Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Oleh : ABSHORIL FITHRY, SH (FH Unair)

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Oleh : ABSHORIL FITHRY, SH (FH Unair)"— Transcript presentasi:

1 Oleh : ABSHORIL FITHRY, SH (FH Unair)
PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF * Oleh : ABSHORIL FITHRY, SH (FH Unair) BRW/FHUA/PSA/07

2 Berbagai Variasi Istilah
Alternative DisputeResolution (ADR); Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS); PenyelesaianSengketa Alternatif (PSA); Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS); Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS). DLL BRW/FHUA/PSA/07

3 Makna istilah “alternatif : Sebagai upaya penyelesaian sengketa dengan mengurangi campur tangan negara (badan peradilan negara). Lebih mengutamakan penyelesaian secara kooperatif sesuai pilihan para pihak sendiri, melalui inisiatif dan kemauan bersama mereka, sebagai wujud aktualisasi peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. BRW/FHUA/PSA/07

4 Bentuk/Cara Penyelesaian Sengketa
A.In/By Court Dispute Settlement (oleh/di muka pengadilan); B.Out of Court Dispute Settlement (di luar pengadilan) meliputi : negosiasi, mediasi, konsiliasi, med-arb (hybrid), arbitrasi (ad hoc/institusional) serta (nasional/ internasional); BRW/FHUA/PSA/07

5 as the acronym ADR includes the concepts “alternative”, it may induce the belief that an ADR ia a substitute for the traditional forum”. Martin Hunter (The Freshfield Guide to Arbitration and ADR : Clause in International Contracts, 1993) BRW/FHUA/PSA/07

6 alternative dispute resolution (ADR) describes a wide range of dispute resolution procedures other than litigation. It includes conciliation, mediation, mini trial, neutral experts, court annexed arbitration, and other types of dispute resolution. The main alternative dispute resolution processes are arbitration and mediation. Catherine Tay Swee Kian, Resolving Disputes by Arbitration : What You Need to Know, Ridge Books, Singapore University Press, 1998. BRW/FHUA/PSA/07

7 Alternatif Dispute Resolution (ADR) memiliki variasi yang sangat luas meliputi : dialogue, negotiation, mediation, conciliation, dispute prevention, binding opinion, valuation, expert appraisal, expert determination, special masters, ombudsman, minitrial, private judges, summary trial, musyawarah mufakat, runggun adat, begundem, kerapatan ninik mamak, hakim perdamaian, barangay/barrio, quality arbitration, arbitration, combination of processes. Priyatna Abdurrasjid, The Arbitration Law of Indonesia, dalam Hendarmin Djarab dkk, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, BRW/FHUA/PSA/07

8 UN Charter 1945, Chapter VI, Pasific Settlement of Disputes, articel 33,
”The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies or arrangement, or other peaceful means of their own choice”. BRW/FHUA/PSA/07

9 KARAKTERISTIK P.S.A. (1) Penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan dilakukan secara kooperatif berdasarkan kehendak bersama para pihak yang bersengketa; Bentuk PSA antara lain : negosiasi, mediasi, konsiliasi, med-arb (hybrid), serta arbitrase. Proses negosiasi atau musyawarah dilangsungkan antara prinsipal pihak-pihak yang bersengketa, dengan atau tanpa, melibatkan expertise sebagai pendampingnya; Mediasi dan konsiliasi merupakan suatu varian negosiasi yang ditandai serta difasilitasi adanya “pihak ketiga” sebagai penengah, yakni : “mediator” pada mediasi atau konsiliator pada konsiliasi; BRW/FHUA/PSA/07

10 KARAKTERISTIK P.S.A. (2) 5. Para pihak bersengketa memiliki keyakinan bahwa mediator atau konsiliator memiliki visi, keahlian, pengalaman, serta kemampuan mendamaikan pihak2 berperkara dalam menyelesaikan sengketa melalui pencapaian kesepakatan bersama; 6. Mediator dan konsiliator pada dasarnya dipilih & disepakati oleh para pihak yang bersengketa; BRW/FHUA/PSA/07

11 KARAKTERISTIK P.S.A. (3) 7. Mediator & konsiliator harus mampu menumbuhkan kepercayaan para pihak yg bersengketa, serta membuktikan sikap netral, imparsial, tidak memihak, serta tidak memiliki interest tertentu dengan salah satu pihak yg berperkara, sehingga sengketa dapat diselesaikan secara kooperatif; 8. Proses & progress penyelesaian sengketa sepenuhnya bergantung para pihak bersengketa, peranan Mediator dan Konsiliator sebatas sebagai fasilitator & tidak berwenang memutus sengketa; BRW/FHUA/PSA/07

