PERATURAN TENTANG PERAPOTEKAN UNDANG UNDANG DAN ETIKA KESEHATAN PERATURAN TENTANG PERAPOTEKAN KELOMPOK 5 : DINDA PRAMITHA (1301024) ELZA MIAQSA (1301030) ERA FAZIRA (1301031) MUTYA OCTAVIANI (1301052)
POKOK BAHASAN
Ruang Lingkup Apotek dan sejarahnya. Per UU tentang apotek. A. Apotek dan perkembangannya Apotek dan sejarahnya. Per UU tentang apotek. Pelayanan kefarmasian di apotek. Farmasi Perapotikan Resep Copy resep
Apotek dan Perkembangannya Pengaturan apotek telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda berdasarkan “Het Reglement op de Dienst der Volksgezoindheid” disingkat “Reglement DVG” (Stbld. 1882 No. 97 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan St. 1949 No. 228) Apotek bahkan pernah diatur oleh peraturan perundang-undangan tingkat Undang-undang, yaitu UU No. 3/1953 tentang Pembukaan Apotek (LN 1953 No. 18)
Apotek dan Perkembangannya Pada tahun 1960 Pemerintah menetapkan UU No. 9/1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan yang memerintahkan pembuatan peraturan perundang-undangan untuk menggantikan semua ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan berdasarkan Reglement DVG. Sebagai pelaksanaannya, a.l. ditetapkan UU No. 7/1963 tentang Farmasi. Sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 7/1963 ditetapkan PP No. 26/1965 tentang Apotik. Peraturan ini kemudian diubah dengan PP No.25/1980.
Apotek dan Perkembangannya Menteri Kesehatan kemudian menetapkan peraturan pelaksanaannya, yaitu Permenkes No. 26/Menkes/ Per/I/1981 tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotek, yang mengatur : Pengelolaan Resep Penandaan Waktu Kerja Penanggung jawab Persyaratan Apotik Perizinan Pengawasan Sanksi
Apotek dan Perkembangannya Sebagai pelaksanaan Permenkes No. 26/Menkes/ Per/I/1981 berturut-turut ditetapkan 3 (tiga) Keputusan Menteri Kesehatan berkaitan dengan apotek, yaitu: 1. Kepmenkes No. 278/Menkes/SK/V/1981 tentang Persyaratan Apotek 2. Kepmenkes No. 279/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotek 3. Kepmenkes No. 280/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek
Apotek dan Perkembangannya Untuk lebih menyederhanakan, Menteri Kesehatan kemudian menetapkan Permenkes No. 244/Menkes/Per/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek yang mencabut 4 (empat) peraturan perundang-undangan sebelumnya. Pada Oktober 1993, Pemerintah menetapkan kebijakan deregulasi yang terkenal dengan Deregulasi Oktober „93, dimana ditetapkan Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
Batasan Apotek Apotek : suatu tempat tertentu dimana dilakukan usaha-usaha dalam bidang farmasi Dan pekerjaan kefarmasian (PP No.26 Thn 1965) Apotek : suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan Penyaluran obat kepada masyarakat (PP No.25 thn 1980) Apotek : suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat (Permenkes No.922 th 1993) Apotek : suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Kepmenkes No.1332 thn 2002, Kepmenkes No.1027 thn 2004)
Tugas dan Fungsi Apotek Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Pelayanan Farmasi di Apotek Pelayanan Resep Promosi dan Edukasi Pelayanan Residensial (Home Care) KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 1. Pelayanan Resep Skrining Resep, meliputi : 1. Persyaratan Administratif : Nama, SIP dan alamat dokter Tanggal penulisan resep Tanda tangan/paraf dokter penulis resep Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien Cara pemakaian yang jelas Informasi lainnya 2. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian 3. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
1. Pelayanan Resep (lanjutan) B. Penyiapan obat, meliputi : Peracikan. Etiket. Kemasan Obat yang Diserahkan Penyerahan Obat. Informasi Obat. Konseling. Monitoring Penggunaan Obat. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2. Promosi dan Edukasi Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
3. Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
THANK YOU