Pnt .Rudy Kalumata Ketua V Pelaksana Harian Majelis Jemaat

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
KEPUASAN DALAM BEKERJA (Yoh. 5: )
Advertisements

BERBEDA-BEDA DALAM SATU TUBUH: PANGGILAN UNTUK SALING BEKERJA SAMA
Bab IX HUKUM.
Penikahan: Antara Janji dan Kenyataan? (When we said “I do”)
MATERI KAM - GPIB JEMAAT IMMANUEL BEKASI 04 OKTOBER 2010
Bab IV Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah dan Hamba Alloh SWT
PEMAHAMAN ALKITAB Interaktif Selasa, 14 Okt 2014
ISBD: ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR
Filsafat Pancasila.
Pdt. Alexius Letlora. Keluaran 15 :  15:6 Tangan kanan-Mu, TUHAN, mulia karena kekuasaan-Mu, tangan kanan- Mu, TUHAN, menghancurkan musuh. 15:7.
Pertemuan 7, Stmik_mdp, Pdt. Asyer
Akhlak Materi -11.
PANDANGAN ALKITAB TERHADAP KEBUDAYAAN
BIJAKSANA DALAM MEMAKAI DAN MENGISI SETIAP KESEMPATAN
KEDATANGAN YESUS Lesson 1 for April 4, 2015.
DISUSUN OLEH: MISNANI. S.Ag. M.Pd. I
Manusia dan pandangan hidup
POLA 3 GENERASI.
KENAPA ORANG KRISTEN JATUH LAGI KEDALAM DOSA YANG LAMA?
SEKEDAR SUMBANGAN PEMIKIRAN BAHAN PENDALAMAN IMAN APP 2010 TEMA ORANG DEWASA.
KEMAJUAN PERADABAN DUNIA (Hubungan Iman Kristen dg Ilmu Pengetahuan)
PAROKI KAJ AMALKAN PANCASILA : MAKIN ADIL, MAKIN BERADAB
Doa Bapa Kami Diskusi tentang Doa
Mempelajari Surat Paulus kpd TIMOTIUS
KEPEMIMPINAN KRISTEN MASIH BANYAK ANAK2 TUHAN YANG BELUM MEMILIKI SIFAT2 SEBAGAI PEMIMPIN KRISTEN SEPERTI YANG TERTULIS DIDALAM ALKITAB. HAL INI SANGAT.
Kebangkitan dan Transformasi
Ekaristi Sumber Berkat Dalam Keluarga
Bibliologi disiplin ilmu yang mempelajari akan Alkitab
CHRISTIAN FAITH CREDO RUMUSAN-RUMUSAN PENGAKUAN IMAN GEREJA UNIVERSAL : ANATASIUS NICEA KONSTANTINOPEL PENGAKUAN IMAN RASULI.
BAB 6 MASYARAKAT MADANI.
Children’s rights By: leony and nicole.
RASA MEMILIKI DALAM GEREJA
TINDAK LANJUT LANGSUNG
LITURGI IBADAH GKI.
Membuka Hadiah Terbesar Natal
Akhlak Materi -7.
C. Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan
Tiga Bagian Manusia Tiga Persona di Taman Eden
CIRI KEPEMIMPINAN KATOLIK
Ilmu Sosial Budaya Dasar TANGGUNG JAWAB dan KESADARAN
Bab III MORALITAS.
Disampaikan Oleh : Dr.Ir.Harsuko Riniwati,MP
Dosen Pembimbing: SIti Nadroh, M.Ag
BAB XI GEREJA DAN DUNIA.
1. Konsep Masyarakat Madani Pengertian Masyarakat Madani
BAB XI GEREJA DAN DUNIA.
PENCIPTA LANGIT DAN BUMI Pelajaran Sekolah Sabat ke 1, 5 Januari 2013
KELOMPOK G Relasi antara muda-mudi, apakah pacaran itu alkitabiah
TIDAK ADA PENGHUKUMAN Lesson 9 for December 2, 2017.
SEKS MENURUT ALKITAB ANGGOTA : 1. NICO NEGUS LUMBANTOBING
WELCOME TO OUR BELOVED CAMPUS
LITURGIKA (TATA IBADAH)
SIAPAKAH MANUSIA DALAM ROMA 7?
KATEKISASI GEREJA Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka.
ALLAH ATAU MAMON? Lesson 3 for January 20, 2018.
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA
Pendidikan Iman Anak Sejak Dini
PENCIPTAAN DAN KEJATUHAN
PENTAKOSTA Lesson 2 for July 14, 2018.
DIPERSATUKAN DENGAN YESUS
KESYUKURAN   Mzm 100:4 “Masuklah melalui pintu gerbang- Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya.
MODUL IMAN KRISTEN (Tahap BERSEMI) “Mengenal Pengakuan Gereja Toraja”
Hukum ALLAH. Hukum ALLAH Waktu ALLAH menyampaikan hukum di atas Bukit Sinai, Allah tidak hanya menyatakan diri-Nya sendiri sebagai penguasa tertinggi.
PENATALAYANAN. PENATALAYANAN APAKAH PENATALAYANAN ITU? Kepada orang Kristen, penatalayanan berarti “tanggung jawab manusia kepada, dan penggunaan daripadanya,
PERNIKAHAN & KELUARGA.
KESEPAKATAN KELAS 8.1 ( PAK ) KBM PENDIDIKAN AGAMA = 80
BAB VI HAK ASASI MANUSIA
KEBUDAYAAN POTONG JARI YANG DILAKUKAN MASYARAKAT SUKU DANI DI WAMENA YANG DIJADIKAN SEBAGAI SIMBOL DUKA CITA KELUARGA Kelompok :
KELUARGA - KELUARGA BERIMAN
5 Nilai-Nilai HAM Menurut Iman Kristen Yang Sangat Penting Kelas XII.
Transcript presentasi:

Pnt .Rudy Kalumata Ketua V Pelaksana Harian Majelis Jemaat Bidang Informasi Organisasi Komunikasi Penelitian & Pengembang

Pertemuan ke - 17 MANUSIA CIPTAAN ALLAH

Ada banyak pandangan tentang asal-usul manusia dalam berbagai suku dan agama di Indonesia mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling berbelit-belit. Salah satunya adalah pada suku bangsa Wemme di Seram Barat terdapat tradisi tentang Hainuwele. Seorang anak yang lahir dari darah bapaknya Amete, kotorannya berupa intan, batu permata, piring dan alat musik sehingga menimbulkan banyak orang yang iri padanya.

Pada sebuah perayaan yang berlangsung sembilan malam Hainuwele dengan diiringi tarian dan nyanyian dimasukkan dalam liang dan dibunuh. Jenazahnya di gali Amete, dipotong-potong dan di tanam. Dari padanya timbul tetumbuhan baru seperti ubi, kacang, padi. Amete menunjukkan kedua tangan Hainuwele kepada Mulua Satene (Tuhan Raja) yang menyuruh semua orang berkumpul dan masuk gapura di mana tangan tadi diadili. Orang yang salah diubah menjadi babi, kijang, burung, ikan (binatang yang sebelumnya tidak ada) dan orang yang baik diangkat menjadi patilima dan patisiwa, nenek moyang para bangsawan di Seram.

Siapakah saya menurut Alkitab ? Manusia yang diciptakan Allah dan tanggung-jawabnya Manusia dalam catatan Alkitab, Kejadian 1:26 diciptakan oleh Allah Tritunggal (“...baiklah kita menjadikan manusia..”) dan Alkitab memahami manusia secara utuh yaitu terdiri dari tubuh, roh dan jiwa (Kejadian 2:7 “...menghembuskan nafas hidup kedalam.....”) itu berarti bahwa Allahlah yang memberikan kehidupan itu pada manusia, manusia bukanlah makhluk hidup tanpa salah satu unsur tersebut.

Laki-laki maupun Perempuan adalah ciptaan Allah yg hidup Manusia hidup: saling menghargai dan menghormati Laki-laki maupun Perempuan adalah ciptaan Allah yg hidup saling melengkapi & menolong, sehingga setiap manusia wajib menghargai & menghormati sesamanya.

Alkitab menceritakan pen- ciptaan manusia itu pd bagian I di Kejadian 1:26- 28; 2:7 yg menggambarkan kemanusiaan manusia ha- nya dimengerti dlm hubu- ngan dg Allah sehingga di luar hubungan manusia dg Allah kita td dpt memahami manusia sbg ciptaan Allah (Homo Religius). Hubungan yg positif ini harus nampak dlm penghormatan kpd Allah.

