STUDI ANALISIS PRAKTIK AKAD QARDH DAN AKAD IJARAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN TALANGAN DANA HAJI KOSPIN JASA SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Skripsi oleh:

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Hukum Islam tentang Muamalah
Advertisements

Pengetahuan Dasar Akad Perbankan Syariah
Oleh: Sri Nurhayati / Wasilah
Oleh: Sri Nurhayati / Wasilah
Aspek Permodalan dalam Kewirausahaan
PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARI’AH
Indah Puspa Kartika Wijaya ( ).  Baik: Firman Allah QS al-Baqarah:245  “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik.
Dewi Nurul Musjtari PENGERTIAN MURABAHAH:
Oleh: LILI SYAFITRI AKAD ISTISHNA’.
ANALISIS DANA TALANGAN HAJI
PERBANKAN SYARIAH Kelompok 4: 1.Darmawan Fitriahayu Sayekti Rita Dwi N Mia Ayu M
AKUNTANSI MURABAHAH.
PEMBIAYAAN MULTIJASA MUHAMMAD ARIF MAULANA
Murabahah Leni Rusilawati ( ) Alvionita ( )
AKAD IJARAH’ Oleh: LILI SYAFITRI.
Leni Rusilawati ( ) Alvionita( ) Jamal Zulkifli( ) Intan C Tyas( ) Laili A’Yunina W( ) Maulida Masruroh.
PENERAPAN AKAD PADA PENYALURAN DANA DI BANK SYARIAH
AKUNTANSI MURABAHAH (PSAK 102)
BANK SYARIAH.
Pengertian Kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang di jaminkan akan di tebus kembali.
A. Segi Hukum Perdata Pada setiap kegiatan usaha pembiayaan, termasuk juga kartu kredit, inisiatif mengadakan hubungan kontraktual berasal dari para pihak.
AKUNTANSI UNTUK MURABAHAH
BANK SYARIAH.
BANK SYARIAH.
AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH: Teori dan Praktik Kontemporer
Disusun Oleh: Nini karlina ( )
Implementasi Produk Qardh dengan Jasa Layanan Perbankan
ASPEK HUKUM PERBANKAN SYARIAH
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
AKUNTANSI TRANSAKSI SALAM DAN SALAM PARALEL
BANK SYARIAH.
Murabahah Leni Rusilawati ( ) Alvionita ( )
PRODUK PENYALURAN DANA PERBANKAN SYARIAH
JENIS JASA KEUANGAN ISLAM
AKUNTANSI TRANSAKSI SALAM DAN SALAM PARALEL
PEGADAIAN SYARI’AH PENGERTIAN
KEDUDUKAN AKAD DALAM LEMBAGA SYARIAH DI INDONESIA
Tugas ke 3 Manjemen Perbankan
Oleh: Dr. Gemala Dewi, SH., LL.M Kuliah BAHI 28 September 2010
Pemberian Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak
رهن Oleh : Asep Suryanto.
Bagian 8. Cara Mengajukan Pinjaman
Pertemuan V PAI Ekonomi dan Kebudayaan Islam
Tugas ke-3 Produk Qord.
JENIS JASA KEUANGAN ISLAM
Sri Nurhayati / Wasilah
Fiqh Muamalah “Murabahah” Dosen Pembimbing: ABDUL HAMID, M.A
TAMBAHAN MURABAHAH Leni Rusilawati ( )
Aplikasi akuntansi syariah pada bank syariah
Bagian 8. Cara Mengajukan Pinjaman
HERNANDA DAMANTARA (E )
KONSEP OPERASIONAL BANK SYARIAH DAN AKAD-AKAD DALAM KEUANGAN SYARIAH
MANAJEMEN PERBANKAN JENIS-JENIS KREDIT JAMINAN KREDIT
PERBANKAN SYARIAH Akuntansi Syariah: (Prof. Iwan Triyuwono) : sebagai proses akuntansi yang menyediakan informasi yang tepat/sesuai (yang tidak dibatasi.
KBI 321 HUKUM EKONOMI SYARIAH ERNAWATI , SHI. MH. FAKULTAS HUKUM.
AKUNTANSI TRANSAKSI ISTISHNA
KBI 321 HUKUM EKONOMI SYARIAH ERNAWATI , SHI. MH. FAKULTAS HUKUM.
Fungsi Sosial Bank Syariah
AKUNTANSI TRANSAKSI SALAM
PRODUK QORDH Oleh: Fahrunnisyah ( ).
Sri Nurhayati / Wasilah
AKUNTANSI TRANSAKSI SALAM DAN SALAM PARALEL
Uang dan Lembaga Keuangan
PEGADAIAN SYARIAH.
AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH: Teori dan Praktik Kontemporer
Bagian 8. Cara Mengajukan Pinjaman
Achmad Zaky,MSA.,Ak.,SAS.,CMA
PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
INSTRUMEN DAN MEKANISME KEUANGAN SYARI'AH
Bagian 8. Cara Mengajukan Pinjaman
Transcript presentasi:

