ETIKA PUBLIK DALAM OTONOMI DAERAH

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
ISU-ISU UTAMA ETIKA BISNIS DI INDONESIA
Advertisements

BUDAYA PERUSAHAAN DAN ETIKA
KODE ETIK BAGI PEJABAT KEUANGAN PUBLIK
1 ETIKA PROFESI AKUNTANSI ETIKA PROFESI AKUNTANSI DIHADAPKAN
BAB V LEMBAGA PEMERINTAHAN DAERAH
Hubungan antara Moral dan Etika:
Tanggung Jawab Sosial dan Etika Manajemen
TANGGUNG JAWAB SOSIAL SUATU BISNIS
ETIKA PROFESI JAKSA.
ETIKA BISNIS.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
GOOD GOVERNANCE.
UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) No. 5 Tahun 2014
TANGGUNG JAWAB PROFESI HUKUM (ADVOKAT) II
Etika & Perilaku Organisasi
STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH
BAB 12 Etika Dalam Kantor Akuntan Publik
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN ETIKA MANAJEMEN
REFRESHER COURSE KEJAKSAAN MEDAN, 2008
Struktur Penyelenggara Pemerintahan Daerah : Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Profesionalisme Sumberdaya Aparatur Dalam Pelayanan Publik 2010
JENIS DAN BENTUK KORUPSI
PENTINGNYA STANDAR ETIKA PELAYANAN PUBLIK BAGI PEJABAT OPERASIONAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS DAN PENCAPAIAN.
PEMBINAAN DISIPLIN PNS
Doris Febriyanti M.Si ETIKA PROFESI Doris Febriyanti M.Si
LATAR BELAKANG Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya (fundamental human rights). Membangun.
Etika Administrasi Publik (Pertemuan 1)
Peran Ombudsman RI dalam pengawasan penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia (sesuai UU No. 37/2008 ttg Ombudsman RI dan UU No. 25/2009 ttg Pelayanan.
PERENCANAAN KEBUTUHAN Pegawai Negeri Sipil
Etika Pemerintahan (IPEM4430)
SRI SULASMIYATI, S.Sos, M.AP
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
BIROKRASI DAN LEGITIMASI ETIKA PEMERINTAHAN
BAB V ETIKA BISNIS.
PEMERINTAHAN YANG BERSIH
Prinsip-prinsip Etis Bisnis Dalam Berbisnis
Prinsip-prinsip Etis Bisnis Dalam Berbisnis
KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
Kode Etik Profesi Hukum (Materi 9)
Pertemuan 5 Landasan Etika Akuntan Publik
KEPALA DAERAH & WAKIL KEPALA DAERAH DR. Ni’matul Huda, SH, MHum
Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
Oleh: Ricky W. Griffin Ronald J. Ebert
Apa dan Mengapa Demokrasi?
Tanggung Jawab Sosial dan Etika Manajemen
PERAN PENGAWASAN KEMENTERIAN PANRB TERKAIT AMANAT
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN ETIKA MANAJEMEN
Penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (I)
ASPEK HUKUM PELAYANAN PUBLIK
Nama : Ratna Dhammena Santika NPM : Kelas : 4EA10
Prinsip-prinsip Etis Bisnis Dalam Berbisnis
Universitas Esa Unggul
Tanggung Jawab Sosial dan Etika Bisnis
ISU DAN KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH
Tanggung Jawab Sosial dan Etika Bisnis
Etika Pelayanan Publik
RUANG LINGKUP KORUPSI.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Tata Krama Etika Periklanan
GRATIFIKASI Adalah pemberian dalam arti luas, yaitu meliputi penerimaan atau pemberian: uang/setara uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa.
PEMBINAAN PEGAWAI KELOMPOK 4 APRELIA DYAH DAMAYANTI
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN ETIKA MANAJEMEN
PEMBINAAN PEGAWAI KELOMPOK 4 APRELIA DYAH DAMAYANTI
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN ETIKA MANAJEMEN
NILAI DAN PRINSIP ANTIKORUPSI Nama : Linda Aviva (D ) Aristia Indah D. (D )
NETRALITAS APARATUR SIPIL NEGARA (ASN) DALAM PEMILU DAN PEMILIHAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.
Ruang Lingkup MENJADI PNS YANG AKUNTABEL KONSEP AKUNTABILITAS MEKANISME AKUNTABILITAS AKUNTABILITAS DALAM KONTEKS MENJADI PNS YANG AKUNTABEL 3 PENDAHULUAN.
MAL-ADMINISTRASI OLEH : Drs. H. HIPNI, M.Si Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sukabumi.
Transcript presentasi:

ETIKA PUBLIK DALAM OTONOMI DAERAH Disiapkan oleh Warjio Pascasarjana MAP-UMA

Pelayanan publik kita

Pelayanan publik kita

ETIKA PELAYANAN PUBLIK (HASIL PENELITIAN) Dwiyanto (2002), dalam penelitiannya tentang pelayanan publik, salah satunya menukik pada aspek etika pelayanan publik dengan menyimpulkan hasil penelitiannya sebagai berikut: bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan publik terdapat dua pihak yang berhadapan dan saling berbeda kepentingan. Pihak aparat sebagai pemberi layanan yang berhadapan dengan masyarakat sebagai pengguna jasa layanan, antara keduanya seringkali terdapat perbedaan kepentingan-kepentingan yang mencolok. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan dengan mengambil sampel beberapa daerah di Indonesia yaitu : Sumatra Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan. Menunjukkan adanya kecenderungan diskriminasi yang mencolok dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam kontek etika pelayanan, masyarakat pengguna jasa mengharapkan adanya etika birokrasi sebagai bentuk adanya sikap tanggap dari aparat birokrasi terhadap kepentingan masyarakat pengguna jasa. Kepentingan pengguna jasa harus ditempatkan sebagai tujuan utama, melalui prinsip pelayanan tersebut diharapkan tidak terjadi diskriminasi . Jika kondisi demikian dapat diciptakan, etika pelayanan publik sesuai dengan misi aparat birokrasi dan tuntutan masyarakat sebagai pengguna jasa.

ETIKA PELAYANAN PUBLIK (HASIL PENELITIAN) Hasil kajian tentang etika pelayanan publik di Instansi teknis di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Denpasar dalam hal pengurusan KTP yang dilakukan oleh Sudana (2003) disimpulkan etika pelayanan belum optimal diterapkan dalam pelayanan publik. Hal ini dapat dilihat: pertama, lemahnya penerapan kode etik aparat dalam pelayanan, yang terindikasi dari adanya tindakan-tindakan yang menyimpang dalam memberikan pelayanan. Beberapa oknum  aparat kadang-kadang menawarkan diri sebagai biro jasa atau calo yang mengarah kepada tindakan terjadinya korupsi; kedua, rendahnya kesadaran aparat birokrasi akan tanggung jawab dan disiplin dalam proses pelayanan, dan masih adanya tindakan diskriminasi pelayanan yang mengarah pada unsur nepotisme; ketiga, etika birokrasi dalam pelayanan publik masih sangat jauh dari yang diharapkan. Fenomena pemberian pelayanan ini terlihat. Seperti tindakan aparat yang mengharapkan balas jasa, adanya penyalahgunaan wewenang, menghindar dari tanggung jawab, pelanggaran terhadap aturan yang ditetapkan, dan munculnya diskriminasi dalam pelayanan. Dengan demikian, masyarakat pengguna jasa dirugikan dalam pelayanan secara komprehensif.

DASAR KONTEKSTUALITAS TUNTUTAN Adanya perubahan paradigma yang berpusat pada rakyat dan sejalan dengan perubahan paradigma dari UU No. 5 tahun 1974 yang menggunakan “The structural efficiency model”, menuju UU No. 22 Tahun 1999 dan selanjutnya diperbaharui dengan UU No. 32 Tahun 2004 yang lebih cenderung menggunakan  “The local democracy model”. Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di daerah. Semangat otonomi daerah pada dasarnya merupakan upaya memandirikan Pemerintah Daerah dalam menjalankan dan menyelenggarakan tugas pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di daerah. Untuk itu Pemerintah Daerah haruslah selalu tanggap dalam merespon serta menyikapi kebutuhan dan keinginan masyarakatnya. Dengan pelaksanaan otonomi daerah diharapkan pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan lebih murah.

Pemuasan pelayanan Publik Menurut Tjokrowinoto (2001:11), relevansi pemuasan masyarakat atas pelayanan yang disediakan, perilaku birokrasi perlu diperhitungkan kompetensinya dengan mengacu pada dua hal yaitu: pertama,  birokrasi harus memberikan pelayanan publik  dengan adil, menuntut kemampuan untuk memahami keadaan masyarakat, mengartikulasikan aspirasi dari kebutuhan masyarakat, lalu merumuskan dalam suatu kebijakan kemudian diimplementasikan;  kedua, birokrasi harus mempunyai kompetensi untuk memberdayakan masyarakat sipil dengan menciptakan enabling social setting, dari  pendekatan top down yang menguasai dinamika interaksi antara birokrasi dengan masyarakat dapat mengalami perubahan menjadi hubungan horisontal.