Pada bagian kedua, di Kejadian 2: 15-25 penciptaan manusia dimaksudkan agar manusia menjalin hubungan yg positif dg sesamanya & sesama hrs dilihat sbg anugerah Allah (Homo Social). Sehingga ketika Allah yg menciptakan jenis kelamin lain yg berbeda dg manusia (“isyh”) memperkenalkan manusia perempuan (“isyah”)kpdnya, maka manusia“menyambutnya” dg positif (Kejadian 2:23).

Sambutan ini merupakan respon terhadap anugerah Allah yg meng-hadirkan sesama tetapi jg kehangatan dlm “menyambut yg berbeda” dg baik. Dlm membangun hubungan dg sesama ciptaan, manusia dipanggil utk menyambut yg lain baik di tengah keluarga, gereja & masyarakat sbg anugerah yg Tuhan hadirkan utk saling mengasihi & memperlengkapi demi kebersamaan & kesejahteraan sesama.

Sehingga manusia Kristen terpanggil untuk bersikap adil terhadap sesamanya dimanapun ia dihadirkan Tuhan. Perilaku adil ini didasarkan pd kesadaran sbg ciptaan manusia wajib memegang nilai-nilai etis ttg kesepadanan & kesetaraan & ini juga terwujud dlm relasi perkawinan: suami-istri dan relasi keluarga: orang tua-anak dan perempuan-laki-laki.

Manusia jg diciptakan Allah sbg makluk yg berpikir (Homo Rationale), di mana sudah sejak penciptaan Nya manusia dianugerahi Allah akal budi. Istilah kese-rupa-an dan kese- gambar-an bukan hanya menunjuk pada hubungan cinta kasih dengan Allah tetapi juga secara tersirat mengandung pengertian, sama seperti Allah pribadi yang berpikir maka ia juga memberikan kedalam diri manusia akalbudi.

Hal itulah yg menurut pemazmur terletak kehormatan & kemuliaan manusia yg membedakan manusia dari ciptaan Allah yg lain. Akal budi merupakan sebuah elemen dari hidup pemberian Allah. Dlm konteks ini manusia dlm menjalani hidupnya jg terpanggil utk menggunakan akal budinya secara bertanggung-jawab : mengkaji, menganalisa sebelum mengambil kaputusan dan membuat langkah-langkah startegis.

Itu berarti manusia yg utuh adalah apabila ia membangun, membina & memelihara hubungan yang baik dg Tuhan selaku penciptanya (hubungan vertikal), dg sesama ciptaan (hubungan horizontal) ttp sekaligus jg menggunakan akal budinya (berpikir & mempertimbangkan sesuatu) dlm menjalani panggilan hidupnya.

Manusia yang bekerja : sebuah mandat yang disyukuri Dalam tradisi reformasi, kerja dilihat sebagai ungkapan syukur atas “mandat” (kepercayaan & tanggung jawab) yg telah diberikan oleh Allah kpd manusia (Kej 1:28), sehingga kerja adalah bagian dari panggilan pelayanan kpd Allah (Fil 2:12-16, Ef 6:7) dan kewajiban untuk memuliakan Allah (Kol 3:17).

Sehingga manusia Kristen terpanggil untuk memiliki etos kerja yg baik karena dg bekerja, manusia memiliki “peluang” utk menyatakan tanggung-jawabnya kepada Allah. Kerja di sini bukan hanya dlm lingkup gereja, ttp jg di luar gereja. Ruang di manapun manusia melaksanakan tanggung-jawabnya adalah ladang pelayan yg harus digarap dg sungguh-sungguh karena dilakukan utk Tuhan bukan utk manusia (Efesus 6:7). .

Allah menciptakan manusia untuk tujuan yang mulia yakni keselamatan hidup semua ciptaan. Untuk maksud dan tujuan itu pula Allah memberikan “mandat” (kepercayaan dan tanggung jawab) kepada manusia agar manusia menatalayani (Yunani : Oikonomos, Inggris : stewardship) alam semesta. Manusia diberikan kebebasan untuk menatalayani alam semesta dalam batas-batas tanggung-jawab sesuai dengan Firman Allah (Kejadian 2:15-17).

