WORLD TRADE ORGANIZATION PART 1

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Perkeretaapian Khusus Tahap III Tahapan Menuju Perubahan Regulasi Jakarta 21 Juni 2011.
Advertisements

PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN DAN ANGGOTA KELUARGANYA
Bab 6 LINGKUNGAN GLOBAL.
WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
Kebijakan Perdagangan - 1
ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA
Kebijakan Impor.
LATAR BELAKANG INVESTASI DI INDONESIA
PRINSIP NATIONAL TREATMENT (KASUS MOBIL NASIONAL INDONESIA)
Persaingan dalam pasar bebas (Memahami konteks bisnis global)
PERDAGANGAN LUAR NEGERI, PROTEKSI DAN GLOBALISASI
SANITARY AND PHYTOSANITARY (SPS)
KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN INVESTASI RIIL
World Trade Organization (WTO
SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
MANAJEMEN KEUANGAN MULTINASIONAL
Kebijakan Penanaman Modal di beberapa Negara
PERATURAN PERDAGANGAN MENURUT GATT/ WTO
The International Organization for Trade
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!
Hubungan internasional Tema : Organisasi internasional
KELOMPOK IFA ANIFAWATI ( ) RAHMA INDRIAWATI ( ) VIKA AMILATI M ( )
LAHIRNYA ORG. PERDAGANGAN MULTILATERAL DARI HAVANA KE MARAKESH
DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009
KEBIJAKAN TARIF BEA MASUK
1 Modul 4 Pertemuan ke 4 Oleh : SUHARMADI,DRS.AK.MM.MSi
ARUS DANA INTERNASIONAL
KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG DAN MAJU
DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009
SEJARAH WORLD TRADE ORGANIZATION
Oleh: Ricky W. Griffin Ronald J. Ebert
World Trade Organization (WTO
GLOBALISASI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
PENGANTAR KERJASAMA INTERNASIONAL
MANAJEMEN KEUANGAN MULTINASIONAL
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
GATS ikaningtyas.
Sistem Moneter Internasional
Kebijakan Perdaganangan Internasional
PERDAGANGAN PANGAN.
Organisasi dan Kerjasama Ekonomi Internasional
Dalam Pemasaran Global
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
BISNIS GLOBAL.
PERDAGANGAN DAN HUBUNGAN EKONOMI INTERNASIONAL DALAM ERA GLOBALISASI
PERDAGANGAN INTERNATIONAL
Perdagangan Luar Negeri, Proteksi dan Globalisasi
Tugas Bisnis Internasional Teori Perdagangan Internasional
PRINSIP WTO IKANINGTYAS.
BAGIAN VII PEREKONOMIAN DUNIA
Hak atas Kekayaan Intelektual Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
SEJARAH HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL
PERTEMUAN 9.
KERJASAMA BILATERAL INDONESIA DAN AMERIKA DI BIDANG EKONOMI
Regulasi Pelarangan Subsidi Dlm Perdagangan Internasional Tm Des
International Trade Condition Kondisi Perdagangan International
ANALISIS EKONOMI POLITIK TERHADAP MEA
1). Perjanjian tentang cara pembayaran dengan L/C oleh
ACFTA Asean-China Free Trade Area
PERDAGANGAN LUAR NEGERI, PROTEKSI DAN GLOBALISASI
EDISI KEDELAPAN BUKU II EUGENE F. BRIGHAM JOEL F. HOUSTON
Perdagangan Luar Negeri, Proteksi dan Globalisasi
Kerja sama internasional di antara negara-negara Oleh: FAJRI SESWANDA Jurusan Manajemen Fakutas ekonomi Universitas mahaputra muhammad yamin.
KEBIJAKAN INTERNASIONAL ZAHRINA NATASHA R.J. SEKAR AMARYLIS MUHAMMAD FARHAN.
PERKEMBANGAN hpi PADA AWAL PERTUMBUHAN
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
Organisasi Ekonomi Global
Transcript presentasi:

WORLD TRADE ORGANIZATION PART 1 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG

SEJARAH Tahun 1947-1948: Untuk pertama kalinya sejak PD II berakhir, negara-negara di dunia terutama dari Blok Barat menginginkan adanya suatu bentuk sistem perdagangan internasional yang lebih adil dan komprehensif untuk membangun ekonomi dunia yang hancur akibat perang. Pada tahun 1947 di Geneva diadakan perundingan perumusan perjanjian GATT yang menetapkan penurunan 45.000 jenis tarif dengan nilai 10 miliar dolar AS. Perundingan ini diikuti 23 negara

