PPAT Menjalankan Jabatannya sesuai Peraturan Perundangan yang berlaku
PPAT dibagi ke dalam tiga kategori, yakni : 1. PPAT Biasa, yaitu PPAT yang diangkat untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta, yang memenuhi syarat tertentu (dapat merangkap sebagai Notaris, konsultan atau penasehat hukum) 2. PPAT Sementara, yaitu PPAT yang diangkat untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT (Camat atau Kepala Desa). 3. PPAT Khusus, yaitu PPAT yang diangkat untuk melayani pembuatan akta tertentu atau untuk golongan masyarakat tertentu (Kepala Kantor Pertanahan)
Ketentuan Teknis PPAT 1. Dasar hukum yang dijadikan pedoman teknis dalam pelaksanaan tugas PPAT adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah serta peraturan pelaksanaannya. 2. Tugas Pokok PPAT adalah melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar sebagai pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
Perbuatan Hukum mengenai hak atas tanah yang dapat dilakukan oleh PPAT tersebut antara lain : a. Jual Beli; b. Tukar menukar; c. Hibah; d. Pemasukan ke dalam perusahaan; e. Pembagian hak bersama; f. Pemberian HGB / HP atas tanah HM; g. Pemberian hak tanggungan; h. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.
3. PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak 3. PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah yang terletak di dalam daerah kerjanya. 4. PPAT dalam melaksanakan tugasnya diharuskan untuk : a. Berkantor di satu kantor dalam daerah kerjanya sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan pengangkatan, dan diharuskan memasang papan nama jabatan PPAT/Sementara, dengan rincian sbb : - Ukuran 100 x 40 cm atau 150 x 60 cm atau 200 x 50 cm - Warna dasar dicat putih tulisan hitam - Bentuk huruf Kapital b. Mempergunakan kop surat dan sampul dinas PPAT dengan letak penulisan dan warna tertentu. c. Mempergunakan stempel jabatan PPAT.
5. Dalam pelaksanaan tugasnya PPAT mempunyai Hak dan kewajiban, yakni a. Hak PPAT adalah : 1) menerima uang jasa (honorarium) termasuk uang jasa (honorarium) saksi tidak melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi; 2) memperoleh cuti b. Kewajiban PPAT. 1. Mengangkat sumpah jabatan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota setempat; 2. berkantor dalam daerah kerjanya dengan memasang papan nama; c. Membuat, menjilid dan memelihara daftar-daftar akta, akta-akta asli, warkahwarkah pendukung, arsip laporan dan surat-surat lainnya yang menjadi protokol PPAT;
d. Hanya dapat menandatangani akta peralihan hak d. Hanya dapat menandatangani akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran BPHTB (Pasal 24 ayat 1 UU No. 20 Thn 2000) e. Menyampaikan laporan bulanan mengenai semua akta yang dibuatnya selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya kepada: Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota; Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; Kepala Kantor Pelayanan Pajak; Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi
6. Larangan PPAT a. Membuat akta untuk dirinya sendiri, suami atau istrinya, keluarga sedarah dalam garis lurus vertikal tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping derajat kedua, menjadi para pihak atau kuasa (psl 23 PP 37 Thn 1998); b. Membuat akta PPAT terhadap tanah yang dalam sengketa (psl 38 ayat 1 PP 37 Thn 1998). 7. Pengawasan dan Pembinaan PPAT: Dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Pusat, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota (Pasa. 33 PP No. 37 Thn.1998 jo. Psl 35-38 PMNA/KBPN No. 4 Thn. 1999).
8. Ketentuan Sanksi a. Sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT, dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis sampai dengan pemberhentian jabatannya sebagai PPAT (psl 10 PP No. 37 Thn 1998 jo. Psl 37 PMNA/KBPN No. 4 Thn. 1999) b. Sanksi atas pelanggaran tidak menyampaikan laporan bulanan, dikenakan denda sebesar Rp. 250.000,- setiap laporan (psl 26 ayat 2 UU No. 20 Tahun. 2000).
