MANAJEMEN RISIKO MANAGEMENT TRAINEE PROGRAM PT PELABUHAN INDONESIA 1 (PERSERO) HS.006
TUJUAN 1.Memahami prinsip-prinsip manajemen risiko dan mutu 2.Memahami kerangka kerja manajemen risiko dan mutu 3.Memahami proses pengelolaan mutu dan risiko di PELINDO I
MATERI 1.Menentukan Konteks Manajemen Risiko dan Manajemen Mutu (ISPS Code, SMK3, ISO, KPKU) 2.Proses identifikasi Risiko 3.Analisis Risiko 4.Evaluasi Risiko 5.Perlakuan (Mitigasi) Risiko 6.Komunikasi & Konsultasi 7.Monitoring & Review Proses Risiko dan Mutu
BAGAIMANA INI TERJADI?? MENAGAPA INI TERJADI DAN BAGAIMANA PENCEGAHANYA?
KONSEP MANAJEMEN RESIKO & MUTU Risiko (risk) diartikan sebagai kombinasi kemungkinan terjadinya kejadian yang membahayakan (harm) dan tingkat keparahan (severity) dari bahaya tersebut (iso /eic guide 51). Manajemen Risiko (risk management) didefinisikan sebagai aplikasi sistematis terhadap kebijakan manajemen mutu, prosedur, serta penerapan sampai tugas penilaian, pengendalian, komunikasi dan peninjauan resiko. Manajemen Risiko Mutu (quality risk management) diartikan sebagai proses sistematik untuk penilaian, pengendalian, komunikasi serta pengkajian risiko mutu obat selama siklus- hidup produk (product lifecycle).
SISTEM REGULASI RESIKO & MUTU
ISPS CODE bahwa "The International Ship dan Port Facility Security Code(ISPS Code) adalah serangkaian langkah-langkah komprehensif untuk meningkatkan keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan, yang dikembangkan sebagai tanggapan atas dianggap ancaman terhadap kapal dan fasilitas pelabuhan di bangun dari serangan teroris
SMK3 Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari system manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
ISO International Organization for Standardization, atau lebih dikenal sebagai ISO, adalah salah satu standar internasional dalam sebuah sistem manajemen untuk pengukuran mutu organisasi. Mereka memegang peranan penting dalam mengukur bagaimana kredibilitas perusahaan yang ingin bersaing secara global dan juga adalah salah satu cara untuk meningkatkan sistem manajemen mutunya.
KPKU Kriteria Penilaian Kinerja Unggul adalah suatu sistem penilaian yang dibuat oleh Kementerian BUMN sebagai panduan untuk membangun, menata, dan memberdayakan kesisteman dan sumber daya perusahaan untuk mencapai kinerja unggu
MANAJEMEN RISIKO
IDENTIFIKASI RISIKO
OBJEK RISIKO Risiko operasional Risiko non operasional Pelayanan pemanduan kapal; Perencanaan dan operasi pelayanan kapal; Pelayanan barang non petikemas; Pelayanan petikemas; Pelayanan rupa-rupa usaha; serta Dukungan teknik. Pemasaran dan pelayanan pelanggan; Pengelolaan SDM; Pengadaan; Pengendalian kinerja dan ISPS code; serta Pengelolaan keuangan.
RISIKO OPERASIONAL: CASE STUDY Sumber: IPC Report 2013
RISIKO OPERASIONAL: CASE STUDY
RISIKO NON-OPERASIONAL: CASE STUDY
RISIKO NON-OPERASIONAL Penyelesaian keluhan pelanggan tidak tepat waktu (tidak sesuai target yang ditetapkan). Terjadinya hambatan pada pelaksanaan pekerjaan/pelayanan karena tidak memadainya jumlah SDM. Proses pelelangan/pengadaan barang dan jasa mengalami hambatan, keterlambatan, ataupun kegagalan karena OE terlalu rendah, dokumen user kurang lengkap, dan peserta lelang kurang.
