SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999
Advertisements

PERMOHONAN HAK UJI MATERI PP 04 TAHUN 2010
ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Central & Local Government Finance Week 7 – Seminar 1 Revised : March 2013 Semester 2 Year 2012/2013 Sigit Pamungkas, SE., MCom Public Sector Accounting.
Pokok-Pokok Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Gonthor R. Aziz, SH., LLM.
MSDM – Handout 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial
Struktur Penyelenggara Pemerintahan Daerah : Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Disampaikan pada acara :
UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT tgl
UU No. 23 TAHUN 2014 IMPLIKASINYA TERHADAP SDM KESEHATAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA
PENGAWASAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DI DESA DASAR HUKUM :  UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA  PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014.
Sistem Standardisasi Nasional dan PP No
Draft RUU Kebidanan (Midwifery)
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN
PEMBENTUKAN DAN EVALUASI PRODUK HUKUM DI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Disampaikan oleh : Sri Salmiani, SH, MH Kepala Bagian Penyusunan.
LATAR BELAKANG Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya (fundamental human rights). Membangun.
RANCANGAN UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI INISIATIF DPR RI
SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2014
PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN UKM RI TENTANG
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
LATAR BELAKANG PP TENTANG KAWASAN INDUSTRI
Undang-Undang bidang puPR
SOSIALISASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM NASIONAL BIDANG PERUMAHAN (Dalam Rangka Dekonsentrasi Perencanaan Bidang Perumahan Tahun 2015) Peraturan Pemerintah No.
STRATA BANGUNAN BERTINGKAT
A. Segi Hukum Perdata Pada setiap kegiatan usaha pembiayaan, termasuk juga kartu kredit, inisiatif mengadakan hubungan kontraktual berasal dari para pihak.
RPP PENYELENGGARAAN SPAM
PESERTA SOSIALISASI UU 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN
HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL
Dasar Hukum: UU 38/2004 tentang Jalan
PRINSIP DASAR PENGATURAN PERKA BKPM NO. 13 TAHUN 2009
ASPEK-ASPEK KETENAGAKERJAAN
Undang-Undang bidang puPR
TATA KELOLA INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN
UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
Permenkes Tentang Registrasi dan Praktek Kebidanan (Midwifery) OLEH : ERWANI SKM.M.Kes.
TAHUN 2014 TENTANG DESA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
ASPEK HUKUM PELAYANAN PUBLIK
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN JASA KONSTRUKSI
Kelompok 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 1991 Tentang Latihan Kerja.
Peraturan Pemerintah Republik INDONESIA Nomor 1 tahun 1970
Kelompok 6 Alvadrian Yoel Bendri Andreansyah Novario Ola Koban
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
SISTEM PEMERINTAHAN DESA Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS.
Oleh : Novia Nur Yuniarti B. Kompetensi Dasar KD 3.6 Mendeskripsikan lembaga jasa keuangan dalam perekonomian Indonesia KD 4.6 Menyajikan.
SOSIALISASI PERMENDAGRI 65 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN
ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA
MSDM – Handout 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial.
Draft RUU Kebidanan (Midwifery)
SOSIALISASI IZIN PAMERAN, KONVEKSI DAN SEMINAR DAGANG
PENGERTIAN ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN. Hukum dalam proyek Hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata.
PENGANTAR PERENCANAAN PENGEMBANGAN SPAM
IMPLEMENTASI UNDANG – UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT OLEH:TUTIK KUSUMA WADHANI,SE,MM,M.Kes.
Draft RUU Kebidanan (Midwifery)
Kebijakan pengaturan kelembagaan jasa konstruksi
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.
KEBIJAKAN PENGATURAN PENGELOLAAN SDA
TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR
Transcript presentasi:

SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Yang kami hormati Bapak/ibu….. Bapak/Ibu para undangan dan hadirin sekalian yang berbahagia,   Puji Sukur Kita Panjatkan Kehadirat Tuhan YME bahwa UU No. 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang telah diundangkan pad tanggal 12 Januari 2017 merupakan pengganti UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang sudah berlaku selama 17 tahun. Melalui Sosialisasi ini, saya ingin kita sama-sama memahami, mengapa perlu dilakukannya penyempurnaan substansi dari UU No.18 tahun 1999? Ini pertanyaan mendasar yang harus dijawab, karena akan menentukan kebijakan dan program yang kita ambil. Undang-Undang No. 2 tahun 2017 merupakan jawaban terhadap dinamika perubahan Jasa Konstruksi saat ini yang meliputi: upaya tata kelola pemerintahan yang baik, tuntutan era keterbukaan (perdagangan bebas, MEA, trans-paasific partnership), harmonisasi peraturan sektor lain (seperti: ketenagakerjaan, pemerintahan daerah, ESDM, dll), pengaturan terhadap rantai pasok, system delivery dalam sistem pengadaan barang dan jasa, mutu konstruksi, pengembangan usaha berupa usaha penyediaan bangunan, serta kebutuhan dalam penyelesaian sengketa konstruksi. DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI 2 2 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 2

UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT UU NO. 18 TAHUN 1999 UU NO. 2 TAHUN 2017 Wilayah Pengaturan Jasa Konstruksi Industri Konstruksi Lingkup Konstruksi Pengguna dan Penyedia Jasa Jasa, Usaha Penyediaan Bangunan dan Rantai Pasok Pembinaan Sentralisasi Desentralisasi Lingkup Pembinaan Pengaturan, Pemberdayaan dan Pengawasan Pengembangan (dilaksanakan oleh LPJK) Penetapan Kebijakan Penyelenggaraan Kebijakan Pengawasan, Pemantauan, dan Evaluasi Pengembangan Jasa Konstruksi dan Pengembangan Kerjasama Klasifikasi Usaha ASMET CPC (KBLI) Partisipasi Masyarakat Forum Jasa Konstruksi Melalui Pembentukan suatu Lembaga Satu Lembaga Peningkatan Peran Asosiasi Forum dalam berbagai Media Perbandingan antara UU No. 18 tahun 1999 dengan UU No. 2 tahun 2017 yaitu dalam hal: Wilayah pengaturan, UU No. 18 tahun 1999 hanya mengatur jasa konstruksi yang terdiri dari jasa perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan; sedangkan UU No. 2 tahun 2017 mengatur selain jasa juga tentang industri konstruksi. Terkait lingkup konstruksi, UU No. 18/1999 hanya mencakup jasa yang yang terkait dengan pengguna dan penyedia jasa; sedangkan UU No. 2/2017 mencakup selain pengguna dan penyedia jasa, juga mencakup penyediaan bangunan (investasi) dan pelaku rantai pasok. Pembinaan tidak lagi bersifat sentralisasi namun sudah bersifat desentralisasi, seperti yang tercantum dalam BAB III Tanggung Jawab dan Kewenangan Pasal 7 dan 8 tentang kewenangan daerah; lingkup pembinaan yang sebelumnya hanya mencakup pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan, namun juga mencakup jasa usaha penyediaan bangunan. Hal lainnya yang menjadi perbandingan yaitu klasifikasi usaha yang sebelumnya berdasarkan arsitektur, sipil, mekanikal, kelistrikan, dan tata lingkungan (ASMET), menjadi didasarkan pada Central Product Clasification (CPC) seperti Bangunan Gedung dan Bangunan Sipil. Selain hal diatas, di dalam UU ini juga mengatur upaya pemerintah mendorong pengembangan tenaga kerja indonesia melalui penetapan standar remunerasi minimal tenaga kerja ahli dan peningkatan peran masyarakat yang lebih nyata dengan cara misalnya bisa mengakses informasi dan keterangan terkait kegiatan konstruksi yang berdampak pada kepentingan masyarakat, masyarakat juga dapat memberikan masukan kepada pemerintah dalam perumusan kebijakan jasa konstruksi. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 3

PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT UU NO. 18 TAHUN 1999 (SISTEMATIKA) UU NO. 2 TAHUN 2017 TERDIRI ATAS 12 BAB DENGAN 46 PASAL TERDIRI ATAS 14 BAB DENGAN 106 PASAL BAB I. KETENTUAN UMUM BAB II. ASAS DAN TUJUAN BAB III. USAHA JASA KONSTRUKSI BAB IV. PENGIKATAN JASA KONSTRUKSI BAB V. PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI BAB VI. KEGAGALAN BANGUNAN BAB VII. PERAN MASYARAKAT BAB VIII. PEMBINAAN BAB IX. PENYELESAIAN SENGKETA BAB X. SANKSI BAB XI. KETENTUAN PERALIHAN BAB XII. KETENTUAN PENUTUP BAB III. TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN BAB IV. USAHA JASA KONSTRUKSI BAB VI. KEAMANAN, KESELAMATAN, KESEHATAN DAN KEBERLANJUTAN KONSTRUKSI BAB VII. TENAGA KERJA KONSTRUKSI BAB IX. SISTEM INFORMASI JASA KONSTRUKSI BAB X. PARTISIPASI MASYARAKAT BAB XI. PENYELESAIAN SENGKETA BAB XII. SANKSI ADMINISTRATIF BAB XIII. KETENTUAN PERALIHAN BAB XIV. KETENTUAN PENUTUP Beberapa hal penting dan baru yang perlu diketahui dari undang-undang ini yaitu: UU No. 18/1999 terdiri dari 12 Bab dan 46 pasal, sedangkan UU No. 2/ 2017 terdiri dari 14 Bab dan 106 pasal, dimana perubahannya lebih dari 50%, sehingga dianggap sebagai undang-undang pengganti. Bab-bab yang baru yaitu, Bab III tanggung jawab dan kewenangan yang menugaskan kepada pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota; BAB VI keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan konstruksi dalam rangka menjamin keandalan dan kualitas produk konstruksi; bab VII tenaga kerja konstruksi yang yang menunjukkan pentingnya SDM konstruksi dalam penyelenggaraan konstruksi; bab IX sistem informasi jasa konstruksi, yang menjamin bahwa tersedianya database konstruksi untuk kebutuhan pembinaan dan pengembangan konstruksi; dan bab XII sanksi administratif, untuk lebih menekankan bahwa perikatan jasa konstruksi masuk dalam ranah hukum perdata. Terdapat tambahan definisi tentang usaha penyediaan bangunan, standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan (K4), dan pengertian baru tentang kegagalan bangunan, jasa konstruksi, pekerjaan konstruksi dan konsultansi konstruksi; terdapat Asas baru, yaitu Kesetaraan, Profesionalitas, Kebebasan, Pembangunan Berkelanjutan dan Wawasan Lingkungan. Beberapa tujuan yang baru yaitu:menata sistem Jasa Konstruksi yang mewujudkan keselamatan publik dan kenyamanan lingkungan terbangun; menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi. lingkup pengaturan usaha jasa konstruksi yang diperluas mencakup rantai pasok sebagai pendukung Jasa Konstruksi dan Usaha Penyediaan Bangunan; penjaminan mutu penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang adil, terbuka melalui pola persaingan sehat, mengacu pada nilai-nilai K4, serta ketenangan dan kelancaran dalam pelaksanaan kontrak; pengembangan produktivitas tenaga kerja indonesia, salah satunya melalui penetapan standar remunerasi minimal; peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilakukan melalui satu Lembaga; Terkait pengaturan penyelesaian sengketa, terdapat pemilihan upaya penyelesaian sengketa melalui dewan sengketa konstruksi. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 4

KETENTUAN UMUM 5 5 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 5

KETENTUAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 1 Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jasa konstruksi Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan Usaha Penyediaan Bangunan adalah pengembangan jenis usaha jasa konstruksi yang dibiayai sendiri oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, atau masyarakat, dan dapat melalui pola kerjasama untuk mewujudkan, memiliki, menguasai, mengusahakan, dan/atau meningkatkan kemanfaatan bangunan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan adalah pedoman teknis Keamanan, Keselamatan, Kesehatan tempat kerja konstruksi dan perlindungan sosial tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan jasa konstruksi Kegagalan Bangunan adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil jasa konstruksi Bapak/Ibu hadirin sekalian, Seperti yang dijelaskan di awal, bahwa terdapat tambahan definisi yaitu usaha penyediaan bangunan dan standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan (K4) dan manfaat produk konstruksi yang memperhatikan kelestarian lingkungan. Dalam undang-undang ini, Pekerjaan Konstruksi terkait dengan kontraktor, dimana dijelaskan secara rinci alur kegiatan pekerjaan konstruksi bangunan, sedangkan untuk kegiatan perencanaan dan pengawasan menjadi bagian definisi Konsultansi Konstruksi. Jenis Usaha Jasa Konstruksi dikembangkan mencakup Usaha Penyediaan Bangunan, yaitu pengembangan jenis usaha jasa konstruksi yang dibiayai sendiri oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, atau masyarakat, dan dapat melalui pola kerjasama untuk mewujudkan, memiliki, menguasai, mengusahakan, dan/atau meningkatkan kemanfaatan bangunan. Dengan definisi ini, cakupan UU No. 2/2017 dipertegas mencakup seluruh pelaku jasa konstruksi, tidak hanya pemerintah, juga mencakup BUMN dan masyarakat pada umumnya. Dan, dalam undang-undang ini hanya mengenal Kegagalan Bangunan saja, tidak ada lagi mengenal Kegagalan Konstruksi, sebagai upaya memberikan ketenangan dan kelancaran bagi penyedia dan pengguna jasa konstruksi dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Ketidak sesuaian antara pelaksanaan dengan spesifikasi yang telah ditetapkan diselesaikan sepenuhnya berdasarkan perjanjian kontrak (perdata). SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 6

TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN 7 7 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 7

TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Selaras dengan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah untuk Sub Urusan Jasa Konstruksi Pasal 4 s.d pasal 8 TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH PUSAT KEWENANGAN KEPALA DAERAH Peningkatan kapasitas usaha Terciptanya kesetaraan hak-kewajiban pengguna dan penyedia jasa Terselenggaranya jasa konstruksi sesuai K4 Peningkatan kompetensi Peningkatan material dan peralatan dalam negeri Peningkatan partisipasi masyarakat Penyediaan sistem informasi jasa konstruksi Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi yaitu : Sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan Pemberdayaan dan Pengawasan Pelatihan tenaga ahli Pengelolaan Sistem Informasi Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota: Pelatihan tenaga terampil Pengelolaan sistem informasi Penerbitan IUJK Pengawasan tertib usaha dan penyelenggaraan Pemerintah pusat bertanggung jawab atas: a. Meningkatnya kemampuan dan kapasitas usaha Jasa Konstruksi nasional; b. Terciptanya iklim usaha yang kondusif, penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang transparan, persaingan usaha yang sehat, serta jaminan kesetaraan hak dan kewajiban antara Pengguna dan Penyedia Jasa; c. Terselenggaranya Jasa Konstruksi yang sesuai dengan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan; d. Meningkatnya kompetensi, profesionalitas, dan produktivitas tenaga kerja konstruksi nasional; e. Meningkatnya kualitas pengguna material dan peralatan konstruksi serta teknologi konstruksi dalam negeri; f. Meningkatnya partisipasi masyarakat Jasa Konstruksi; dan g.Tersedianya sistem informasi Jasa Konstruksi. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 8

USAHA JASA KONSTRUKSI 9 9 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 9

STRUKTUR USAHA JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 11 s.d pasal 17 JENIS USAHA SIFAT KLASIFIKASI LAYANAN USAHA Jasa Konsultansi Konstruksi Umum Arsitektur; Rekayasa; Rekayasa terpadu; dan Arsitektur lanskap dan perencanaan wilayah. Pengkajian; Perencanaan; Perancangan; Pengawasan; dan/atau Manajemen penyelenggaraan konstruksi. Spesialis Konsultansi ilmiah dan teknis; dan Pengujian dan analisi teknis. Survei; Pengujian Teknis; dan/atau Analisis. Pekerjaan Konstruksi Bangunan gedung; dan Bangunan sipil. Pembangunan; Pemeliharaan; Pembongkaran; dan/atau Pembangunan kembali. Instalasi; Konstruksi khusus; Konstruksi prapabrikasi; Penyelesaian bangunan; dan Penyewaan peralatan. Pekerjaan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lainnya. Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang bangun; dan Perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan. Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari Usaha Jasa Konsultan Konstruksi, usaha Pekerjaan Konstruksi, dan usaha Pekerjaan Konstruksi terintegrasi. Perhatikan bahwa jenis jasa terintergrasi adalah Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi bukan Konsultansi Konstruksi Terintegrasi. Sifat usaha jasa konstruksi dibagi menjadi umum dan spesialis. Terkait dengan usaha jada konsultan konstruksi bersifat umum, harus memenuhi kriteria yang mampu memberikan jasa konsultansi secara utuh yang menghasilkan dokumen pengkajian, perencanaan, perancangan, dan pengawasan. Sedangkan yang bersifat spesialis harus mampu memenuhi kriteria melaksanakan bagian tertentu dari proses konsultansi. Layanan spesialis terdiri dari layanan survey, pengujian teknis, dan/atau analisis. Usaha pekerjaan konstruksi yang bersifat umum harus memenuhi kriteria yang mampu mengerjakan bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain, mulai dari penyiapan lahan sampai dengan penyerahan akhir atau berfungsinya bangunan. Dari sini terlihat bahwa yang disebut dengan pekerjaan konstruksi yang bersifat umum bukan kemampuan untuk bisa melaksanakan berbagai pekerjaan konstruksi. Sedangkan pekerjaan konstruksi yang bersifat spesialis harus memenuhi kriteria mampu mengerjakan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain. Kedepan usaha bersifat spesialis perlu dikembangkan karena produktivitas dan kualitas yang menjadi salah satu tujuan dari undang-undang ini dapat dicapai secara efisien dan efektif melalui usaha jasa bersifat spesialis. Untuk itu, dalam pasal 53 diatur bahwa pekerjaan utama hanya dapat diberikan kepada sub penyedia jasa yang bersifat spesialis. Perubahan atas klasifikasi dan layanan usaha Jasa Konstruksi dilakukan dengan memperhatikan perubahan klasifikasi produk konstruksi yang berlaku secara internasional dan perkembangan layanan usaha Jasa Konstruksi Dalam Undang-Undang ini terkait dengan usaha jasa konstruksi juga diatur: a. Setiap Badan Usaha Jasa Konstruksi harus memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) dan Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) b. SBU diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Badan Usaha yang dibentuk oleh Asosiasi Badan Usaha terakreditasi, sedangkan IUJK diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota c. Usaha orang perseorangan harus memiliki Tanda Daftar Usaha Perseorangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota d. SBU memuat jenis, sifat, klasifikasi dan kualifikasi usaha e. Klasifikasi berdasarkan Central Product Clasification (CPC) sesuai standar PBB dan Peraturan Kepala Badan Statistik No. 57 tahun 2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (dalam undang-undang No. 18/1999 klasifikasi berdasarkan ASMET yang tidak sesuai dengan standar internasional) f. Kualifikasi usaha terdiri dari Besar, Menengah, dan Kecil. Kegiatan usaha jasa konstruksi didukung dengan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi yang diutamakan berasal dari produksi dalam negeri. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 10 10 10

