Hanoi, Vietnam: 9-12 May, 2010 DEPRESI MENTAL PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK YANG MENERIMA PERAWATAN ARV DI INDONESIA Judith A. Levy, Ph.D., University of Illinois at Chicago (UIC) & Irwanto, Ph.D., Unika Atma Jaya, Jakarta
PENELITI UTAMA: RONALD HERSHOW, M.D. TIM PENELITI PENELITI UTAMA: RONALD HERSHOW, M.D. INDONESIA U.S. IRWANTO, Ph.D JUDITH LEVY, PH.D. DHARMADY AGUS, MD WAYNE WIEBEL, PH.D. HENDRA WIDJAYA, MD ASLIATI ASRIL, MD CHINA NYOMAN HANATI, MD Yi Li, M.S. TUTI PARWATI MERATI, MD SOEGIANTO ALI, MD D.N. WIRAWAN, MD MADE SETIAWAN, Ph.D WELLY KWANGTANA, MD RAYMOND TAMBUNAN, M.Sos MARTIN BATUBARA, MD
Latar Belakang Depresi mewakili gangguan mental penyerta paling umum diderita oleh individu yang terinfeksi HIV (2 Xs gen pop.) Berhubungan dengan: rendahnya respon biologis terhadap treatment rendahnya kepatuhan terhadap ARV perkembangan AIDS yang semakin cepat peningkatan perilaku berisiko Pengguna Napza Suntik (Penasun) yang HIV sero positif sangat rentan terhadap gangguan kejiwaan yang merupakan akibat gabungan dari : infeksi HIV penggunaan zat Analisis ini menguji faktor-faktor risiko terjadinya depresi pada Penasun aktif maupun non aktif yang sedang menjalani terapi ARV di Jakarta dan Bali (1) Kedua kota tsb adalah pusat penyebaran HIV utama di Indonesia. (2) Indonesia merupakan salah satu negara dengan epidemi HIV terbesar yang disebabkan oleh Napza di Asia
Pertanyaannya adalah: Apa faktor-faktor yang dapat memprediksi depresi mental pada Penasun pengguna ARV di Indonesia?
Metode Studi Cross-sectional dengan melibatkan 120 Penasun HIV sero positif yang telah menggunakan ARV minimal 3 bulan pada satu dari 5 layanan perawatan HIV di Jakarta dan Bali. Pengumpulan Data kuesioner terstruktur rekam medis tes viral load Gejala depresi dinilai sebagai binary outcome dengan menggunakan 9 item dari Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D). Multivariate logistic regression digunakan untuk menguji hubungan antara varibel predictor dan gejala depresi yang terlihat.
Prevalensi dari Depresi dengan pengukuran CES-D di kedua lokasi HASIL Prevalensi dari Depresi dengan pengukuran CES-D di kedua lokasi (p-value = 0.03). N= 120 (50 Jakarta dan 80 Bali)
Karakteristik Demografi Depresi Total Yes (N=40) N=120 P-value Mean Usia (Stdv.) 29.6 (3.5) 30.8 (4.6) 0.026 N (%) n (%) Pendapatan di atas median 15 (37.5) 58 (48.7) 0.08 Pendidikan ≥ SMA 35 (87.5) 108 (90) 0.53 Pekerjaan: penuh waktu 13 (32.5) 52 (43.3) 0.09 Menikah 18 (45) 55 (45.8) 0.9 Site: Jakarta 14 (35) 50 (41.7) Bali 26 (65) 70 (58.3) 0.29 Sebagian besar partisipan berusia muda, laki-laki, berpendidikan SMA Kurang dari setengahnya memiliki pekerjaan penuh waktu atau menikah Median dari Pendapatan bulanan kelompok ini ~ USD 100 Sepertiga dari partisipan menunjukkan gejala depresi yang diukur secara CES-D
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Depresi Dukungan keluarga Penggunaan layanan HIV dan/ Napza Penggunaan zat Kepatuhan penggunaan ARV
Dukungan Keluarga: 77% (92) tinggal dengan keluarga (pasangan dan/atau ortu) 53% (64) Keluarga (pasangan dan/ ortu) “banyak” terlibat dengan pengobatan HIV 44% (53) Menerima dukungan finansial dari ortu atau keluarga
Perilaku Penggunaan Zat: (%) 30 hari terakhir: Penggunaan Alkohol > 1 x seminggu 5 (6) Penggunaan Heroin 7 (8) Penggunaan zat kombinasi£ 31 (36) 6 bulan terakhir: Menghabiskan waktu dengan Penasun aktif 45 (334) £ Combined category of using alcohol and/or marijuana more than once a week, and/or ever using any of heroin, cocaine (0 reported), amphetamines/stimulants, tranquilizer, downers, other narcotics or opiates, and hallucinogens.
Penggunaan Layanan: 28% (34) Sedang menjalani program metadon 43% (52) Anggota kelompok dukungan yang berhubungan dengan HIV/Napza 25% (30) Mempunyai manager kasus HIV 28% (34) Rutin melakukan kontak dengan PO
Kepatuhan Penggunaan ARV: Di antara pasien yang mengalami depresi, lebih banyak melaporkan melewatkan dosis ARV mereka dibandingkan yang tidak mengalami depresi. Lingkaran bagian dalam menggambarkan pasien yang mengalami depresi dan lingkaran lebih luar merepresentasikan pasien yang tidak mengalami depresi. Nilai-p (Cochran) menunjukkan asosiasi linear yang signifikan antara ketepatan waktu melewatkan dosis ARV dengan depresi. P: “Kapan terkahir kali Anda melewatkan pengobatan HIV Anda?” Depressed (n = 40) Non-depressed (n = 80) p = 0.04 N=120; 51 melaporkan tidak pernah melewatkan 1 dosis pun.
Pemilihan Random dari Penasun di Jakarta – Pengukuran viral load (N=36).
Hasil Multivariate Regression : Total n (%) Odds Ratio (95% CI) Usiaξ ≥ 33 44 (36.7) 0.32* (0.09, 1.10) Kerja penuh waktu 52 (43.3) 0.29 (0.1, 0.82) Tinggal dengan keluarga 92 (76.7) 0.25 (0.08, 0.77) Sedang mengikuti program metadon 34 (28.3) 2.91 (1.03, 8.25) Minimal melewatkan 1 x dosis ARV sebulan yang lalu 28 (23.5) 2.35* (0.82, 6.69) Penggunaan zat kombinasi 36 (31) 3.28 (1.25, 8.59) ξ Grouped by the tertiles of age; the reference group is of year ≤28. * 0.05 < p ≤ 0.1 Pekerja penuh waktu mengurangi risiko depresi sebesar ~70%. Tinggal dengan orang tua dan/ pasangan mengurangi risiko sebesar ~75%. Sedang menjalani program metadon diperkirakan ~3 kali lebih tinggi berisiko mengalami depresi. Penggunaan zat yang dikombinasikan diprediksi ~3.3 kali lebih tinggi berisiko mengalami depresi.
Kesimpulan (depresi) Depresi umum terjadi pada Penasun yang kami teliti; Perlu perhatian khusus untuk kelompok: Penasun muda pengguna ARV, tanpa pekerjaan yang tetap, dan yang tidak tinggal dengan orang tua ataupun pasangan; Akses terhadap program metadon cenderung menyertai peningkatan risiko depresi. Depresi berhubungan dengan penggunaan zat yang terus menerus, peningkatan pentingnya membantu pasien mengatasi 3 hambatan keberhasilan pengobatan infeksi HIV, adiksi dan depresi. Manajemen depresi dapat lebih efektif apabila terintegrasi dengan program perawatan Napza & HIV yang ada.