Kerancuan Hukum dalam Pengaturan Pertanahan akibat “Keistimewaan” Potensi Pelanggaran HAM dalam Pengaturan Pertanahan di DIY Paska Pemberlakuan UU No. 13/2012 Dianto Bachriadi Disampaikan dalam Seminar “Mengawal Raperdais Pertanahan DIY” Univ. Janabadra Yogyakarta, 13 Desember 2016
Pertanyaan Pokok (dari panitia) Bagaimana perspektif HAM terhadap Raperdais Pertanahan DIY yang diindikasi berpotensi menjadi alat perampasan hak masyarakat atas tanah? Bagaimana solusi penyelesaian konflik agraria di DIY dalam perspektif HAM (menghormati, melindungi dan memenuhi HAM)? Pertanyaan Pokok (dari panitia)
Kedudukan Historis Pengaturan Agraria di DIY DIY adalah eks-swapraja UUPA 1960 telah diberlakukan sepenuhnya di DIY sejak 1984 (: Keppres RI No. 33/1984 tentang Pemberlakuan Sepenuhnya UUPA 1960 di Propinsi DIY, Kepmendagri No. 66/1984, dan Perda Propinsi DIY No. 3/1984) Kedudukan Historis Pengaturan Agraria di DIY
Dasar-dasar Hukum Agraria Nasional Nasionalitas Hak Menguasai Negara (HMN) Unifikasi (Penyatuan) Hukum Bersandar pada Hukum Adat Tanah Memiliki Fungsi Sosial Landreform (dan land to the tillers) Perencanaan Agraria Kepastian Hukum Dasar-dasar Hukum Agraria Nasional
Keberadaan Tanah-tanah Swapradja Daerah Swapraja: Daerah dengan sistem pemerintahan tersendiri, baik yang telah tumbuh secara ‘alamiah’ sebelum kehadiran VOC dan pemerintahan Hindia Belanda maupun yang dibentuk oleh pemerintahan Hindia Belanda, yang dalam perkembangannya kemudian diberikan otonomi oleh Pemerintahan Hindia Belanda melalui perikatan kontrak untuk menjadi alat pemerintahan kolonial atau perpanjangan tangan kepentingan pemerintah Hindia Belanda (Mr Usep Ranawidjaja 1975: 1-7) Keberadaan tanah-tanah swapraja telah dihapuskan oleh UUPA 1960, bahkan menurut PP 224/1961 merupakan salah satu obyek landreform “Hak-hak dan wewenang atas bumi dan air dari swapraja atau bekas swapraja yang masih ada pada waktu mulainya berlaku Undang-undang ini hapus dan beralih kepada Negara” (UUPA 1960, Bagian IV.A) … “ … sebagian untuk kepentingan Pemerintah, sebagian untuk mereka yang langsung dirugikan karena dihapuskannya hak Swapraja atas tanah itu dan sebagian untuk dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan …” (Pasal 4:1 PP 224/1961) Melalui UU No. 3/1950 daerah-daerah swapraja di Yogyakarta diubah menjadi satu Daerah Istimewa Mr Usep Ranawidjaja: “pembentukan Daerah Yogyakarta harus diartikan sebagai lanjutan dari satu persesuaian kehendak antara RI dan swapraja-swapraja Yogyakarta dan Pakualaman sehingga mempunyai arti yang sama dengan kontrak” (1975: 9) 1960-1984 adalah masa transisi ketika dualisme pengaturan agraria dan pertanahan masih berlangsung di DIY, yang kemudian diakhiri dengan Keppres 33/1984, Kepmendagri 66/1984 dan Perda DIY No. 3/1984 tentang Pemberlakuan Sepenuhnya UUPA 1960 di DIY Keberadaan Tanah-tanah Swapradja
Pemberlakuan UUPA 1960 di DIY (1) Keputusan Presiden RI No. 33/1984 tentang Pemberlakuan Sepenuhnya UUPA 1960 di Propinsi DIY dan Kepmendagri No. 66/1984 Perda Propinsi DIY No. 3/1984: Menimbang: (a) “… sesuai dengan tekad Gubernur Kepala Daerah DIY berserta rakyat di Propinsi DIY untuk memberlakukan UUPA 1960 … Keputusan DPRD Propinsi DIY No. 3/K/DPRD/1984 tentang pernyataan pemerintah propinsi DIY untuk memberlakukan secara penuh UUPA 1960 dan Keputusan DPRD Propinsi DIY No. 4/K/DPRD/1984 tentang usul kepada Presiden RI untuk mengeluarkan Keppres yang memberlakukan secara penuh UUPA 1960 di DIY; (d) “… demi adanya keseragaman kesatuan dan kepastian hukum perlu ditinjau kembali dan tidak diberlakukannya Rijksblad-rijksblad, perda-perda dan peraturan perundangan-undangan lainnya tentang keagrariaan di Propinsi DIY sehingga hanyalah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah pusat yaitu UUPA berserta aturan pelaksanaannya yang berlaku, …” Pasal 3: “Dengan berlakunya Perda ini, maka segala ketentuan peraturan perundang-undangan DIY yang mengatur tentang agraria dinyatakan tidak berlaku lagi” Pemberlakuan UUPA 1960 di DIY (1)
