Grahat Nagara Yayasan Auriga Palangka Raya, 16 November 2015 Korupsi Dalam Kebijakan Alih Fungsi Hutan: Perebutan Kuasa, Ruang, dan Rente Grahat Nagara Yayasan Auriga Palangka Raya, 16 November 2015
Program Pemerintah Pusat di Bidang Infrastruktur, Maritim, Energi, Pangan (IMEP) Berdasarkan RPJMN 2015 – 2019 Yang Perlu Diantisipasi Pembangunanya Pada Kawasan Hutan PROGRAM PEMERINTAH Reformasi Birokrasi PTSP INFRASTRUK TUR MARITIM ENERGI SWASEMBADA PANGAN 14 KEK di Luar Jawan dan 1 KEK di Jawa 14 Kaw Industri Irigasi 9,89 jt ha 49 Waduk Jalan 45.592 km Dermaga 275 Bandara 252 Rel KA 8.692 km 5 jt perumahan Permukiman Akses air minum Akses sanitasi 100% Pelabuhan 450 Unit, Pelabuhan Penyebrangan 270 unit, Pelabuahn Perikanan 24 Kelautan dan Perikanan Produksi Ikan 18,8 jt ton Produksi rumput laut 19,5 jt ton Produksi garam 4,5 jt ton Luas kawasan konservasi laut 20 jt ha c. Wisata Bahari Wisman 20 jt Wisnus 275 jt Pembangkit Listrik 35.000 MW Padi 82 Jt ton GKG Jagung 24,2 jt ton Kedelai 2,6 jt ton Gula 3,8 jt ton Dagung sapi 755,1 rb ton Sawit (perbatasan) Peningkatan Kinerja kelembagaan PTSP kondisi mantap dari 35% mjd 55 % Waktu proses perizinan investasi di pusat dan daerah maksmal 15 HK per jenis kegiatan Waktu dan jumlah prosedur memulai usaha mjd 7 hari dari 5 prosedur Pertumbuhan investasi 12,1% Investasi PMA dan PMDN mjd 933 trilyun Rencana 1,2 jt Ha di Papua Program Pemerintah yang memerlukan ruang
Regulasi dan kebijakan alih fungsi hutan Perubahan peruntukan Pelepasan kawasan hutan (parsial) UU 41/1999 PP 10/2010 jo. PP 60/2012 Perubahan tata ruang UU 26/2007 PP 15/2010 Perubahan tataguna Penatagunaan hutan PP10/2010 jo. PP 60/2012 Penggunaan kawasan hutan untuk non kehutanan Pinjam pakai kawasan hutan PP 24/2010 jo. PP 61/2012 PP 78/2010 Tukar menukar kawasan hutan
Pemanfaatan dan Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) Listrik Kepentingan Nasional geothermal Menara Jar Listrik Kabel & Pendukungnya jalan pengawasan dan pemeliharaan jaringan Fungsi Skema Kerjasama Penyelenggaraan KSA/KPA *) Hutan Konservasi *) tidak boleh pada CA dan TN Zona inti Tambang, MIGAS Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Pembangunan non kehutanan Sarpras waduk, Pembangkit pinjam pakai kawasan hutan Jalan, Tol, Rel KA Bersifat Sementara (HL, HPT, HP, HPK) Geothermal, Tansmisi dan distribusi teknologi EBT Pertanian dlm rangka ketahanan energi (bauran energi nabati) Kerjasama dengan pengelola HL, HPT, HP, HPK PL Mikro Hidro, Listrik Msk Desa Bersifat Permanen (HPT, HP, HPK) Tukar Menukar Kaw Hutan (HPT dan HP) Waduk/bendungan (sebagai suplay PLTA) Pelabuhan/bandara
Apa saja yang dialihkan dalam kebijakan alih fungsi hutan? Fungsi hidroorologis Kawasan hutan (tanah negara) Nilai termasuk, konservasi lindung, produksi (Kawasan) hutan Non (kawasan) hutan Fungsi produksi Pemberian hak atas tanah kepada pihak lain Pengganti nilai hanya terhadap tegakan Redefinisi fungsi hutan atau lahan Realokasi (hak) penguasaan hutan Revaluasi nilai hutan
Ada 3 jenis ‘genre’ dalam korupsi, termasuk dalam alih fungsi hutan Suap dan perbuatan melawan hukum untuk memperoleh nilai ekonomi langsung (illicit enrichment). Paralisis fungsi negara Perampasan nilai ekonomi secara langsung Pengaturan yang memberikan keluasaan bergerak bagi pemburu rente (rent seeking). Pelemahan kendali negara terhadap aspek-aspek urusan Celah regulasi untuk melepaskan nilai-nilai rente ekonomi Pengaburan dimensi publik-privat untuk membangun potensi konflik kepentingan (conflict of interests). Kooptasi korupsi di dalam sistem dan struktur hukum, kriminogenik Asuransi bagi proses perampasan nilai ekonomi
Suap dan perbuatan melawan hukum untuk mendapatkan keuntungan Prasyarat pemungkin: Interaksi langsung/maupun tidak langsung dengan pengambilan keputusan. Regulasi mengatur pengambilan keputusan untuk kepentingan si pemberi gratifikasi. Diskresi dalam administrasi pemerintah bagi pengambil keputusan. Rasionalitas pengambilan keputusan.
