Digital Right dalam Free Trade Oleh Firdaus Cahyadi Yayasan SatuDunia
Firdaus Cahyadi Seorang ayah, blogger, penulis opini di media massa, konsultan analisis media & strategi komunikasi organisasi masyarakat sipil & trainner penulisan, Knowledge Management dan Direktur Yayasan SatuDunia
Internet dan Free Trade Data statistic World Trade Organization (WTO) menunjukan bahwa perdagangan jasa global terus berkembang sejak 2010 dan membukukan pertumbuhan tertingginya pada 2014 yakni sebesar 5%. Hal ini jauh sekali jika dibandingkan perdagangan barang global yang hanya tumbuh rata-rata sebesar 1% tiap tahunnya. WTO pun mengklaim bahwa pertumbuhan sektor jasa ini dikontribusikan oleh sektor teknologi informasi yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 18% hampir di tiap tahunnya (WTO Statistic 2015, Pg.15) Isu digital ekonomi sudah menjadi fokus pembahasan diberbagai perundingan perjanjian perdagangan bebas. Baik dalam Perjanjian Trans-Pacific Partnership (TPP), perundingan RCEP, dan EU CEPA, isu perdagangan digital diatur di bawah E- commerce, telekomunikasi, investasi, Intelectuall property rights, dan perdagangan jasa.
Bagaimana dengan Indonesia? (tantangan pertama)
Pengguna Internet di Indonesia
Kesenjangan Infrastruktur Telematika
Palapa ring project
Pengaturan Internet dalam FTA
Pengaturan yang melibatkan banyak pihak
FTA = Secret Trade
Bagaimana dengan Indonesia? (tantangan Kedua)
Teks perjanjian FTA tertutup? "Teks perundingan perdagangan bebas (free trade) itu tertutup sifatnya," kata Ditjen Perjanjian Ekonomi Kementerian Luar Negeri Guruh Langkah Samudra dalam sebuah workshop untuk jurnalis yang bertajuk "Gugatan Investor Asing VS Negara" di Jakarta (7/2), "Teks perjanjian perdagangan bebas akan dibuka ke publik setelah selesai dirundingkan dan akan disahkan dengan persetujuan DPR.”
Pengaturan data pribadi di fta TPP Article 14.11: Cross-Border Transfer of Information by Electronic Means “Each Party shall allow the cross-border transfer of information by electronic means, including personal information, when this activity is for the conduct of the business of a covered person.”
Bagaimana dengan Indonesia? (tantangan Kedua)
Perlindungan data pribadi di Indonesia
Pemblokiran dalam FTA Teks TPP 18.82.3 (a) With respect to the functions referred to in paragraph 2(c) and paragraph 2(d), these conditions shall include a requirement for Internet Service Providers to expeditiously remove or disable access to material residing on their networks or systems upon obtaining actual knowledge of the copyright infringement or becoming aware of facts or circumstances from which the infringement is apparent, such as through receiving a notice157 of alleged infringement from the right holder or a person authorised to act on its behalf” Indonesia-EU CEPA Article XX (b V) the provider removes or disables access to the information it has stored upon obtaining knowledge30 of the fact that the information at the initial source of the transmission has been removed from the network, or access to it has been disabled
Tanggung jawab ISP dalam FTA Terkait dengan peran yang strategis di ranah online tersebut, hampir di semua teks perundingan perdagangan bebas terkait dengan hak cipta di internet, selalu menyertakan kewajiban perantara internet dalam penanggulangan penyebaran konten yang diduga melanggar hak cipta. TPP 18.83. (3b) An Internet Service Provider that removes or disables access to material in good faith under subparagraph (a) shall be exempt from any liability for having done so, provided that it takes reasonable steps in advance or promptly after to notify the person whose material is removed or disabled Indonesia-EU CEPA Article XX Subject to the other paragraphs of this Article, each Party shall provide limitations or exemptions in its domestic legislation regarding the liability of intermediary service providers for infringements of copyright or related rights that take place on or through tele-communication networks in relation to the provision or use of their services. Such companies include internet service providers (ISPs), search engines and social media platforms.
