Pesantren dan Contoh Kontribusi untuk Kemajuan Bangsa Indonesia Jakarta, 29 Mei 2013
Pesantren dan Negara: Teologi Posisi dan Relasi Secara teologis, Pesantren/ Dayah/ Surau (terutama yang berafiliasi ke NU) berpandangan bahwa Islam tidak memberikan ketentuan mutlak bentuk negara. Sejarah pemilihan Khulafaur Rosyidin berbeda-beda, ada yang model perdebatan seru (Abu Bakar), penunjukan (Umar bin Khattab), pemilihan bersyarat (Utsman bin Affan), dan aklamasi (Ali bin Abi Thalib). Namun, Islam memberi nilai dan prinsip bagaimana seharusnya sebuah tata pemerintahan (negara maupun organisasi) dijalankan. Di antaranya: Tata kelola pemerintahan harus dijalankan secara adil dan memegang teguh amanah rakyat sebagai pemilik sah negara, tanpa membedakan suku bangsa dan keyakinan agamanya. إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil." (QS al-Nisa': 58)
2) Tata kelola pemerintahan harus mengedepankan musyawarah, melibatkan sebanyak-banyaknya pihak dalam lembaga negara, agar pemerintahan bisa lebih baik dan melayani rakyat. فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (159) … ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. 3:159) 3) Harus diselenggarakan untuk memenuhi kemaslahatan rakyat dan menjadi tempat berlindung bagi kaum lemah dan tertindas. تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة Kebijakan dan tindakan pemimpin terhadap rakyat haruslah selalu bersumber pada kepentingan mereka (rakyat yang dipimpin). السلطان ظل الله في الارض يأوى اليه كل مظلوم (رواه الترمذى) ”Kekuasaan (negara) merupakan payung Allah di muka bumi, tempat para orang tertindas berlindung” (HR Tirmidziy)
Perlindungan Hak Dasar Oleh Negara Menurut Imam Ghazali dan Imam Syatibi, ada 5 hak dasar (huquq al-insaniyyah) yang harus dilindungi oleh negara. Perlindungan hidup dan keselamatan jiwa-raga (النفس حفظ), termasuk di dalamnya hak berserikat dan berkumpul. Perlindungan hak meyakini dan menjalankan keyakinan agamanya (حفظ الدين), tidak ada paksaan dalam beragama dan berkeyakinan. Perlindungan keselamatan, perkembangan dan pendayagunaan akal-budi (حفظ العقل ), atau disebut intellectual and education right. Perlindungan hak atas harta benda atau kekayaan yang diperoleh secara sah (حفظ المال), atau bisa disebut property dan prosperity right. Perlindungan atas kehormatan dan hak berketurunan (حفظ العرض والنسل), agar memiliki keturunan yang kuat termasuk secara ekonomi dan pendidikan.
Pesantren dan Keindonesiaan Pesantren mengakui sepenuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan ideologi Pancasila. Pesantren juga tunduk dan patuh pada konstitusi yang berlaku. Pesantren tidak pernah berpikir mengubah bentuk negara Indonesia menjadi kekhalifahan atau apapun yang bertentangan dengan Pancasila. Bagi pesantren, yang penting bukan bentuk formal negara Indonesia, melainkan substansi nilai dan pesan-pesan ayat suci yang harus dikembangkan negara, seperti pelayanan untuk kemaslahatan umat (li mashalih al-ra’iyyah) Bila pesantren selama orde baru banyak yang menolak sumbangan negara, semata untuk menjaga dari intervensi politik dan permainan politis para pemangku kebijakan negara. Pesantren turut berperan dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia, tidak peduli meskipun perhatian negara demikian kecil kepada pesantren.
Contoh Sumbangan Pesantren Tidak diragukan apa peran dan kontribusi pesantren terhadap bangsa dan negara Indonesia. Lalu, apa yang sudah diberikan negara dalam membangun dan mengembangkan pesantren-pesantren di Indonesia? Pesantren menjadi salah satu basis perlawanan terhadap kompeni dan perjuangan merebut kemerdekaan. Bambu Runcing yang terkenal sebagai senjata para pejuang kemerdekaan adalah inisiatif dari Kiai Subeki atau Mbah Subki yang kemudian diabadikan sebagai nama pesantren, yakni Pondok Pesantren Kiai Parak Bambu Runcing, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah. Santri membentuk pasukan Hizbullah untuk melawan Belanda. Juga ada Resolusi Jihad yang memberi komando para santri untuk merebut kemerdekaan.