12 KARAKTERISTIK P.S.A. (4) 9. Proses arbitrase dilakukan oleh “arbitrator” yg dipilih oleh para pihak bersengketa, atau dapat juga ditunjuk atau ditetapkan pengadilan, dengan model arbitrator tunggal atau arbitrator majelis, melalui arbitrase ad hoc atau lembaga arbitrase/arbitrase institusional; 10. Arbitrase pada umumnya digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa bisnis dalam masyarakat yang telah maju, dalam lingkup nasional maupun internasional; BRW/FHUA/PSA/07

13 KARAKTERISTIK P.S.A. (5) 11. Arbitrator is an expert in subject matter of the disputes; Arbitrator berwenang memutuskan sengketa, melalui putusan yang bersifat “final and binding” & executabel; Pemenuhan kesepakatan dalam Negosiasi, mediasi maupun konsiliasi bergantung itikad baik & kesukarelaan para pihak; BRW/FHUA/PSA/07

14 KARAKTERISTIK P.S.A. (6) 14. Kesepakatan damai yg dihasilkan melalui “mediasi” atau “konsiliasi” tidak dapat dimintakan eksekusi langsung melalui Pengadilan, apabila ternyata tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Karena itu “cukup rentan” terhadap kemungkinan “pengingkaran” kesepakatan oleh pihak-pihak bersengketa; 15. Kecuali keesepakatan damai yang dihasilkan melalui proses mediasi oleh/di muka Pengadilan (mediation by Court) berdasarkan Perma 02/2003 bersifat “final & binding” serta executabel, karena dianggap sebagai produk Pengadilan. BRW/FHUA/PSA/07

15 KARAKTERISTIK P.S.A. (7) 16.Putusan Arbitrase memiliki kekuatan eksekutorial, sehingga apabila tidak dipenuhi secara suka rela, maka putusan arbitrase didaftarkan ke Pengadilan Negeri untuk dimohonkan eksekusinya melalui Pengadilan Negeri; BRW/FHUA/PSA/07

16 Beberapa Kritik Terhadap Cara Penyelesaian Sengketa oleh/melalui Pengadilan (1)
Pengadilan sudah sarat beban (overloaded); Prosedur & Proses Acara : Rumit dan Birokratis; Pengadilan bertingkat tingkat, waktu lama, biaya mahal; Memposisikan Para pihak Saling bermusuhan; Proses Sidang Terbuka Untuk Umum tidak menguntungkan terutama untuk sengketa bisnis; Pengetahuan dan keahlian hakim pada umumnya jeneralis; BRW/FHUA/PSA/07

17 Beberapa Kritik Terhadap Penyelesaian Sengketa oleh/melalui Pengadilan (2)
Putusan Pengadilan menghasilkan situasi Kalah atau Menang (win – lose) bagi para pihak; Mulai berkembang sikap “distrust” terhadap lembaga peradilan, proses peradilan, serta putusan2nya; Kurangnya eksaminasi obyektif terhadap putusan2 Pengadilan yg menyangkut rasa keadilan bagi publik; 10. Budaya “dissenting opinions” belum berkembang di Pengadilan; Munculnya berbagai hambatan (internal/eksternal) berkaitan dengan eksekusi Putusan pengadilan; dll BRW/FHUA/PSA/07

18 Filosofi PSA (1) PSA diperlukan sebagai “partner”, bukan sebagai “kompetitor” bagi lembaga Pengadilan; PSA juga bukan untuk menggantikan atau menyingkirkan peran lembaga Pengadilan; 2. PSA bermanfaat mengurangi Beban Perkara di Pengadilan; 3. PSA & upaya pencapaian efisiensi waktu, tenaga, biaya; 4. PSA sebagai wujud aktualisasi peran serta masy sesuai kearifan lokal masing2 lingkungan sosial; BRW/FHUA/PSA/07

19 Filosofi PSA (2) 5. PSA & upaya pencapaian situasi win-win solution;
6. Confidentialitas subyek, substansi, serta proses perkara; 7. PSA sebagai refleksi otonomi dan kesetaraan para pihak; PSA berbasiskan pada Itikad baik & kesuka relaan para pihak untuk memenuhi kesepakatan. PSA memberikan fleksibilitas bagi para pihak untuk menentukan rancangan syarat & bentuk peny. sengketa; BRW/FHUA/PSA/07