Dalam hal ini manusia bukan pemilik alam ini, manusia hanya bertugas utk menatalaninya & alam, sama dg manusia adalah sama2 ciptaan Allah sehingga tdk utk disembah. Alam bukan musuh manusia, alam adalah sesama ciptaan, manusia & alam dipanggil utk saling mendukung. Kata “taklukkan” & “berkuasalah” (Kej 1: 28) menunjuk pd artikulasi positif, kedua kata tsb menunjuk pd penger-tian pemberdayaan sumber daya alam.

Demikian pula Allah mencipta kan tubuh manusia itu sempurna tetapi kondisi ini tidak kemudian membuat orang mengambil posisi, menyembah atau sebaliknya merendahkannya. Manusia Kristen terpanggil untuk memanfaatkan tubuhnya sendiri secara proporsional. Pengkultusan pada tubuh manusia dapat menghantar orang pada “pengaguman” tubuh yang mengakibatkan manusia menempatkan diri pada posisi superior atas manusia yang lain.

Pada sisi yg lain “penolakan” manu-sia terhadap tubuh yg Allah ciptakan jg dapat membuat ma-nusia menyalahkan Allah sbg pencipta & sekaligus menye-sali diri  yg berke-panjangan.

Manusia yg menyalahgunakan kebebasan Kebebasan adalah hak asasi manusia yg dikaruniakan Allah sejak penciptaan. Kebebasan adalah sesuatu yg melekat utuh pd manusia sejak penciptaan & hal itu bukan karena status sosialnya. Secara sosial kebebasan manusia hrs diatur di dlm norma masyarakat dan agama agar kebebasan dpt diberdayakan demi kepentingan ersama, manusia Kristen td pernah mengenal kebebasan tanpa batas, dlm hal ini kebebasan Kristen disebut kebebasan yg bertanggung-jawab.

Bertanggung-jawab terhdp siapa Bertanggung-jawab terhdp siapa ?  Terhadap Allah selaku pencipta, pemberi “mandat” dan terhadap sesama ciptaan yang dipercayakan Allah untuk dikelola. Tetapi dalam melaksanakan “mandat” Allah ini manusia seringkali gagal, karena menyalahgunakan kuasa dan tanggungjawabnya sehingga manusia jatuh dalam dosa dan kesalahan.

“Mandat” dapat menjadi peluang untuk melaksanakan misi Allah tetapi sekaligus dapat menjadi  “godaan besar” untuk mengeksploitasi sesama ciptaan bahkan menempatkan pencipta dalam posisi ciptaan dan sebaliknya, ciptaan dalam posisi pencipta.

M A N U S I A Terima kasih GOD BLESS YOU S e l e s a i Pertemuan ke – 17 M A N U S I A S e l e s a i Terima kasih GOD BLESS YOU

Pertemuan ke - 17 MANUSIA CIPTAAN ALLAH Manusia menurut Agama-Agama asli Ada banyak pandangan tentang asal-usul manusia dalam berbagai suku dan agama di Indonesia mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling berbelit-belit. Salah satunya adalah pada suku bangsa Wemme di Seram Barat terdapat tradisi tentang Hainuwele. Seorang anak yang lahir dari darah bapaknya Amete, kotorannya berupa intan, batu permata, piring dan alat musik sehingga menimbulkan banyak orang yang iri padanya. Pada sebuah perayaan yang berlangsung sembilan malam Hainuwele dengan diiringi tarian dan nyanyian dimasukkan dalam liang dan dibunuh. Jenazahnya di gali Amete, dipotong-potong dan di tanam. Dari padanya timbul tetumbuhan baru seperti ubi, kacang, padi. Amete menunjukkan kedua tangan Hainuwele kepada Mulua Satene (Tuhan Raja) yang menyuruh semua orang berkumpul dan masuk gapura di mana tangan tadi diadili. Orang yang salah diubah menjadi babi, kijang, burung, ikan (binatang yang sebelumnya tidak ada) dan orang yang baik diangkat menjadi patilima dan patisiwa, nenek moyang para bangsawan di Seram. Seiring dengan mitos ini terdapat banyak lagi mitos dalam agama-agama asli Indonesia tentang asal-usul alam dan yang di dalamnya juga menceritakan asal-usul manusia. Dalam agama-agama asli Indonesia, kita mendapati bahwa manusia hidupnya sangat bergantung dari alam dan apabila ia selaras dengan alam,maka hidupnya beres dan sebaliknya apabila tidak ada keselarasan maka hidupnya akan hancur. Keselarasan itu ditentukan dari praktek hidup di mana ia memahami dengan baik asal-usul dan susunan alam, tetapi manusia tetaplah penguasa dunia. Tetapi bagaimana asal-usul manusia dan keberadaannya, Alkitab menceritakannya secara berbeda. Siapakah saya menurut Alkitab ? Manusia yang diciptakan Allah dan tanggung-jawabnya Manusia dalam catatan Alkitab, Kejadian 1:26 diciptakan oleh Allah Tritunggal (“...baiklah kita menjadikan manusia..”) dan Alkitab memahami manusia secara utuh yaitu terdiri dari tubuh, roh dan jiwa (Kejadian 2:7 “...menghembuskan nafas hidup kedalam.....”) itu berarti bahwa Allahlah yang memberikan kehidupan itu pada manusia, manusia bukanlah makhluk hidup tanpa salah satu unsur tersebut. Manusia hidup: saling menghargai dan menghormati Laki-laki maupun perempuan adalah ciptaan Allah yang hidup saling melengkapi dan menolong, sehingga setiap manusia wajib menghargai dan menghormati sesamanya. Alkitab menceritakan penciptaan manusia itu pada bagian pertama di Kejadian 1:26-28; 2:7 yang menggambarkan kemanusiaan manusia hanya dimengerti dalam hubungan dengan Allah sehingga di luar hubungan manusia dengan Allah kita tidak dapat memahami manusia sebagai ciptaan Allah (Homo Religius). Hubungan yang positif ini harus nampak dalam penghormatan kepada Allah. Pada bagian kedua, di Kejadian 2: 15-25 penciptaan manusia dimaksudkan agar manusia menjalin hubungan yang positif dengan sesamanya dan sesama harus dilihat sebagai anugerah Allah (Homo Social). Sehingga ketika Allah yang menciptakan jenis kelamin lain yang berbeda dengan manusia (“isyh”) memperkenalkan manusia perempuan (“isyah”) kepadanya, maka manusia “menyambutnya” dengan positif (Kejadian 2:23). Sambutan ini merupakan respon terhadap anugerah Allah yang menghadirkan sesama tetapi juga kehangatan dalam “menyambut yang berbeda” dengan baik. Dalam membangun hubungan dengan sesama ciptaan, manusia dipanggil untuk menyambut yang lain baik di tengah keluarga, gereja dan masyarakat sebagai anugerah yang Tuhan hadirkan untuk saling mengasihi dan memperlengkapi demi kebersamaan dan kesejahteraan sesama. Sehingga manusia Kristen terpanggil untuk bersikap adil terhadap sesamanya dimanapun ia dihadirkan Tuhan. Perilaku adil ini didasarkan pada kesadaran sebagai ciptaan manusia wajib memegang nilai-nilai etis tentang kesepadanan dan kesetaraan dan ini juga terwujud dalam relasi perkawinan: suami-istri dan relasi keluarga: orang tua-anak dan perempuan-laki-laki. Manusia juga diciptakan Allah sebagai makluk yang berpikir (Homo Rationale), di mana sudah sejak penciptaannya manusia dianugerahi Allah akal budi. Istilah kese-rupa-an dan kese-gambar-an bukan hanya menunjuk pada hubungan cinta kasih dengan Allah tetapi juga secara tersirat mengandung pengertian, sama seperti Allah pribadi yang berpikir maka ia juga memberikan kedalam diri manusia akalbudi. Hal itulah yang menurut pemazmur terletak kehormatan dan kemuliaan manusia yang membedakan manusia dari ciptaan Allah yang lain. Akal budi merupakan sebuah elemen dari hidup pemberian Allah. Dalam konteks ini manusia dalam menjalani hidupnya juga terpanggil untuk menggunakan akal budinya secara bertanggung-jawab : mengkaji, menganalisa sebelum mengambil kaputusan dan membuat langkah-langkah startegis. Itu berarti manusia yang utuh adalah apabila ia membangun, membina dan memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan selaku penciptanya (hubungan vertikal), dengan sesama ciptaan (hubungan horizontal) tetapi sekaligus juga menggunakan akal budinya (berpikir dan mempertimbangkan sesuatu) dalam menjalani panggilan hidupnya. Manusia yang bekerja : sebuah mandat yang disyukuri Dalam tradisi reformasi, kerja dilihat sebagai ungkapan syukur atas “mandat” (kepercayaan dan tanggung jawab) yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia (Kejadian 1:28), sehingga kerja adalah bagian dari panggilan pelayanan kepada Allah (Filipi 2:12-16, Efesus 6:7) dan kewajiban untuk memuliakan Allah (Kolose 3:17). Sehingga manusia Kristen terpanggil untuk memiliki etos kerja yang baik karena dengan bekerja, manusia memiliki “peluang” untuk menyatakan tanggung-jawabnya untuk kepada Allah. Kerja di sini bukan hanya dalam lingkup gereja, tetapi juga di luar gereja. Ruang di manapun manusia melaksanakan tanggung-jawabnya adalah ladang pelayan yang harus digarap dengan sungguh-sungguh karena dilakukan untuk Tuhan bukan untuk manusia (Efesus 6:7). Allah menciptakan manusia untuk tujuan yang mulia yakni keselamatan hidup semua ciptaan. Untuk maksud dan tujuan itu pula Allah memberikan “mandat” (kepercayaan dan tanggung jawab) kepada manusia agar manusia menatalayani (Yunani : Oikonomos, Inggris : stewardship) alam semesta. Manusia diberikan kebebasan untuk menatalayani alam semesta dalam batas-batas tanggung-jawab sesuai dengan Firman Allah (Kejadian 2:15-17). Dalam hal ini manusia bukan pemilik alam ini, manusia hanya bertugas untuk menatalaninya dan alam, sama dengan manusia adalah sama-sama ciptaan Allah sehingga tidak untuk disembah. Alam bukan musuh manusia, alam adalah sesama ciptaan, manusia dan alam dipanggil untuk saling mendukung. Kata “taklukkan” dan “berkuasalah” (Kejadian 1:28) menunjuk pada artikulasi positif, kedua kata tersebut menunjuk pada pengertian pemberdayaan sumber daya alam. Demikian pula Allah menciptakan tubuh manusia itu sempurna tetapi kondisi ini tidak kemudian membuat orang mengambil posisi, menyembah atau sebaliknya merendahkannya. Manusia Kristen terpanggil untuk memanfaatkan tubuhnya sendiri secara proporsional. Pengkultusan pada tubuh manusia dapat menghantar orang pada “pengaguman” tubuh yang mengakibatkan manusia menempatkan diri pada posisi superior atas manusia yang lain. Pada sisi yang lain “penolakan” manusia terhadap tubuh yang Allah ciptakan juga dapat membuat manusia menyalahkan Allah sebagai pencipta dan sekaligus menyesali diri  yang berkepanjangan. Manusia yang menyalahgunakan kebebasan Kebebasan adalah hak asasi manusia yang dikaruniakan Allah sejak penciptaan. Kebebasan adalah sesuatu yang melekat utuh pada manusia sejak penciptaan dan hal itu bukan karena status sosialnya. Secara sosial kebebasan manusia harus diatur di dalam norma masyarakat dan agama agar kebebasan dapat diberdayakan demi kepentingan bersama, manusia Kristen tidak pernah mengenal kebebasan tanpa batas, dalam hal ini kebebasan Kristen disebut kebebasan yang bertanggung-jawab. Bertanggung-jawab terhadap siapa?  Terhadap Allah selaku pencipta, pemberi “mandat” dan terhadap sesama ciptaan yang dipercayakan Allah untuk dikelola. Tetapi dalam melaksanakan “mandat” Allah ini manusia seringkali gagal, karena menyalahgunakan kuasa dan tanggungjawabnya sehingga manusia jatuh dalam dosa dan kesalahan. “Mandat” dapat menjadi peluang untuk melaksanakan misi Allah tetapi sekaligus dapat menjadi  “godaan besar” untuk mengeksploitasi sesama ciptaan bahkan menempatkan pencipta dalam posisi ciptaan dan sebaliknya, ciptaan dalam posisi pencipta.

Manusia yang bekerja : sebuah mandat yang disyukuri Dalam tradisi reformasi, kerja dilihat sebagai ungkapan syukur atas “mandat” (kepercayaan dan tanggung jawab) yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia (Kejadian 1:28), sehingga kerja adalah bagian dari panggilan pelayanan kepada Allah (Filipi 2:12-16, Efesus 6:7) dan kewajiban untuk memuliakan Allah (Kolose 3:17). Sehingga manusia Kristen terpanggil untuk memiliki etos kerja yang baik karena dengan bekerja, manusia memiliki “peluang” untuk menyatakan tanggung-jawabnya untuk kepada Allah. Kerja di sini bukan hanya dalam lingkup gereja, tetapi juga di luar gereja. Ruang di manapun manusia melaksanakan tanggung-jawabnya adalah ladang pelayan yang harus digarap dengan sungguh-sungguh karena dilakukan untuk Tuhan bukan untuk manusia (Efesus 6:7). Allah menciptakan manusia untuk tujuan yang mulia yakni keselamatan hidup semua ciptaan. Untuk maksud dan tujuan itu pula Allah memberikan “mandat” (kepercayaan dan tanggung jawab) kepada manusia agar manusia menatalayani (Yunani : Oikonomos, Inggris : stewardship) alam semesta. Manusia diberikan kebebasan untuk menatalayani alam semesta dalam batas-batas tanggung-jawab sesuai dengan Firman Allah (Kejadian 2:15-17). Dalam hal ini manusia bukan pemilik alam ini, manusia hanya bertugas untuk menatalaninya dan alam, sama dengan manusia adalah sama-sama ciptaan Allah sehingga tidak untuk disembah. Alam bukan musuh manusia, alam adalah sesama ciptaan, manusia dan alam dipanggil untuk saling mendukung. Kata “taklukkan” dan “berkuasalah” (Kejadian 1:28) menunjuk pada artikulasi positif, kedua kata tersebut menunjuk pada pengertian pemberdayaan sumber daya alam. Demikian pula Allah menciptakan tubuh manusia itu sempurna tetapi kondisi ini tidak kemudian membuat orang mengambil posisi, menyembah atau sebaliknya merendahkannya. Manusia Kristen terpanggil untuk memanfaatkan tubuhnya sendiri secara proporsional. Pengkultusan pada tubuh manusia dapat menghantar orang pada “pengaguman” tubuh yang mengakibatkan manusia menempatkan diri pada posisi superior atas manusia yang lain. Pada sisi yang lain “penolakan” manusia terhadap tubuh yang Allah ciptakan juga dapat membuat manusia menyalahkan Allah sebagai pencipta dan sekaligus menyesali diri  yang berkepanjangan. Manusia yang menyalahgunakan kebebasan Kebebasan adalah hak asasi manusia yang dikaruniakan Allah sejak penciptaan. Kebebasan adalah sesuatu yang melekat utuh pada manusia sejak penciptaan dan hal itu bukan karena status sosialnya. Secara sosial kebebasan manusia harus diatur di dalam norma masyarakat dan agama agar kebebasan dapat diberdayakan demi kepentingan bersama, manusia Kristen tidak pernah mengenal kebebasan tanpa batas, dalam hal ini kebebasan Kristen disebut kebebasan yang bertanggung-jawab. Bertanggung-jawab terhadap siapa?  Terhadap Allah selaku pencipta, pemberi “mandat” dan terhadap sesama ciptaan yang dipercayakan Allah untuk dikelola. Tetapi dalam melaksanakan “mandat” Allah ini manusia seringkali gagal, karena menyalahgunakan kuasa dan tanggungjawabnya sehingga manusia jatuh dalam dosa dan kesalahan. “Mandat” dapat menjadi peluang untuk melaksanakan misi Allah tetapi sekaligus dapat menjadi  “godaan besar” untuk mengeksploitasi sesama ciptaan bahkan menempatkan pencipta dalam posisi ciptaan dan sebaliknya, ciptaan dalam posisi pencipta.