SEJARAH 1949: Pada tahun 1949 di Kota Annecy berlangsung perundingan yang lebih dikenal sebagai “Perundingan Annecy”. Dalam perundingan kali ini, telah disepakati untuk meratifikasi 5000 jenis tarif yang diikuti 33 negara. 1950-1951: Pada periode ini berlangsung “Perundingan Torquay” yang diselenggarakan di Kota Torquay dimana disepakati untuk meratifikasi 5,500 jenis tarif yang diikuti oleh 34 negara. 1955-1956: Pada periode ini berlangsung “Perundingan Jenewa” yang diselenggarakan di Kota Jenewa di mana disepakati untuk meratifikasi sejumlah jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 2,5 miliar dolar AS, yang diikuti oleh 34 negara.

SEJARAH 1960-1961: Pada periode ini berlangsung Perundingan yang lebih dikenal sebagai “Putaran Dillon”, yang diselenggarakan di Kota Jenewa, putaran GATT kali ini diikuti oleh 45 negara yang menghasilkan kesepakatan untuk meratifikasi 4.400 jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 4,9 miliar dolar AS, yang diikuti oleh 34 negara. 1964-1967: Putaran GATT kali ini lebih dikenal sebagai “Putaran Kennedy”, yang diselenggarakan di Jenewa. Perundingan ini menyepakati penurunan sejumlah jenis tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 40 miliar dolar AS dan kesepakatan anti-dumping yang diikuti 48 negara.

SEJARAH 1973-1979: Putaran GATT yang lebih dikenal sebagai “Putaran Tokyo”, Jepang dengan menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain; ratifikasi sejumlah jenis tarif dan non-tarif dengan nilai perdagangan sejumlah 155 miliar dolar AS. Perundingan kali ini diikuti oleh 99 negara. 1986-1988: Dalam periode ini, negara-negara peserta mengadakan perundingan di Jenewa berdasarkan mandat Deklarasi Punta Del Este. Perundingan kali ini tidak hanya membahas peratifikasian tarif dan non-tarif sejumlah komoditas, namun juga telah membahas bidang jasa dalam perdagangan dunia. Di tahun 1980-an, Indonesia memainkan peranan aktifnya dalam putaran GATT ini dengan ditariknya suatu konklusi bahwa Indonesia harus mengubah haluan dari orientasi yang berbasis impor ke arah strategi orientasi ekspor.

SEJARAH 1988: Pada bulan Desember tahun 1988 di Montreal, Kanada telah diadakan pertemuan tingkat meneteri yang dikenal sebagai Mid-Term Ministerial Meeting untuk mereview kembali beberapa poin yang telah dicapai dalam perundingan sebelumnya. Pada sidang tersebut telah dicapai kemajuan pada 11 bidang kecuali pertanian. Dalam periode ini, Indonesia mulai memainkan peranan aktifnya dalam Putaran Uruguay. 1989: Perundingan ini diselenggarakan pada April 1989 untuk meneruskan kembali kemaetan perundingan pada putaran sebelumnya yang deadlock pada masalah pertanian.

SEJARAH 1990: Pada bulan Desember 1990 di Brussel, telah diselenggarakan sidang tingkat menteri. Namun, kali ini tidak dihasilkan kesepakatan apapun, karena Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai negara utama menolak untuk meratitikasi bidang pertaniannya. Dengan demikian, perundingan pada semua bidang mencapai deadlock. 1991: Pada bulan Desember 1991, Direktorat Jenderal GATT selalu ketua Trade Negotiations Committee (TNC) pada tingkat pejabat tinggi telah menyerahkan Draft Final Act sebagai hasil akhir dari Uruguay Round.

SEJARAH 1992-1993: Pada tanggal Januari 1992, TNC bersidang untuk menampung reaksi negara-negara peserta dan menentukan langkah selanjutnya dalam perundingan. Negara-negara perserta menyatakan kesulitannya untuk menerapkan DFA pada berbagai bidang termasuk kewajiban menghapus subsidi pertanian dan sistem proteksi atas beberapa jenis komoditas. Dalam perundingan yang berlangsung di Jenewa ini, telah dilakukan pembahasan antara lain; tariff dan non-tarif, perdagangan jasa, hak atas kekayaan intelektual (hak cipta), komoditas tekstil, serta pertanian. Dalam periode ini juga telah disepakati untuk membentuk kerangka kerja WTO yang merupakan kelanjutan dari GATT. Pada tanggal 14 Desember 1993, Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mulai membuka akses pasar secara bertahap pada sector telekomunikasi, industri, angkutan laut, turisme dan jasa keuangan.

