INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERTEMUAN KE Pengertian Tabel I-O 2. Jenis Transaksi Tabel I-O.
Advertisements

Kerangka Dasar dan Manfaat Tabel I-O, asumsi dan Keterbatasannya
BAB 6 EKONOMI MIKRO DAN EKONOMI MAKRO.
PERINDUSTRIAN MEDIA PEMBELAJARAN VERRY A.J.M. SILALAHI,S.Sos.
Sektor Industri Idham Cholid.
ALIRAN STRUKTURALIS Adalah aliran pengembangan ide dasar sosialisme yang muncul di akhir 1940 dan 1950an. Teori strukturalis percaya bahwa pembangunan.
PERTANIAN PERTEMUAN 8 Powerpoint Templates.
INDUSTRIALISASI DI INDONESIA
PEMBANGUNAN PERTANIAN
Pertumbuhan Ekonomi, Perubahan Struktur Ekonomi dan Krisis Ekonomi
PELAKU EKONOMI PERTEMUAN 10.
Pertumbuhan Ekonomi, Perubahan Struktur Ekonomi dan Krisis Ekonomi
Ekonomi Industri Idham Cholid.
MENGHASILKAN INDUSTRIALISASI PINGGIRAN
Dr. H. Mustika Lukman Arief, SE. MM.
Pertemuan 7 Industrialisasi dan Perkembangan Sektor Industri
PERTUMBUHAN EKONOMI ,PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI , DAN KRISIS EKONOMI
GEOGRAFI INDUSTRI M. KHAIDIR CP.
Produk Domestik Regional Bruto
SEKTOR PERTANIAN.
INDUSTRI PERTEMUAN KE-3.
PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA
Berita Resmi Statistik
Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi
Struktur Ekonomi Jawa Timur, 2016
PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG DAN MAJU
BAB XIV. ANALISIS INDUSTRI
KINERJA SEKTOR INDUSTRI TRIWULAN I TAHUN 2014
Pendapatan Nasional, Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi
PERTEMUAN IX USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)
TEORI KUTUB PERTUMBUHAN
GLOBALISASI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
BAB 6 EKONOMI MIKRO DAN EKONOMI MAKRO.
DATA INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN
KINERJA SEKTOR INDUSTRI TRIWULAN II TAHUN 2015
Pendapatan Nasional, Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi
PENYUSUN KELOMPOK 11 Indun Ifana ( ) Ahmad Burhanudin ( ) Mohammad Setian ( ) Devie Erwine P ( ) Abdu Rofi’ud.
PERUBAHAN DAN PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
Pendapatan Nasional, Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi
PELAKU – PELAKU EKONOMI
Modul / Tatap Muka 13 EKONOMI INDONESIA MENUJU 2013
PERTUMBUHAN INDUSTRI AGRO SAMPAI DENGAN PERIODE TW III 2016
PROSPEK DAN POTENSI UKM.
PELAKU – PELAKU EKONOMI
1. Masalah Pertumbuhan dan Pemerataan: Pengalaman Asia Timur
Rapat Panitia Anggaran DPR RI Tentang Asumsi Makro APBN 2009 dan RAPBN 2010 Bank Indonesia Jakarta, 1 Juni 2009.
Kinerja Kebijakan Ekonomi & Perekonomian
Assalammuallaikum wr.wb
Perdagangan Luar Negeri, Proteksi dan Globalisasi
KERJASAMA BILATERAL INDONESIA DAN AMERIKA DI BIDANG EKONOMI
A. PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Peran dan Perkembangan Agribisnis di Indonesia
TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI
PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN
Industri pangan berbasis hasil UNGGAS
Peranan Sektor Industri di Indonesia
Perekonomian Indonesia
PEREKONOMIAN INDONESIA
Mempercepat Transformasi Industri Manufaktur Untuk Mewujudkan Industrialisasi Indonesia Yang Berdaya Saing Global Presented by :
TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI
Proposal Skripsi “Analisis Pengaruh Keterbukaan Ekonomi Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Di Sumatera Utara” Oleh: Rohani M Siburian NIM: Dosen.
PENDAPATAN NASIONAL DAN STRUKTUR EKONOMI
Perkembangan Ekonomi Indonesia dan Prospek Ekonomi Sektoral
PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI DAN PEMBERDAYAAN TENAGA KERJA DIFABEL
MK :Manajemen Agrobisnis SKS : 2/1 Dosen : Dr. Ir. Rini Widiati, MS
1. Masalah Pertumbuhan dan Pemerataan: Pengalaman Asia Timur
LEADERSHIP AND ENTREPRENEURSHIP
TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN SAMPANG 2018
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAMBI TAHUN 2020
Transcript presentasi:

INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI A. Konsep dan Tujuan Industrialisasi Konsep industrialisasi dalam sejarah pembangunan ekonomi berawal dari proses revolusi industri dengan serangkaian penemuan-penemuan baru yang inovativ. Industrialisasi merupakan proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, dan perdaganan antarnegara yang pada gilirannya sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat yang mendorong perubahan struktur ekonomi. Secara umum pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita hanya dapat terjamin lewat industrialisasi kecuali negara-negara yang sangat kaya akan SDA, seperti Kuwait dan Libya.  

Riedel (1992) : Industrialisasi bukanlah tujuan tapi strategi untuk mendukung proses pembangunan untuk mencapai peningkatan perdapatan perkapita.  Chenery (1992) : Industrialisasi merupakan tahapan logis dari perubahan struktur industri yang diujudkan melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan kesempatan kerja.

B. Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional Lihat tabel berikut

Sumber-sumber Utama Pertumbuhan PDB Menurut Tiga Sektor Penting di Negara-negara Berkembang, 1970 – 1995 (dlm persen) Sektor Laju Pertumbuhan Rata-rata Kontribusi pada Pertumbuhan PDB 70-80 80-90 90-95 70-95 Pertanian 2,7 3,4 2,4 2,9 10,5 16,0 8,2 13,9 Manufaktur 6,8 4,6 6,9 5,9 21,3 26,0 32,1 22,9 Jasa 6,3 3,6 4,5 4,9 50,3 49,4 46,4 47,6 PDB 5,7 3,5 4,7 100,0

Sektor industri manufaktur di negara berkembang (LDCs) berkembang pesat. Pertumbuhan output yang tinggi ini terutama disebabkan oleh permintaan eksternal yang kuat dengan rata-rata pertumbuhan ekspor sebesar 9,3% pertahun pada periode 1970-1995.   Bahkan kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dijuluki a miraculous economy karena kinerja ekonominya yang sangat menakjubkan pada periode 1970-1995, dengan pertumbuhan rata-rata PDB 7,4% (dunia = 2,9%, LDCs = 4,6%). Industri manufaktur menjadi kontributor utama pertumbuhan dengan rata-rata 9,4% pertahun. Pangsa manufaktur dalam PDB naik dari 17,2% menjadi 26,9%.

Indonesia masih berada pada tahap awal industrialisasi tapi dengan kecepatan yang sangat pesat. Sejak tahun 1983 hingga dekade 1990-an peran sektor-sektor primer cenderung menurun, sementara sektor-sektor sekunder (industri manufaktur, listrik, gas, dan air, serta konstruksi) dan sektor-sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi, bank dan keuangan, dan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya) terus meningkat.

