Penyakit KUSTA / LEPRA / LEPROSY / MORBUS HANSEN Definisi : - merupakan penyakit kronik - disebabkan mycobacterium leprae (M.Leprae) - menyerang pertama pada saraf tepi - selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis
Epidemiologi tersebar diseluruh dunia tahun 1997 tercatat 888.340 penderita berasal dari Asia Tengah kemudian menyebar ke Mesir,Eropa, Afrika dan Amerika Di Indonesia tercatat 33.739 penderita Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak setelah India dan Brasil Prevalensi 1,7 per 10.000 penduduk Data insidens sangat sulit diperoleh
Insidens di dunia cenderung menurun rata-rata per tahun 7-18% Dapat menyerang semua orang, semua umur Laki-laki lebih banyak dibanding wanita dengan perbandingan 2:1 Jarang dijumpai pada umur yang sangat muda Serangan pertama kali pada umur diatas 70 tahun sangat jarang Frekuensi terbanyak pada umur 15-29 tahun Pernah ditemukan di P. Nauru pada keadaan epidemi penyebaran hampir pada semua umur Di Brasilia terdapat peninggian prevalensi pada usia muda, sedangkan pada penduduk emigran prevalensi meningkat pada usia lanjut
Terdapat perbedaan , baik perbedaan ras maupun geografik Ras Cina, Eropa, Myanmar lebih rentan terhadap bentuk lepromatosa dibandingkan ras Afrika, India dan Melanesia Iklim (cuaca panas dan lembab), diet, status gizi, status sosial ekonomi, genetik, berperan dalam kejadian dan penyebaran penyakit
Etiologi Penyebab penyakit adalah mikobakterium leprae Morfologik : berbentuk pleomorf lurus, batang panjang, sisi paralel, dengan kedua ujung bulat Ukuran 0.3-0,5 x 1-8 mikron Bentuk batang gram positip Tidak bergerak dan tidak berspora Dapat tersebar atau berkelompok dalam berbagai ukuran, disebut globi Dinding terdiri dari 2 lapisan, peptidoglikan dan lapisan transparan lipopolisakarida
Mikobakterium leprae
Mikobakterium leprae
Basil obligat intraseluler Dapat berkembang biak di dalam sel Schwann saraf dan makrofag kulit Basil dapat ditemukan di mana2, di dalam tanah , air dan udara. Pada manusia terdapat pada permukaan kulit, rongga hidung dan tenggorokan Basil dapat berkembang biak di dalam otot polos atau otot bergaris Basil dapat ditemukan pada folikel rambut, kelenjar keringat, sekret hidung, mukosa hidung dan daerah erosi atau ulkus pada tipe borderline atau lepromatous. Berkembang biak secara perlahan (11-13 hari)
Pertumbuhan yang sangat lambat menimbulkan masa inkubasi yang sangat lama (5-7 tahun) Basil belum dapat dibiakkan in vitro, dapat di inokulasi pd bbrp binatang Bersifat tahan asam Bagian tubuh yang dingin merupakan tempat predileksi misalnya saluran pernapasan, testis, ruang anterior mata, kulit terutama cuping telinga, jari
Terdapat 5 sifat khas M. leprae Merupakan parasit intraseluler, tidak dpt dibiakkan pada media buatan Dapat diekstrasi oleh oiridin, sifat tahan asam Merupakan satu2nya mikobakterium yg mengoksidasi D-Dopa Satu2nya spesies mikobakterium yang menginvasi dan bertumbuh dalam saraf perifer Ekstrak terlarut dalam preparat M. leprae mengandung komponen antigenik yg stabil dgn aktifitas imunologis yang khas yaitu uji kulit positif pada penderita tuberkuloid dan negatif pada penderita lepromatous
Manifestasi klinik Menunjukkan gambaran yang jelas pada stadium lanjut Diagnosis pada saat ini cukup ditegakkan dengan pemeriksaan fisik Gejala tergantung pada: - multiplikasi dan diseminasi kuman lepra - respon imun penderita terhadap kuman lepra - komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer
Tanda kardinal, apabila salah satunya ada, tanda tsb sudah cukup untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta, yakni: Lesi kulit anestesi Penebalan saraf perifer Ditemukannya M . Leprae ( bakteriologis positif) BTA+
Gambaran klinis
Pendayagunaan penderita
Perawatan kaki untuk mencegah deformitas
Gambaran muka penderita kusta
Gambaran kaki penderita kusta
Klasifikasi menurut Ridley dan Jopling 1. Tipe tuberkuloid-tuberkuloid (TT) - lesi mengenai kulit maupun saraf - lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang mengalami regresi atau penyembuhan - permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi - gejala dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba - terdapat kelemahan otot, sedikit rasa gatal
2. Tipe Borderline tuberkuloid (BT) - lesi menyerupai tipe TT - gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid - gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, asimetrik - biasanya ada lesi satelit yang terletak dekat saraf perifer yang menebal
3. Tipe borderline- borderline (BB) Merupakan tipe paling tidak stabil Jarang dijumpai Lesi sangat bervariasi, baik ukuran bentuk maupun distribusinya dapat berupa makula infiltrat
4. Tipe borderline lepromatous (BL) Secara klasik lesi dimulai dengan makula , awalnya hanya dalam jumlah sedikit, kemudian dengan cepat menyebar ke seluruh badan Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya Papula dan nodus lebih tegas dgn distribusi lesi yang hampir simetrik dan beberapa nodus tampak melekuk pada bagian tengah Tanda2 kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi , hipopigmentasi, berkurangnya keringat, gugurnya rambut lebih cepat dibanding tipe lepromatous Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi di kulit
5. Tipe lepromatous-lepromatous (LL) Jumlah lesi sangat banyak, simetrik, permukaan halus, lebih eritem, mengkilat, berbatas tidak tegas Tidak ditemukan gangguan anestesi dan anhidrosis pada stadium dini Distribusi lesi khas yakni di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga Di badan mengenai bagian belakang , lengan, punggung tangan dan permukaan ekstensor tungkai bawah Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk facies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis dan keratitis
Lebih lanjut dapat terjadi deformitas pada hidung Dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis yang dapat menjadi atropi testis Kerusakan saraf dermis dapat menyebabkan gejala stocking dan glove anasthesia Apabila penyakit menjadi progresif makula dan papula baru muncul, sedangkan lesi lama menjadi plak dan nodul Pada stadium lanjut serabut2 saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anestesi dan pengecilan otot pada tangan dan kaki.
Tipe indeterminate (tidak termasuk klasifikasi Ridley dan Jopling, dengan tanda2: - jumlah lesi sedikit, asimetrik, makulo hipopigmentasi dengan sisik sedikit, kulit sekitar normal - lokalisasi biasanya pada bagian ekstensor ekstremitas, bokong atau muka
- kadang2 ditemukan bentuk makula hipestesi atau sedikit penebalan saraf - diagnosa ditegakkan bila dengan pemeriksaan histopatologik didapatkan basil atau infiltrat disekitar saraf - pada 20-80% kasus penderita kusta didapatkan tipe ini. - sebagian besar akan sembuh spontan
Pengobatan Sulfon Rifampisin Klofazimin (B663, Lampren) Protionamide dan Etionamide MDT (Multi Drug Therapy) Sesuai rekomendasi WHO Rifampisin, DDS , lama pengobatan 6 bulan Rifampisisn, DDS, Lampren, lama pengobatan maks 36 bulan Obat2-an baru; fluorokinolon, gol antibiotik makrolid, minosiklin Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi
PROGRAM PEMBERANTASAN Tujuan: prevalensi < dari 1 per 10.000 pddk Sasaran: semua penderita orang yang kontak dengan penderita Strategi: pengobatan dgn MDT kerjasama linsek dan linprog meningktkan ketrampilan petugas Penemuan, pengobatan dan pencegahan kecacatan
Pelaporan dan pencacatan Setiap penderita harus memiliki kartu penderita Pencatatan dalam buku monitoring Menyediakan formulir kasus baru Pencatatan di dalam buku kunjungan penderita
Upaya Pencegahan Penularan Kusta Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit yang dapat segera ditangani dan di cegah. mencegah penularan kusta: Segera melakukan pengobatan sejak dini secara rutin terhadap penderita kusta, agar bakteri yang dibawa tidak dapat lagi menularkan pada orang lain. Menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka waktu yang lama Meningkatkan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan Meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh, dengan cara berolahraga dan meningkatkan pemenuhan nutrisi. Tidak bertukar pakaian dengan penderita, karena basil bakteri juga terdapat pada kelenjar keringat
Memisahkan alat-alat makan dan kamar mandi penderita kusta Untuk penderita kusta, usahakan tidak meludah sembarangan, karena basil bakteri masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet Isolasi pada penderita kusta yang belum mendapatkan pengobatan. Untuk penderita yang sudah mendapatkan pengobatan tidak menularkan penyakitnya pada orang lain. Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta. Melakukan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai mekanisme penularan kusta
AKIBAT: MASALAH KESEHATAN/ MEDIS, SOSIAL , EKONOMI, BUDAYA, SERTA KEAMANAN DAN KETAHANAN NASIONAL