ISSUE HUKUM TERKINI PERGULATAN TENTANG KEPASTIAN & KEADILAN Dialog dengan Mahasiswa S2 UIN Sultan Syarif Kasim Riau Prof. Dr. H. Eman Suparman,S.H.,M.H. Ketua Bidang Pengawasan Hakim & Investigasi KYRI Guru Besar Hukum Acara Perdata FH UNPAD Pekanbaru, Rabu, 8 April 2015
SEMA No. 07 Tahun 2014 yg Kontroversi Ditandatangani oleh Ketua MA tgl 31 Desember 2014; Substansinya : Bahwa Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan satu kali; Mengacu kepada Ps. 24 ayat (2) UU No. 48/2009 Ttg Kekuasaan Kehakiman dan Ps. 66 ayat (1) UU No. 14/1985 jo UU No. 3/2009 Ttg MA.
3 Unsur dalam Penegakan Hukum yg harus diperhatikan Kepastian Hukum; Kemanfaatan; Keadilan.
Konsep Kepastian, Keadilan, dan Kemanfaatan dlm Rule of Law Indonesia Nilai kepastian terkait dg jaminan perlindungan atas tindakan sewenang-wenang; Nilai keadilan subtansial merupakan implementasi dari the rule of law; Nilai Kemanfaatan untuk memberikan kegunaan & kebahagiaan yg sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Dasar Hukum Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Pasal 263 – 268 KUHAP No. 8/1981 Pasal 66 ayat (1) UU No. 14/1985 jis UU No. 5/2004, UU No. 3/2009 Ttg MA Pasal 24 ayat (2) UU No. 48/2009 Ttg Kekuasaan Kehakiman
Putusan MK yg Membatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP Membatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP, yg menyatakan: “Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.” Dictumnya: Memutuskan bahwa permohonan PK dapat dilakukan lebih dari satu kali; Melalui Putusan MK No. 34/PUU-XI/2013; Diputuskan tgl. 6 Maret 2014.
Menurut MA Putusan MK dianggap non executable Putusan MK yg membolehkan permohonan PK dilakukan lebih dari satu kali, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; Putusan MK itu non executable, karena berdasarkan UU No. 48/2009 dan UU No, 14/1985 jis UU No. 5/2004, UU No. 3/2009 Ttg MA, permohonan PK dapat diajukan hanya satu kali saja; Alasan MA: Kedua UU tsb di atas TIDAK DIBATALKAN oleh MK.
Dijadikan Acuan pula oleh Kejaksaan Agung Menjadi alasan Kejaksaan Agung untuk menunda eksekusi pidana mati terpidana narkoba; Kejagung masih menunggu kepastian untuk terpidana narkoba yg akan dieksekusi mati karena masih harus sidang PK pada tgl. 6 Januari 2015; Kejagung barangkali lupa, bahwa sesungguhnya PK itu merupakan Upaya Hukum Luar Biasa (istimewa) yg tidak menangguhkan eksekusi.
Pasal 263 ayat (2) KUHAP, PK dapat diajukan atas dasar alasan: a. Apabila terdapat keadaan baru… (novum) jika keadaan itu sudah diketahui pd waktu sidang berlangsung, hasilnya akan berupa put. bebas atau put. lepas…; b. Apabila sesuatu yg dinyatakan telah terbukti, ternyata telah bertentangan satu dengan yg lain; c. Apabila putusan dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yg nyata.
Yang dapat mengajukan PK adalah Terhadap putusan yg telah memperoleh kekuatan hk yg tetap, kecuali put. bebas atau lepas dari segala tuntutan hk; Terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan PK kepada MA.
Pencarian Keadilan tidak dapat dibatasi waktu & formalitas Pertimba-ngan Hk MK Bahwa upaya hk luar biasa PK bertujuan untuk menemukan keadilan dan kebenaran materiil. Keadilan tidak dibatasi waktu atau ketentuan formalitas yg membatasi PK hanya dpt diajukan satu kali saja. Putusan MK ini Menyiratkan conditionally constitutional, bahwa PK dapat diajukan lebih dari satu kali, sepanjang memenuhi syarat yg ditentukan dalam Ps. 263 ayat (2) KUHAP.
Mengajukan permohonan PK mesti memenuhi syarat Oleh karena untuk mengajukan PK terdapat syarat-syarat yg mesti dipenuhi. PK tidak serta merta dapat diajukan berkali-kali;
Menurut MA SEMA No. 7/2014 Tidak Melanggar Putusan MK Dasarnya: Ps. 24 ayat (2) UU 48/2009 Demi memperhatikan rasa keadilan di masyarakat terutama korban, dan mencoba memberikan kepastian hukum; Ps. 66 ayat (1) UU No. 14/1985 jo UU No. 3/2009 Ttg MA.
Asas litis finiri oportet “…bahwa benar dalam ilmu hukum terdapat asas litis finiri oportet yakni setiap perkara harus ada akhirnya…” “Namun menurut MK itu berkait dengan kepastian hukum, sedangkan untuk keadilan dalam perkara pidana asas tersebut tidak secara rigid dapat diterapkan…” karena dengan hanya membolehkan PK satu kali, terlebih lagi manakala ditemukan adanya keadaan baru (novum); Hal itu justru bertentangan dengan asas keadilan yg begitu dijunjung tinggi oleh kekuasaan kehakiman Indonesia untuk menegakkan hukum dan keadilan.
PK Secara Historis-Filosofis Upaya hk yg lahir demi melindungi terpidana; Upaya Hk PK berbeda dg upaya hk biasa (banding dan kasasi); Upaya hk biasa hrs dikaitkan dg kepastian hk (limitasi waktu). Tanpa limitasi waktu akan menimbulkan ketidakadilan & proses yg tidak selesai.
Tujuan hakiki mengajukan permohonan PK Dalam rangka menemukan keadilan & kebenaran materiil; Mungkin saja ditemukan novum yg dapat mengubah keadaan yg tertuang dalam putusan semula. Keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu & formalitas;
SEMA N0. 7/2014 merupakan ambivalensi sikap MA terhadap MK SEMA mempunyai sifat intern hanya sebagai petunjuk teknis yg diperlukan dlm suatu mekanisme kerja dlm semua lingkungan peradilan; SEMA juga ternyata bisa memiliki dampak keluar, yakni dalam pelaksanaan putusan pengadilan; Oleh sebab itu, SEMA bisa merupakan ambivalensi sikap MA terhadap MK; Pengajuan PK tak akan mengganggu keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan karena kepastian hukum pada prinsipnya sudah tercipta sejak putusan in kracht van gewijsde.
Kedudukan SEMA berdasarkan UU No Kedudukan SEMA berdasarkan UU No. 12/2011 Ttg Pembentukan Peraturan Per-UU-an SEMA tidak termasuk dlm jenis peraturan per-UU-an sebagaimana diatur UU No. 12/2011; SEMA lebih merupakan perintah atau petunjuk dari MA kepada jajaran di bawahnya; Oleh karena itu, SEMA bukan regulasi yg wajib ditaati oleh pihak di luar MA.
Membuktikan Dalih MA bahwa SEMA No. 7/2014 Tidak melanggar putusan MK SEMA No. 7/2014 tidak melanggar putusan MK, karena pasal yg dijadikan acuan oleh MA berbeda; Akan tetapi ternyata substansi ketentuan yg dikeluarkan oleh MA bertentangan dengan putusan MK; Karena putusan MK bersifat final and binding dan termasuk dalam jenis peraturan per-UU-an sebagaimana UU No. 12/2001; Seharusnya norma yg dikeluarkan MA itu tidak boleh bertentangan dengan putusan MK;
Seharusnya SEMA tidak menjadi Polemik Untuk mengakhiri Polemik terkait keluarnya SEMA yg dianggap sebagai bentuk pembangkangan MA terhadap Putusan MK, pemerintah mengadakan pertemuan; Lahir 3 Keputusan: (1) Terpidana yg ditolak grasinya tetap dieksekusi sesuai per-UU-an; (2) Akan diterbitkan peraturan pelaksana (PP) terkait putusan MK No. 34/PUU-XI/2013. PP akan memuat pengertian novum, batas waktu, & tata cara pengajuan PK; (3) saat ini terpidana belum bisa mengajukan PK lebih dari sekali karena belum ada PP yg mengatur lebih lanjut putusan MK;
Peraturan Pelaksana untuk putusan MK menjadi preseden baru di Indonesia Langkah pemerintah mengeluarkan PP sebenarnya juga tidak sepenuhnya tepat, karena seperti diketahui Putusan MK bersifat final and binding; Putusan MK juga bersifat erga omnes, artinya berlaku bagi siapa pun baik pemerintah maupun seluruh warga negara Indonesia.
Hakim mengingkari putusan MK tergolong melangar KEPPH Tugas konstitusional Komisi Yudisial antara lain: melakukan pemeriksaan jika terdapat dugaan pelanggaran Kode Etik & Pedoman Perilaku hakim (KEPPH); Dugaan pelanggaran KEPPH juga tidak hanya sebatas etika murni seperti halnya: asusila, narkoba, dan melanggar etika lainnya. Namun, pengingkaran terhadap Putusan MK juga dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran terhadap KEPPH.
Hidup tak pernah mundur & Tidak pula tertahan hari kemarin
Terima Kasih