RISIKO NON OPERASIONAL Adanya temuan Audit Mutu yang berulang karena tindak lanjut temuan audit yang kurang optimal. Operating Ratio tinggi/melebihi target.
RISIKO INVESTASI: CASE STUDY
ANALISIS RISIKO
TERJADINYA KECELAKAAN KAPAL/PANDU/ ABK PADA PELAKSANAAN PELAYANAN PEMANDUAN. Pemanduan kapal dilakukan karena adanya alur pelayaran yang memiliki risiko tinggi Kondisi alur yang relatif sempit dan dangkal Sangat panjang berkelok-kelok (untuk pelabuhan sungai) Adanya ”Obstacle” olah gerak kapal karena terdapat bangkai kapal tenggelam dan/atau batuan karang Gangguan yang ditimbulkan antara lain berupa tertundanya pelayanan bagi kapal yang ingin keluar-masuk pelabuhan, bongkar-muat barang serta jalur yang tidak dapat dilalui oleh kapal yang lain di tempat terjadinya kecelakaan kapal.
TERJADINYA KECELAKAAN KAPAL/PANDU/ ABK PADA PELAKSANAAN PELAYANAN PEMANDUAN. Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak Tingkat Kemungkinan Level Risiko Terjadinya kecelakaan kapal/pandu/ABK pada pelaksanaan pelayanan pemanduan Operasiona l Tinggi
ET/BT TIDAK MENCAPAI TARGET SASARAN MUTU/KPI. Waktu Efektif (Effective Time/ET) merupakan jumlah jam bagi suatu kapal yang benar-benar digunakan untuk bongkar muat selama kapal di tambatan, Berth Time (BT) merupakan jumlah waktu siap operasi tambatan untuk melayani kapal. Rasio antara Waktu Efektif dan Berth Time ini menunjukkan bagaimana kesiapan pihak Pelabuhan Indonesia dalam melayani pengguna jasanya. Banyak hal yang mempengaruhi lamanya waktu kegiatan bongkar muat peti kemas, mulai dari persiapan peralatan, petikemas serta petugas yang melakukan bongkar muat peti kemas. Waktu persiapan yang terlalu lama mengakibatkan tersendatnya arus barang di pelabuhan baik proses bongkar muat petikemas maupun penimbunan petikemas di tempat penimbunan sementara
ET/BT TIDAK MENCAPAI TARGET SASARAN MUTU/KPI. Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak Tingkat Kemungkinan Level Risiko ET/BT tidak mencapai target sasaran mutu/ KPI Operasiona l SedangTinggi
PRODUKTIVITAS BONGKAR MUAT CURAH KERING TIDAK MENCAPAI TARGET YANG DITETAPKAN. Salah satu layanan yang disediakan oleh PT Pelindo II adalah pelayanan bongkar muat barang curah kering. Sebagai pelabuhan terbesar dan pintu keluar-masuk 70% perdagangan internasional di Indonesia, tidak hanya kapal bermuatan petikemas saja yang keluar masuk pelabuhan tetapi juga kapal dengan muatan barang curah kering.