Bentuk dan Kualifikasi Usaha SEGMENTASI PASAR JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 19 s.d pasal 23 Bentuk dan Kualifikasi Usaha Segmentasi Pasar Orang Perseorangan dan Badan Usaha Kualifikasi Kecil Berisiko Kecil; Berteknologi sederhana; dan Berbiaya kecil. Badan Usaha Kualifikasi Menengah Berisiko sedang; Berteknologi madya; dan/atau Berbiaya sedang. Badan Usaha Kualifikasi Besar Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing Berisiko Besar; Berteknologi Tinggi; dan/atau Berbiaya Besar. Dalam aturan ini ditegaskan, untuk pekerjaan dengan Berisiko Kecil, Berteknologi sederhana, dan Berbiaya kecil hanya dapat dikerjakan oleh orang perseorangan dan badan usaha klasifikasi kecil. Kualifikasi menengah dan besar dapat melakukan pekerjaan yang memenuhi salah satu ketentuan terkait dengan risiko, teknologi dan besaran biaya. Sebagai contoh: a. Jika ada pekerjaan berisiko kecil, berteknologi madya berbiaya sedang maka pekerjaan ini hanya dapat dikerjakan oleh badan usaha berkualifikasi menengah. b. Jika ada pekerjaan berisiko kecil, beteknologi tinggi, dan berbiaya besar maka pekerjaan ini hanya dapat dikerjakan oleh berkualifikasi besar. c. jika ada pekerjaan berisiko kecil, berteknologi madya, dan berbiaya besar maka pekerjaan ini dapat dikerjakan oleh badan usaha berkualifikasi menegah atau berkualifikasi besar. Kualifikasi badan usaha ditetapkan berdasarkan: penjualan tahunan, kemampuan keuangan, ketersediaan tenaga kerja dan kemampuan penyediaan alat. Dalam hal ini pengalaman tidak dimasukkan dalam kriteria kualifikasi karena pengalaman diperlukan untuk menunjukkan daya saing badan usaha yaitu menjamin kesesuaian antara kemampuan badan usaha dengan layanan usaha. Hal ini diperlukan dalam proses pemilihan penyedia jasa (pasal 43). SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 11 11 11 11 11

Cara BUJK asing berusaha di indonesia melalui: PENGATURAN USAHA JASA KONSTRUKSI ASING DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 32 s.d pasal 34 Cara BUJK asing berusaha di indonesia melalui: Membuka kantor perwakilan Kerjasama modal dengan BUJK Nasional Kewajiban BUJK Asing antara lain: Kerjasama dengan BUJK Nasional kualifikasi besar Menempatkan WNI sebagai PEJABAT TERTINGGI Mempekerjakan lebih banyak TKI Melaksanakan alih teknologi Badan usaha jasa konstruksi (BUJK) asing yang memenuhi persyaratan kualifikasi besar dapat berusaha di indonesia melalui: Membuka kantor perwakilan  Memiliki izin perwakilan yang dikeluarkan oleh Menteri Kerjasama modal dengan BUJK Nasional (membentuk badan hukum baru berdasarkan hukum indonesia)  Memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh Menteri. ketika badan usaha jasa konstruksi asing membentuk perusahaan di indonesia, maka diperlakukan sama dengan badan usaha jasa konstruksi nasional berkualifikasi besar. Dalam melaksanakan pekerjaan di indonesia BUJK Asing wajib antara lain: Melakukan kerjasama operasi dengan BUJK Nasional kualifikasi besar, hal ini untuk menjamin terjadinya alih pengetahuan dan teknologi. Menempatkan WNI sebagai pimpinan tinggi, hal ini untuk menjamin setiap informasi kegiatan konstruksi yang dilakukan oleh badan usaha jasa konstruksi asing dapat dikuasai oleh warga negara indonesia (pimpinan usaha menerima seluruh pelaporan kegiatan) Mempekerjakan lebih banyak TKI daripada TKA Melaksanakan alih teknologi SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 12 12 12

TENAGA KERJA KONSTRUKSI 13 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 13

PELATIHAN STANDAR REMUNERASI MINIMUM TENAGA KERJA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 68 s.d pasal 73 STANDAR REMUNERASI MINIMUM TENAGA KERJA KONSTRUKSI PELATIHAN SERTIFIKASI KOMPETENSI KERJA KUALIFIKASI: OPERATOR; TEKNISI/ANALIS; DAN AHLI. KLASIFIKASI: ARSITEKTUR; SIPIL; MEKANIKAL; ELEKTRIKAL; TATA LINGKUNGAN; DAN MANAJEMEN PELAKSANAAN Tenaga kerja konstruksi mempunyai mempunyai klasifikasi ARSITEKTUR; SIPIL; MEKANIKAL; ELEKTRIKAL; TATA LINGKUNGAN; DAN MANAJEMEN PELAKSANAAN dan jenjang kualifikasi, yaitu OPERATOR; TEKNISI/ANALIS; DAN AHLI, Setiap tenaga konstruksi, yaitu tenaga yang melakukan pekerjaan dibidang konstruksi, harus bersertifikat kompetensi kerja. pengembangan produktivitas tenaga kerja indonesia, dilakukan melalui pelatihan sesuai standar kompetensi kerja yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan kerja yang diregistrasi Menteri. Registrasi merupakan proses pencatatan untuk pangkalan data lembaga pendidikan dan pelatihan kerja dalam rangka pengembangan tenaga kerja konstruksi. Sertifikat kompetensi kerja diperoleh melalui uji kompetensi oleh lembaga sertifikasi profesi dan diregistrasi oleh Menteri. Tenaga kerja konstruksi berhak atas imbalan yang layak atas layanan jasa yang diberikan sesuai standar remunerasi minimum yang ditetapkan oleh menteri. Lembaga sertifikasi profesi dibentuk oleh Asosiasi Profesi Terakreditasi dan lembaga pendidikan dan pelatihan yang memenuhi syarat. Lembaga Sertifikasi Profesi diberikan lisensi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan setelah mendapat rekomendasi Menteri. Tata cara akreditasi asosiasi profesi dan tata cara Menteri melakukan sertifikasi kompetensi kerja akan diatur dalam Peraturan Menteri. LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 14

TENAGA KERJA KONSTRUKSI ASING DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 74 KETENTUAN YANG WAJIB DIPENUHI: Memiliki RPTKA dan IMTA Hanya Jabatan tertentu Teregistrasi dari Menteri Melakukan alih pengetahuan dan teknologi Tenaga Kerja Konstruksi Asing SERTIFIKAT KOMPETENSI KERJA WAJIB PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI KETENTUAN YANG WAJIB DIPENUHI OLEH TENAGA KERJA KONSTRUKSI ASING YANG AKAN MENYELENGGARAKAN JASA KONSTRUKSI DI INDONESIA: Pemberi Kerja wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Ijin Memperkerjakan Tenaga kerja Asing (IMTA). Hanya untuk Jabatan tertentu sesuai Peraturan Perundangan. Jabatan ahli tertentu tersebut harus miliki surat tanda Registrasi dari Menteri. Surat tanda registrasi diberikan berdasarkan sertifikat kompetensi menurut hukum negaranya. Melakukan alih pengetahuan dan alih teknologi kepada tenaga kerja pendamping sesuai peraturan perundangan. Pengawasan penggunaan tenaga kerja konstruksi asing dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 15

PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI 16 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 16

PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 38 s.d pasal 39 Usaha Jasa Konstruksi Perjanjian penyediaan bangunan Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Usaha Penyediaan Bangunan Dikerjakan sendiri Pengikatan jasa konstruksi Di dalam undang-undang ini penyelenggaraan jasa konstruksi dibagi dua, yaitu penyelenggaraan jasa konstruksi dan penyelenggaraan penyediaan bangunan. Masing-masing dapat dikerjakan sendiri atau melalui suatu perikatan. Undang-undang ini menegaskan bahwa walaupun penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dikerjakan sendiri, tetapi tetap harus memenuhi ketentuan/persyaratan kewajiban pelaku jasa konstruksi untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi antara lain termasuk dalam kewajiban bersertifikat. Penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menggunakan APBD, serta memenuhi kriteria resiko kecil-sedang, teknologi sederhana-madya, dan berbiaya kecil- sedang, Pemda Provinsi dapat membuat kebijakan khusus meliputi: kerjasama operasi dengan BUJK daerah dan/ pengguna sub penyedia jasa daerah. Pemda Provinsi dapat membuat kebijakan khusus untuk meningkatkan kapasitas pelaku jasa konstruksi di daerah SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 17

PEMILIHAN PENYEDIA JASA Jasa Konsultansi Konstruksi DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 41 s.d pasal 44 METODE PEMILIHAN PENYEDIA JASA Pekerjaan Konstruksi Jasa Konsultansi Konstruksi Tender: Pascakualifikasi, Prakualifikasi, dan Cepat Seleksi: Pascakualifikasi dan Prakualifikasi Pengadaan secara eletronik Pengadaan Langsung Penunjukan Langsung Pemilihan Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi dilakukan dengan tender, pengadaan secara elektronik, pengadaan langsung dan penunjukan langsung, Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi Konstruksi dilakukan dengan seleksi, pengadaan langsung dan penunjukan langsung. Pemilihan dan penetapan penyedia jasa dilakukan dengan mempertimbangkan: a. Kesesuaian antara bidang usaha dan ruang lingkup pekerjaan; b. Kesetaraan anatara kualifikasi usaha dan beban kerja; c. Kinerja penyedia jasa; dan d. Pengalaman menghasilkan produk konstruksi sejenis. Pengguna jasa dilarang menggunakan penyedia jasa yang terafiliasi, pada pembangunan untuk kepentingan umum tanpa melalui tender atau seleksi, atau pengadaan secara elektronik. Yang dimaksud dengan pengadaan secara elektronik merupakan metode pemilihan penyedia jasa yang sudah tercantum dalam katalog (informasi yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dll terkait barang/jasa tertentu). Pengadaan langsung dilakukan untuk paket nilai tertentu. Untuk pemilihan penyedia jasa melalui Penunjukan langsung harus memiliki kriteria sebagai berikut: a. Penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat b. Pekerjaan kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak c. Pekerjaan rahasia yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara d. Pekerjaan berskala kecil; dan/atau e. Kondisi tertentu SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 18

Membayar Hasil Pekerjaan PENGELOLAAN JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 46 s.d pasal 56 PENYEDIA JASA PENGGUNA JASA Kontrak Kerja Konstruksi Hasil Pekerjaan Tepat Biaya, Mutu, dan Waktu Pelaksanaan sesuai Perjanjian Kontrak Memenuhi standar K4 Membayar Hasil Pekerjaan Sumber Dana Pemerintah; Badan Usaha; dan/atau Masyarakat. SUB PENYEDIA JASA Hasil Pekerjaan Tepat Biaya, Mutu, Dan Waktu Pekerjaan Utama diberikan kepada Spesialis Pekerjaan Penunjang diberikan kepada Kualifikasi Kecil BUKTI KEMAMPUAN MEMBAYAR DAN/ATAU KOMITMEN PENGUSAHAAN Penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi harus sesuai kontrak dan memenuhi standar K4 dan menyerahkan hasil pekerjaan secara tepat biaya, mutu dan waktu. Dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, Pekerjaan utama hanya dapat diberikan kepada sub penyedia jasa yang bersifat spesialis, setelah mendapat persetujuan pengguna jasa. Sub penyedia jasa harus menyelesaikan pekerjaan tepat biaya, mutu dan waktu. Oleh karena itu harus didukung dengan dokumen kontrak Sub Penyedia Jasa dengan Penyedia Jasa. Untuk pekerjaan penunjang, penyedia jasa kualifikasi menengah dan/atau besar mengutamakan pemberian kepada sub penyedia jasa kualifikasi kecil. Pengguna jasa wajib membayar atas penyerahan hasil pengerjaan secara tepat jumlah dan waktu. Pengguna juga wajib memantau pemenuhan hak sub penyedia jasa oleh penyedia jasa. Pengguna jasa bertanggung jawab atas biaya jasa konstruksi sesuai kesepakatan dalam kontrak kerja konstruksi. Biaya tersebut dapat bersumber dari dana pemerintah pusat, pemerintah daearah, badan usaha, dan/atau masyarakat (ketentuan ini menekankan kembali bahwa UU Jasa konstruksi berlaku untuk pemerintah, BUMN/BUMD, dan masyarakat). Tanggung jawab biaya jasa konstruksi dibuktikan dengan kemampuan membayar dan/atau komitmen atas pengusahaan produk jasa konstruksi. Sebagaimana kita ketahui, sekarang sudah berkembang pekerjaan konstruksi yang dikaitkan dengan usaha penyediaan bangunan (pengembang/developer), dimana pembayaran kepada penyedia jasa disesuaikan dengan penjualan produk konstruksi yang dikerjakannya. Kemampuan membayar dibuktikan dengan dokumen dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank, dokumen ketersediaan anggaran, atau dokumen lain yang disepakati dalam kontrak konstruksi. Sedangkan untuk komitmen pengusahaan produk jasa konstruksi didukung melalui perjanjian kerjasama dalam kurun waktu yang disepakati kedua belah pihak dan dibuktikan secara tertulis dari pemilik, penguasa, dan/atau pengembang bangunan kepada penyedia jasa yang dilakukan melalui pola bagi hasil pengusahaan bangunan tersebut. Penyedia jasa dan/atau sub penyedia jasa yang tidak menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan/atau tepat waktu dapat dikenai ganti kerugian sesuai kontrak kerja konstruksi. Pengguna jasa yang tidak menjamin ketersediaan biaya dan tidak melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan secara tepat jumlah dan tepat waktu dapat dikenai ganti kerugian sesuai kontrak kerja konstruksi. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 19 19

Jaminan terdiri atas: Jaminan penawaran; Jaminan pelaksanaan; PENJAMINAN PENYEDIA JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 57 Jaminan terdiri atas: Jaminan penawaran; Jaminan pelaksanaan; Jaminan uang muka; Jaminan pemeliharaan; dan/atau Jaminan sanggah banding. Penyedia jasa menyerahkan jaminan kepada pengguna jasa untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dipersyaratkan dalam dokumen pemilihan penyedia jasa. Jaminan terdiri atas jaminan penawaran, pelaksanaan, uang muka, pemeliharaan, dan/atau sanggah banding. Jaminan harus dapat dicairkan tanpa syarat sebesar nilai yang dijaminkan dan dalam batas waktu tertentu setelah pernyataan pengguna jasa atas wanprestasi yang dilakukan penyedia jasa. Jaminan dapat dikeluarkan oleh lembaga perbankan, perusahaan asuransi, dan/atau perusahaan jaminan dalam bentuk bank garansi dan/atau perjanjian terikat sesuai peraturan perundang-undangan. Perjanjian terikat (surety bond) adalah asuransi penjaminan antara penjamin dengan pelaksana pekerjaan. Penjamin akan menjamin pelaksana pekerjaan atas pekerjaan atau tanggung jawab yang diberikan pemilik proyek kepada pelaksana pekerjaan. Asuransi penjaminan ini biasanya dikeluarkan oleh perusahaan asuransi kerugian. Bentuk jaminan dapat berubah disesuaikan dengan dinamika pengembangan jasa konstruksi nasional maupun internasional yang diatur dalam perpres. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 20 20

Penerimaan Laporan Kegagalan Bangunan oleh Menteri DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 60 s.d pasal 67 RUNTUHNYA HANGGAR DI BANDARA MAKASSAR Laporan/Pengaduan Penerimaan Laporan Kegagalan Bangunan oleh Menteri Penetapan Penilai Ahli oleh Menteri Standar Mutu Bahan Standar Mutu Peralatan Standar Keselamatan Kerja Dan Kesehatan Standar Prosedur Pelaksanaan Standar Mutu Hasil Pelaksanaan Standar Operasi Dan Pemeliharann Pedoman Pelindungan Sosial Tenaga Kerja Standar Pengelolaan Lingkungan Hidup Memperhatikan Kondisi Geografi Rawan Gempa Laporan dari Penilai Ahli Pengguna jasa dan/atau penyedia jasa dapat menjadi pihak yang bertanggung jawab terhadap kegagalan bangunan. Kegagalan bangunan didalam undang-undang ini tidak hanya terkait dengan runtuhnya suatu bangunan, tetapi juga terkait dengan tidak berfungsinya bangunan. Penyebab kegagalan bangunan yaitu penyelenggaraan jasa konstruksi yang tidak memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan yang ditetapkan oleh penilai ahli. Penilai ahli ditetapkan oleh Menteri, dalam waktu paling lambat 30 hari kerja sejak laporan terjadinya kegagalan bangunan. Yang dimaksud penilai ahli tidak sama dengan tenaga ahli atau orang yang memberikan keterangan ahli. Syarat penilai ahli yaitu: a. memiliki sertifikat kompetensi kerja pada jenjang jabatan ahli di bidang yang sesuai dengan klasifikasi produk bangunan yang mengalami kegagalan bangunan b. memiliki pengalaman sebagai perencana, pelaksana, dan/atau pengawas sesuai dengan klasifikasi produk bangunan yang mengalami kegagalan bangunan. c. terdaftar sebagai penilai ahli di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jasa konstruksi. Tugas penilai ahli antara lain: a. menetapkan tingkat kepatutan terhadap standar K4 b. menetapkan penyebab terjadinya kegagalan bangunan c. menetapkan tingkat keruntuhan dan/atau tidak berfungsinya bangunan d. menetapkan pihak yang bertanggung jawab e. melaporkan hasil penilaian kepada menteri dan instansi yang mengeluarkan izin membangun paling lambat 90 hari kerja sejak tanggal pelaksanaan tugas f. memberikan rekomendasi kebijakan kepada Menteri untuk mencegah terjadinya kegagalan bangunan Jangka waktu pertanggungjawaban atas Kegagalan Bangunan harus dinyatakan dalam Kontrak Kerja Konstruksi Penyedia Jasa wajib bertanggung jawab atas Kegagalan Bangunan dalam jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan rencana umur konstruksi paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak penyerahan akhir layanan Jasa Konstruksi. Penentuan Pihak yang Bertanggungjawab SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 21 21

PEMBINAAN 22 22 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 22

PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 76 s.d pasal 79 PEMERINTAH PUSAT Penetapan kebijakan Penyelenggaraan kebijakan strategis, Pemantauan dan evaluasi Pengembangan kerjasama dan Dukungan kepada gubernur GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT Penerapan pedoman teknis Penyelenggaraan kebijakan di wilayah provinsi Pemantauan dan evaluasi, dan Pemberdayaan BUPATI/WALIKOTA Penyelenggaraan kebijakan di wilayah kabupaten/kota; dan Pemerintah pusat melakukan pembinaan jasa konstruksi: 1) Penetapan kebijakan pengembangan Jasa Konstruksi nasional; 2) Penyelenggaraan kebijakan pengembangan yang bersifat strategis, lintas negara, lintas provinsi dan/atau berdampak pada kepentingan nasional; 3) Pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kebijakan pengembangan Jasa Konstruksi nasional; 4) Pengembangan kerjasama dengan Pemerintah Daerah provinsi dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah provinsi sub urusan jasa konstruksi; dan 5) Dukungan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat Gubernur sebagai wakil Pemerintah pusat melakukan pembinaan: 1) Penerapan pedoman teknis pelaksanaan kebijakan di wilayah provinsi; 2) Penyelenggaraan kebijakan yang berdampak lintas kabupaten/kota di provinsi; 3) Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan kebijakan pengembangan di provinsi; dan 4) Penyelenggaraan pemberdayaan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota pada sub urusan jasa konstruksi. Pembinaan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah sesuai dengan UU No. 23/2104 dilakukan oleh gubernur dan/atau walikota/bupati. Bupati/walikota melakukan pembinaan: a. penyelenggaraan kebijakan jasa konstruksi yang berdampak hanya di wilayah kabupaten/kota; dan b. pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan kebijakan jasa konstruksi nasional di wilayah kabupaten/kota Dalam melaksanakan pembinaan, pemerintah pusat dapat mengikutsertakan masyarakat jasa konstruksi. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 23

Tertib usaha dan perizinan tata bangunan Tertib penyelenggaraan PENGAWASAN JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 80 s.d pasal 81 Tertib usaha dan perizinan tata bangunan Tertib penyelenggaraan Tertib pemanfaatan dan kinerja Penyedia Jasa Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah Mengawasi Bangunan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri Bangunan perwakilan asing di wilayah Indonesia Pemerintah Pusat Mengawasi Pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi: a. Tertib penyelenggaraan b. Tertib usaha dan perizinan tata bangunan c. Tertib pemanfaatan dan kinerja Penyedia Jasa Hal yang baru didalam undang-undang ini adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mengawasi tertib pemanfaatan dan kinerja penyedia jasa. Tertib pemanfatan diperlukan agar produk konstruksi dimanfaatkan sesuai dengan perencanaan termasuk dalam operasi dan pemerliharaannya. Pengawasan tertib penyedia jasa dimaksudkan agar pengguna jasa dapat memilih penyedia jasa yang memiliki pengalaman dan berkinerja baik. pengawasan oleh pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan jasa konstruksi bangunan perwakilan asing di wilayah Indonesia dalam rangka menjamin bangunan konstruksi memenuhi aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan (K4) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 24

SISTEM INFORMASI JASA KONSTRUKSI 25 25 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 25

SISTEM INFORMASI TERINTEGRASI: JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 83 Pengguna, Penyedia, dan Institusi terkait HARUS memberikan DATA dan INFORMASI SISTEM INFORMASI TERINTEGRASI: DIKELOLA PEMERINTAH PUSAT Tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pembinaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tugas dan layanan yang dilakukan oleh masyarakat Pemerintah pusat perlu memiliki data terkait dengan penyelenggaraan konstruksi yang dilaksanakan di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat jasa konstruksi. Pengelolaan informasi dapat dilaksanakan oleh masing-masing institusi baik pemerintah maupun masyarakat sesuai dengan kewenangan dan perannya. Pemerintah pusat sesuai dengan undang-undang ini perlu mengintegrasikan seluruh data dan informasi yang dikelola oleh pemerintah dan masyarakat baik di pusat maupun di daerah. Data dan informasi ini sangat diperlukan untuk perumusan kebijakan dalam pengembangan jasa konstruksi, serta pelayanan kepada seluruh masyarakat jasa konstruksi. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 26

PARTISIPASI MASYARAKAT 27 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 27

PARTISIPASI MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 84 Masyarakat melalui SATU LEMBAGA akan melaksanakan sebagian wewenang pemerintah pusat Kepengurusan LEMBAGA yang dibentuk oleh Menteri mendapat persetujuan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. PERSYARATAN ASOSIASI TERAKREDITASI Jumlah dan sebaran anggota Pemberdayaan anggota kepengurusan yang demokratis Sarana dan prasarana PEMBIAYAAN Masyarakat jasa konstruksi dapat ikut serta dalam penyelenggaraan sebagian kewenangan pemerintah pusat yang dilakukan oleh Satu Lembaga yang dibentuk oleh menteri. Unsur pengurus lembaga terdiri dari asosiasi perusahaan dan profesi yang terakreditasi, instritusi pengguna jasa konstruksi, perguruan tinggi/pakar yang memenuhi kriteria. Selain itu untuk memperkuat peran rantai pasok konstruksi, maka unsur pengurus lembaga dapat diusulkan dari asosiasi terkait rantai pasok konstruksi yang terakreditasi. Pengurus lembaga ditetapkan oleh menteri setelah mendapatkan persetujuan dari DPR Penyelenggaran sebagian kewenangan pemerintah pusat yang dilakukan oleh lembaga, dibiayai dengan APBN dan/atau sumber lain yang sah sesuai peraturan perundang-undangan. Biaya yang diperoleh dari masyarakat atas layanan penyelenggaraan sebagian kewenangan yang dilakukan lembaga merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Asosiasi yang terakreditasi tersebut harus memenuhi persyaratan: Jumlah dan sebaran anggota; Pemberdayaan kepada anggota; Pemilihan pengurus secara demokratis; Sarana dan prasarana di tingkat pusat dan daerah; dan Pelaksanaan kewajiban sesuai ketentuan perundang-undangan APBN dan/atau sumber lain yang sah PNBP SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 28

PARTISIPASI MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 85 s.d pasal 87 Akses informasi pengaduan, gugatan, dan upaya mendapatkan ganti kerugian atau kompensasi Membentuk asosiasi Dugaan Kejahatan dan Pelanggaran tidak mengganggu atau menghentikan penyelenggaraan jasa konstruksi 2. Dugaan Kerugian Negara dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari BPK PENGADUAN PEMERIKSAAN Aparat Penegak Hukum Masyarakat Umum PEKERJAAN KONSTRUKSI Partisipasi masyarakat juga dapat dilakukan dengan: a. Mengakses informasi terkait kegiatan konstruksi b. Melakukan pengaduan gugatan dan upaya mendapatkan ganti kerugian atau kompensasi terhadap dampak yang ditimbulkan akibat jasa konstruksi c. Membentuk asosiasi d. memberikan masukan kepada pemerintah terkait dengan perumusan kebijakan jasa konstruksi e. melakukan forum jasa konstruksi melalui berbagai media jika ada pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan kejahatan dan pelanggaran maka Pemeriksaan hukum yang dilakukan tidak boleh mengganggu atau menghentikan penyelenggaraan jasa konstruksi. Sedangkan dalam hal adanya pengaduan terkait dengan dugaan kerugian negara, proses pemeriksaan hukum dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan keuangan dari lembaga negara yang berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Ketentuan yang terkait dengan pemeriksaan hukum tersebut dikecualikan jika terjadi hilangnya nyawa seseorang dan/atau tertangkap tangan tindak pidana korupsi. Dikecualikan: Terjadi hilangnya nyawa seseorang Tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi. Masukan Perumusan Kebijakan Jasa Konstruksi. Forum Jasa Konstruksi di berbagai MEDIA SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 29

PENYELESAIAN SENGKETA DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 88 TIDAK TERCAPAI MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT DISESUAIKAN BERDASARKAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI PENYELESAIAN SENGKETA TAHAPAN UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA MELIPUTI : MEDIASI; KONSILIASI DAN; ARBITRASE; YA Dapat dibentuk Dewan Sengketa Tercantum upaya penyelesaian? TIDAK Pada prinsipnya dalam undang-undang ini, sengketa kontrak kerja konstruksi diselesaikan dengan prinsip musyawarah mufakat. Sejalan dengan ketentuan dalam hukum perdata, dalam undang-undang ini upaya penyelesaian sengketa dilakukan melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Selain upaya penyelesaian sengketa berupa mediasi dan konsiliasi, para pihak dapat membentuk dewan sengketa. Anggota dewan sengketa dipilih berdasarkan prinsip profesionalitas dan tidak menjadi bagian dari salah satu pihak. Pada pelaksanaannya, dewan sengketa yang terpilih mengikuti perjalanan kontrak sejak dari awal. Upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan tidak diatur dalam undnag- undang ini sehingga sejauh mungkin harus dihindari mengingat biasanya membutuhkan waktu yang panjang, biaya yang besar dan kerugian yang besar bagi para pihak. PARA PIHAK BERSENGKETA MEMBUAT TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA YANG DIPILIH. Anggota dewan sengketa harus PROFESIONAL dan NETRAL SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 30

KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP SANKSI ADMINISTRATIF, KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP 31 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 31

KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP SANKSI ADMINISTRATIF, KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Pasal 103 s.d pasal 104 1. SANKSI ADMINISTRATIF DIBERIKAN KEPADA YANG TIDAK MELAKSANAKAN KEWAJIBAN. 2. LEMBAGA SESUAI UU NO. 18 TAHUN 1999 TETAP MENJALANKAN TUGAS SAMPAI DENGAN TERBENTUKNYA LEMBAGA SESUAI UNDANG-UNDANG INI. 3. UNDANG-UNDANG NO. 18 TAHUN 1999 DINYATAKAN TIDAK BERLAKU. sanksi administratif dapat diberikan kepada perorangan, badan usaha, asosiasi, pengguna jasa, penyedia jasa, penilai ahli, tenaga kerja, LSP, dan tenaga kerja asing yang tidak mematuhi kewajiban yang diatur dalam undang-undang ini. lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan pelaksanaan UU no. 18 tahun 1999 tetap menjalankan tugas sertifikasi dan registrasi sampai dengan terbentuknya lembaga sesuai undang-undang ini, tetapi ketentuan ini tidak membatasi pelaksanaan tugas lembaga yang tidak bertentangan dengan undang- undang ini. Undang-Undang no. 18 tahun 1999 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, sementara peraturan pelaksanaannya masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. Dengan dicabutnya Undang-Undang no. 18/1999 maka semua ketentuan dalam UU No. 2/2017 efektif berlaku sejak tanggal 12 januari 2017. untuk ketentuan yang masih membutuhkan peraturan turunan dari undang-undang ini, mengacu kepada peraturan pelaksanaan UU No. 18 sepanjang tidak bertentangan dengan UU No. 2/2017 SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 32

Sesuai peraturan perundangan BADAN USAHA KONSTRUKSI KELEMBAGAAN Menteri DIBENTUK DAN BERTANGGUNG JAWAB Dewan Pengawas LEMBAGA UNSUR: Asosiasi Perusahaan Asosiasi Profesi Penguna Jasa Perguruan Tinggi/Pakar Dapat juga dari Asosiasi terkait Rantai Pasok DIAKREDITASI Sesuai peraturan perundangan UU 13/2003 ASOSIASI PERUSAHAAN TERAKREDITASI ASOSIASI PROFESI TERAKREDITASI LISENSI UU 11/2014 Lembaga Diklat PERSETUJUAN LISENSI membentuk membentuk LS-P DPR LS-BU REVISI LAGI SERTIFIKASI SERTIFIKASI BADAN USAHA KONSTRUKSI TK. KONSTRUKSI 33

pasal 18, pasal 42, pasal 45, pasal 51, pasal 82 DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PERAN MASYARARAKAT JASA KONSTRUKSI PERATURAN PEMERINTAH TENTANG USAHA JASA KONSTRUKSI PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PERATURAN MENTERI TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PERATURAN MENTERI TENTANG SISTEM INFORMASI JASA KONSTRUKSI PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENYEDIAAN BANGUNAN PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENJAMINAN PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PERATURAN MENTERI TENTANG PEMBINAAN TENAGA KERJA KONSTRUKSI PERATURAN MENTERI TENTANG PEMBINAAN USAHA JASA KONSTRUKSI PERATURAN MENTERI TENTANG PEMBINAAN K4 pasal 18, pasal 42, pasal 45, pasal 51, pasal 82 SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 34

TERIMA KASIH

KETENANGAN DAN KELANCARAN DALAM PELAKSANAAN KONTRAK DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT UU NO. 18 TAHUN 1999 Ada ketentuan pidana yang menghentikan proses konstruksi jika terjadi ketentuan pidana terkait dengan kesalahan perencanaan, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasan yang tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang menyebabkan kegagalan pekerjaan (Pasal 43). UU NO. 2 TAHUN 2017 Dalam hal terdapat pengaduan masyarakat akan adanya dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran yang disengaja dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, proses pemeriksaan hukum terhadap Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dilakukan dengan tidak mengganggu atau menghentikan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Dalam hal terdapat pengaduan masyarakat terkait dengan kerugian negara dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, proses pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari lembaga negara yang berwenang untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Hal-hal tersebut dikecualikan dalam hal terjadi hilangnya nyawa seseorang; dan/atau tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi (Pasal 86) Tayangan ini dapat ditampilkan jika ada pertanyaan lebih lanjut yang terkait dengan kriminalisais dalam penyelenggaraan konstruksi untuk melengkapi tayangan halaman 20 (partisipasi masyarakat) Dalam Undang-Undang ini, jika terjadi pidana maka tidak akan menghentikan proses konstruksi yang sedang berjalan. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 36

ASAS DAN TUJUAN PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT ASAS mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi; menata sistem Jasa Konstruksi yang mewujudkan keselamatan publik dan kenyamanan lingkungan terbangun; menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi. memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstruksi berkualitas; Kejujuran dan Keadilan; Manfaat; Kesetaraan; Keserasian; Keseimbangan; Profesionalitas; Kemandirian; Keterbukaan; Kemitraan; Keamanan dan Keselamatan; Kebebasan; Pembangunan Berkelanjutan; dan Wawasan Lingkungan . mewujudkan ketertiban penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan Pengguna dan Penyedia Jasa, serta peningkatan kepatuhan pada peraturan perundang-undangan TUJUAN Tayangan ini perlu ditampilkan jika ada pertanyaan yang terkait dengan asas. Misalnya mengapa dalam UU No. 2/ 2017 tidak dicantumkan Asas Independensi, apa tujuan dari undang-undang No. 2/2017 tentang jasa konstruksi. Asas independensi tidak dapat berdiri sendiri, tetapi terkait dengan asas kesetaraan, keserasian, keseimbangan, kemandirian dan kebebasan. Tujuan dari undang-undang No. 2/2017 lebih komprehensif dibandingkan dengan tujuan dari undang-undang No. 18/1999 yang hanya mencakup: a. memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; b. mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaran kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta menignkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi. Yang bertanda panah adalah tujuan yang belum tercantum dalam Undang-Undang No. 18/1999. SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI 37