Perlu Juga di Pahami : 1. Tunduk pada Dua Payung, Bahwa pengangkatan PPAT saat ini adalah berasal dari Notaris, artinya dipundaknya ada dua jabatan, selaku Notaris dan selaku PPAT. Selaku Notaris harus mempedomani Undang Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Jo UU Nomor 2 Tahun 2014, beserta peraturan pelaksanaannya dan harus tunduk pada pejabat Kementerian Hukum dan HAM. Sedang selaku PPAT saudara harus mempedomani Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 beserta peraturan pelaksanaannya dan tunduk dan patuh pada pejabat Badan Pertanahan Nasional. Dalam pelaksanaan tugasnya selaku PPAT/Notaris, maka segala tindakannya yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajibannya dalam pembuatan akta PPAT akan diawasi oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat, termasuk pemeriksaan terhadap pembuatan akta, pengadaan dan pengisian protokol serta pelaksanaan segala kewajiban yang telah ditentukan, oleh karena itu sebelum melaksanakan tugas sebagai PPAT, hendaknya saudara berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kantor Pertanahan;
2. Bangun Kordinasi. Bahwa dalam setiap membuatkan akta PPAT, lakukan koordinasi dengan Kantor Pertanahan setempat guna mendapatkan informasi tentang status tanah yang akan dibuatkan aktanya, apakah tanah tersebut benar-benar telah terdaftar atau apakah data yuridis dan data fisik yang ada dalam sertipikat tanah tersebut sesuai dengan data yang ada pada buku tanah di Kantor Pertanahan. Penyesuaian data dalam sertipikat dengan data dalam buku tanah tersebut lebih dikenal dengan nama "cek bersih".
3. Kepastian mengenai subyeknya, Bahwa dalam pembuatan akta pastikan benar-benar dilakukan sesuai dengan keadaan sebenarnya dan keterangan yang sebenarnya dari para pihak yang bersangkutan. Misalnya keadaan yang sebenarnya adalah bahwa dalam pembuatan akta itu benar-benar para pihak berada dan menandatangani akta di hadapan PPAT, bukan dilakukan pembuatan aktanya di kantor tetapi penandatanganannya di rumah masing-masing. Perbuatan demikian apabila ada temuan dari pengawas, maka perbuatan tersebut merupakan pelanggaran berat dan akan menjadi salah alasan untuk pemberhentian dari jabatan PPAT dan juga berpotensi terkena tindakan pidana dengan delik membuat pernyataan palsu di dalam akta otentik.
4. Kepastian mengenai obyeknya, Bahwa dalam rangka membuat Akta PPAT, walaupun tidak ada keharusan, namun disarankan sedapat mungkin dilakukan cek ke lapangan untuk memastikan ada tanahnya, letak pastinya dan keadaan tanahnya guna menjaga hal-hal yang tidak diinginkan seperti adanya sengketa dan tanahnya fiktif, Hal itu penting, karena salah satu syarat untuk membuatkan akta PPAT haruslah tanahnya bebas dalam sengketa, apabila PPAT membuatkan akta yang ternyata tanahnya dalam sengketa, maka PPAT tersebut telah melakukan pelanggaran berat, konsekwensi hukumnya tidak hanya terancam akan dicabut jabatan yang diembannya tetapi juga berpotensi menjadi bahan penyidikan oleh aparat hukum yang pada akhirnya dapat mengantarkannya ke dalam penjara.
5. Kepastian limit waktu. Bahwa adanya ketentuan undang-undang mengenai jangka waktu penyampaian akta ke Kantor Pertanahan oleh PPAT yang bersangkutan yaitu paling lama 7 (tujuh) hari sejak akta ditandatangani. hal ini perlu diperhatikan khususnya terhadap pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dengan tegas Undang Undang Hak Tanggungan mengatur dengan limitatif jangka waktu penyampaian APHT ke Kantor Pertanahan maksimal 7 hari sejak penandatanganan akta.
6. Kepatuhan menyampaikan laporan. Bahwa tugas apapun yang dilaksanakan dengan pembuatan akta PPAT, semuanya harus dilaporkan secara berkala kepada Badan Pertanahan Nasional, bahkan saudara tidak melaksanakan tugaspun, artinya akta saudara nihil, tetap harus dilaporkan kepada Badan Pertanahan Nasional.