PRODUKTIVITAS BONGKAR MUAT CURAH KERING TIDAK MENCAPAI TARGET YANG DITETAPKAN. Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak Tingkat Kemungkinan Level Risiko Produktivitas bongkar muat curah kering tidak mencapai target yang ditetapkan OperasionalSedang
TIDAK TERCAPAINYA TARGET AVAILABILITY CONTAINER CRANE KARENA ADANYA KERUSAKAN. Kurangnya ketersediaan Container Crane mengakibatkan proses pemindahan petikemas dari kapal menjadi lama sehingga berakibat pada lamanya waktu yang digunakan olah kapal untuk bersandar. Hal ini dikarenakan kapal harus menunggu giliran container crane selesai membongkar muatan kapal lain di pelabuhan. Akibatnya adalah antrian kapal yang akan bersandar menumpuk dan harus menunggu terlalu lama. Kerugian dari antrian yang menumpuk ini sangat merugikan para pengguna jasa, baik dari segi waktu maupun biaya
TIDAK TERCAPAINYA TARGET AVAILABILITY CONTAINER CRANE KARENA ADANYA KERUSAKAN. Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak Tingkat Kemungkinan Level Risiko Tidak tercapainya target Availability Container Crane karena adanya kerusakan Operasiona l TinggiRendahSedang
TIDAK OPTIMALNYA PENDAPATAN PAS PELABUHAN Setiap pengguna jasa pelabuhan harus membayar untuk dapat masuk ke dalam area pelabuhan yang dikelola oleh PT Pelindo I. Meskipun tidak berpengaruh langsung terhadap pelayanan utama PT Pelindo II, pas pelabuhan merupakan salah satu indikator dari naik-turunnya penggunaan layanan utama yang disediakan oleh PT Pelindo I.
TIDAK OPTIMALNYA PENDAPATAN PAS PELABUHAN Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak Tingkat Kemungkinan Level Risiko Tidak optimalnya pendapatan pas pelabuhan Operasiona l rendahSedangrendah
AVAILABILITY DERMAGA TIDAK MENCAPAI TARGET
Risiko Kategori Risiko Tingkat Dampak Tingkat Kemungkinan Level Risiko Availability dermaga tidak mencapai target karena adanya kerusakan Operasiona l TinggiSedangTinggi
EVALUASI RISIKO
NoRisikoKategori risiko Tingkat dampak Tingkat kemungkinan Level risikoPeringkat 1 Terjadinya kecelakaan kapal/pandu/ABK pada pelaksanaan pelayanan pemanduan OperasionalTinggi 1 2 ET/BT tidak mencapai target sasaran mutu/ KPI OperasionalSedangTinggi 4 3 Produktivitas bongkar muat curah kering tidak mencapai target yang ditetapkan OperasionalSedang 5 4 Tidak tercapainya target availability container crane karena adanya kerusakan OperasionalTinggiSedangTinggi2 5 Tidak optimalnya pendapatan pas pelabuhan OperasionalRendahSedangRendah6 6 Availability dermaga tidak mencapai target karena adanya kerusakan OperasionalTinggiSedangTinggi3 EVALUASI RISIKO & ANALISIS RESIKO
MITIGASI RISIKO
RISIKO OPERASIONAL Terjadinya kecelakaan kapal/pandu/ABK pada pelaksanaan pelayanan pemanduan. Pengaturan jadwal/shift jaga yang sesuai, dengan memperhitungkan tingkat kelelahan pandu. Informasi cuaca selalu di update dan melakukan komunikasi dengan benar dan selalu berkoordinasi antar kapal. Menyesuaikan pelayanan pemanduan dengan traffic kapal di alur serta koordinasi dengan pihak terkait. Melengkapi Pandu dan ABK dengan APD. Melaksanakan pemantauan keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) pada sarana opersional (kapal tunda dan Motor Pandu) maupun di ruangan (rutin)
RISIKO OPERASIONAL ET/BT tidak mencapai target sasaran mutu/ KPI. Memastikan 70% muatan harus sudah siap di pelabuhan saat kapal sandar dan kesiapan fasilitas alat bongkar muat serta melakukan pengendalian selama kegiatan bongkar muat berlangsung. Melakukan pengawasan dan evaluasi kegiatan bongkar muat. Memberikan teguran secara lisan dan mengeluarkan kapal dari posisi tambatan. Sosialisasi pelaksanaan kerja 24 jam kepada instansi terkait.