Distribusi PDB Menurut Sektor pada Harga Konstan, 1983-1998 (Rp Milyar) 83*) Harga Konstan 1993 93 94 95 96 97 98 Primer 33,87 90,46 92,55 97,39 101,6 103,0 102,34 Tani 17,76 58,96 59,29 61,88 63,83 64,48 64,99 Tambang 16,10 31,50 33,26 35,50 37,74 38,54 Sekunder 14,81 99,36 112,21 125,13 140,06 148,46 121,46 Manufaktur 9,9 73,56 82,65 91,64 102,26 107,63 94,85 Lis,G,&air 3,14 3,29 3,7 4,29 4,88 5,48 5,58 Konstruksi 4,60 22,51 25,58 29,20 32,91 35,35 21,03 Tersier 28,94 139,96 149,88 161,28 172,17 181,78 152,25 Dgang H,R 11,42 55,30 59,50 64,23 69,47 73,52 60,25 Trans-kom 4,10 23,25 25,19 27,33 29,70 31,78 26,97 Bank-keu 2,36 14 15,94 18,11 18,89 19,96 13,17 Rental, RE 9,69 10,09 10,64 11,27 11,83 9,48 Jasa lain 8,71 37,71 39,15 40,97 42,84 44,67 42,37 PDB 77,62 329,78 354,64 383,79 413,78 433,25 376.05

Kontribusi Terhadap PDB Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara *** Angka Sangat sangat sementara

Pertumbuhan PDB Menurut Sektor pada harga Konstan, 1995 – 1998 (dalam persen) 1996 1997 1998*) Pertanian 4,38 3,00 0,72 0,22 Pertambang 6,74 5,82 1,71 (4,16) Ind Manuf 10,88 11,59 6,42 (12,88) L,G, A 15,91 12,78 12,75 3,70 Konstruksi 12,92 12,76 6,43 (39,74) Dgang, H,R 7,94 8,00 5,80 (18,95) Trans-kom 8,50 8,68 8,31 (12,80) Bank-Keu 11,04 9,00 6,45 (26,74) Jasa-jasa 3,27 3,40 2,84 (4,71) PDB 8,22 7,98 4,71 (13,68) PDB tanpa migas 9,24 8,34 5,45 (14,78)

Kinerja Sektor Inustri Manufaktur, 1985 – 1997 Kriteria Perubahan Struktural Pertumbuhan Rata-rata(% pertahun) 1985 1997 1999 85-88 89-93 94-99 %NTM dalam PDB 11 23 NTM 12 22 %Manufaktur dalam total ekspor 14 47 EM 36 28 7   E4 1

NTM = Nilai Tambah Manufaktur; ME = Ekspor Manufaktur, E4 = ekspor empat produk unggulan: kayu lapis, tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki.   Dalam kelompok Asean, share output industri terhadap PDB Indonesia masih relatif kecil meski pertumbuhan output rata-ratanya tinggi. Ini menandakan bhw Indonesia belum memiliki tingkat industrialisasi yang tinggi dibanding dengan misalnya Malaysia dan Thailand.

Kontribusi Terhadap Perkembangan Ekspor Nonmigas (Juta US$) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan Sektor pertanian merupakan komoditi ekspor yang akan memperbesar devisa negara Negara-negara yang memiliki sumberdaya yang rendah akan memenuhi kebutuhan (khususnya pangan) penduduknya melalui kegiatan perdagangan (impor)

Berdasarkan nilai tambah sektor industri manufaktur (NTSIM) per kapita peringkat Indonesia pada tahun 1965 paling bawah dibanding LDCs lain. Negara-negara yang lebih awal memulai industrialisasinya seperti Meksiko, Brasil dan Turki memiliki NTSIM 15-30 kali NTSIM Indonesia. Pada dekade 1980-an dan 1990-an peringkat Indonesia naik hingga berada diatas Cina dan India. Sedangkan perbandingan dengan negara-negara Meksiko, Brasil, dan Turki tinggal menjadi 5-6 kali dibawahnya.

Pangsa ekspor manufaktur dari seluruh ekspor dipengaruhi oleh tingkat kemajuan industri yang terdapat disuatu negara. Meski ditahun 1980-an tumbuh cepat, tahun 1995 nilai pangsa ekspor manufaktur terhadap seluruh ekspor menjadi hanya sekitar 4% yang mana hampir sama dengan di Turki, Brasil, dan Malaysia. Cina dan India memiliki angka 50% dan Korea 60%. Ukuran lain adalah rasio NTSIM terhadap nilai tampah sektor pertanian yang menunjukkan kecendrungan untuk terus meningkat.  