STUDI ANALISIS PRAKTIK AKAD QARDH DAN AKAD IJARAH PADA PRODUK PEMBIAYAAN TALANGAN DANA HAJI KOSPIN JASA SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Skripsi oleh: Fidyastina 34.1.20.10.011 Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Ki Ageng Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ibadah haji Rukun Islam kelima Biaya yang dibutuhkan tidak sedikit Pembiayaan Dana Talangan Haji Membantu pendaftaran calon jamaah haji yang terkendala biaya Membantu memperoleh nomor porsi antrean yang lebih cepat Kospin Jasa Syariah Tabungan Haji Labbaika Dana Talangan Haji Akad Qardh Akad Ijarah

Rumusan Masalah Bagaimana mekanisme pelaksanaan akad Qardh dan akad Ijarah pada produk Talangan Dana Haji yang ditawarkan oleh Kospin Jasa Syariah? Bagaimana kesesuaian produk talangan dana haji dengan akad qardh dan ijarah jika dilihat dari perspektif hukum Islam?

Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan akad Qardh dan akad Ijarah pada produk Talangan Dana Haji yang ditawarkan oleh Kospin Jasa Syariah. Untuk mengetahui kesesuaian produk Talangan Dana Haji dengan akad Qardh dan Ijarah jika dilihat dari perspektif hukum Islam. Manfaat Penelitian Secara akademis, dapat memberikan sumbangan pada khazanah keilmuan Islam khususnya pada masalah ibadah Haji, Lembaga Keuangan Syariah, dan muamalah. Secara praktis, dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi calon jamaah haji, Kospin Jasa Syariah, jajaran direksi lembaga keuangan syariah, dan para cendekiawan Muslim.

Pembiayaan Talangan Dana Haji BAB II Kajian Pustaka Tabungan haji Pembiayaan Talangan Dana Haji Pembiayaan Talangan Haji dapat disalurkan oleh koperasi yang telah bekerja sama dengan bank. Pihak bank koresponden harus bekerja sama dengan dengan SISKOHAT. Tabungan Haji regular -> nasabah untuk membayar lunas biaya persayaratan untuk perolehan porsi dan boleh mencicil sisanya. (Tabungan Mudharabah) Talangan Dana Haji -> meminjamkan biaya pokok persyaratan perolehan porsi dan mengharuskan nasabah untuk mengangsur biaya pokok tersebut, disamping harus memenuhi biaya lebihannya. (Pembiayaan Qardh atau ijarah) Sistematika dari Talangan Haji ini sebelumnya menggunakan akad Qardh untuk pinjaman yang dikeluarkan oleh koperasi sebanyak sejumlah uang yang diperjanjikan untuk membeli satu nomor porsi seat haji untuk masing-masing orang melalui sistem SISKOHAT. Nasabah mengambil nomor antrean dengan meminjam sejumlah uang yang disetorkan kepada Kementerian Agama, dan berkewajiban melunasi di batas waktu yang ditentukan. Ijarah ketika mereka melakukan jasa pendaftaran jamaah haji. Koperasi akan menerima upah (fee/ujroh) dari nasabah (calon jamaah haji) yang besarannya sudah ditentukan pada awal perjanjian. Praktik pembiayaan talangan haji kini dilaksanakan dengan akad Ijarah Multijasa. Pembiayaan Multijasa adalah penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berupa transaksi multijasa dengan menggunakan akad ijarah berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan nasabah pembiayaan yang mewajibkan nasabah pembiayaan untuk melunasi hutang/kewajibannya sesuai dengan akad.

Qardh Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan. Utang piutang adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak, di mana pihak pertama memberikan uang atau barang kepada pihak ke dua untuk dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang atau barang tersebut harus dikembalikan persis seperti yang ia terima dari pihak pertama. Pihak pertama disebut orang yang berpiutang, sedangkan pihak kedua disebut orang yang berutang. Menurut Hanafiah, rukun qardh adalah ijab dan qabul. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun qardh adalah: ‘Aqid, yaitu muqrid dan muqtarid Ma’qud alaihi, yaitu uang atau barang Shigat yaitu ijab dan qabul Utang piutang dinyatakan berakhir atau selesai apabila waktu yang disepakati telah tiba dan orang yang berutang telah mampu melunasi utangnya. Dalam keadaan yang demikian, maka seseorang yang berutang wajib menyegerahkan melunasi utang tersebut. Akad qardh merupakan bentuk muamalah berbasis ta’awun (tolong menolong), dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pihak lain yang kekurangan. Jadi tidak boleh ada imbalan tertentu yang dipersyaratkan.