RISIKO OPERASIONAL Melaksanakan perencanaan bongkar muat yang efektif. Memastikan kesiapan alat, baik alat darat ataupun alat kapal, sehingga bila terjadi kerusakan di alat kapal bisa digunakan alat darat. Memastikan ketersediaan jumlah truk yang dipakai dan melakukan monitoring selama kegiatan berjalan. Memastikan kesiapan muatan, minimal 80% muatan sudah siap di lapangan, memastikan kesiapan truk. Pengadaan alat bongkar muat baik sewa maupun sendiri. Produktivitas bongkar muat curah kering tidak mencapai target yang ditetapkan.
RISIKO OPERASIONAL Melakukan kontrak maintenance dan pengaturan pengoperasian kerja alat. Investasi alat bongkar muat. Tidak tercapainya target Availability Container Crane karena adanya kerusakan.
RISIKO OPERASIONAL Tidak optimalnya pendapatan pas pelabuhan. Membuat konsep kerjasama dengan Pengelola TPS, melakukan koordinasi dengan unit dan instansi terkait, melakukan sosialisasi dengan pengguna jasa pelabuhan, dan membuat kesepakatan dengan pengguna jasa pelabuhan. Penertiban penarikan pas pelabuhan.
RISIKO OPERASIONAL Penambahan panjang dermaga, perbaikan lantai dermaga dan perkuatan dermaga serta koordinasi yang intensif dengan pihak-pihak terkait. Melakukan penggantian fender. Memberitahukan kepada pandu dan kapten kapal agar menyandarkan kapal dengan hati–hati. Availability dermaga tidak mencapai target karena adanya kerusakan.
RISIKO NON-OPERASIONAL Penyelesaian keluhan pelanggan tidak tepat waktu (tidak sesuai target yang ditetapkan). Melaksanakan pertemuan (coffee morning) dengan para pengguna jasa minimal 1 bulan sekali dan menyediakan kotak saran keluhan/klaim pelanggan. Menindaklanjuti surat-surat dari pengguna jasa dan melakukan koordinasi dengan divisi terkait. Penyelesaian keluhan pelanggan sesuai ketentuan yang berlaku. Koordinasi dengan Kantor Pusat untuk penanganan keluhan yang memerlukan biaya besar.
RISIKO NON-OPERASIONAL Pengaturan jadwal dan sistem kerja agar lebih efektif dalam melaksanakan tugas. Perubahan sistem dan prosedur serta pola operasi. Melakukan analisa beban kerja, merencanakan jumlah kebutuhan SDM yang ideal, serta mengusulkan dan melaksanakan rekrutmen baik organik maupun non organik. Terjadinya hambatan pada pelaksanaan pekerjaan/pelayanan karena tidak memadainya jumlah SDM.
RISIKO NON-OPERASIONAL Melakukan koordinasi dengan user (divisi terkait sebagai pengguna) untuk revisi OE. Memberikan informasi kepada user mengenai kelengkapan dokumen untuk proses pengadaan barang/jasa. Pengumuman lelang melalui website. Proses pelelangan/pengadaan barang dan jasa mengalami hambatan, keterlambatan, ataupun kegagalan karena OE terlalu rendah, dokumen user kurang lengkap, dan peserta lelang kurang.
RISIKO NON-OPERASIONAL Proses pelelangan/peng adaan barang dan jasa mengalami hambatan, keterlambatan, ataupun kegagalan karena OE terlalu rendah, dokumen user kurang lengkap, dan peserta lelang kurang. Melakukan koordinasi dengan user (divisi terkait sebagai pengguna) untuk revisi OE. Memberikan informasi kepada user mengenai kelengkapan dokumen untuk proses pengadaan barang/jasa. Pengumuman lelang melalui website.
RISIKO NON-OPERASIONAL Implementasi serta pemantapan ICT untuk modul Akuntansi Biaya dan Anggaran. Mengupayakan penghematan dengan prinsip efisiensi biaya terutama untuk mendapatkan harga yang rendah untuk setiap pengeluaran. Mengoptimalkan peralatan produksi dalam menghasilkan pendapatan. Operating Ratio tinggi/melebihi target.