Pekerja

Tingkat pendalaman struktur industri juga dapat dilihat dari pendalaman dalam beragam jenis atau kelompok barang menurut sifat dan penggunaannya, misal antara barang modal VS barang-barang konsumsi; atau antara barang-barang konsumsi sederhana VS barang konsumsi yang sophisticated atau durable; atau produk padat modal/teknologi/knowledge yang tinggi VS produk-produk padat karya. Menurut orientasi pasarnya, bisa berupa barang-barang untuk pasar domestik (import substituted goods) VS barang-barang berorientasi ekspor. Jadi industri manufaktur terkait pada tiga hal : diversifikasi produk, intensitas pemakaian faktor-faktor produksi (termasuk SDA), dan orientasi pasar.

Jenis Industri Manufaktur Non Migas menurut Cabang Harga konstan 2000 0.20 15.12 9. Barang lainnya 0.71 -2.68 7. Logam Dasar, Besi dan Baja 1.04 9.56 6. Semen dan Galian Non-Logam 24.52 7.65 Total 5.52 17.65 8. Alat Angkut, Mesin dan Peralatan 4.15 9.14 5. Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 1.30 7,73 4. Kertas dan Barang Cetakan 1.36 -2.01 3. Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya 3.38 4.23 2. Tesktil, Barang Kulit dan Alas Kaki 6.90 1.66 1. Makanan, Minuman dan Tembakau Kontibusi Thd PDB 2004 Laju Pertumbuhan 2004 Sektor Industri (ISIC 2-digit) ISIC: 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, dan 39 23 Sumber : Departemen Perindustrian (2006)

PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI MANUFAKTUR Secara umum industri manufaktur di LDCs relatif masih terbelakang disebabkan faktor-faktor keterbatasan teknologi, kualitas SDM, Dana pemerintah dan swasta, intensitas kerja sama antar instittusi, dan lain-lain.   Indikator keterbatasan teknologi salah satunya adalah tingkat produktifitas baik secara parsial ataupun keseluruhan yang disebut Total Faktor Productivity (TFP). Misal dalam kurun waktu 1968-1988 TFP Indonesia turun dari 5% menjadi 1%. Pada saat yang sama TFP Korea Selatan naik dari 3,4% menjadi 5%. Pada periode 1982-1988 TFP Indonesia hanya seperempat TFP Korsel.

Gejala deindustrialisasi terjadi untuk industri padat karya Setidaknya 467 perusahaan tekstil, pemintalan, pencelupan, dan garmen di Jawa-Bali menutup usaha (API, 2006). Ditutupnya perusahaan berarti menambah panjang barisan pengangguran Indonesia. Masalah: Kenaikan harga BBM dan UMK Banjir impor dari China dll Tak ada peremajaan mesin Selundupan % Ekspor Industri Padat Karya

Kelemahan-kelemahan Industri Manufaktur Indonesia (Studi UNIDO, 2000) I. Kelemahan-kelemahan Struktural II. Kelemahan-kelemahan organisasi

I. Kelemahan-kelemahan Struktural 1.     BASIS EKSPOR DAN PASAR YANG SEMPIT Tergantung 4 produk: kayu lapis, pakaian jadi, tekstil, dan alas kaki dengan pangsa 50%. Sepuluh (10) produk menguasai 80% total ekspor. Pasar terbatas kepada negara-negara yang menerapkan kuota (the Multi-fibre Agreement, MFA) seperti USA, EC, Kanada, Norway, dan Turkey. Tiga negara menyerap 50% ekspor manufaktur, sementara 50% ekspor pakaian jadi dan tekstil diserap USA. Ekspor unggulan padat karya menurun akibat persaingan Cina dan Asia lainnya. Demand produk ekspor Indonesia di negara-negara maju inelastis. Faktor eksternal berpengaruh signifikan dalam penurunan daya saing ekspor.