7. Tugas yang Berkaitan, Bahwa dalam menjalankan tugas-tugas selaku Notaris sekaligus PPAT, banyak yang terkait dengan kegiatan di bidang pertanahan yang terkait dengan tugas dan kewenangan PPAT, seperti : a. Persoalan mengenai warisan, siapa dan berapa ahli waris sah dan apa warisannya b. Persoalan mengenai wasiat/hibah, terkait ketentuan legitime portie c. Masalah status anak, apakah anak sah, anak tidak sah atau anak angkat dan hak-haknya. d. Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris (SKAW) yang masih bermacam-macam bentuknya sesuai dengan golongan penduduk, misalnya untuk penduduk Eropa dan Tionghoa dibuat oleh Notaris, Golongan Timur Asing dibuat oleh Balai Harta Peninggalan, sedang untuk penduduk pribumi cukup dibuat oleh ahli waris yang bersangkutan disaksikan oleh Lurah dan Camat.
e. Pembuatan kuasa, ada kuasa mutlak yaitu kuasa yang e. Pembuatan kuasa, ada kuasa mutlak yaitu kuasa yang tidak punya batas waktu, tidak dapat dicabut kembali dan tidak dikecualikan terhadap perbuatan hukum tertentu serta isinya tidak dapat dirubah, ada kuasa substitusi yaitu kuasa yang dapat dipindahkan kepada orang lain. Kuasa mana yang bisa dijadikan dasar perbuatan hukum dalam peralihan hak atas tanah, harus benar-benar diketahui dengan sejelas-jelasnya.
8. Kewajiban lainnya. Bahwa hal lain yang menjadi perhatian adalah adanya kewajiban-kewajiban yang harus dicantumkan dalam akta misalnya pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atau Pajak Penghasilan (PPh). kami minta pastikan semua itu diketahui dengan jelas, silahkan minta penjelasan kepada Kantor Pertanahan, jangan malu dan malas mendatangi pejabat Badan Pertanahan Nasional, sebab jangan sampai terjadi semula maksud hati hendak membantu masyarakat dalam melayani pembuatan aktanya, tetapi karena ketidaktahuan aturan main, maka dengan seenaknya membuat akta PPAT yang nyata-nyata tidak memenuhi syarat seperti tanahnya masih dalam keadaan sengketa, tidak melampirkan bukti setoran BPHTB terutang, yang pada akhirnya dapat menyeret PPAT menjadi pesakitan di hadapan aparat penegak hukum.
10. Konsekwensi tugas terhadap pendapatan. 09. Konsekwensi hukum. Bahwa saat ini banyak akta PPAT yang digugat bahkan menjadi obyek penyidikan oleh aparat penegak hukum, beberapa PPAT telah dan sedang menjalani pemeriksaan di kepolisian, ada yang menjadi saksi, bahkan ada yang menjadi tersangka. Ini yang harus diwaspadai. Sekali lagi pastikan semua aturan yang berkaitan dengan palaksanaan tugas dimengeri dengan baik, sehingga dalam menjalankan amanat dan tanggung jawab selaku pejabat Negara bisa survive. 10. Konsekwensi tugas terhadap pendapatan. Bahwa sekalipun seseorang telah diangkat selaku Notaris, maka tetapi diupayakan menjadi PPAT, hal ini berkaitan dengan tugas PPAT yang menjanjikan pendapatan yang relatif lebih banyak dan terbuka kesempatan menjadi orang kaya baru, konsekwensinya semakin besar pendapatan maka sewajarnyalah semakin besar juga tanggung jawab pelaksanaan tugas dengan terus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
11. Bantuan Penyuluhan Hukum Pertanahan. Bahwa dalam menjalankan tugas selaku PPAT maka saudara akan didatangi oleh masyarakat yang meminta bantuan menganai persoalan yang dihadapinya berkaitan dengan pertanahan, karena secara geografis saudara langsung berada di tengah-tengah masyarakat dan saudaralah yang lebih cepat dan dekat didatangi mereka. Untuk itu diminta kepada saudara membantu Badan Pertanahan Nasional dalam memberikan penyuluhan hukum pertanahan kepada masyarakat, artinya, pelayanan kepada masyarakat tidak semata dilihat dari sudut bisnis semata tetapi ada sisi pengabdian sosial selaku pejabat negara.
Salah satu tujuan hukum tanah nasional adalah meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah. Kepastian ini diwujudkan dengan diselenggarakanya suatu sistem pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 19 UUPA yang menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum pemerintah diadakan pendaftaran diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini merupakan landasan hukum pendaftaran tanah di Indonesia.