KOMUNIKASI, KONSULTASI, REVEW & MONITORING
1. Risiko Legalitas Perusahaan berpotensi menghadapi risiko terkait dengan peraturan/kebijakan pemerintah yang dapat berdampak pada perubahan proses bisnis dan hilangnya pendapatan perusahaan, dicabut/tidak diperpanjangnya ijin suatu segmen usaha/pelayanan operasional dari pemerintah seperti pelayanan pemanduan, bongkar muat barang dan pelayanan terminal peti kemas serta peraturan lainnya yang bersifat mandatory, yang akan berdampak pada terhentinya proses layanan sehingga hilangnya pendapatan dan mengganggu kinerja keuangan Perseroan. Risiko terkait legalitas lainnya adalah tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak mitra sebagaimana yang telah disepakati pada perjanjian kerjasama usaha, sehingga perusahaan berpotensi kehilangan pendapatan yang telah dianggarkan tahun berjalan. Untuk memitigasi seluruh risiko tersebut di atas, Perseroan terus melakukan kegiatan optimalisasi dan peningkatan kapasitas bisnis yang ada melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi, memenuhi seluruh persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ instansi terkait lainnya untuk setiap segmen usaha dan operasional Perusahaan lainnya khususnya yang bersifat mandatory, seperti penerapan International Ship and Port Secutity (ISPS) Code, sistem manajemen K3 dan melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya oleh satuan pengawas internal Perusahaan, serta memastikan bahwa kriteria dan metode pemilihan mitra kerjasama telah ditetapkan dengan benar untuk mendapatkan mitra usaha yang tepat.
2. Risiko Strategis Risiko strategis yang dihadapi Perusahaan adanya potensi penyimpangan negatif antara proyeksi dan realisasi atas kebijakan yang bersifat stategis untuk pengembangan bisnis korporat, seperti pelaksanaan investasi dalam pemenuhan kebutuhan peralatan dan fasilitas serta penunjang operasional kepelabuhan lainnya, pendirian anak perusahaan dan penerimaan pembiayaan yang bersumber dari dana eksternal dalam rangka pengembangan Perusahaan yang bersifat jangka panjang. Hal ini dapat berdampak pada hilangnya potensi pendapatan dan atau terjadinya peningkatan biaya operasional, sehingga kinerja keuangan korporat akan terganggu. Perusahaan melakukan mitigasi atas risiko di atas dengan cara memastikan bahwa setiap rencana keputusan yang bersifat strategis didukung dengan kajian kelayakan sesuai dengan kriteria yang berlaku dan dapat dipertanggungjawabkan termasuk kajian risiko tersendiri, memastikan pelaksanaan investasi/ pengadaan berjalan sesuai ketentuan yang berlaku, memonitoring setiap tahapan implementasi investasi mulai dari perencanaan hingga pemanfaatannya.
