas permintaan pejabat, namun tentu sangat diharapkan kepada seluruh petugas yang terkait dalam proses pencegahan ini untuk ”memperlakukan PP” dengan sebaik-baiknya dan tetap mengindahkan kaidah moral, etika, dan agama. Karena sekarang DJP telah melakukan reformasi, salah satunya adalah ”perubahan paradigma” yaitu civil servant, artinya DJP menjadi ”pelayan atau abdi masyarakat” dengan prinsip client/customer oriented. Tidak seperti image pajak zaman dulu yang hanya mementingkan pemasukan negara dengan segala cara, maka sekarang DJP harus bisa memperlakukan semua WP dengan menganggapnya seperti klien atau pelanggan. Pada intinya, kegiatan-kegiatan penagihan terutama pencegahan harus dilakukan dengan baik karena WP/PP dapat mengajukan gugatan atas proses pelaksanaan penagihan yang tidak mengindahkan etika. Untuk selanjutnya, pejabat pajak benar-benar harus cermat terkait dengan itikad baik atau tidakna penanggung pajak dalam melunasi utang pajaknya. Mungkin PP bisa saja bermuka dua, tetapi kenyataannya tidak beritikad baik. Mungkin PP sempat tidak menunjukkan itikad baiknya karena hal lain/force majeur. Sehingga pejabat di era modernisasi dapat memanfaakan produk dari mapping, profiling, maupun benchmarking terkait dengan riwayat dan kepatuhan perpajakannya. 7/2F/Tax

35 Designed By:…….

36 KHOLIS SYUKRON LITA PUPUT

37 Terima Kasih. Matur Nuwun. Thank You. Arigatou. Xie-xie. ni. Merci
Terima Kasih Matur Nuwun Thank You !!! Arigatou !! Xie-xie...ni Merci Mauliate, bah!! Grazie.... Syukron... !!!!!!!!

38 Tanya Jawab APS NUEL 2f: Apakah pencegahan di mana dan apakah sifatnya flexibel atau gmana terkait dengan penyitaan dan pemblokiran misalnya? Ruang gerak? Jawab: Peraturannya tentang hub. surat paksa pencegahan belum ada. Merupakan Strategi Kepala KPP, pertimbangan efektifitas penagihan agar utang pajak lebih cepat dilunasi. Irma 2F: kenapa diperpanjang pencegahannya? Jawab: Terkait itikad baik PP, sepanjang WP masih tidak dapat menunjukkan itikad baiknya (lihat slide 9), maka dapt dipertimbangkan untuk diperpanjang selama keputusan Ka KPP untuk melakukan permintaan perpanjangan pencegahan dirasa paling efektif daripada tindakan penagihan aktif lainnya. Danis 2F: Apakah proses pencegahan selau mengikuti PSS? Jawab: Berlainan. PSS: ke LN selama-lamanya. Pencegahan: bersifat sementara. Pencegahan merupakan komplementer dalam alur penagihan yang ada. 7/2F/Tax


Download ppt "DIII ADMINISTRASI PERPAJAKAN"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google