Ijarah Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri. (Sayyid Sabiq, 1987:183 dalam Antonio:2001) Jumhur ulama mengatakan bahwa rukun ijarah itu ada empat, yaitu: Orang yang menyewa dan yang menyewakan, syaratnya adalah orang yang berakal, dengan kehendak sendiri, akan dipaksa, keadaan keduanya tidak bersifat mubadzir dan sudah dewasa. Sewa, disyaratkan keadaan sewa diketahui dalam beberapa hal: jenisnya, kadarnya, dan sifatnya. Misalnya menyewa rumah, harus jelas besarnya, letaknya, lama persewaanya, besar onglos persewaanya dan sebagainya. Adanya ijab dan qabul (menyebutkan waktu yang ditentukan) Syarat-syarat akad ijarah adalah sebagai berikut: Untuk kedua orang yang berakad (al-muta’aqidain), disyaratkan telah baligh dan berakal (menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah). Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaanya untuk melakukan akad ijarah. Manfaat yang menjadi obyek ijarah harus diketahui secara sempurna Obyek ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak tercatat. Oleh sebab itu, para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa. Obyek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa. Misalnya, menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa dan menyewa orang yang belum haji untuk menggantikan haji penyewa. Obyek ijarah itu merupakan sesuatu yang bisa disewakan, seperti rumah, mobil, dan hewan tunggangan. Akad ijarah akan berahir apabila tidak memenuhi beberapa kriteria diantaranya: Obyek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang dijahitkan hilang Tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berahir. Apabila yang disewa itu rumah, maka rumah itu dikembalikan pada pemiliknya Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad, karena akad ijarah, meneurut mereka tidak boleh diwariskan. Sedangkan jumhur ulama, akad ijarah tidak batal dengan wafatnya salah seorang yang berakad, karena manfaat, menurut mereka boleh diwariskan dan ijarah sama dengan jual beli, yaitu mengikat kedua belah pihak Dalam pembiayaan talangan dana haji, akad ijarah diterapkan sebagai bentuk penyelenggaraan jasa oleh koperasi dalam pemesanan porsi sehingga nasabah terdaftar dalam sistem sebagai calon jamaah haji. Tahun keberangkatan calon jamaah dapat dilihat pada sistem, sesuai dengan antrean yang diperoleh.

Ijarah Multijasa Fitur dan mekanisme Pembiayaan Multijasa atas dasar akad Ijarah adalah ; Bank bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi Ijarah dengan nasabah; Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan objek sewa yang dipesan nasabah; Pengembalian atas penyediaan dana bank dengan cara cicilan. Landasan hukum produk ini adalah fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) No.44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa. Yang berbunyi: Ketentuan Umum Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah. Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee. Umumnya, akad yang terjadi dalam pembiayaan multijasa adalah Ijarah al Musta'jir (Penyewa menyewakan kembali jasa yang telah ia sewa). Dimana LKS bertindak sebagai penyewa pertama dari pemilik barang/jasa kemudian LKS menyewakan jasa kepada penyewa kedua (nasabah). Dan LKS mendapat keuntungan dari selisih upah sewa nasabah yang lebih tinggi dari upah sewa LKS kepada pemilik barang/jasa, karena nasabah membayarnya dengan cara angsuran. Pada dasarnya, pembiayaan multijasa ini menggunakan akad ijarah atau kafalah. Dalam pembiayaan dana talangan haji, akad yang digunakan adalah akad ijarah.

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Kospin Jasa Syariah Cabang Kedungwuni.Lokasi dari penelitian di Cabang Pembantu Kedungwuni. Jalan Raya Kedungwuni No. 47 Desa Gembong, Kab. Pekalongan

Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Sebagaimana pendapat Bogdan dan Taylor (Dalam Moleong, 2005:4) penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif deskriptif, dimana peneliti mendiskripsikan tentang objek dengan mencatat apa yang ada dalam objek penelitian kemudian memasukkannya dengan sumber data yang ada dalam objek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:12). Pendekatan yang digunakan adalah yuridis normative yaitu cara mendekati masalah yang diteliti, dengan permasalahan yang akan dibahas dengan melihat apakah benar atau tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Data dan Jenis Data Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari tangan pertama. Data primer yang diperoleh peneliti terkait dengan jumlah Dana Talangan yang disediakan oleh Kospin Jasa, biaya administrasi, jumlah nasabah, alur atau prosedur pengajuan pembiayaan dana talangan haji, bentuk promosi pembiayaan ini, batas waktu pembayaran dana talangan, dan lain-lain melalui wawancara.

Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari sumber media misalkan: Internet, buku atau dokumen-dokumen laporan keuangan pada Kospin Jasa Syariah. Data sekunder yang diperoleh peneliti diantaranya; literatur-literatur yang terkait dengan pembiayaan pada koperasi, website yang disediakan Kospin Jasa Syariah, yaitu: www.kospinjasasyariah.com, dokumen-dokumen atau data yang terkait dengan dana talangan haji di Kospin Jasa Syariah, seperti: Brosur-brosur, formulir permohonan pembiayaan, akad yang digunakan, dan lain-lain. Bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer seperti: Tafsir Al-Qur’an, buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan makalah hasil seminar.

Teknik Pengumpulan Data Studi kepustakaan (library research) Data yang diperoleh data dengan meneliti dan mempelajari literatur-literatur terkait dengan pembiayaan perbankan, karya ilmiah, dan sumber-sumber bacaan lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti untuk mendapatkan landasan teori. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori-teori diantaranya; Teori perbankan syariah, manajemen pembiayaan bank syariah, Produk penyaluran dana pada bank syariah, pengertian talangan haji, prinsip Qardh dan Ijarah, Ibadah Haji, fatwa dewan syariah nasional tentang pengurusan haji, dan lain sebagainya. Wawancara Sebagaimana pendapat Prof. DR. S. Nasution (dalam Pabundu Tika 2006:62) wawancara (Interview) adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan pada masalah, tujuan, dan hipotesis penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan informasi dengan melakukan wawancara pada kepala cabang, yang membawahi semua yang bertugas menangani masalah pembiayaan, adapun informasi terkait dengan talangan haji, diantaranya; peluncuran dana talangan haji, akad yang digunakan, manajemen dana talangan haji di Kospin Jasa Syariah Cabang Kedungwuni, bentuk promosi, persyaratan pembiayaan, hambatan yang di hadapi prosedur pembayaran, manajemen yang diterapkan, metode penentuan ujroh, dan lain-lain. Dokumentasi Menurut Arikunto (2002:206) Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku-buku, notulen rapat, prasasti, agenda, surat kabar, majalah. Dan lain sebagainya. Peneliti mendapatkan data seperti formulir permohonan dana talangan pada Kospin Jasa Syariah, brosur-brosur, formulir persyaratan bagi nasabah calon jamaah haji, surat-surat yang harus serahkan oleh pemohon (Jaminan), catatan mengenai persyaratan pengajuan, dan lain-lain.

Model Analisis Data Setelah data terkumpul, maka untuk menyusun dan menganalisis data-data tersebut menggunakan metode deskriptif analisis dan pendekatan normatif. Metode deskriptif analisis adalah prosedur pemecahan yang diselidiki dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan subyek atau obyek (seseorang atau pada suatu lembaga) saat sekarang dengan berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan secara obyektif bagaimana fakta yang terjadi di lapangan (Kospin Jasa Syariah Cabang Kedungwuni) dalam pelaksanaan qardh dan ijarah pada Pembiayaan Talangan Haji dan dengan melihat apakah penerapan akad tersebut baik atau tidak, benar atau salah menurut norma yang ada, yaitu norma hukum Islam.

Pembahasan hasil penelitian Bab IV

Tabungan Haji dan Talangan Haji Per September 2014, Nasabah Tabungan haji Labbaika Mudharabah tercatat sebanyak 84 orang dengan kisaran nominal simpanan dana sebesar 108 juta rupiah. Adapun nasabah Tabungan Haji Labbaika terdiri atas nasabah tabungan haji itu sendiri, nasabah dana talangan haji dengan akad qardh dan dana talangan haji dengan akad multijasa ijarah. Nasabah pembiayaan Dana Talangan Haji dengan akad Qardh tercatat sebanyak 22 orang, dan nasabah pembiayaan Dana Talangan Haji dengan akad Ijarah Multijasa tercatat sebanyak 19 orang. Nasabah Tabungan Haji Labbaika yang tidak menjadi nasabah pembiayaan terhitung 43 orang.

Mekanisme Tabungan Haji dan Pembiayaan Dana Talangan Haji

Implementasi Akad Qardh Qardh adalahmeminjamkan sejumlah uang kepada orang lain untuk dikembalikan di kemudian hari. Pinjaman Qardh ini umumnya diperuntukkan bagi nasabah yang sudah mendapat kepercayaan, yang membutuhkan dana talangan segera untuk kepentingan yang mendesak dan masanya relatif pendek (Antonio, 2001:133) Akad Qardh ini erat kaitannya dengan utang-piutang, dan namanya melekat pada salah satu jenis riba yaitu riba Qardh.

Sebelum adanya pembaharuan akad, Kospin Jasa Syariah menggunakan akad Qardh untuk pinjaman dana talangan haji. Besarnya nilai Qardh ditentukan berbanding terbalik dengan jumlah dana yang telah dimiliki nasabah. Jika dilihat dari nilai angsuran yang tercantum pada tabel, maka dapat disimpulkan bahwa angsuran yang dibayarkan untuk mengembalikan dana talangan jumlahnya lebih besar daripada nilai pinjaman Qardh itu sendiri. Pada poin ini, Kospin Jasa Syariah mempersyaratkan akad ijarah yang dilakukan bersamaan dengan akad Qardh dalam satu kontrak. Akad ijarah ini dimaksudkan sebagai imbalan jasa atas bantuan Kospin Jasa Syariah dalam proses pendaftaran nasabah sebagai calon jamaah haji. Ijarah dalam dana talangan haji, termasuk dalam ijarah atas pekerjaan. Pekerjaan yang dimaksud adalah mendaftarkan nasabah ke Departemen Agama melalui BNI Syariah agar terdaftar dalam SISKOHAT dan mendapat nomor porsi calon jamaah.

Terdapat hubungan antara akad Qardh dengan Ijarah dalam pembiayaan Dana Talangan Haji. Pertama, akad dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Kedua, besarnya nilai ujroh (fee) pada akad ijarah didasarkan pada besarnya nilai pinjaman Qardh. Ketiga, pembayaran angsuran atau dalam kata lain pengembalian pinjaman Qardh dilakukan bersamaan dengan pembayaran jasa Ijarah per bulan. Menurut kepala cabang Kospin Jasa Syariah, nilai ujroh adalah sebesar 10% per tahun dari nilai pinjaman Qardh. Hasil perhitungan nominal secara rinci dapat dilihat pada tabel di slide sebelumnya.

Implementasi akad Ijarah Multijasa Pembiayaan Multijasa Ijarah adalah produk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip Ijarah dalam rangka penyewaan manfaat suatu barang atau jasa seperti jasa pengurusan biaya haji, umroh, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, pariwisata dan lain-lain oleh anggota/calon anggota. Akad multijasa ijarah mulai ditetapkan di Kospin Jasa Syariah pada tahun 2014 sebagai akad untuk perjanjian pembiayaan dana talangan haji, menggantikan akad Qardhul-Ijarah yang sebelumnya diterapkan. Akad multijasa ijarah ini diberlakukan kepada nasabah yang baru melakukan pendaftaran dana talangan haji, sedangkan nasabah yang sudah menggunakan akad qardh sebelumnya tidak dikenakan perubahan.

Adapun pengajuan pembiayaan Multijasa Ijarah membutuhkan syarat-syarat sebagai berikut. KTP Suami Istri Kartu Keluarga dan Akta Nikah Sertifikat Tanah / BPKB Rekening Listrik - Pam - PBB Tanah Mutasi rekening tabungan bank (jika ada) SIUP/NPWP (jika ada), SK/Slip Gaji bagi pegawai Daftar Rencana Anggaran Pembelian Sedangkan untuk Multijasa Ijarah Dana Talangan Haji, syarat-syarat yang dibutuhkan berupa; rekening tabungan haji Labbaika, fotokopi KTP suami dan KTP istri masing-masing 25 lembar, fotokopi surat nikah 3 lembar, fotokopi kartu keluarga 3 lembar, surat kesehatan (KIR) Haji dari PUSKESMAS terdekat dengan tempat tinggal nasabah.

Perhitungan dana talangan antara yang menggunakan akad qardh dengan ijarah multi jasa kurang lebih sama, tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang mendasar terletak pada jenis akadnya. Mekanisme produk pembiayaan dana talangan haji dengan akad ijarah Multijasa cenderung lebih sederhana daripada pembiayaan dengan akad qardh, sebab hanya menggunakan satu jenis akad.

Nasabah dan Kospin Jasa Syariah menandatangani akad Ijarah Multijasa pada saat pengajuan pembiayaan dana talangan haji. Hal ini berarti nasabah setuju untuk melakukan pembiayaan ijarah untuk mendapatkan nomor porsi calon jamaah haji. Kospin Jasa Syariah bekerja sama dengan pihak BNI Syariah meneruskan data-data nasabah untuk disetorkan kepada SISKOHAT Kementerian Agama agar mendapatkan nomor porsi. Selanjutnya, nasabah menyelesaikan urusan hutang-piutang dengan pihak Kospin Jasa Syariah. Pada dasarnya, akad Multijasa Ijarah ini menghilangkan poin pinjaman Qardh pada akad yang berlaku sebelumnya. Adapun sistem ujroh masih sama, yaitu 10% per tahun dari besar dana talangan yang diserahkan, dibayar per bulan bersamaan dengan pelunasan angsuran dana talangan. Upah ditulis dalam lembar kontrak akad pada Pasal 4 dengan nilai nominal, bukan prosentase agar tidak menyalahi aturan DSN-MUI tentang pembiayaan Multi Jasa.

Tinjauan hukum islam

Pembiayaan dana talangan haji dengan akad Qardh Dari penjabaran di atas ada beberapa aspek yang penulis perhatikan. Pertama, pembiayaan dana talangan haji masih bersifat komersial, namun berkedok sosial. Kedua, penggunaan akad ganda Qardh yang dikaitkan dengan Ijarah untuk memperoleh keuntungan. Ketiga, masih ada unsur riba yang melekat pada pembiayaan dengan akad ganda ini.

Pembiayaan sosial-komersial Praktik pembiayaan ini mengandalkan akad yang digabung, yaitu Qardh dan Ijarah. Padahal Rasulullah SAW tidak memperbolehkan adanya penggabungan akad. Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam bukunya: “Tidak dibenarkan menggabungkan antara akad komersial dengan akad sosial. Yang demikian itu karena keduanya (orang yang berakad) menjalin akad sosial karena adanya akad komersial antara mereka. Dengan demikian akad sosial itu tidak sepenuhnya sosial. bahkan akad sosial secara tidak langsung menjadi bagian dari nilai transaksi dalam akad komersial." (Ibnu Taimiyah, 1987:39). Penggabungan itu menyebabkan motif sosialnya tidak murni lagi tapi menjadi mencari keuntungan, dan keuntungan itulah yang rentan menjadi riba, sehingga hukum hadits diatas bisa diterapkan bagi akad yang lain, misalnya penggabungan akad Qardh dan Ijarah dalam praktik talangan haji, Akad qardh yang seharusnya digunakan untuk pembiayaan sosial tanpa adanya persyaratan tambahan digabungkan dengan akad ijarah untuk dapat mengambil untung dari pinjaman qardh tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pemberian hutang dana talangan ini adalah untuk diambil untungnya. Praktik memberikan hutang untuk mendapatkan manfaat termasuk yang diharamkan.

Setelah muncul opini tentang keuntungan dan riba ini maka gugurlah kesan “pembiayaan sosial" yang ada pada pembiayaan dana talangan haji. Pembiayaan ini cenderung menjadi pembiayaan komersial. Namun jika dicermati lebih lanjut, masih ada beberapa poin yang tidak ditemui pada pembiayaan komersial biasa. Pertama, pada tabungan haji Labbaika Mudharabah di Kospin Jasa Syariah Kedungwuni tidak ada penarikan administrasi per bulan, namun masih memberikan bagi hasil keuntungan yang diperoleh sebesar 5% per tahun. Kedua, keterlambatan pembayaran angsuran tidak dikenakan denda. Berbeda dengan jenis pembiayaan lain yang menjatuhkan vonis denda selain blacklist, dana talangan haji tidak mengenakan denda berupa uang jika angsuran tidak dibayarkan tepat pada waktunya. Akan tetapi, pelaporan tetap berjalan sesuai dengan prosedur sistem.

Penggunaan akad ganda Pembiayaan dana talangan haji ini sebelumnya menggunakan akad Qardh dan Ijarah yang dilaksanakan sekaligus dan saling terhubung dan diperjanjikan. Kedua akad tersebut dituangkan dalam satu kontrak sehingga dapat disebut sebagai hybrid contract. Hybrid contract atau multi akad adalah penggabungan antara dua akad dalam satu transaksi.

Ada beberapa pandangan di kalangan ulama mengenai multi akad: Mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian pendapat ulama Malikiyah, ulama Syafi’iyah, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum hybrid contract adalah sah dan diperbolehkan menurut syariat Islam. Ulama yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau membatalkannya (Al-‘Imrani:tt:69). Kecuali jika menggabungkan dua akad yang kemudian menimbulkan riba atau menyerupai riba, seperti menggabungkan qardh dengan akad yang lain, karena adanya larangan hadits menggabungkan jual beli dan qardh. Demikian pula menggabungkan jual beli cicilan dan jual beli cash dalam satu transaksi. Menurut Ibnu Taimiyah, hukum asal dari segala muamalat di dunia adalah boleh kecuali yang diharamkan Allah dan Rasulnya, tiada yang haram kecuali yang diharamkan Allah, dan tidak ada agama kecuali yang disyariatkan (Ibnu Taimiyah:1989:II:317) Nazih Hammad dalam buku Al-’Uqûd al-Murakkabah fi al-Fiqh al-Islâmy menuliskan: ”Hukum dasar dalam syara’ adalah bolehnya melakukan transaksi hybrid contract , selama setiap akad yang membangunnya ketika dilakukan sendiri-sendiri hukumnya boleh dan tidak ada dalil yang melarangnya. Ketika ada dalil yang melarang, maka dalil itu tidak diberlakukan secara umum, tetapi mengecualikan pada kasus yang diharamkan menurut dalil itu. Karena itu, kasus itu dikatakan sebagai pengecualian atas kaidah umum yang berlaku yaitu mengenai kebebasan melakukan akad dan menjalankan perjanjian yang telah disepakati.” Demikian pula dengan Ibn al-Qayyim, ia berpendapat bahwa hukum asal dari akad dan syarat adalah sah, kecuali yang dibatalkan atau dilarang oleh agama (al-Qayyim: tt: 344) Al-Syâtiby menjelaskan perbedaan antara hukum asal dari ibadat dan muamalat. Menurutnya, hukum asal dari ibadat adalah melaksanakan (ta’abbud) apa yang diperintahkan dan tidak melakukan penafsiran hukum. Sedangkan hukum asal dari muamalat adalah mendasarkan substansinya bukan terletak pada praktiknya (iltifât ila ma’âny). Dalam hal ibadah tidak bisa dilakukan penemuan atau perubahan atas apa yang telah ditentukan, sementara dalam bidang muamalat terbuka lebar kesempatan untuk melakukan perubahan dan penemuan yang baru, karena prinsip dasarnya adalah diperbolehkan (al-idzn) bukan melaksanakan (ta’abbud) (asy-Syatibi: 2000: 284)

Dari pandangan ulama-ulama di atas, dapat diketahui bahwa multi akad pada dasarnya dibolehkan karena penggabungan akad pada masa sekarang merupakan sebuah efek dari perkembangan zaman, yang berakibat pada perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai transaksi, dalam hal ini berkaitan langsung dengan akad. Akan tetapi, yang harus diperhatikan bahwa penggabungan akad tersebut hendaknya tidak menimbulkan riba. Kemudian, jika kita melihat akad yang digabungkan dalam praktek talangan haji adalah akad tabarru’at yaitu qardh dan akad muawwadat yaitu ijarah. Kedua jenis akad ini memiliki orientasi yang sangat berbeda (lihat poin sebelumnya tentang penggabungan akad). Akad tabarru’at merupakan akad sosial, tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Sementara akad mu’awwadat merupakan akad komersial, yang digunakan untuk mendapatkan keuntungan. Jika keduanya digabungkan maka berpotensi menimbulkan riba karena merusak masing-masing tujuan dari kedua akad tersebut.  