Resiko terhadap Digital Right Hal yang perlu digaris bawahi dalam tanggung jawab perantara internet adalah bahwa pada prinsipnya sebagai penyedia jasa perantara internet tidak bertanggungjawab atas konten melanggar yang disebarkan oleh pihak ketiga yang menggunakan jasa yang mereka sediakan tersebut. Jika ada permohonan untuk menghapus atau memblokir konten maka itu harus melalui penetapan pengadilan. Industri perantara internet juga tidak diperbolehkan untuk diminta untuk memonitor aktivitas online penggunanya atas nama pencegahan pelanggaran hak cipta. Kegiatan memonitor aktivitas online dari pengguna jasa mereka dapat dikategorikan kegiatan memata- matai dan melanggar privasi di ranah online. Pada prinsipnya, ketentuan tanggungjawab perantara, yang dikenal sebagai ‘notice-and-takedown’ (pemberitahuan-penghapusan), yang memberikan insentif untuk industri penyedia jasa untuk menghapus konten tanpa pemberitahuan yang selayaknya atau bukti pelanggaran nyata, akan mengancam kebebasan berekspresi, hak atas informasi dan pengetahuan di internet.
Pengaturan Hak Cipta di Indonesia
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 tentang Hak Cipta Pasal 55 (1) Setiap Orang yang mengetahui pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait melalui sistem elektronikuntuk Penggunaan Secara Komersial dapat melaporkan kepada Menteri. (2) Menteri memverifikasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal ditemukan bukti yang cukup berdasarkan basil verifikasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas permintaan pelapor Menteri merekomendasikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang telekomunikasi dan informatika untuk menutup sebagian atau seluruh konten yang melanggar Hak Cipta dalam sistem elektronik atau menjadikan layanan sistem elektronik tidak dapat diakses. (4) Dalam hal penutupan situs Internet sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara keseluruhan, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) Hari setelah penutupan Menteri wajib meminta penetapan pengadilan.
Prakteknya? Apakah setelah 14 hari setelah pemblokiran ada penetapan pengadilan? Tidak jelas..
Resiko Pemblokiran atas nama hak cipta Pemblokiran berlebihan (over-blocking) Tindakan pemblokiran konten atas nama hak cipta harus dilakukan melalui penetapan pengadilan. Namun, penetapan pemblokiran oleh lembaga pengadilan harus memperhatikan hal-hal berikut: Setiap perintah pemblokiran harus dijalankan dengan semaksimal mungkin agar sesuai/sedapat mungkin mendekati target; Tidak ada perintah pemblokiran yang dapat dikabulkan kecuali pemegang hak yang meminta perintah tersebut telah menetapkan hak cipta dalam karya yang ia nyatakan telah diakses secara tidak sah; Tidak ada perintah pemblokiran yang dapat diberikan di luar karya-karya yang hak ciptanya sudah ditetapkan oleh pemegang hak; Akses terhadap materi non-pelanggaran hak cipta tidak boleh diblokir; Efektivitas pemblokiran sebagai tidak terjadi risiko pemblokiran berlebih (over-blocking); Setiap keputusan pemblokiran harus ditentukan waktunya, apakah perintah pemblokiran harus dilakukan dalam jangka waktu terbatas atau tidak; (Prinsip-prinsipHakuntukBerbagi: Prinsip-prinsipKebebasanBerekspresidanHakCipta di Era Digital, Article 19 https://www.article19.org/data/files/medialibrary/3716/Right-to-Share-BAHASA.pdf)
Rekomendasi Pembukaan teks perundingan perdagangan bebas ke public Menuntaskan proyek pemerataan infrastruktur telematika di Indonesia Segera menyelesaikan pengaturan perlindungan data pribadi dalam UU Perlindungan data pribadi Mengatur persoalan pemblokiran situs, atas alasan apapun, dalam aturan setingkat UU, yang proses pembuatannya melibatkan publik.
terimakasih