Penyakit KUSTA / LEPRA / LEPROSY / MORBUS HANSEN

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
KUSTA by: dr Rina Gustia,Sp.KK.
Advertisements

Budaya hidup sehat = sehat kesehatan pribadi-kesehatan lingkungan
TBC.
(Lepra / Leprosy = Morbus Hansen)
PENYAKIT TROPIS & INFEKSI I
Penderita Asam Urat Lebih Banyak Lelaki
Eksim: Gejala, Penyebab, Pengobatan dan Pencegahan
Inka Novianti Korompot
KUSTA Rissa N A Natalia P A
TBC ( TUBERCULOSIS ).
LUKA BAKAR.
PILEK PENGERTIAN: Pilek, biasa juga dikenal sebagai nasofaringitis, rinofaringitis, koriza akut, atau selesma, merupakan penyakit menular pada sistem pernapasan,
MORBUS HANSEN Achmad Yusuf.
WASPADA PENYAKIT KUSTA
PENGUKURAN KUSTA.
TETANUS NEONATORUM Suharyo.
PENYAKIT KUSTA Definisi : - merupakan penyakit kronik
Penyakit Kelainan genetik
ASUHAN KEPERAWATAN MELANOMA MALIGNA
Oleh : dr. Irfan Rahmanto
KUSTA.
Campak / measles / morbillie
Interaksi dalam kehidupan mikroorganisme dengan manusia
VARISELA (chickenpox)
Oleh Dr. Nugroho Susanto
PUSKESMAS, SEBELUM CACAT.
CANCER.
Mikrobiologi Udara.
ASKEP KLIEN DENGAN MASTOIDITIS
VARIOLA Sinonim : cacar, small pox Definisi - penyakit sangat menular
YONI MAI PUTRI IIB.
Penyakit Kusta Lepra Morbus Hansen.
DIFTERIa.
Childhood Tuberculosis
EPIDEMIOLOGI PTM KANKER PAYUDARA
Peran Farmasis dalam Penatalaksanaan Osteoatritis dan aplikasinya
Sindrom Guillain–Barré
Materi Penyakit Kusta Untuk Penyegaran Kader pendopo wonomulyo 04 Sept 2013 mawan sehat.
Penyakit Pes di China.
TUBERKULOSIS (TBC) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
Kesehatan ternak Beberapa hal yang paling penting diketahui dalam masalah kesehatan ternak adalah sebagai berikut: 1. Ciri-ciri hewan ternak yang sehat.
Nama kelompok : 1. Berliana Nugraheni 2. Beatrico Lyo 3
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TUBERCULOSIS MILLER
TBC (Tuberculosis) Achmad Ramdani Agus Setiawan Bima Nafi N.C Karmelia
by:Isrofah, S.Kep.,Ns.,M.Kep
MUHAMMAD ABDILLAHTULKHAER
MAHASISWA/I JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN
MATERI KELAS IV SEMESTER I Created by Elya Qomariah, S. Pd.
KELOMPOK 4 NI PUTU MITHA DEWI NI LUH GEDE ARIYANTI PUTRI NITYARI
Miliaria.
Clinical skill Morbus Hansen.
GOUT Oleh Dr. Sri Utami, B.R. MS.
DINAS KESEHATAN KABUPATEN PASAMAN BARAT PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR KEGIATAN PEMUSNAHAN/KARANTINA SUMBER PENYAKIT MENULAR FILARIASIS/ELEPHANTIASIS.
Epidemiologi Kusta/Lepra
Morbus Hansen Leprosis, kusta
Ariestiana Ayu Ananda Latifa X-4 Muhammad Ezra Acalapati Madani X-4
ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut. ISPA  ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang terjadi secara tiba-tiba, mulai dari hidung sampai gelembung.
Ilmu Penyakit Menular Sifilis.
TETANUS NEONATORUM Suharyo.
POLIOMIELITIS (PENYAKIT POLIO)
Epidemiologi Penyakit tidak Menular “REMATIK”
Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS (Directly Observed.
ABSES GIGI.
EPIDEMIOLOGI KUSTA by WIDYA HC.
PENYAKIT DEGENERATIF. Apa itu PENYAKIT DEGENERATIF?  Merupakan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel tubuh yaitu dari keadaan.
LUKA BAKAR ( COMBUSTIO )
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL. Apa itu Penyakit Menular Seksual? Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan salah satu jenis Infeksi Saluran Reproduksi (ISR),
ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut. ISPA  ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang terjadi secara tiba-tiba, mulai dari hidung sampai gelembung.
Kehamilan di sertai penyakit rubella dan hepatitis
Tuberculosis (TBC) Puskesmas Pakem. TUBERKULOSIS (TB) Sebagian besar menyerang paru Sebagian besar menyerang paru Dpt juga menyerang organ tubuh lain.
Transcript presentasi:

Penyakit KUSTA / LEPRA / LEPROSY / MORBUS HANSEN Definisi : - merupakan penyakit kronik - disebabkan mycobacterium leprae (M.Leprae) - menyerang pertama pada saraf tepi - selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis

Epidemiologi tersebar diseluruh dunia tahun 1997 tercatat 888.340 penderita berasal dari Asia Tengah kemudian menyebar ke Mesir,Eropa, Afrika dan Amerika Di Indonesia tercatat 33.739 penderita Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak setelah India dan Brasil Prevalensi 1,7 per 10.000 penduduk Data insidens sangat sulit diperoleh

Insidens di dunia cenderung menurun rata-rata per tahun 7-18% Dapat menyerang semua orang, semua umur Laki-laki lebih banyak dibanding wanita dengan perbandingan 2:1 Jarang dijumpai pada umur yang sangat muda Serangan pertama kali pada umur diatas 70 tahun sangat jarang Frekuensi terbanyak pada umur 15-29 tahun Pernah ditemukan di P. Nauru pada keadaan epidemi penyebaran hampir pada semua umur Di Brasilia terdapat peninggian prevalensi pada usia muda, sedangkan pada penduduk emigran prevalensi meningkat pada usia lanjut

Terdapat perbedaan , baik perbedaan ras maupun geografik Ras Cina, Eropa, Myanmar lebih rentan terhadap bentuk lepromatosa dibandingkan ras Afrika, India dan Melanesia Iklim (cuaca panas dan lembab), diet, status gizi, status sosial ekonomi, genetik, berperan dalam kejadian dan penyebaran penyakit

Etiologi Penyebab penyakit adalah mikobakterium leprae Morfologik : berbentuk pleomorf lurus, batang panjang, sisi paralel, dengan kedua ujung bulat Ukuran 0.3-0,5 x 1-8 mikron Bentuk batang gram positip Tidak bergerak dan tidak berspora Dapat tersebar atau berkelompok dalam berbagai ukuran, disebut globi Dinding terdiri dari 2 lapisan, peptidoglikan dan lapisan transparan lipopolisakarida

Mikobakterium leprae

Mikobakterium leprae

Basil obligat intraseluler Dapat berkembang biak di dalam sel Schwann saraf dan makrofag kulit Basil dapat ditemukan di mana2, di dalam tanah , air dan udara. Pada manusia terdapat pada permukaan kulit, rongga hidung dan tenggorokan Basil dapat berkembang biak di dalam otot polos atau otot bergaris Basil dapat ditemukan pada folikel rambut, kelenjar keringat, sekret hidung, mukosa hidung dan daerah erosi atau ulkus pada tipe borderline atau lepromatous. Berkembang biak secara perlahan (11-13 hari)

Pertumbuhan yang sangat lambat menimbulkan masa inkubasi yang sangat lama (5-7 tahun) Basil belum dapat dibiakkan in vitro, dapat di inokulasi pd bbrp binatang Bersifat tahan asam Bagian tubuh yang dingin merupakan tempat predileksi misalnya saluran pernapasan, testis, ruang anterior mata, kulit terutama cuping telinga, jari

Terdapat 5 sifat khas M. leprae Merupakan parasit intraseluler, tidak dpt dibiakkan pada media buatan Dapat diekstrasi oleh oiridin, sifat tahan asam Merupakan satu2nya mikobakterium yg mengoksidasi D-Dopa Satu2nya spesies mikobakterium yang menginvasi dan bertumbuh dalam saraf perifer Ekstrak terlarut dalam preparat M. leprae mengandung komponen antigenik yg stabil dgn aktifitas imunologis yang khas yaitu uji kulit positif pada penderita tuberkuloid dan negatif pada penderita lepromatous

Manifestasi klinik Menunjukkan gambaran yang jelas pada stadium lanjut Diagnosis pada saat ini cukup ditegakkan dengan pemeriksaan fisik Gejala tergantung pada: - multiplikasi dan diseminasi kuman lepra - respon imun penderita terhadap kuman lepra - komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer

Tanda kardinal, apabila salah satunya ada, tanda tsb sudah cukup untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta, yakni: Lesi kulit anestesi Penebalan saraf perifer Ditemukannya M . Leprae ( bakteriologis positif) BTA+

Gambaran klinis

Pendayagunaan penderita

Perawatan kaki untuk mencegah deformitas

Gambaran muka penderita kusta

Gambaran kaki penderita kusta

Klasifikasi menurut Ridley dan Jopling 1. Tipe tuberkuloid-tuberkuloid (TT) - lesi mengenai kulit maupun saraf - lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang mengalami regresi atau penyembuhan - permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi - gejala dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba - terdapat kelemahan otot, sedikit rasa gatal