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah pertama kali (initial registration) dan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintance). Dalam kegiatan pemeliharaan dan pendaftaran tanah, kecuali perubahan melalui lelang, digunakan akta yang dibuat oleh PPAT sebagai dasar untuk mendaftarkan perubahan data yang terjadi, untuk membuktikan bahwa benar-benar telah terjadi suatu perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut. Akta tersebut harus merupakan akta otentik agar memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.
Secara hukum dalam pelaksanaan tugasnya, PPAT pada dasarnya bertumpu pada kegiatan pembuatan akta yang serba formal-prosedural, meski disamping tugas tersebut PPAT dapat juga memberi nasehat hukum, dikatakan demikian karena kewajibannya hanya melayani pengesahan perbuatan hukum dari pihak-pihak yang memakai jasanya. Itulah sebabnya perjanjian dan ketetapan yang dibuat PPAT dalam bentuk akta merupakan perbuatan dari para pihak yang meminta jasanya untuk membuat pengesahan formal. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata secara tegas dinyatakan bahwa akta otentik adalah suatu akta didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai atau pejabat umum yang berkuasa untuk di tempat dimana akta dibuatnya.
Pasal 1870 KUHPerdata menyatakan suatu akta otentik memberikan diantara pihak beserta ahli warisnya, atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun (Pasal 1 PP No. 37 Tahun 1998). Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri dengan menggunakan formulir yang disediakan yang diatur dalam Pasal 21 PP No. 37 Tahun 1998 Jo Pasal 96 ayat 2 PMA/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012.
PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri, yang tugas pokoknya membantu Kepala Kantor Pertanahan melakukan pendaftaran tanah yang diatur dalam Pasal 6, Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Jo Pasal 2 dan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Peraturan tentang Jabatan PPAT di Indonesia diatur dalam PP Nomor 37 Tahun 1998 Pasal 1 angka (1): ”Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hakatas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”.
PPAT sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT didaerah yang belum cukup terdapat PPAT. Menurut Parlindungan, PPAT sementara ini adalah Camat atau Kepala Desa tertentu untuk melaksanakan tugas PPAT, karena didaerah tersebut belum cukup PPAT. PPAT Khusus adalah pejabat BPN yang ditunjuk membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu.
Tugas Pokok Dan Kewenangan PPAT Berdasarkan pasal 2 PP No. 37 Tahun 1998, menyebutkan bahwa tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Perbuatan hukum tersebut adalah jual beli; tukar menukar; hibah; pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); pembagian hak bersama; pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik; pemberian Hak Tanggungan; dan pemberian kuasa memberikan Hak Tanggungan.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, maka PPAT mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. Menurut penjelasan pasal 3 PP No. 37 Tahun 1998, bahwa PPAT sebagai pejabat umum, maka akta yang dibuatnya diberi kedudukan sebagai akta otentik. Selanjutnya menurut penjelasan pasal 4, bahwa kecuali ada ketentuan lain, maka apabila seorang PPAT melakukan pelanggaran dengan membuat akta di luar daerah kerjanya, akta yang dibuatnya adalah tidak sah dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran.
Khusus bagi sebidang tanah atau satuan rumah susun yang tidak semuanya terletak dalam daerah kerja seorang PPAT, maka dalam hal pembuatan akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan dan akta pembagian hak bersama, dapat dibuat oleh PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yang haknya menjadi objek perbuatan hukum dalam akta.
Sehubungan dengan pelaksanaan tugas pokok PPAT (membuat akta), maka berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, disebutkan bahwa dalam tugasnya membuat akta, harus dilaksanakan di kantor PPAT yang bersangkutan dengan dihadiri oleh para pihak atau kuasanya sesuai ketentuan yang berlaku dalam perbuatan hukum tersebut. Pengecualian dari ketentuan tersebut, yaitu apabila salah satu pihak atau kuasanya yang harus hadir di Kantor PPAT tidak dapat datang di Kantor PPAT karena alasan yang sah, misalnya sakit atau alasan yang lain di luar kekuasaan yang bersangkutan, maka PPAT dapat membuat akta di luar kantornya, yaitu mendatangai orang tersebut dengan ketentuan bahwa para pihak atau kuasanya harus hadir bersama dihadapan PPAT yang bersangkutan.