Unsur riba Ada dua hal yang perlu diketahui menyangkut hukum qardh dalam konteks pembahasan dana talangan haji yaitu syarat tempo dan tambahan dalam qardh. Pertama, pendapat yang shahih menyatakan kebolehan persyaratan tempo. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik, Ibnu Taimiyah, Ibnu al-Qayyim, al-Utsaimin dan Shalih Fauzan (Ath-Thayyar, 2009:165-166). Kedua, menyangkut tambahan dalam qardh, tergantung apakah penambahan tersebut dipersyaratkan atau tidak. Jika penambahan tersebut disyaratkan, maka berdasarkan ijma ulama hukumnya haram karena adanya riba terselubung. Sedangkan penambahan yang diberikan ketika pembayaran dan tidak dipersyaratkan, ini tidak diharamkan dan bahkan temasuk perbuatan yang baik berdasarkan hadis Nabi yang diriwayatkan Muslim (Ath-Thayyar, 2009:169). Dalam konteks ini, kiranya peminjam dana sendiri yang berinisiatif untuk memberikan tambahan dan tanpa dipersyaratkan sebelumnya maka hukumnya boleh.

Masalah yang timbul dari praktek dana talangan haji ini, ditinjau dari aspek syariah yakni akadnya yang sangat berisiko menjatuhkan kepada riba terselubung, karena dalam akad ini terjadi penggabungan antara akad qardh dan ijarah dengan mensyaratkan adanya tambahan imbalan sebagai jasa. Tambahan itu sendiri menjatuhkan kepada riba Qardh, sedangkan tambahan yang besarnya tergantung pada masa pinjaman menjatuhkan kepada riba nasiah.

Jika ditinjau lebih lanjut, dalam fatwa MUI Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 poin nomor 4 bahwa Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah. Namun dalam pengoperasiannya, besar imbalan jasa ijarah sudah ditentukan dari awal sebesar 10% per tahun dari besaran dana talangan yang dipinjamkan dengan akad qardh. Hal ini termasuk dalam dua riba: yaitu riba qardh yang terindikasi dari persyaratan penambahan pada saat pengembalian serta riba nasa’i, yang terindikasi dari penambahan karena tempo yang lebih panjang. Maka, dapat disimpulkan bahwa praktik pembiayaan dana talangan haji dengan akad qardh dan ijarah ini tidak sesuai dengan hukum Islam. Pasalnya, penggabungan dua akad qardh dan ijarah yang mencampurkan akad sosial-komersial meruncing dalam satu poin penting yaitu riba.

Talangan Haji dengan akad Ijarah Multijasa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan Fatwa DSN 44/DSN-MUI/VIII/2004. Dalam Fatwa DSN tersebut, dijelaskan mengenai pengertian dan ketentuan umum tentang pembiayaan multijasa, dalam ketentuannya pembiayaan, multijasa dalam pelaksanaannya harus menggunakan akad ijarah atau kafalah. Dalam pembiayaan ijarah dimaksud, bank syariah memperoleh fee dari imbalan jasa (ujrah) sesuai dengan kesepakatan awal, yang dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.

Poin-poin dalam akad Ijarah Multijasa: Peranan uang talangan Pengupahan (ujroh) seharusnya tidak berbentuk manfaat yang sejenis dengan ma’qud ‘alaih Akad ijarah tidak sesuai untuk utang piutang

Peranan uang talangan Dalam pembiayaan dana talangan, jasa yang disewakan dalam ijarah adalah jasa pendaftaran ibadah haji. Namun dalam prosesnya, pendaftaran haji ini memerlukan sejumlah uang yang tidak sedikit, yaitu sebanyak kurang lebih 26 juta rupiah. Uang ini juga dibebankan kepada nasabah agar diangsur sampai lunas. Hal ini menimbulkan kesan bahwa uang tersebut juga menjadi objek yang disewakan, sebab akad yang dipakai hanya satu yaitu Ijarah Multijasa. Kendati dalam kontrak akad, bahasa penulisan uang tersebut ditulis dengan “manfaat jasa sebesar sekian rupiah yang digunakan untuk biaya pengurusan haji”. Zuhaily (2007:388) menyebutkan bahwa tidak dibolehkan juga menyewakan uang dirham dan dinar, barang yang ditakar dan ditimbang, karena manfaat itu ada setelah digunakan barangnya, sedangkan objek ijarah adalah manfaat, bukan barang. Oleh karena itu, dinyatakan dalam suatu kaidah, “Setiap hal yang dapat dimanfaatkan disertai tetapnya sosok barang maka dibolehkan ijarah atasnya, dan jika tidak maka tidak diperbolehkan.” Penggunaan uang pada dana talangan haji adalah untuk membayar pendaftaran porsi haji. Setelah digunakan, manfaat dari uang tersebut baru muncul setelah uang tersebut habis seketika, dan nasabah harus membayar untuk mengembalikan uang yang telah dihabiskan tersebut. Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa akad ijarah terkadang berbentuk akad atas manfaat dan terkadang pula berbentuk akad atas barang yang tercipta atau muncul sedikit-demi sedikit, tetapi pokok barangnya tetap, seperti susu dari perempuan yang menyusui dan manfaat dari kolam air. Barang-barang ini karena ia tumbuh sedikit demi sedikit dengan tetapnya sosok tokoh barang, maka ia bagaikan manfaat. Sedangkan uang di sini jelas bukan barang yang tumbuh, kecuali bila ia diputar sebagai modal usaha. Dalam pembiayaan talangan haji, uang yang ada langsung dibelanjakan untuk mendapatkan porsi haji. Menyewa manfaat dari uang tidak sesuai karena uang tidak akan terasa manfaatnya sama sekali jika belum digunakan.