2. Tipe Borderline tuberkuloid (BT) - lesi menyerupai tipe TT - gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid - gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, asimetrik - biasanya ada lesi satelit yang terletak dekat saraf perifer yang menebal

3. Tipe borderline- borderline (BB) Merupakan tipe paling tidak stabil Jarang dijumpai Lesi sangat bervariasi, baik ukuran bentuk maupun distribusinya dapat berupa makula infiltrat

4. Tipe borderline lepromatous (BL) Secara klasik lesi dimulai dengan makula , awalnya hanya dalam jumlah sedikit, kemudian dengan cepat menyebar ke seluruh badan Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya Papula dan nodus lebih tegas dgn distribusi lesi yang hampir simetrik dan beberapa nodus tampak melekuk pada bagian tengah Tanda2 kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi , hipopigmentasi, berkurangnya keringat, gugurnya rambut lebih cepat dibanding tipe lepromatous Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi di kulit

5. Tipe lepromatous-lepromatous (LL) Jumlah lesi sangat banyak, simetrik, permukaan halus, lebih eritem, mengkilat, berbatas tidak tegas Tidak ditemukan gangguan anestesi dan anhidrosis pada stadium dini Distribusi lesi khas yakni di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga Di badan mengenai bagian belakang , lengan, punggung tangan dan permukaan ekstensor tungkai bawah Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk facies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis dan keratitis

Lebih lanjut dapat terjadi deformitas pada hidung Dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang dapat menjadi atropi testis Kerusakan saraf dermis dapat menyebabkan gejala stocking dan glove anasthesia Apabila penyakit menjadi progresif makula dan papula baru muncul, sedangkan lesi lama menjadi plak dan nodul Pada stadium lanjut serabut2 saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anestesi dan pengecilan otot pada tangan dan kaki.

Tipe indeterminate (tidak termasuk klasifikasi Ridley dan Jopling, dengan tanda2: - jumlah lesi sedikit, asimetrik, makulo hipopigmentasi dengan sisik sedikit, kulit sekitar normal - lokalisasi biasanya pada bagian ekstensor ekstremitas, bokong atau muka

- kadang2 ditemukan bentuk makula hipestesi atau sedikit penebalan saraf - diagnosa ditegakkan bila dengan pemeriksaan histopatologik didapatkan basil atau infiltrat disekitar saraf - pada 20-80% kasus penderita kusta didapatkan tipe ini. - sebagian besar akan sembuh spontan

Pengobatan Sulfon Rifampisin Klofazimin (B663, Lampren) Protionamide dan Etionamide MDT (Multi Drug Therapy) Sesuai rekomendasi WHO Rifampisin, DDS , lama pengobatan 6 bulan Rifampisisn, DDS, Lampren, lama pengobatan maks 36 bulan Obat2-an baru; fluorokinolon, gol antibiotik makrolid, minosiklin Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi

PROGRAM PEMBERANTASAN Tujuan: prevalensi < dari 1 per 10.000 pddk Sasaran: semua penderita orang yang kontak dengan penderita Strategi: pengobatan dgn MDT kerjasama linsek dan linprog meningktkan ketrampilan petugas Penemuan, pengobatan dan pencegahan kecacatan

Pelaporan dan pencacatan Setiap penderita harus memiliki kartu penderita Pencatatan dalam buku monitoring Menyediakan formulir kasus baru Pencatatan di dalam buku kunjungan penderita

Upaya Pencegahan Penularan Kusta Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit yang dapat segera ditangani dan di cegah. mencegah penularan kusta: Segera melakukan pengobatan sejak dini secara rutin terhadap penderita kusta, agar bakteri yang dibawa tidak dapat lagi menularkan pada orang lain. Menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka waktu yang lama Meningkatkan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan Meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh, dengan cara berolahraga dan meningkatkan pemenuhan nutrisi. Tidak bertukar pakaian dengan penderita, karena basil bakteri juga terdapat pada kelenjar keringat

Memisahkan alat-alat makan dan kamar mandi penderita kusta Untuk penderita kusta, usahakan tidak meludah sembarangan, karena basil bakteri masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet Isolasi pada penderita kusta yang belum mendapatkan pengobatan. Untuk penderita yang sudah mendapatkan pengobatan tidak menularkan penyakitnya pada orang lain. Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta. Melakukan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai mekanisme penularan kusta

AKIBAT: MASALAH KESEHATAN/ MEDIS, SOSIAL , EKONOMI, BUDAYA, SERTA KEAMANAN DAN KETAHANAN NASIONAL