Berkaitan dengan pelaksanaan tugas pembuatan akta, sebagaimana diatur dalam pasal 38 PP 24/1997, bahwa pembuatan akta dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.
Berdasarkan Pasal 39 PP 24/1997, disebutkan bahwa, PPAT dapat menolak untuk membuat akta, jika: a. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau b. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan: 1. surat bukti hak atau surat keterangan Kepala desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut selama 20 tahun berturut-turut atau lebih (pasal 24 ayat2).
2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang 2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak jauh dari kedudukan kantor pertanahan, bagi pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan, atau c. Salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatn hukum ybs. Atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 38, tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian; d. Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakekatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak. e. Objek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya.
PPAT dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen- dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar. Selain itu. PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta kepada pihak yang bersangkutan (Pasal 40 PP 24/1997). Dalam hal perlaihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun karena pengabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur didaftar berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang (Pasal 43 ayat 2 PP 24/1997).
Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan atas hak milik, dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang ditentukan dengan peraturan perundang-undangan, dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 101 Peraturan Menagria/KBPN No Pasal 101 Peraturan Menagria/KBPN No.3 Tahun 1997, menyebutkan sebagai berikut : 1. Pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Pembuatan akta PPAT harus disaksikan oleh sekurang- kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memuat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai kehadiran para pihak atau kuasanya, keberadaan dokumen- dokumen yang ditunjukan dalam pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya perbuatan hukum yang bersangkutan. 3. PPAT wajib membacakan akta kepada para pihak yang bersangkutan dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Atas ayat (1) maka tugas dari PPAT adalah melakukan perekaman perbuatan hukum (recording of deeds of conveyance) sebagaimana diatur dalam ayat (2). Dalam Pasal 3 PP No.37/1998, disebutkan : (1) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. (2) PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya. Demikian PPAT hanya berwenang untuk membuat akta-akta PPAT berdasarkan penunjukannya sebagai PPAT, di sesuatu wilayah dan perbuatan-perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) PP No.37/1998 tersebut. Sedangkan kewenangan PPAT khusus tersebut adalah pembuatan akta PPAT yang secara khusus ditentukan.
Mengenai bentuk akta PPAT ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dalam Pasal 21 PP No.37/1998, sebagai berikut : (1) Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Semua jenis akta PPAT diberi satu nomor urut yang berulang pada tahun takwin. (3) Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli dalam 2 (dua) lembar, yaitu : a. lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT bersangkutan, dan b. lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjasi obyek perbuatan hukum dalam akta yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut mengenai pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan, disampaikan kepada pemegang kuasa untuk dasar pembuatan akta Pemberian Hak Tanggungan, dan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dapat diberikan salinannya. Yang mengherankan dalam penjelasan ayat (1) pasal diatas, bahwa untuk memenuhi syarat otentiknya suatu akta, maka akta PPAT wajib ditentukan bentuknya oleh Menteri. Penulis tidak sependapat dengan penjelasan tersebut, karena yang menentukan keotentikan suatu akta yaitu kewenangan pejabat yang membuatnya, komparisi, nama-nama dan tanggal akta dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada, hal itulah yang membuat akta itu otentik.
Dalam pelaksanaan tugasnya PPAT mempunyai Hak dan kewajiban, yakni a. Hak PPAT adalah : 1) Menerima uang jasa (honorarium) termasuk uang jasa (honorarium) saksi tidak melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi; 2) Memperoleh cuti b. Kewajiban PPAT. 1. Mengangkat sumpah jabatan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota setempat; 2. Berkantor dalam daerah kerjanya dengan memasang papan nama; 3. Membuat, menjilid dan memelihara daftar akta, akta asli, warkah pendukung, arsip laporan dan surat-surat lainnya yang menjadi protokol PPAT;
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota; 4. Hanya dapat menandatangani akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran BPHTB (Pasal 24 ayat 1 UU No. 20 Thn 2000) 5. Menyampaikan laporan bulanan mengenai semua akta yang dibuatnya selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya kepada: Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota; Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; Kepala Kantor Pelayanan Pajak; Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi