NAMA:ALBAN FARELL RAVISHEEHAN KELAS:6B ABSEN:2

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PROSES AWAL PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA
Advertisements

Organisasi Otonom Aisyiyah.
Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) dari Hari ke Hari Pada bulan September 1932 saya sudah pindah pondokan, menyewa di Jalan Kopo. Waktu itu Pimpinan Umum.
BELVA IRENE FALAHUL BASHIRAH
INDONESIA’S national heroes
Kyai haji Ibrahim By:Aulia Alifiani 6D.
A. Pengertian Pergerakan Nasional
Ringkasan Prof.Dr.Ahmad Syafi’i Ma’arif,M.A
NABI MUHAMMAD SAW. DAN PERUBAHAN MASYARAKAT ARAB
Pendidik Nasionalis Yang Agamis
KIPRAH MUHAMMADIYAH.
Ringkasan k.h. AHMAD BADAWI
PROSES BERDIRINYA MUAHAMMADIYAH
BAB 4 UNSUR PEMBANTU PIMPINAN DAN ORGANISASI OTONOM DALAM MUHAMMADIYAH
BAB 6 PEMBENTUKAN IDENTITAS NASIONAL
SEJARAH KEPANDUAN.
MY HEROES.
TALITHA LINTANG PERTIWI 31 / XI.IPS 2
Pendidikan Islam pada Masa Penjajahan Belanda dan Jepang
Oleh: Aminah Rafa Laksita Azmi Kelas: 6B No Absen: 05
MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN SOSIAL
Pembinaan Peran Serta Masyarakat
KEBANGKITAN NASIONAL Oleh: Ulya Fuhaidah.
MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN
Jusuf Kalla Negarawan yang Religius
Pertemuan ke-3.
By: Zahrolina Adnafika Ardhani 6C/41
Jusuf di Kala Muda (bagian 1)
Pergerakan Wanita Dalam Pergerakan Nasional
Pergerakan Pemuda Kebangsaan
BAB VIII SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
KONTRIBUSI MUHAMMADIYAH MERAJUT PERADABAN INDONESIA
K.H. FAQIH USMAN KELOMPOK 6 ANGGOTA : 1. AMARAL SAFIAR I. ( 4 )
Bab III Pembaharuan Islam di Indonesia
Ramadina Aprilia Andasha Habib Arsarachman Asry Muhamad Apri Setiawan
Sri Juwita Hanum Cukup lama kami menikah, namun belum dikaruniai anak. Dalam soal anak, orang Minangkabau tidak kalah usil mulut seperti orang Jawa. Mereka.
Hukum Ketenagakerjaan, Hubungan Industrial dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Eko Sakapurnama.
Peristiwa-Peristiwa Penting yang Berkaitan Dengan Perkembangan Bahasa Indonesia Tahun 1896 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Van Ophuijsen yang.
Maria Walanda Maramis Maria Yosephine Catharina Maramis atau yang lebih dikenal sebagai Maria Walanda Maramis adalah anak bungsu dari tiga bersaudara dari.
PINTU MASUK DAN SALURAN PENYEBARAN AGAMA ISLAM
PEMBATALAN PERKAWINAN
BAB 3 MUNCULNYA NASIONALISME INDONESIA
Biografi Shania Paramitha Sari.
Tugas liburan kemuhammadiahan
Masjid dan Fungsinya bagi Masyarakat
SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MADINAH
Maria Walanda Maramis XI IIS 2
KE – ORTOM - AN Oleh : M. Yusup.
Hukum Ketenagakerjaan, Hubungan Industrial dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Eko Sakapurnama.
SEJARAH PERKEMBANGAN, status, dan fungsi BAHASA INDONESIA
Organisasi Pergerakan
Pendidikan Dalam Muhammadiyah
Saya dan kelompok saya akan menceritakan tentang sunan ampel.
PEMBUATAN PUTUSAN.
ADOPSI ANAK.
Summative Assessment Unit 3
PERKAWINAN CAMPURAN.
Al-Islam dan Kemuhammadiyahan “Sejarah Terbentuknya Muhammadiyah”
Sejarah Peradaban Islam pada Masa Pra dan Pasca Kemerdekaan di Indonesia Kelompok 12 : Ulfa Muwahidah Vony Juliantika.
SEJARAH PERKEMBANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN WAKAF DI INDONESIA
MAYA INDAH .S IKHWANUL MUSLIMIN.
PROGRAM PASCA SARJANA KEUANGAN SYARIAH STIE AHMAD DAHLAN JAKARTA
PRESENTASI PPKN Anggota Kelompok : - Elizabeth M P (8B/9)
Islam Juga untuk Anak-anak
SINERGI IMPLEMENTASI PERKADERAN DI AMAL USAHA MUHAMMADIYAH BIDANG PENDIDIKAN : PONDOK PESANTREN MUHAMMADIYAH Disampaikan pada Pengajian Ramadhan Pimpinan.
Pengaruh Islam dalam karya Melayu Klasik
Pengaruh Islam dalam karya Melayu Klasik
Pembinaan Peran Serta Masyarakat
SEJARAH PESANTREN TAHFIDZ DAARUL HAMIID SEJARAH PESANTREN TAHFIDZ QUR’AN DAARUL HAMIID SEJARAH PESANTREN TAHFIDZ DAARUL HAMIID Jl. Jiwantaka 1.
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA N. AINI PUSPITASARI.
Transcript presentasi:

NAMA:ALBAN FARELL RAVISHEEHAN KELAS:6B ABSEN:2 TUGAS KEMUH NAMA:ALBAN FARELL RAVISHEEHAN KELAS:6B ABSEN:2

K.H. IBRAHIM Kyai Haji Ibrahim (lahir di Yogyakarta, 7 Mei 1874 – meninggal di Yogyakarta, 13 Oktober 1932 pada umur 58 tahun). Ia adalah ketua umum Muhammadiyah yang kedua yang menggantikan KH. Ahmad Dahlan. KH. Ibrahim adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat, seorang Penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada zaman Sri Sultan Hamengkubuwono VII, dan ia adalah adik kandung dari Nyai Ahmad Dahlan. KH. Ibrahim adalah ulama yang hafal Al-Quran (hafidh), ahli seni baca Al-Quran (qira'at), serta mahir dalam bahasa Arab. Pada periode kepemimpinannya, cabang-cabang Muhammadiyah banyak didirikan di berbagai tempat di Indonesia.

KELUARGA KH. Ibrahim dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874. Ia adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat, seorang Penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII (Soedja`. 1933: 227), dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad Dahlan. Ibrahim menikah dengan Siti Moechidah binti Abdulrahman alias Djojotaruno (Soeja`. 1933:228) pada tahun 1904. Pernikahannya dengan Siti Moechidah ini tidak berlangsung lama, karena istrinya wafat. KH. Ibrahim kemudian menikah dengan Moesinah, putri bungsu dari KH. Abdulrahman dan adik kandung dari Siti Moechidah. Moesinah berusia cukup panjang yaitu sampai 108 tahun, dan meninggal pada 9 September 1998. KH. Ibrahim wafat dalam usia yang masih sangat muda, 46 tahun, pada awal tahun 1934 setelah menderita sakit agak lama.

PENDIDIKAN Masa kecil Ibrahim dilalui dalam asuhan orang tuanya dengan diajarkan mengkaji al-Qur'an sejak usia 5 tahun. Ia juga dibimbing memperdalam ilmu agama oleh kakak tertuanya sendiri, yaitu KH. M. Nur. Ia menunaikan ibadah haji pada usia 17 tahun, dan dilanjutkan pula menuntut ilmu di Mekkah selama lebih kurang 7-8 tahun. Pada tahun 1902, ia pulang ke tanah air karena ayahnya sudah lanjut usia.

KEPEMIMPINAN Setibanya di tanah air dari menuntut ilmu di Mekkah, KH. Ibrahim mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, dan banyak orang mengaji kepadanya. Pengajian yang diasuh KH. Ibrahim memakai metode sorogan dan weton. Sorogan adalah mengaji dengan diajar satu per satu, terutama untuk anak-anak muda yang ada di Kauman pada saat itu; sedangkan weton adalah kyai membaca sedang santri-santrinya mendengarkan dengan memegang kitabnya masing-masing. Pengajian dilaksanakan setiap hari, kecuali hari Jum`at dan Selasa. Dalam menerapkan dua macam metode tersebut dipakai waktu yang berbeda, yaitu pada pagi hari mulai pukul 07.00 sampai 09.00 dengan cara sorogan, dan pada sore hari sesudah ashar sampai kurang lebih pukul 17.00 dengan cara weton. Sebelum KH. Ahmad Dahlan wafat, ia berpesan agar kepemimpinan Muhamadiyah sepeninggalnya diserahkan kepada Kiai Haji Ibrahim. Mula-mula KH. Ibrahim menyatakan tidak sanggup, atas desakan sahabat-sahabatnya akhirnya ia bersedia menerimanya. Kepemimpinannya dalam Muhammadiyah dikukuhkan pada bulan Maret 1923 dalam Rapat Tahunan Anggota Muhammadiyah sebagai Voorzitter Hoofdbestuur Moehammadijah Hindia Timur (Soedja`, 1933: 232). KH Ibrahim termasuk seorang yang cerdas, luas wawasannya, dalam ilmunya dan disegani. Ia adalah seorang penghafal (hafidh) al-Quran dan ahli qira'ah (seni baca Al-Quran), serta mahir berbahasa Arab. Sebagai seorang Jawa, ia sangat dikagumi oleh banyak orang karena keahlian dan kefasihannya dalam penghafalan Al-Qur'an dan bahasa Arab. Pernah orang begitu kagum dan takjub, ketika dalam pidato pembukaan (khutbah al-'arsy atau sekarang disebut khutbah iftitah) Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukit Tingi Sumatera Barat pada tahun 1939, ia menyampaikan dalam bahasa Arab yang fasih. Semenjak kepemimpinan KH. Ibrahim, Muhammadiyah berkembang di seluruh Indonesia, dan terutama tersebar di berbagai tempat Jawa dan Madura. Kongres-kongres mulai diselenggarakan di luar kota Yogyakarta, seperti Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya, Kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan, Kongres Muhammadiyah ke-17 di Solo, Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi, Kongres Muhammadiyah ke-21 di Makasar, dan Kongres Muhammadiyah ke-22 di Semarang pada tahun 1933 (Kongres Muhammadiyah terakhir dalam periode kepemimpinan KH. Ibrahim). Dengan berpindah-pindahnya tempat kongres tersebut, maka Muhammadiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat, bahkan cabang-cabang Muhammadiyah telah berdiri hampir di seluruh tanah air di bawah kepemimpinannya. KH. Ibrahim juga memimpin kaum ibu Muhammadiyah agar rajin beramal dan beribadah melalui sebuah perkumpulan yang diberi nama Adz-Dzakiraat (Soedja`, 1933: 136). Perkumpulan Adz-Dzakiraat ini banyak memberikan jasa kepada Muhammadiyah dan `Aisyiyah, misalnya banyak membantu pencarian dana untuk Kas Muhammadiyah, `Aisyiyah, PKU, Bagian Tabligh, dan bagian Taman Poestaka.

PERISTIWA PENTING Menurut catatan AR Fachruddin (1991), pada masa kepemimpinan KH. Ibrahim, kegiatan-kegiatan yang dapat dikatakan menonjol, penting dan patut dicatat adalah: Pada tahun 1924, Ibrahim mendirikan Fonds Dachlan yang bertujuan membiayai sekolah untuk anak-anak miskin. Pada tahun 1925, ia juga mengadakan khitanan massal. Di samping itu, ia juga mengadakan perbaikan badan perkawinan untuk menjodohkan putra-putri keluarga Muhammadiyah. Dakwah Muhammadiyah juga secara gencar disebarluaskan ke luar Jawa (AR Fachruddin, 1991). Pada periode kepemimpinan Ibrahim, Muhammadiyah sejak tahun 1928 mengirim putra-putri lulusan sekolah-sekolah Muhammadiyah (Mu`allimin, Mu`allimat, Tabligh School, Normaalschool) ke seluruh pelosok tanah air, yang kemudian di kenal dengan 'anak panah Muhammadiyah' (AR Fachruddin, 1991). Pada Kongres Muhammadiyah di Solo pada tahun 1929, yaitu pada masa kepemimpinannya, Muhammadiyah mendirikan Uitgeefster My, yaitu badan usaha penerbit buku-buku sekolah Muhammadiyah yang bernanung di bawah Majelis Taman Pustaka. Pada waktu itu pula terjadi penurunan gambar Ahmad Dahlan karena pada saat itu ada gejala mengkultuskan dia. Sementara dalam Kongres Muhammadiyah ke-21 di Makasar pada tahun 1932 memutuskan supaya Muhammadiyah menerbitkan surat kabar (dagblaad). Untuk pelaksanaannya diserahkan kepada Pengurus Muhammadiyah Cabang Solo, yang di kemudian hari dinamakan Adil. KH. Ibrahim selalu terpilih kembali sebagai ketua dalam dalam sepuluh kali Kongres Muhammadiyah selama periode kepemimpinannya. Ia lebih banyak memberikan kebebasan gerak bagi angkatan muda untuk mengekspresikan aktivitasnya dalam gerakan dakwah Muhammadiyah. Di samping itu, ia juga berhasil dalam membimbing gerakan Aisyiyah untuk semakin maju, tertib, dan kuat. Ia juga berhasil dalam meningkatkan kualitas takmirul masajid (pengelolaan masjid-masjid), serta berhasil pula dalam mendorong berdirinya Koperasi Adz-Dzakirat. Dalam masa kepemimpinannya, Muhammadiyah pernah mengalami fitnah dari pihak-pihak yang tidak suka akan kemajuan Muhammadiyah. Muhammadiyah dan pengurus besarnya dianggap sebagai kaki tangan Politieke Economische Bond (PEB), sebuah organisasi yang dibentuk oleh persatuan pabrik gula yang dimiliki Belanda. Tujun PEB ialah untuk mengatur koordinasi dan kerjasama antar- pabrik gula di Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam produksi, pemasaran, dan juga dalam aspek sosial-budaya yang ada hubungannya dengan politik-ekonomi pabrik gula. PEB mendirikan perkumpulan dengan nama Jam'iyatul Hasanah yang bertujuan untuk menghimpun guru-guru agama dan membiayai mereka untuk mengajarkan agama Islam kepada buruh-buruh di pabrik gula. Dengan demikian, fitnahan terhadap Pengurus Besar Muhammadiyah semakin besar karena Pengurus Besar Muhammadiyah dianggap telah bekerjasama dan menerima dana dari PEB yang merupakan kaki-tangan Belanda. Namun fitnahan tersebut bisa diatasi dengan keterbukaan dalam kepemimpinan KH. Ibrahim dengan mengundang para utusan dari cabang-cabang Muhammadiyah untuk memeriksa keuangan dan notulensi rapat di Pengurus Besar Muhammadiyah di Yogyakarta, dan terbukti bahwa fitnahan tersebut tidak benar. Pada periode kepemimpinan KH. Ibrahim telah diselenggarakan sepuluh kali Rapat Tahunan Muhammadiyah yang terus-menerus memilihnya sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Mulai tahun 1926, istilah Rapat Tahunan Muhammadiyah diganti menjadi Kongres Muhammadiyah yang bertempat di Surabaya sebagai Kongres Muhammadiyah ke-5.