Pemberlakuan UUPA 1960 di DIY (2) Dengan pemberlakuan sepenuhnya UUPA 1960 di DIY pada tahun 1984, maka sejak itu Bagian KEDUA yang merupakan ketentuan- ketentuan konversi dan Bagian KEEMPAT yang merupakan ketentuan penghapusan tanah swapraja juga berlaku sepenuhnya (!) “… grand Sultan, landerinjbezitrecht, ... dan hak-hak lain dengan nama apa pun juga yang akan ditegaskan oleh Meteri Agraria, sejak mulai berlakunya UU ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 20 ayat (1), kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 21” (Pasal II) “Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau bekas Swapraja yang masih ada waktu mulai berlakunya UU ini hapus dan beralih kepada Negara” (UUPA 1960 Bag. Keempat: A) (1) Sebagian besar tanah-tanah di DIY adalah Tanah Negara; (2) kelembagaan panitia pengelola tanah-tanah keraton (“paniti kismo”) juga kehilangan kewenangannya secara yuridis Pemberlakuan UUPA 1960 di DIY (2)
Urusan Pertanahan dan UU No. 13 Tahun 2012 Pasal 7(2): “Kewenangan dalam urusan Keistimewaan … meliputi: (a) …. (d) pertanahan; dan (e) tata ruang Pasal 7(3): “Penyelenggaraan kewenangan dalam urusan Keistimewaan … didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat Pasal 32 dan 33 (pasal khusus yang mengatur soal pertanahan): Urusan Pertanahan dan UU No. 13 Tahun 2012
Rapedais Pertanahan DIY Menginduk pada: UUD 1945 (amandemen ke-4, 2000), UUPA 1960, UU No. 13/2012, Perdais DIY No.1/2013 (diubah No. 2/2015) Pasal 1(1 & 2), 5-7: Tanah Kasultanan/Kadipaten adalah tanah hak milik Kasultanan/Kadipaten yang meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon atau dede keprabon yang terdapat di Kabupaten/Kota dalam wilayah DIY Pasal 1(3): Penyelenggaraan Keistimewaan bidang pertanahan, selanjutnya disebut Penyelenggaraan Keistimewaan pertanahan adalah penyelenggaraan kewenangan urusan Keistimewaan bidang pertanahan Pasal 21-23: tentang ‘pengakuan’ tanah anggaduh dan tanah desa Pasal 24-25: kewenangan Gubernur dan Pemda DIY Bab VII: Ketentuan Peralihan Rapedais Pertanahan DIY
Kerancuan Hukum Pengaturan Pertanahan DIY Ketentuan-ketentuan mengenai pertanahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 tidak bisa diberlakukan dalam prinsip Lex Specialis derogat legi Generali (terhadap UUPA 1960) Badan Hukum Warisan Budaya (BHWB) adalah “badan hukum” bentukan baru yang tidak sesuai dengan ketentuan badan hukum yang dapat memiliki hak atas tanah (UUPA 1960 pasal 21:2 dan PP 38/1963) Kesultanan dan Kadipaten di DIY (pasal 32 dan 33 UU No. 13/2012) BUKAN Badan Hukum yang dapat memiliki tanah (UUPA 1960): Pasal 32 dan 33 merefleksikan dihidupkannya kembali azas domein verklaring berdasarkan AW 1870 yang telah dihapus oleh UUPA 1960 memunculkan kembali dualisme hukum, dan menghidupkan kembali prinsip Negara/Raja MEMILIKI tanah “Ada Negara di dalam NEGARA” Hak-hak atas tanah yang pernah diterbitkan berdasarkan UUPA 1960 tidak dapat diubah apalagi dibatalkan begitu saja berdasarkan UU No. 13/2012 tentang Keistimewaan DIY Peralihan tanah-tanah dengan hak-hak adat dan hak asing TELAH diatur lengkap dalam UUPA 1960, Bagian II. Ketentuan-ketentuan Konversi Kerancuan Hukum Pengaturan Pertanahan DIY
YA ! Raperdais Pertanahan DIY berdiri di atas kerancuan hukum pengaturan pertanahan DIY: UU No. 13/2012 harus diubah ! Konflik pertanahan yang ada saat ini diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria yang berlaku Tanah-tanah yang sudah dikusai oleh masyarakat di atas Tanah Negara diakui, diadministrasi, dan disahkan oleh Negara RI melalui Badan Pertanahan Nasional Tidak ada diskriminasi pemberian hak atas tanah, baik berdasarkan ras, etnik/suku, maupun asal-usul hak-nya (: Diskriminasi melanggar UU No. 40/2004 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik) UU No. 13/2012 dan Peraturan-peraturan turunannya melanggar UUD 1945 (amandemen ke-4) Kewenangan pengaturan pertanahan di DIY paska pemberlakuan UU No. 13/2012 hanya diberlakukan pada tanah-tanah keprabon Apakah Raperdais Pertanahan DIY Berpotensi Melanggar HAM ? Bagaimana Penyelesaiannya ?