Bank dan Lembaga keuangan 1 PTA 2015/2016 RAHASIA BANK Bank dan Lembaga keuangan 1 PTA 2015/2016
Tujuan Penerapan kerahasiaan bank Dasar dari kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan juga sebaliknya, maka kegiatan perbankan tidak akan berjalan dengan baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar kepercayaan masyarakat kepada bank adalah terjamin atau tidaknya rahasia nasabah yang ada di bank. Data nasabah yang ada di bank, baik data keuangan maupun non keuangan, seringkali merupakan suatu data yang tidak ingin diketahui oleh orang atau pihak lain. Jumlah kekayaan yang tersimpan dibank bagi nasabah tertentu merupakan suatu yang perlu dirahasiakan dari orang lain. Biodata bagi nasabah tertentu merupakan data yang harus dirahasiakan. Sebagian nasabah juga sangat menginginkan agar pinjaman dari bank tidak diketahui oleh orang lain. Bila kerahasian data nasabah tidak dapat dijamin oleh bank, maka nasabah akan merasa enggan untuk berhubungan dengan bank. Dalam usaha untuk mewujudkan terjaminnya rahasia tertentu dari nasabah yang berada di bank, maka ketentuan tentang rahasia bank dicantumkan dalam Undang-undang perbankan.
Dasar Hukum Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah mencamtumkan aturan tentang rahasia bank dalam Bab I Pasal I Butir 16 dan Bab VII Pasal 40,41, 42, 43, 44, 45 dan Bab VIII Pasal 47. Aturan mengenai rahasia Bank ini kemudian diubah seperti tercamtum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Rahasia bank yang dimaksud dalam Undang-undang No.10/1998 tersebut sangat berbeda dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Dalam Undang-undang Nomor 7/1992 yang dimaksud dengan rahasia bank adalah : “segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan”. Definisi tersebut merupakan suatu batasan yang sangat luas dan cenderung kurang jelas mengenai rahasia bank. Pembatasan didasarkan pada istilah “menurut kelaziman dunia perbankan”, sehingga batasannya sangat tergantung pada interpretasi dari istilah “kelaziman”. Interpretasi satu orang sangat mungkin tidak sama dengan orang lain. Secara umum batasan tersebut juga dapat diartikan bahwa rahasia bank mencangkup data milik nasabah deposan maupun nasabah debitor. Perkembangan dunia perbankan sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sampai dengan 1998 menunjukkan bahwa bank sering kali mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kredit bermasalah karena terbentur aturan tentang rahasia bank. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan untuk memberikan batasan yang lebih jelas terhadap rahasia bank, maka Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 mengubah pengertian rahasia bank dalam Pasal 1 Butir 1 sebagai berikut : “segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya”. Undang-undang ini membatasi rahasia bank hanya pada data nasabah deposan atau penyimpan dana. Perubahan ini membawa dua macam konsekuensi. Pertama, perubahan tersebut menyebabkan peningkatan posisi bank dalam berhubungan dengan debitornya, karena data nasabah peminjam dana tidak termasuk dalam pengertian rahasia bank. Manfaat ini akan dirasakan oleh bank terutama untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah. Kedua, perubahan ini sedikit banyak akan menurunkan motivasi calon debitor untuk memperoleh bantuan dana pinjaman dari bank, karena kerahasiaan datanya tidak termasuk dalam pengertian rahasia bank. Disamping dua konsekuensi tersebut, masih terdapat satu permasalahan yang akan muncul pada saat penentunan suatu data termasuk rahasis bank atau bukan.
Nasabah debitor biasanya juga sekaligus sebgai nasabah penyimpan dana, sehingga penentuan suatu data nasabah tergolong data nasabah penyimpan atau peminjam merupakan sesuatu yang tidak mudah. Masalah tersebut sebenarnya sudah berusaha di antisipasi melalui penjelasan Pasal 40 UU No. 10 tahun 1998, namun penjelasan tersebut tetap kurang secara jelas menyelesaikan permasalahan tersebut. Penjelasan Pasal 40 tersebut adalah sebagai berikut: “apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitor, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan.” Secara lebih rinci UU No. 7 tahun 1992 dan UU No. 10 tahun 1998 mengatur rahasia bank sebagai berikut: a. Rahasia bank adalah segala sesuatau yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. b. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya c. Ketentuan tersebut berlaku pula bagi pihak terafiliasi. d. Pihak terafiliasi adalah : 1. Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank. 2. Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pihak yang meemberikan jasanya kepada bank, antara lain, akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya. 4. Pihak yang meurut penilaian BI turut memepengaruhi pengelolaan bank, antara lain, pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.
Pengecualian Terhadap Rahasia Bank Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan Undang undang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi. Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi : a. Kepentingan perpajakan Pimpinan bank Indonesia atas permintaan menteri keungan berwenag mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti bukti tertulis serta surat surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Printah tertulis tersebut harus menyebutkan nama pejabat paajk dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya, dan pihak bank wajib memberikan keterangan keterangan yang diminta. b. Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN Pimpinan bank Indonesia memberikan ijin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara untk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak bank wajib memerikan keterangan yang diminta. Ijin sebagaimana dimaksud diatas diberikan secara tertulis atas permintan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tertulis tersebut diatas harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitor bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan. c. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaiman dimaksud diatas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Makamah Agung. Pemberian izin oleh bank Indonesia harus dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan diterima secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, hakim, nama tersangka atau terdakwa, serta alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
d. Perkara perdata antara bank dan nasabahnya Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Dalam situasi ini bank dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara serta keterangan yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia. e. Tukar menukar informasi antar bank Direksi bank dapat memberitaukan keadaan keuangan nasabah kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari bank lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi, sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitor yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar menukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. f. Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis. g. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.
Sanksi Administratif Dunia perbankan mengelola uang dari masyarakat, maka bank wajib menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bank wajib menjaga keamanan uang masyarakat agar benar-benar aman. Agar keamanan uang nasabah terjamin maka pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang telah tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya. Bank harus menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar kerahasiaan ini perbankan akan dikenai sanksi. Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank, mereka berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan. Perlanggaran terhadap berbagai aturan yang berlaku, termasuk kerahasiaan bank, maka akan dikenakan sanksi tertentu sesuai yang tercantum dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998. Sanksi juga diberikan kepada siapa saja yang melakukan kegiatan perbankan seperti menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia. Pelanggaran semacam itu dapat diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah). Kemudian sanksi juga diberikan kepada anggota diberikan kepada anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan seperti memberikan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,- (delapan miliar rupiah). Perbankan juga harus menyampaikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba/rugi serta penjelasannya secara berlaka dalam waktu dan bentuk yang telah ditetapkan dan telah diaudit oleh akuntan publik.
Selanjutnya apabila anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank dengan sengaja: 1. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; 2. menghilangkan atau memasukan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; 3. mengubah, mengaburkan atau menyembunyikan , menghapuskan atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening atau dengan sengaja bank mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5(lima) tahun dan paling lama 15(lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000,- (dua ratus miliar rupiah).