3. Risiko Pasar/Bisnis Untuk melaksanakan pengelolaan pelabuhan di 4 (empat) propinsi yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau, Perusahaan menghadapi risiko keterbatasan market share untuk pelayanan bongkar muat barang, berkurangnya pangsa pasar karena kebijakan pemerintah yang memberikan ijin pengoperasian terminal untuk kepentingan sendiri dan pendirian badan usaha pelabuhan (BUP) oleh pihak swasta, penurunan kondisi perekonomian yang berdampak pada turunnya arus barang ekspor dan impor, kegagalan untuk menerapkan tarif optimal sesuai layanan serta kegagalan dalam mendapatka mitra kerjasama untuk rencana pengembangan dan peningkatan kualitas layanan. Risiko-risiko tersebut akan berdampak terjadinya kelebihan kapasitas yang tidak dapat dimanfaatkan (idle capacity), tingginya biaya operasional, tidak tercapainya target pendapatan dan terganggunya kinerja keuangan. Namun Perusahaan telah melaksanan program mitigasi untuk meminimalisir kemungkinan dampak dengan cara meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa dengan jaminan layanan bongkar muat melalui Service Level Agreement (SLA) dan Service Level Guarantee (SLG) kepada pengguna jasa disertai dengan telah dilaksanakannya survey kepuasan pelanggan setiap tahunnya untuk mengetahui kebutuhan pelanggan untuk peningkatan kualitas layanan, optimalisasi kapasitas melalui penataan pelabuhan melalui penetapan dedicated berth/dedicated terminal untuk meyakinkan pasar bahwa pelayanan yang diberikan Perusahaan lebih efisien dibanding pendirian pelabuhan sendiri, perluasan pelayanan di luar wilayah kerja seperti pelayanan pemanduan Selat Malaka, ekstensifikasi usaha seperti jasa logistik barang mulai dari gudang pemilik hingga pemuatan ke kapal, pengusahaan depo peti kemas, serta pengembangan layanan pendukung lainnya seperti pembangunan cold storage bagi komoditi agriculture yang akan diekspor serta pembangunan car terminal untuk layanan bongkaran mobil, serta pengembangan bisnis lainnya melalui kerjasa usaha dengan mitra strategis, baik dilaksanakan oleh Perseroan maupun melalui Entitas Anak. Disamping itu Untuk mempertahanka
4. Risiko Keuangan Risiko keuangan yang mungkin terjadi antara lain melemahnya nilai tukar rupiah yang berdampak pada peningkatan pembayaran pokok dan bunga pinjaman, karena saat ini Perusahaan masih memiliki pinjaman dalam mata uang USD sedangkan penerimaan pendapatan dalam mata uang rupiah, kenaikan tingkat suku bunga pinjaman bank, terjadinya risiko likuiditas yang disebabkan pencatatan pendapatan dalam bentuk piutang. Risiko tersebut akan berdampak pada terganggunya likuiditas perusahaan dan kinerja keuangan lainnya. Untuk itu telah dilaksanakan mitigasi dengan cara mengalokasikan dana simpanan dalam mata uang USD sesuai dengan besaran kewajiban, penerimaan pembiayaan dari dana eksternal (bank dan non bank) hanya dalam mata uang rupiah, penerapan cash management system (CMS) dan uang panjar atas setiap permintaan pelayanan, serta penerapan sistem Host to Host untuk kemudahan pembayaran oleh pengguna jasa.
5. Risiko Sumber Daya Manusia Kebijakan Perseroan untuk melakukan transformasi perusahaan untuk mewujudkan visi dan misi, berpotensi menimbulkan risiko dari internal Perseroan yaitu penolakan dari pegawai, gangguan operasional pelayanan dan administrasi lainnya, pemogokan kerja dan ketidakefektifan dalam pengelolaan sumber daya manusia. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan proses Manajemen Perubahan (Change Management) organisasi menjadi gagal/tidak berjalan, terganggu/ terhentinya proses pelayanan operasional yang dapat menimbulkan keluhan pengguna jasa dan menimbulkan citra yang kurang baik bagi perusahaan serta inefisiensi jika biaya pengelolaan perubahan lebih besar dibanding peningkatan kinerja yang diharapkan. Untuk mengantisipasi risiko tersebut, Perseroan telah melakukan peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan kepada karyawan secara berkesinambungan, menerapkan sistem manajemen kinerja yang berbasis elektronik yang menyelaraskan perubahan prilaku dan pencapaian target indvidu dengan reward yang akan didapat, program komunikasi yang intensif untuk optimalisasi penerapan manajemen perubahan, penerapan proses administrasi pelayanan melalui aplikasi teknologi informasi untuk standarisasi pelayanan jika harus diambil alih oleh satuan tugas khusus jika terjadi pemogokan, pelaksanaan survey setiap tahunnya terkait tingkat kepuasan dan keterikatan pegawai sebagai bahan umpan balik untuk peningkatan kualitas dan kinerja sumber daya manusia.