Pengupahan seharusnya tidak sejenis dengan ma’qud ‘alaih Upah seharusnya tidak berbentuk manfaat yang sejenis dengan ma’qud ‘alaih (objek akad). Misalkan, ijarah tempat tinggal dibayar dengan tempat tinggal, jasa dibayar dengan jasa, penunggangan dibayar dengan penunggangan, dan pertanian dibayar dengan pertanian. Syarat ini menurut ulama Malikiyyah adalah cabang dari riba. Kembali kepada poin pertama, dalam pembiayaan ini uang merupakan objek akad atau tidak. Jika uang merupakan objek akad, maka upah (ujroh) dari pembiayaan talangan haji ini sejenis dengan objek akad. Dan hal tersebut dapat berujung pada riba.

Akad Ijarah tidak sesuai untuk utang-piutang Peraturan Bank Indonesia Nomor9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank syariah, antara lain pada Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan/piutang yang dapat dipersamakan dengan itu dalam: Transaksi investasi yang didasarkan antara lain atas Akad Mudharabah dan/atau Musyarakah, Transaksi sewa yang didasarkan antara lain atas Akad Ijarah atau Akad Ijarah dengan opsi perpindahan hak milik (Ijarah Muntahiyyah bit Tamlik), Transaksi jual beli yang didasarkan antara lain atas Akad Murabahah, Salam, dan Istishna, Transaksi pinjaman yang didasarkan antara lain atas Akad Qardh, dan Transaksi multijasa yang didasarkan antara lain atas Akad Ijarah atau Kafalah. Jika dilihat dari poin ke lima, maka pembiayaan dengan akad ijarah ini tidak ada masalah. Namun ada prinsip utang piutang yang menempel pada pembiayaan ini. Sebab, nasabah menggunakan dana dari Kospin Jasa Syariah untuk membayar pendaftaran haji dan harus mencicil untuk mengembalikannya. Sesuai dengan poin keempat, utang piutang seharusnya dilaksanakan dengan akad qardh, bukan dengan ijarah. Dari poin-poin tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa akad ijarah multijasa untuk pembiayaan dana talangan haji ini masih terkesan dipaksakan.

Kebaikan dan keburukan Pembiayaan dana talangan haji Kemudahan pendaftaran haji Peluang lebih besar untuk berangkat haji Risiko yang rendah bagi Kospin Jasa Syariah Money oriented Keabsahan akad meragukan Hutang konsumtif Lonjakan jumlah daftar tunggu calon jamaah haji

Kesimpulan Pembiayaan dana talangan haji merupakan produk dari Kospin Jasa Syariah yang ditawarkan kepada nasabah Tabungan Haji Labbaikamaupun calon nasabah (yang harus membuka rekening Tabungan Haji Labbaika terlebih dahulu.). Pelaksanaannya berurutan dari pengajuan, survey, tanda tangan kontrak perjanjian akad ijarah multijasa, dropping atau pencairan, pendaftaran nomor porsi haji nasabah dengan dana talangan dari Kospin Jasa Syariah, pengembalian dana talangan dengan mengangsur disertai ujroh, pelunasan BPIH, lalu diakhiri dengan pemberangkatan jamaah. Jumlah pinjaman dana talangan mulai dari 5 (lima) juta rupiah sampai dengan 20 (dua puluh) juta rupiah. Pengembalian dapat dilakukan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sampai dengan 60 (enam puluh) bulan. Perhitungan ujroh sebesar 10% per tahun dari nilai pinjaman dan ditulis dalam bentuk nominal.

Akad Qardh yang digabung dengan Ijarah pada pembiayaan Talangan Haji tidak sesuai dengan hukum Islam, karena ada beberapa hal yang menjadi ganjalan. Pertama, akad tersebut mencampurkan akad sosial dengan akad bertujuan komersial. Kedua, penggabungan dua akad dalam satu kontrak untuk satu nasabah cenderung tidak diperbolehkan. Ketiga, pengambilan ujroh sebanyak 10% per tahun dihitung berdasarkan nominal jumlah pinjaman Qardh, padahal pinjaman Qardh tidak memperbolehkan adanya tambahan dalam bentuk apapun sehingga ujroh di sini termasuk riba. Pembiayaan Talangan Haji dengan akad Ijarah Multijasa lebih mendekati sesuai dengan hukum Islam, sebab akad yang digunakan adalah Ijarah tanpa gabungan akad lain. Pelaksanaan akad Ijarah sudah sesuai dengan Fatwa DSN MUI No. 44/DSN-MUI/VII2004 tentang Ijarah Multijasa. Besar ujroh ditulis pada kontrak akad dalam bentuk nominal. Walaupun terlambat, namun pembaharuan akad ini merupakan langkah yang baik bagi Kospin Jasa Syariah sebagai Lembaga Keuangan berbasis syariah. Kekurangan yang masih ada adalah pembiayaan ini masih sangat money oriented bahkan untuk pembiayaan ibadah sekalipun. Hal tersebut terlihat dari jumlah ujroh yang terlalu besar untuk jasa pendaftaran haji. Namun penggunaan akad ijarah untuk hutang piutang masih kurang sesuai, oleh karena itu pembiayaan dana talangan haji ini masih belum terlaksana sesuai syariat walaupun sudah mengalami perubahan pembaharuan.