20 Filosofi PSA (3) PSA ditujukan untuk memelihara hubungan para pihak dalam jangka panjang (prospektif); PSA menciptakan ketenangan dan kepuasan psikologis bagi para pihak bersengketa, karena tidak ada pihak yang merasa dikalahkan satu terhadap yang lain, sehingga kesepakatan yang dihasilkan dipandang lebih menguntung kan dari pada situasi kalah-menang; Sebagai forum alternatif sesuai dg sifat dan karakter sengketa, terutama penyelesaian sengketa dalam rangka mempertahankan “harmoni sosial”; BRW/FHUA/PSA/07

21 Pengaturan Eksistensi Model PSA (1)
Dalam Bidang Perdata Umum Diatur dalam ps 3 (1) UU 14/1970 jo. UU 4/2004, serta Ps. 130 HIR/Ps. 154 RBg jo. Perma No. 2/2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Dalam Bidang Perdata/Perdagangan UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Bidang Lingkungan Hidup Diatur dalam UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ps.30 s/d 32; BRW/FHUA/PSA/07

22 Pengaturan Eksistensi Model PSA (2)
Dalam Bidang Konsumen Diatur dalam UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen ps ; Dalam Bidang Konstruksi Diatur dalam UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi ps.36,37 jo. Ps PP 29/2000; Dalam Bidang Rahasia Dagang diatur dalam UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang ps. 11 s/d 12; Dalam Bidang Desain Industri Diatur dalam UU No. 31/2000 tentang Desain Industri; BRW/FHUA/PSA/07

23 Pengaturan PSA (3) Dalam Bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Diatur dalam UU No. 32/2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; Dalam bidang Paten Diatur dalam UU No. 14/2001 tentang Paten ps. 116 s/d 123; Dalam Bidang Merek Diatur dalam UU No. 15/2001 tentang Merek ps. 76 s/d 83; Dalam Bidang Penanaman Modal Diatur dalam UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 32. BRW/FHUA/PSA/07

24 Pengaturan PSA (4) Dalam Bidang Hak Cipta Diatur dalam UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta ps. 55 s/d 66; Dalam Bidang Hubungan Industrial UU No.2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LNRI tahun 2004 No. 2 dan TLN RI No. 4356). Penyelesaian sengketa Sumber Daya Air UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal 88, Penyelesaian Sengketa Keolahragaan. Undang Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. BRW/FHUA/PSA/07

25 Bidang Kehutanan Pasal 74 ayat (1) Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Selanjutnya berdasarkan Undang Undang No. 19 tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang Undang BRW/FHUA/PSA/07

26 Mengapa “PSA” kurang berkembang ? (1)
Masih kuatnya kecenderungan di kalangan lawyer qq. pihak berperkara yang bersikap “court oriented”. Paradigma : “everything possible in the Court”. “everything can buy if you have much money”; Today : “lawyer as a gladiator”; “ to get winner or loser”; “kill or to be killed”; “a good lawyer a good liar”. In the future : a lawyer will be a good negosiator/ facilitator/mediator/consiliator ; BRW/FHUA/PSA/07

27 Mengapa “PSA” kurang berkembang ? (2)
3. Lawyer qq. para pihak kurang berorientasi untuk memelihara & meningkatkan prospek hubungan jangka panjang diantara para pihak yang bersengketa; 4. Telah terjadi fenomena “degradasi” terhadap keluhuran etik profesi (black) lawyer seharusnya sebagai penegak hukum/keadilan sehingga menjadi “calo perkara” semata (it’s just only a black lawyer). BRW/FHUA/PSA/07

28 Mengapa “PSA” kurang berkembang ? (3)
Resistensi kalangan Peradilan yang menganggap secara keliru seolah-olah PSA merup. “kompetitor” yang mereduksi monopoli wewenangnya. Padahal, PSA merup “partner” bagi kalangan Peradilan, dalam memberikan layanan penyelesaian sengketa yg terjadi dalam masyarakat; 6. Eksistensi, manfaat, perfomance, serta prospek PSA masih kurang dipahami sehingga perlu sosialisasi lebih luas; BRW/FHUA/PSA/07


Download ppt "Oleh : ABSHORIL FITHRY, SH (FH Unair)"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google