Pesantren menghasilkan banyak alumni yang berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan dan menjadi tokoh dalam pengetahuan. Misalnya: HOS Cokroaminoto, KH. Mas Mansur, KH. Hasyim Ash’ari, KH. Ahmad Dahlan, Ki Bagus Hadikusumo, KH. Kahar Muzakkir, dan KH Zaenal Musthofa. Setelah kemerdekaan juga ada, seperti H.M. Rasyidi (alumni Pondok Jamsaren, Menteri Agama RI pertama), Mohammad Natsir (alumni Pesantren Persis menjadi Perdana Menteri), KH. Wahid Hasyim (alumni pondok Tebuireng), KH. Muslih Purwokerto dan KH. Imam Zarkasyi (alumni Jamsaren, anggota Dewan Perancang Nasional), KH. Idham Khalid (alumni Pondok Gontor, wakil Perdana Menteri dan Ketua MPRS). Pesantren menyediakan ribuan lembaga pendidikan untuk jutaan warga Indonesia dari semua kalangan, termasuk yang tidak mampu, yang mencapai jutaan anak didik. Pesantren juga menyediakan alternatif pendidikan. Baik pesantren salaf maupun modern; yang khusus perempuan maupun yang juga laki-laki; yang khusus anak-anak, orang tua, maupun semua jenis usia; dan yang khusus untuk orang sakit jiwa maupun yang tidak.
Hampir semua pesantren menjadi tempat pembentukan karakter (character building) bagi santrinya, memberikan gemblengan disiplin, gotong royong, sikap hidup yang sederhana, egaliter, dan menanamkan cinta tanah air. Pendidikan pesantren diselenggarakan tanpa diskriminasi dan siapa saja dipersilakan turut belajar dalam pesantren. Bahkan pesantren menjadi tempat “buangan” bagi siapa saja tidak diterima pendidikan modern, kalangan miskin tidak mampu sekolah, dan menjadi “bengkel” anak-anak yang kurang berakhlaq. Ratusan pesantren mendidik kewirausahaan dan kemandirian para santrinya. Pesantren meneguhkan nilai-nilai keagamaan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, demokrasi, dan pluralisme. Ribuan pesantren dikelola secara mandiri dan tidak tergantung terhadap dana dari pemerintah. Dan, meskipun dengan manajemen tradisional, pesantren jauh dari kesan mengambil untung.
Pesantren dan RUU Ormas Pada dasarnya pesantren tidak pernah berkeberatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan penegakan hukum. Oleh karena itu, pesantren selalu menolak segala bentuk kekerasan atau tindakan lain yang bertentangan dengan hukum. Dan pesantren mendukung tindakan tegas siapapun pelaku anarkhis atau kekerasan. Namun, pesantren juga tidak setuju jika peraturan perundang-undangan dibuat hanya sekedar untuk membatasi kebebasan berserikat atau setidaknya berpotensi demikian. Apalagi jika perumusan perundang-undangan tersebut juga berpotensi pada intervensi dan politisasi. Pesantren sejak awal merupakan lembaga sosial yang dengan sengaja dibuat untuk pemberdayaan umat, mengajarkan pengetahuan keagamaan sejak dini, dan mendidik untuk cinta tanah air. Pesantren sama sekali bukan ancaman. Oleh karena itu, pengaturan yang dibayangi oleh asumsi pesantren sebagai ancaman tentu bukan hal yang bisa dibenarkan.
Mendasarkan pada Draft RUU Ormas per 10 April 2013 Pasal 1, maka pesantren termasuk sebagai lembaga yang dikategorikan sebagai organisasi kemasyarakatan yang diatur dalam RUU Ormas ini. Bab V mengatur tentang Pendaftaran. Untuk kepentingan pendataan, pendaftaran pesantren tentu tidak masalah. Ini dipandang sebagai langkah baik dan bagian dari tertib administrasi kenegaraan. Masalah muncul antara lain mulai dari Pasal 23 yang menyatakan ormas lingkup nasional memiliki struktur organisasi dan kepengurusan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah provinsi di seluruh Indonesia. Tidak cukup jelas maksud “lingkup nasional”. Selain itu, persyaratan persentase perwakilan (cabang) agak sama dengan persyaratan partai politik ketika akan mengikuti Pemilu. Persyaratan tersebut tentu sangat sulit bagi banyak organisasi termasuk pesantren yang punya cabang hanya beberapa.
Dalam Bab XV Pasal 54 dinyatakan bahwa Pengawasan Ormas bisa dilakukan internal dan eksternal. Dalam ayat 3 dinyatakan bahwa pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah. Ayat ini memiliki potensi diselewengkan menjadi intervensi berlebihan. Apalagi pemerintah yang sekaligus menjadi pengawas eksternal diberi kewenangan oleh Pasal 63 untuk memberi sangsi sampai tingkat penghentian kegiatan dan atau pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum tanpa melalui proses peradilan berkekuatan hukum tetap. Bagi pesantren terasa berat, karena banyak intervensi pemerintah yang justru melemahkan kualitas pendidikan pesantren dan berpotensi politis.
Terima Kasih