Etika publik VS Mal Praktik Pelayanan Publik Muncul persoalan? Etika publik VS Mal Praktik Pelayanan Publik

Etika publik ETIKA PUBLIK Etika pelayanan publik adalah: ”suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai- nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik” (Kumorotomo, 1996:7). Putra Fadillah (2001:27), etika   pelayanan publik adalah: ”suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik”. Sedangkan etika dalam konteks birokrasi menurut Dwiyanto (2002:188): ”Etika birokrasi digambarkan sebagai suatu panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasnya. Etika harus diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar- benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas”.

MAL-ADMINISTRASI Menurut Widodo (2001:259), mal-administrasi merupakan suatu praktek yang menyimpang dari etika administrasi yang menjauhkannya dari pencapaian tujuan administrasi

8 MAL-PRAKTEK ADMINISTRASI Nigro dan Nigro dalam (Widodo, 2001:259-262), mengemukakan terdapat delapan bentuk mal-praktek (mal-administrasi) yaitu : 1.Ketidak-jujuran (dishonesty), yaitu suatu tindakan administrasi yang tidak jujur. Misalnya; mengambil uang dan barang publik untuk kepentingan sendiri, menerima uang suap dari langganan (client), menarik pungutan liar, dan sebagainya. Dikatakan ketidak-jujuran karena tindakan ini berbahaya dan menimbulkan ketidak-percayaan (dis-trust), dan merugikan kepentingan organisasi atau masyarakat. 2. Perilaku yang buruk (unethical behaviour), pegawai (administrator publik) mungkin saja melakukan tindakan dalam batas-batas yang diperkenankan hukum, tetapi tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai tidak etis, sehingga secara hukum tidak dapat dituntut. Misalnya, kecendrungan pegawai untuk memenangkan perusahaan koleganya dalam tender proyek; seorang pembesar minta kepada kepala personalia supaya familinya diluluskan dalam seleksi pegawai. Tindakan ini jelas tidak etis karena mengabaikan objektivitas penilaian. 3. Mengabaikan hukum (disregard of the law), pegawai (administrator publik) dapat mengabaikan hukum atau membuat tafsiran hukum yang menguntungkan  kepentingannya. Misalnya pegawai menggunakan mobil dinas untuk keluarga, padahal ia tahu fasilitas kantor yang secara hukum hanya diperuntukkan bagi pegawai dan hanya untuk kepentingan dinas.

8 MAL-PRAKTEK ADMINISTRASI 4.Favoritisme dalam menafsirkan hukum. Pejabat atau pegawai di suatu instansi tetap mengikuti hukum yang berlaku, tetapi hukum tersebut ditafsirkan untuk menguntungkan kepentingan tertentu. Misalnya “gubernur” sebagai pembina politik di wilayahnya  harus bersikap netral, namun dalam pemilu sebagai kader partai A merasa terpanggil memenangkan partai tersebut. 5.Perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai. Pegawai diperlakukan secara tidak adil. Misalnya bos menghambat pegawai yang berprestasi karena merasa disaingi. 6.Inefisiensi bruto (gross inefficiency). Betapapun bagus maksudnya, jika suatu instansi tidak mampu melakukan tugas secara memadai, para administrator disitu dinilai gagal, misalnya pemborosan dana secara berlebihan. 7.Menutup-nutupi kesalahan. Pimpinan atau pegawai  menutupi kesalahannya sendiri atau bawahannya, atau menolak diperiksa atau dikontrol oleh legislatif, atau melarang pers meliput kesalahan instansinya. 8. Gagal menunjukkan inisiatif. Sebagian pegawai gagal membuat keputusan yang positif atau menggunakan diskresi (keleluasaan/kelonggaran) yang diberikan hukum kepadanya.

Faktor pendukung pelayanan publik Faktor-faktor pendukung  proses pelayanan yang semestinya selalu mendapatkan perhatian seksama, diantaranya adalah : faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan; faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan; faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan; faktor pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum; faktor ketrampilan petugas; dan faktor sarana alam pelaksanaan tugas pelayanan (Moenir, 1992:88).

Efek faktor pendukung Efek faktor pendukung kemudahan dalam pengurusan kepentingan; mendapatkan pelayanan yang wajar; mendapatkan perlakuan yang sama tanpa pilih kasih; mendapatkan perlakuan yang jujur dan terus terang (Moenir, 1992:47).

Efek faktor pendukung Efek faktor pendukung masyarakat menghargai korps pegawai; masyarakat patuh terhadap aturan-aturan pelayanan; masyarakat bangga terhadap korps pegawai; ada kegairahan usaha dalam masyarakat; ada peningkatan dan pengembangan dalam masyarakat menuju segera tercapainya masyarakat adil dan makmur (Moenir, 1992:47).

PELAYANAN PUBLIK ADALAH HAK KITA