Peraturan yang menyebabkan saling tumpang tindih ruang Pasal 22 PP 22/2010 Untuk menetapkan WIUP dalam suatu WUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) harus memenuhi kriteria: letak geografis; kaidah konservasi; daya dukung lingkungan; optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan tingkat kepadatan penduduk. Pasal 5 (1) PP 24/2010 jo. P 5 P.18/2011 Pertambangan hanya untuk HP, sementara HL secara terbatas.
Profit (legal) perusahaan Pengaturan yang memberikan keluasaan bergerak bagi pemburu rente (rent seeking) Prasyarat pemungkin: Buruknya mekanisme akuntabilitas. Penegakan hukum yang lemah. Asimetri informasi. Nilai hutan yang terdistorsi. Suap dan gratifikasi Residu untuk negara Profit (legal) perusahaan 787 juta - 22 milyar per konsesi per tahun (KPK, 2012) Laba supra profit (KPK, 2015) PNBP 70 ribu per ha per tahun, kerugian 79 trilyun (KPK, 2015)
Peraturan yang menghilangkan nilai hutan PermenLH 15/2012 menjelaskan nilai ekologi hutan meliputi: Konservasi tanah dan air. Serapan karbon. Perlindungan banjir. Transportasi air. Keanekaragaman hayati. JENIS PNBP Sumber Daya Alam (PP No 12 Tahun 2014 dan PP No 33 Tahun 2014) Non SDA (PP No 12 Tahun 2014 dan PP No 44 Tahun 2014) Dana Reboisasi; IIUPH; PSDH; PKH. PNBP dari PHKA; Ganti Rugi Tegakan; Penggantian Nilai Tegakan; Jasa Laboratorium dan Perpustakaan; Produk Samping Hasil Penelitian; Penggunaan Sarana dan Prasarana; PNBP Lingkungan hidup; PNBP lainnya.
Peraturan yang menghilangkan nilai hutan Pasal 1 PP 51/1998 Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) atau Resources Royalty Provision adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil yang dipungut dari hutan Negara. Pasal 5 PP 51/1998 Dasar perhitungan dan besarnya PSDH ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan berdasarkan harga pasar dan biaya produksi.
Pengaburan dimensi publik-privat untuk membangun potensi konflik kepentingan (conflict of interests) Prasyarat pemungkin: Tiadanya norma yang membatasi ruang lingkup hak- kewajiban publik dengan privat. Sistem pengawasan yang tidak efisien. Buruknya etika birokrasi dan imunitas birokrat.
Pengaturan yang menyebabkan informasi kehutanan seluruhnya dikuasai perusahaan Pasal 21 P.62/2014 Pemohon melakukan timber cruising (TC) pada areal yang dimohon dengan intensitas 5% (lima persen). Pasal 13 (1) UU 41/1999 Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap. Pasal 13 (2) UU 41/1999 Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap.
Terima Kasih