2. KETERGANTUNGAN PADA IMPOR SANGAT TINGGI Karena terlalu besar bergantung pada PMA, industri-industri berteknologi tinggi seperti farmasi, kimia, elektronik, barang-barang konsumsi, alat-alat listrik, dan otomotif, maka industri manufaktur indonesia tidak sebenarnya tapi hanya merupakan penggabungan, pengepakan, dan assembling.

3. Tidak adanya/kurangnya Industri berteknologi mengengah Kontribusi industri-industri berteknologi menengah seperti industri karet dan plastik, semen, logam dasar, dan barang-barang sederhana dari logam terus menurun.. Kontribusi produk-produk padat modal seperti material plastik, pupuk, bubuk kertas dan kertas, besi dan baja turun. Kecendrungan ini berbeda dengan negara-negara lain dengan derajat industrialisasi yang relatif sama.

4. KONSENTRASI REGIONAL Ketimpangan Pengembangan yang Tidak optimal

PERMASALAHAN STRUKTURAL INDUSTRI INDONESIA Industri Indonesia terkonsentrasi secara geografis ke Kabarin (Kawasan Barat Indonesia), yaitu Jawa, Bali dan Sumatra. Ini terlihat dari aktivitas industri manufaktur, pajak-pajak pusat, dana & kredit perbankan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Pulau: 1976-2001 (%) Sumber: Diolah dari BPS

II. Kelemahan-kelemahan organisasi 1. Industri Kecil dan Menengah masih Underdeveloped 2.    Konsentrasi Pasar. Pangsa output (concentration ratio/CR4) oleh 4 perusahaan besar mencapai 75% 3.  Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi. Memusatkan lobi dibanding teknologi/daya saing untuk membangun relasi dagang. 4.    Lemahnya Sumber Daya Manusia     II. Kelemahan-kelemahan organisasi

STRATEGI PEMBANGUAN SEKTOR INDUSTRI STRATEGI SUBSTITUSI IMPOR (SI) – INWARD LOOKING STRATEGY STRATEGI PROMOSI EKSPOR – OUTWARD LOOKING STRATEGI

Argumen bagi STRATEGI SUBSTRITUSI IMPOR SUMER DAYA ALAM DAN FAKTOR LAIN PERMINTAAN PASAR DALAM NEGERI GROWTH POLE INDUSTRI DLM NEGERI KESEMPATAN KERJA MENGHEMAT DEVISA DAN KETERGANTUNGAN DARI LUAR NEGERI

TAHAPAN STRATEGI SUBT. IMPOR MEMBANGUN INDUSTRI BARANG-BARANG KONSUMSI MENGEMBANGKAN INDUSTRI HULU (UPSTREAM INDUSTRIES)

PENERAPAN STRATEGI SUBTSTITUSI IMPOR DI INDONESIA BENTUK JOINT VENTURE SKALA BESAR DAN PADAT MODAL INFANT INDUSTRY ARGUMENT- PROTEKSI BERLEBIHAN DAN DALAM JANGKA WAKTU LAMA HIGH COST ECONOMY-INEFFICIENT TIDAK PROFESIONAL, DAYA SAING RENDAH TERGANTUNG IMPORTED CONTENTS NERACA PEMBAYARAN TERANCAM

PENYEBAB KEGAGALAN (menurut Hasibuan, 1993) Ketidak siapan bahan baku dan tenaga kerja Kompetisi pasar kecil atau tidak ada Ketergantungan pada impor tinggi Pilihan teknologi produksi yang salah Nilai tambah yang terus menurun Proteksi yang tidak mendidik

STRATEGI PROMOSI EKSPOR SYARAT EFEKTIF ADA SIGNAL HARGA YANG JELAS DI PASAR PROTEKSI IMPOR RENDAH NILAI TUKAR MATA UANG YANG REALISTIS INSENTIF YANG MANTAP DALAM PENINGKATAN EKSPOR