SEJARAH 1994: Pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh tercapai kesepakatan mengenai hasil perundingan dari Putaran Uruguay sebagai suatu paket yang ditandatangani oleh Negara peserta yang kemudian melahirkan WTO. Sementara dalam tahun yang sama, Indonesia telah menyelesaikan prosedur ratifikasi dengan DPR pada bulan Oktober 1994. Sehingga Indonesia siap memberlakukan kewajiban perjanjian sesuai ketentuan dalam perjanjian tersebut, antara lain; perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual, perdagangan jasa, turisme, telekomunikasi, dan beberapa sektor lain.

SEJARAH 1995: Sesuai dengan hasil kesepakatan dari Putaran Uruguay, maka pada tanggal 1 Januari 1995 di Jenewa Swiss, WTO resmi berdiri dengan beranggotakan 146 negara termasuk Indonesia. Berdasarkan hasil kesepakatan Putaran Uruguay, terdapat beberapa hal yang bersifat new issues, antara lain; trade in services, intellectual property rights, dan trade-related investment measures (TRIMs). Beberapa hal yang menjadi perhatian Indonesia sebagai konsekuensi logis dari keikutsertaannya dalam WTO antara lain; masalah tarif, akses pasar, komiditas tekstil, produk pertanian, regulasi dan penyelesaian sengketa, hak atas kekayaan intelektual, bidang jasa dan investasi.

FUNGSI/TUJUAN, DAN SASARAN WTO Mengenai fungsi atau tujuan WTO dapat dilihat dalam Article III WTO, yaitu: (1) mendukung pelaksanaan, pengaturan, dan penyelenggaraan persetujuan yang telah dicapai untuk memujudkan sasaran perjanjian tersebut, (2) sebagai forum perundingan bagi negara-negara anggota mengenai perjanjian-perjanjian yang telah dicapai beserta lampiran-lampirannya, termasuk keputusan-keputusan yang ditentukan kemudian dalam Perundingan Tingkat Menteri, (3) mengatur pelaksanaan ketentuan mengenai penyelesaian sengketa perdagangan; (4) mengatur mekanisme peninjauan kebijakan di bidang perdagangan, dan (5) menciptakan kerangka penentuan kebijakan ekonomi global berkerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank), serta badan-badan yang berafiliasi.

Adapun sasaran yang ingin dicapai WTO dalam bekerja yaitu: Non-diskriminasi Sebuah negara tidak harus membedakan antara mitra dagang dan seharusnya tidak membedakan antara produk, jasa sendiri dan asing atau warga negara. Lebih terbuka Menurunkan hambatan perdagangan adalah salah satu cara yang paling jelas untuk mendorong perdagangan; hambatan ini termasuk bea masuk (atau tarif) dan langkah-langkah seperti larangan impor atau kuota yang membatasi jumlah selektif. Diprediksi dan transparan Perusahaan asing, investor dan pemerintah harus yakin bahwa hambatan perdagangan tidak harus ditingkatkan secara sewenang-wenang. Dengan stabilitas dan prediktabilitas, investasi didorong, pekerjaan diciptakan dan konsumen dapat sepenuhnya menikmati manfaat dari persaingan - pilihan dan harga yang lebih rendah.

Lebih kompetitif Mengecilkan praktek 'tidak adil', seperti subsidi ekspor dan pembuangan produk di bawah biaya untuk mendapatkan pangsa pasar; masalah yang kompleks, dan aturan mencoba untuk menetapkan apa yang adil atau tidak adil, dan bagaimana pemerintah dapat merespon, khususnya dengan pengisian bea masuk tambahan dihitung untuk mengimbangi kerusakan yang disebabkan oleh perdagangan yang tidak adil.   Lebih bermanfaat bagi negara-negara kurang berkembang Memberi mereka lebih banyak waktu untuk menyesuaikan, fleksibilitas yang lebih besar dan hak-hak istimewa; lebih dari tiga perempat dari anggota WTO negara berkembang dan negara dalam transisi ke ekonomi pasar. Perjanjian WTO memberi mereka periode transisi untuk menyesuaikan diri dengan mungkin, ketentuan WTO sulit lebih asing dan,. Lindungi Lingkungan Perjanjian WTO mengizinkan anggota untuk mengambil langkah-langkah untuk melindungi tidak hanya lingkungan tapi juga kesehatan masyarakat, kesehatan hewan dan kesehatan tanaman. Namun, langkah-langkah ini harus diterapkan dengan cara yang sama untuk kedua bisnis nasional dan asing. Dengan kata lain, anggota tidak harus menggunakan langkah-langkah perlindungan lingkungan sebagai sarana menyamarkan kebijakan proteksionis.